Pelakor Itu TantekuAku mencoba mendengarkan obrolan mereka yang samar-samar dan mengintip mereka dari balik tembok. Terlihat Tante Lili memegang tangan Mas Pram. Seketika Mas Pram menarik tangannya dengan kasar.Tante Lili pun langsung memeluk Mas Pram. Saat itu Mas Pram terlihat menolak, tapi Tante Lili terus memeluknya dengan erat. Aku benar-benar sudah tidak tahan melihat hal tersebut. Apa yang aku lihat sudah lebih dari cukup memberi bukti kalau mereka mempunyai hubungan terlarang.Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah. Karena aku sendiri yang ingin membuktikan sejauh mana hubungan mereka. Kulangkahkan kaki dengan cepat dan menarik lengan Tante Lili kasar.PLAKKKK Tamparan itu aku layangkan ke wajah suamiku. Suami yang selalu kubanggakan karena kebaikannya, tanggung jawabnya, dan sikapnya yang selalu membuatku terpesona.Seketika Mas Pram terdiam bak patung. Kutatap matanya tanpa berkedip dengan amarah yang sudah kutahan dari tadi siang. Aku memergoki Mas Pram dan Tante Lili d
Pelakor Itu TantekuAkhirnya aku hanya terdiam. Percuma berontak sekuat apapun untuk melepaskan diri, karena Mas Pram lebih kuat dariku.Aku biarkan Mas Pram tetap memeluk erat diriku. Bukan karena aku terlena dengan pelukannya, Tetapi karena aku tidak bisa melepaskan pelukan Mas Pram. Aku tidak ingin terpesona lagi dengan semua sikap manisnya selama ini. Aku tidak ingin hatiku lemah karena rasa cinta yang begitu dalam pada Mas Pram.Akhirnya Mas Pram sedikit melonggarkan pelukannya. Dia memegang wajahku dengan kedua tangannya. Dia menatapku begitu dalam. Ingin rasanya kupalingkan wajah, tetapi kedua tangan Mas Pram mengapit pipiku, membuat pandangan tetap tertuju padanya."Sayang. Aku tahu, perbuatanku begitu melukai perasaanmu. Aku minta maaf!"Dadaku begitu sesak mendengar pengakuan Mas Pram atas perbuatannya. Air mataku sudah membendung, aku berusaha untuk tidak mengerdipkan mata. Aku takut air mataku jatuh di depan Mas Pram dan terlihat lemah. Ternyata sekuat apapun menahannya,
Pelakor Itu Tanteku"Kamu mengusirnya atau menyuruh dia tinggal di tempat lain, Mas? Tempat yang sudah kamu sediakan agar lebih mudah untuk bermesraan dan melanjutkan hubungan cinta terlarang kalian.""Kamu kenapa bicara seperti itu, Sayang? Di mana Sifa yang aku kenal? Sifa yang yang selalu bersikap lembut, Sifa yang selalu percaya dengan suaminya."Aku memang sudah berubah, Mas. Dan semua perubahan itu karena kesalahanmu. Seandainya kamu tidak melakukan semua ini, mungkin kamu masih akan merasakan kelembutan dan mendapatkan kepercayaan dari seorang Sifa."Kamu masih ingin mengharapkan kelembutan dariku, Mas? Kamu masih berharap aku akan mempercayaimu seperti dulu lagi? Tidak semudah itu, Mas. Bahkan bisa saja untuk selamanya aku bersikap seperti ini padamu."Aku langsung menggendong Fadil yang masih terpejam. Dan memindahkan dia ke kamarku. Aku langsung mengunci pintu kamar agar Mas Pram tidak mengikuti lagi.Hahh ... kuatkanlah aku menghadapi semua ini. Aku tidak pernah menyangka k
Pelakor Itu TantekuPOV PramSudah beberapa hari aku tidak merasakan kelembutan dari istriku. Bahkan dia mengambil keputusan untuk pisah kamar denganku. Senyum ayu yang selalu membuat hatiku tenang sudah tidak kulihat. Suara lembut yang selalu berbisik manja di telingaku sudah tidak kudengar lagi.Semua itu salahku. Ya. Salahku. Seorang istri yang begitu sempurna telah aku lukai hatinya. Seorang istri yang telah membuatku jatuh cinta karena kesederhanaannya tetapi tetap anggun dan cantik.Sifa. Perempuan yang telah kupilih menjadi teman hidupku. Dan ibu dari anakku, Fadil. Aku telah kehilangan sosok Sifa yang aku kenal dulu. Dan semua itu berawal dari kesalahanku yang tidak bisa menahan rayuan Tante Lili, yang tak lain tantenya Sifa. Rayuan perempuan itu sudah membuatku tidak bisa menahan hasrat sebagai seorang lelaki. Aku menyesal. Tapi penyesanlanku tidak ada gunanya. Tante Lili datang ke rumah kami saat dia mendapatkan panggilan kerja di sebuah perusahaan yang satu Kota dengan
Pelakor Itu TantekuMalam ini terasa begitu sepi. Aku hanya duduk termenung di kamar Fadil. Menemani bocah polos yang sudah terlelap dalam tidurnya. Suasana begitu hening.Aku selalu teringat dengan masa indahku bersama Mas Pram. Dada ini terasa sesak jika mengingat semuanya. Jujur. Aku rindu dengan masa-masa itu. Tapi ini keputusan yang sudah kupilih untuk menjaga jarak sementara waktu.Brem brem brem Mas Pram?Aku langsung bergegas membuka pintu kamar Fadil dan keluar. Seakan lupa kalau hubunganku dengan Mas Pram sedang tidak baik. "Mas, kok baru pulang?" tanyaku menyambut Mas Pram.Mas Pram tercengang di depanku. Dan aku sendiri belum menyadari sikapku itu. "Alhamdulillah, akhirnya kamu mau menyapaku lagi seperti dulu, Sayang."Deg ... baru tersadar dengan sikapku ini. Ya ampun. Apa-apaan aku ini? "Ma - maksudnya, makanan untuk makan malam sudah kusiapkan di meja makan. Aku tadi memang ingin keluar," terangku ngeles. Aduh. Kenapa harus seperti ini? Aku langsung balik badan d
Pelakor Itu TantekuSepertinya aku tidak perlu menghubungi Tante Lili. Aku takut kalau hal ini akan menjadi celah untuk dia kembali lagi ke rumah ini. Sudah cukup aku menampung Tante yang tidak tahu diri itu. Lebih baik aku biarkan saja barang yang masih tertinggal, yang terpenting dia sudah keluar dari rumah ini. Apa aku telepon Ayah dan Ibu saja untuk menanyakan Tante Lili di sana atau tidak.Aku segera mengambil ponsel dan menelepon orang tuaku untuk memastikan hal tersebut."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam, Fa. Ada apa malam-malam telepon? Kalian semua sehat dan baik-baik saja 'kan?" tanya ibu terdengar khawatir"Alhamdulillah, kami semua sehat, Bu.""Pekerjaan Lili bagaimana, Fa? Lancar? Lili bilang, kamu dan Pram yang mengizinkan dia untuk tetap tinggal di sana, ya? Sebenarnya Ibu sudah bicara, agar dia segera mencari tempat kost. Tapi kalau kamu dan Pram yang meminta dia tinggal di sana, Ibu bisa apa."Aku terdiam sejenak mendengar ucapan Ibu. Pekerjaan Tante Lili memang
Pelakor Itu TantekuMas Pram menggenggam tanganku yang masih memegang baju tidur. Dia menatapku dengan tatapan penuh makna. Mungkin dia sedang memikirkan harus dari mana menjelaskan padaku.Aku membalas dengan tatapan yang mengisyaratkan kalau aku sudah siap mendengar penjelasan darinya. Terlihat wajahnya yang sedikit ragu-ragu dan cemas, sebelum akhirnya Mas Pram mulai bicara."Semua itu tidak pernah aku inginkan, meskipun akhirnya aku tidak bisa menolaknya. Rayuan itu membuatku melupakan sejenak kamu dan Fadil. Sentuhan bibir Tante Lili tidak bisa ku elakkan, justru aku membiarkan dan menikmatinya meskipun hanya sesaat."Dadaku bergetar hebat. Sekuat tenaga mencoba menguatkan hatiku. Sesekali kuseka air mata yang tidak bisa kutahan.Mas Pram lebih erat menggenggam tanganku, seakan dia ingin memastikan apa aku masih menginginkan penjelasan yang lebih darinya."Terus?" ucapku dengan suara parau."Entah apa yang membuat Tante Lili menginginkan semua itu dariku. Setelah cumbuan pertama
Pelakor Itu TantekuAku berjalan mengikuti Mas Pram. Berharap memang Tante Lili yang datang. Aku sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang tersimpan di dalam kepala. Aku ingin mendengar penjelasan langsung darinya.KleekkMas Pram membuka pintu."Assalamu'alaikum, Mbak Sifa. Ini ada sedikit kue untuk Fadil."Ternyata bukan Tante Lili yang datang, melainkan Mbak Hana-tetangga sebelah rumah.HemhhAku menghembuskan napas pelan untuk memendam sedikit rasa kecewa, karena sudah beranggapan kalau Tante Lili yang datang."Wa'alaikumsalam, terima kasih, Mbak Hana. Repot-repot segala," ucapku sembari mengulas senyum kaku. Mas Pram melirikku dengan dahi yang mengernyit. Mungkin karena melihat sikapku sedikit aneh.Setelah Mbak Hana pergi, aku langsung masuk dengan membawa kue pemberiannya."Sayang, aku belum selesai bicara, tadi." Mas Pram mengikuti ke manapun kakiku melangkah."Aku ingin menengok Ayah, Mas, beliau sakit. Ibu sudah memberitahu Tante Lili, tapi dia tega tidak menyampaikannya pa
Pelakor Itu TantekuSatu bulan setelah kepulangan Tante Lili di rumah Ayah dan Ibu. Keadaannya masih tetap sama. Tante Lili hanya bisa berbaring. Dan semua aktivitasnya harus dibantu. Hari ini, aku dan Mas Pram berencana untuk menengok Tante Lili. Dan membujuk dia agar mau dibawa ke rumah sakit._"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Kalian sudah datang. Ayo masuk! Ibumu sedang di kamar Lili," terang Ayah dengan menyambut kedatangan kami.Aku dan Mas Pram langsung menuju kamar Tante Lili. Sedangkan Fadil, dia bersama Mbak Tutik bermain di halaman. Kami memang sengaja mengajak Mbak Tutik agar aku bisa membantu Ibu mengurus Tante Lili selama di sini. Dan kami akan menginap untuk beberapa hari."Assala'mualaikum.""Wa'alaikumsalam. Pram, Fa," sapa ibu yang duduk di samping Tante Lili.Tante Lili hanya bisa menatap kami. Dia memang mulai sulit untuk berbicara. Dan lebih merespon dengan tatapannya. Sungguh tidak tega melihat keadaannya yang semakin hari semakin parah.Sudah berkali-kali
Pelakor Itu TantekuAku dan Mas Pram sudah sepakat untuk memberitahu Ayah dan Ibu tentang keadaan Tante Lili saat ini.Kami memutuskan untuk pulang ke rumah Ayah dan Ibu. Karena tidak mungkin, kami mengabari hal ini hanya lewat telepon."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Sifa, Pram, kalian datang ke sini kok tidak memberi kabar dulu." Ibu terlihat sedikit kaget dengan kedatangan kami yang tiba-tiba. "Ayo, masuk!" ajak ibu dengan mengambil Fadil dari gendongan Mas Pram.Kami langsung duduk di ruang depan."Ibu tinggal sebentar, ambil minum dan kue. Kebetulan Ibu habis bikin kue kesukaanmu, Fa. Pas sekali kalian datang ke sini.""Ti - tidak usah, Bu. Ayah mana, ya? Sifa mau bicara sama Ayah dan Ibu." "Iya, tapi kalian kan habis perjalanan lumayan jauh. Istirahat dulu, nyantai-nyantai, baru kita bicara. Memangnya mau bicara soal apa, Fa? kamu terlihat serius banget.""Soal Tan - Tante Lili, Bu."Kini pandangan Ibu langsung tertuju ke arahku dengan tatapan yang dalam."Lili lagi. Apal
Pelakor Itu Tanteku"Apa, Bu? Tante Lili kabur?"Baru semalam kulewati kebahagiaan bersama Mas Pram. Sekarang pikiranku sudah mulai cemas dan tidak tenang. Ibu memberi kabar, kalau Tante Lili kabur dari rumah. "Kenapa, Fa?" tanya bapak mertua dengan wajah yang penasaran."Kenapa, Sayang? Siapa yang kabur?""Tan - Tante Lili, kabur." "Fa, Ibu minta maaf, karena tidak bisa menjaga tantemu. Ibu sudah kunci kamarnya, tapi dia izin mau ke belakang. Dia pergi tanpa membawa pakaiannya."Tidak bisa dipungkiri, kalau aku merasa takut. Takut kalau Tante Lili akan datang untuk merusak rumah tanggaku bersama Mas Pram, lagi."Bu - bukan salah Ibu. Tapi, memang Tante Lili yang sudah kelewatan. Apa mungkin dia akan ke kota ini lagi, Bu?""Ibu juga tidak tahu, Fa. Kemarin, dia memang keberatan Ibu ajak pulang. Ibu suruh dia resign dari tempat kerjanya. Tapi, dia menolak."Apa sebenarnya rencana Tante Lili sekarang?"Kamu simpan baik-baik surat perjanjian waktu itu, Fa! Kalau Lili macam-macam lagi,
Pelakor Itu Tanteku"Kalau berkenan, Mas Pram bisa dibawa pada Ustadz Faiz. In Syaa Allah, beliau bisa menangani keadaan Mas Pram saat ini," terang Pak Burhan selesai menandatangani surat perjanjian. Beliau menjadi salah satu saksi dalam surat perjanjian tersebut. Pak Burhan adalah RT di tempat tinggal Panji. Dan saran dari Pak Burhan disetujui semua pihak keluarga. Mereka yakin kalau Pak Burhan tidak mungkin berbohong atau punya niat tidak baik pada kami.Akhirnya, Pak Burhan langsung mengantar kami ke tempat Ustadz Faiz. Sedangkan Tante Lili, dia tidak dilepaskan begitu saja. Ayah dan Ibu akan membawanya pulang ke rumah. Mereka tidak mengizinkan Tante Lili tinggal satu kota denganku dan Mas Pram, lagi. Sesampainya di rumah Ustadz Faiz, aku terdiam sejenak. Pak Burhan dan semua keluarga nemandangku. Sepertinya mereka paham dengan sikapku itu. "Mari!" ajak Pak Burhan pada kami. "Assalamu'alaikum, Ustadz.""Wa'alaikumsalam," jawab ustadz dengan sikap yang begitu ramah. Aku berdiri
Pelakor Itu Tanteku"Jangan, Mbak! Jangan bawa Lili ke pihak berwajib. Lili ngga mau di penjara. Lili mohon, Mbak! Lili minta maaf!" Kata-kata yang terus terucap dari mulut Tante Lili.Hal yang tidak pernah terbayangkan sedikitpun, kalau hubungan Tante Lili dengan kami akan seperti ini.Tangan Ibu terus menyeretnya. Dan Tante Lili tetap berusaha berontak. Ibu langsung menghentikan langkahnya. Dengan mata berkaca-kaca, Ibu menatap Tante Lili begitu tajam. "Minta maaf? Kamu bilang minta maaf? Kamu tahu, berapa banyak hati yang tersakiti karena ulahmu? Terutama Sifa, keponakanmu sendiri."Aku memang belum banyak bicara, karena masih syok dengan apa yang kulihat tadi. Bahkan, degupan jantung yang kencang masih begitu terasa. "Ini soal hati, Mbak. Aku sendiri juga tidak tahu, kenapa bisa mencintai, Pram. Kenapa harus aku yang disalahkan atas semua ini. Tidak adil. Benar-benar tidak adil."PLAKKKKJawaban itu, membuatku mendaratkan sebuah tamparan untuk kesekian kalinya pada Tante Lili.
Pelakor Itu Tanteku"Sudah pindah? Mak - maksud Bapak bagaimana, ya?" tanyaku pada seorang Bapak yang mengaku pemilik rumah yang di tempati pamannya Panji."Iya Mbak, mereka cuma nempatin rumah ini untuk satu bulan saja, tapi belum ada seminggu mereka sudah mengosongkan rumah ini. Kelihatannya mereka buru-buru."Tubuhku rasanya begitu lemas. Entah apa maksud dengan semua ini. Aku takut. Benar-benar takut."Ba - Bapak tahu dengan Ustadz yang menempati rumah ini?""Ustadz, Mbak? Saya malah tidak tahu kalau ada Ustadz. Saya permisi dulu, Mbak."Aku langsung berlari menuju mobil, di mana semua keluarga ada di dalam."Kenapa, Fa? Kenapa kamu terlihat bingung seperti itu?" tanya ayah dengan wajah penasaran."Sifa harus segera telepon Panji, Yah."Dadaku terasa bergemuruh dengan begitu banyak pertanyaan yang bergelayut dalam pikiran.Aku harus segera menelepon Panji. Apa maksud dari semua ini? Dengan cepat kutekan nama Panji dalam ponselku. "Panji, kamu di mana sekarang?" tanyaku tanpa mem
Pelakor Itu TantekuSedikitpun tak kualihkan pandangan ini dari Panji. Aku merasa ada yang aneh dari sikapnya, apalagi setelah mendengar dia menyebut tanteku dengan sebutan 'Lili' seakan-akan begitu akrab. "Ngga enak banget lho, diliatin sampai segitunya," ucap Panji dengan memberi senyum tipis."Kamu sedang tidak menyembunyikan sesuatu dariku 'kan?" tanyaku tanpa basa-basi.Panji terdiam sejenak."Maksudmu aku berbohong?""Aku ngga bilang kamu berbohong. Memangnya kamu sedang berbohong?" Kuputar balik ucapan dari Panji.Suasana jadi terasa tegang dan kaku. "Ini sudah sampai pertigaan lho, Fa. Masa iya, kamu mau ngeliatin aku terus seperti itu?" terangnya dengan mengalihkan pertanyaan.Ekhem ... seketika pandangan kualihkan ke depan. "Kita berhenti di depan Coffee Shop."Hmhh ... sudahlah, lebih baik aku fokus soal Tante Lili dulu. Sudah terlalu banyak masalah yang aku hadapi saat ini."Makasih. Aku turun dulu, Nji."Aku langsung turun menuju Coffee Shop tempat ketemuan dengan Tant
Pelakor Itu TantekuPagi yang seharusnya menjadi pagi paling membahagiakan. Di mana semua keluarga berkumpul. Tetapi hal itu tidak kurasakan, karena Mas Pram tidak ada di tengah-tengah kami."Fa. Mendingan kamu berangkat ke toko saja, daripada banyak pikiran di rumah! Lagian Fadil banyak yang jagain. Kamu bisa fokus dengan kerjaan di toko," ucap Mbak Indah yang mendekatiku di ruang depan."Ngga tahu lah, Mbak. Pikiranku masih fokus dengan Mas Pram.""Pram 'kan sudah ditangani sama Ustadz, kamu tenang, Fa!"Harusnya aku memang tenang, tapi entah kenapa perasaanku masih saja cemas. Apa mungkin karena aku tidak terbiasa tanpa Mas Pram? Hmhh ....Ada baiknya kalau aku berangkat ke toko saja. Daripada kepikiran Mas Pram terus di rumah. "Mbak, Sifa siap-siap dulu, ya. Mau ke toko.""Nah, gitu, Fa. Semangat!"Aku pun berlalu meninggalkan Mbak Indah sendirian dan masuk ke kamar untuk ganti baju serta menyiapkan semua yang harus dibawa. "Semuanya, Sifa pamit ke toko dulu, ya. Sifa titip Fadi
Pelakor Itu TantekuPOV PanjiPerempuan itu memang tidak bisa kulupakan. Meski sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Dan sekalinya bertemu lagi, ternyata dia sudah menikah dengan teman kuliahku, Pram.Dari awal tidak ada niat sedikitpun untuk merebut dia dari temanku sendiri. Namun sebuah kesempatan membuat diriku tidak ingin menyia-nyiakannya.Aku memang pernah suka dengannya, sebuah rasa yang tumbuh ketika kita masih ABG. Kalaupun cinta, bisa disebut hanya cinta monyet. Berkali-kali aku mengirim surat padanya, tapi tak ada satupun yang dibalas. Dia memang salah satu primadona di SMP kami. Tetapi perasaanku dulu padanya masih tetap ada.Sifa, perempuan yang bisa menarik hati setiap lelaki yang memandangnya. Dia memang perempuan yang sederhana, tidak neko-neko seperti perempuan kebanyakan. Dan dari dulu tidak berubah. Dengan kesederhanaannya saja, dia terlihat begitu menarik dan anggun. Pria manapun tidak mungkin bisa menolaknya.***"Eh ... ngapain, Mbak, mengendap-endap di depan rumah