Bab 55. Bukti Perzinahan Kudapat
“Ampun, Kak! Ampun … Mas Gilang yang maksa aku tidur sini!” pinta Harum dengan memelas.
“Oh, jadi Mas Gilang yang memintamu tidur di kamarku?” teriakku dengan lantang agar menjadi bukti di video itu bahwa kejadian ini benar benar di kamarku.
“Iya, Kak. Aku bilang aku mau tidur di kamar pembantu aja, tapi dia ngelarang,”
“Siniin HP-nya!” tiba-tiba Mas Gilang yang telah berpakaian menyerang Bik Ina.
Bik Ina melemparkan HP ke ranjang, ke dekatku. Langsung kutangkap dan kusembunyikan di dalam pakaian dalamku. Mas Gilang meradang, tepat saat ibu membawa chika masuk ke kamar.
“Ada apa ini? Astafirullah! Harum! Kau telanjang di atas ranjang majikanmu! Ya Allah! Laknat apa yang akan Kau timpakan kepada pasangan mesum ini, Ya Tuhan!” teriak ibu histeris. Bik Ina d
Bab 56. Suamiku di Ambang Kebangkrutan“Maaf, aku enggak bisa datang, Mel. Aku ke kampus hari ini. Penting banget!” lirih Mala begitu teleponku terhubung.“Ok,” sahutku pasrah.Kucari nomor Mas Andy. Mungkin dia bisa menjelaskan semuanya.“Ya, Mel! Kamu hari ini mau masuk rumah itu, ya?” sapanya.“Aku udah sampai, Mas,” sahutku.“Bagaimana, suka rumahnya?”“Tolong jangan permainkan saya! Ini rumah mertua saya! Kenapa Mas Andy menawar rumah ini?”“Oh, iya. Rumah mertuamu? Bagaimana bisa?”“Jangan main-main, Mas! Mas tahu sebenarnya, kan?”“Enggak. Suer, aku enggak tahu.”“Kenapa Mas menyuruh saya ngontrak rumah ini? Bisa Mas je
Bab 57. Mas Gilang Datang MenyerangButuh setengah jam, mantan karyawan toko pusat telah tiba. Dengan mengendarai sepeda motor, mereka bisa mempercepat perjalanan. Pasti mereka mengambil jalan pintas untuk menghindari kemacetan.“Mbak pindah ke sini? Pantes yang di Medan di tutup,” kata Siska terperangah begitu dia memasuki toko.“Saya ngontrak di sini. Oh, iya, perlu kalian ketahui, saya bukan istri Pak Gilang lagi. Jadi, apapun yang terjadi ke depannya, tolong jangan kaitkan saya dengan urusan beliau,” sahutku menatap lekat keempat karyawan baruku.“Mbak berpisah dengan Bapak?” Semua terkejut, kecuali Siska. Sempat kulihat dia tersenyum samar. Entah apa maksudnya.“Ya, semoga kalian bisa memaklumi.”“Pantas, Pak Gilang hancur-hancuran. Toko-toko dijuali, mobil pikc up juga udah dijuali,” sahut Pak
Bab 58. Siska Anjing Kejepit“Jangan ada yang mendekat! Dia masih sah istriku!” ancam Mas Gilang.Mereka hanya melongo.Harum kembali, mendekatiku lalu menyodorkan ponselku.“Aman, Mas. Sudah kuhapus!” teriaknya sambil tertawa.Spontan Mas Gilang melepaskanku sambil terkekeh.“Aku sudah menawarkan pilihan terbaik buatmu, Sayang. Tapi kau menolak. Ok, sampai jumpa di sidang, ya! Sudah kubilang bukan, aku punya harta untuk melawanmu! Juga punya otak! Bukti yang akan kau gunakan untuk melawanku, sudah kuhapus. Oh, bukan aku yang hapus, tapi calon istriku, adikmu! Mantan pembantumu! Yang sebentar lagi akan jadi ratu di istanaku. Sedang bukti yang kudapat tentang perselingkuhanmu dengan pecandu yang membeli rumah ini, sudah ada ditanganku, hehehehe ….”“Jadi, tujuanmu ke sini hanya untuk menghil
Bab 59. Semoga Siska Tak Berkhianat“Mbak Mel! Mbak Keren banget! Ok, aku siaap. Malam ini juga akan aku laksanakan. Kebetulan ini malam Minggu, kan, Mbak? Aku ada lasan minta diapelin, kalau dia enggak datang, aku ancam aja enggak mau bersaksi di sidang Senin besok.”“Bagus.”“Aku enggak di pecat, kan, Mbak?”“Enggak, dengan syarat, kau harus berhasil menjalankan tugasmu!”“Baik, aku akan kerja keras untuk itu. Sakit hatiku dibohongi oleh Pak Gilang. Aku juga sering disuruh memanipulasi laporan, uangnya diambil olehnya, rupanya untuk senang-senang sama perempuan itu!”“Ya, benar sekali.”“Makasih, Mbak! Mbak sudah menyadarkan saya.”“Hati-hati menjalankan misimu nanti malam, ya! Jangan sampai kau yang terjebak, perawanmu m
Bab 60. Telepon Dari Mertua Saat Sidang Pertama“Ibu, sudah, enggak usah dibahas!” bisikku di telinga ibu. Lalu memberi kode kepada teman-temanku. Perasaanku tidak enak kepada Mas Andy. Mudah-mudahan dia bisa memaklumi.“Hust, itu suamimu datang bersama pasukannya!” Mala menunjuk ke arah pintu dengan dagunya.Kami menoleh ke sana. Dengan pedenya Mas Gilang melangkah beriringan dengan Siska. Saat melewati kami, Siska mengedipkan mata ke arahku. Aku membalasnya dengan senyum. Saat itulah ponselku berbunyi. Kuraih dan kuteliti sipenelepon. Jantungku berdegup kencang, telepon dari papa mertuaku. Bagaimana mungkin? Bukankah dia kena stroke?“Siapa?” tanya Mas Andy melirik ke ponselku.“Papa mertua, papanya Mas Gilang,” sahutku resah.“Angkat aja! Mumpung sidangnya belum mulai, cepat!” perintah
Bab 61. Siska Berkhianat“Agenda sidang hari ini adalah pembacaan gugatan dari Kuasa Hukum Penggugat. Saudara Kuasa Hukum Tergugat apakah Anda sudah menerima salinan gugatannya?”“Sudah Bapak Hakim, kami juga sudah menyetujinya, tidak perlu dibacakan lagi. Tolong sidang ini dilanjutkan dengan agenda hak asuh anak dan harta gono-gini, Bapak Hakim!” jawabnya tidak sabaran.“Bagaimana Saudara Kuasa Hukum Penggugat, apakah anda setuju, berhubung Tergugat ingin segera menyelesaikan kasus ini karena orangtuanya sakit parah di rumah sakit?” tanya Hakim Ketua kepada Papa Mas Andy.“Setuju, Yang Mulia. Kami pun berharap segera selesai,” sahutnya tegas.“Baik, kami sudah menerima bukti-bukti dari kedua belah pihak. Baik pihak penggugat maupun pihak Tergugat. Kami sudah mempelajarinya. Namun, kami perlu mempertimbangkannya se
Bab 62. Senjata Makan TuanMas Gilang kembali duduk. Dia melotot kepada pengacaranya. Entah apa yang sudah dijanjikan lelaki botak itu kepadanya, sepertinya tidak sesuai dengan keinginannya.“Saudara Kuasa Hukum Penggugat, kami menerima barang bukti pembelaan saudara terhadap penggugat, sekaligus alasan utama penggugat menggugat cerai. Apakah Saudara ingin bukti tersebut diperlihatkan kepada peserta sidang?”“Terserah Bapak Hakim, kami ikut peraturan sidang. Tapi, kami menemukan bukti baru, untuk mematahkan kesaksian dari Saudari Saksi tadi, Bapak Hakim, kalau boleh kami ingin mengajukannya sekarang juga.”“Usul diterima.”Papa Mas Andy meraih ponselku, maju ke dapan menghadap Hakim ketua, menunjukkan video yang dikirim Siska tadi malam. Hakim ketua meminta ponselku diserahkan kepada petugas, beberapa saat kemudian terdengar r
Bab 63. Putriku DiculikDengan kecepatan tinggi mobil Mas Andy dan mobilku yang dikemudikan oleh Mala membelah jalan raya. Untunglah lalu lintas tidak terlalu padat. Kami bisa melaju dengan cepat tanpa ada rintangan yang berarti.“Ada apa sih, kok Mas Andy panik gitu?” desisku tidak tenang. Rasa gelisah menyesakkan dadaku. Untung ada Mala yang memegang stir, kalau aku, mungkin sudah terjadi sesuatu dari tadi.“Coba telpon ibumu, mungkin dia tahu!” usul Mala melirikku. Pasti dia terganggu dnegan sikap gelisahku dari tadi.“Iya, benar. Usul yang bagus. Aku akan telpon ibu. Tapi kau tetap fokus nyetirnya! Nanti kita kenapa-napa gimana? Enggak usah ikut panik!” seruku mengingatkannya.“Iya, aku tetap tenang,” sahutnya tetap berusaha mengikuti kecepatan mobil Mas Gilang di depan kami.Sudah dua kali kutelepon i
Bab 150. Ekstra Part 5 (Pernikahan Mala Dan Diky)"Ayo, dong, dandan! Pak Penghulunya bentar lagi datang, lho!" Mas Diky mengalungkan tangannya di leherku."Mas Diky, ngapain masuk kamar, coba! Gimana aku mau dandan kalau dipeluk terus begini? Juru riasnya malah diusir keluar," protesku melonggarkan pelukannya."Aku takut, Sayang. Makanya, aku mau menjagamu dua puluh empat jam.""Takut apa?""Takut, kalau kau berubah pikiran. Karena, aku sangat paham, kau belum juga bisa menerima aku di hatimu.""Ya, enggak mungkinlah aku berubah pikiran. Secara, para tamu undangan udah pada datang, Pak Penghulu udah dalam perjalanan, masa iya, aku berubah pikiran."Wajahnya terlihat mendung, sorot mata itu kini sayu.
Bab 149. Balasan Kejam Buat sang Durjana ( Ekstra Part Akhir) VOP Fika Aku memang sudah berumur. Sudah hampir kepala empat. Hingga detik ini tak juga menikah, karena memang tak mau menikah Keputusanku tak mau menikah bukan karena apa-apa. Rasa kecewa karena pernah bertepuk sebelah tangan, membuatku tak mau membuka pintu hati pada siapa pun lagi. lebih baik hidup sendiri dari pada kecewa lagi. Fajar, pemuda yang telah mencuri hatiku. Sayang, dia tidak ada rasa sedikitpun untuk menerima kehadiranku. Cintaku tak berbalas. Cinta bertepuk sebelah tangan. Tetapi, aku tidak pernah membencinya. Saat dia memilih wanita lain sebagai pendamping hidupnya, aku turut berbahagia. Meski sakit, aku harus tetap waras. Fajar tidak bersalah. Wanita pilihannya juga tidak salah. Yang bersalah itu adalah aku.&nbs
Bab 148. Ekstra Part 4 VOP Gilang "Selamat menghirup udara bebas! Selamat datang kembali di dunia yang penuh sandiwara ini!" Aku terperangah. Seorang wanita tinggi semampai berkacamata hitam, menegurku. Aku tidak dapat mengenalinya. Lama kupindai wajah dan penampilannya. Rambut sebahu hitam legam, badan padat berisi, dan suara yang tegas penuh wibawa. "Selamat menjalani babak kedua dalam hidupmu?" ucapnya lagi. Jemari dengan berkutek merah terang itu memegang bingkai kacamata, lalu menanggalkannya perlahan. "Fika ...!" gumamku terkejut. Pengacara wanita yang telah membuat sang Hakim mengetuk palu, memutuskan hukuman penjara buatku. "Enggak ada yang jemput, ya? Kasihan banget kamu. Mana keluargamu?" Aku hanya m
Bab 147. Ekstra Part 3 “Oh, iya, sabar, ya, Bu. Sebentar saja, kok! Enggak lama. Mereka pelanggan tetap saya. Harus ekstra pelayanannya. Memang Ibu yang duduk duluan di sini, tapi, mereka yang memesan duluan.” Penjual es itu, tak menghiraukanku. “Saya duluan! Saya dari tadi di sini! Mentang-mentang mereka orang kaya, saya orang miskin, saya enggak dilayani, begitu? Saya bisa obrak abrik warung jelekmu ini tau?” teriakku mulai emosi. “Lho dari tadi ibu enggak minta, mereka pesan, baru ibu minta, sabar, dong!” Penjual es tak juga memenuhi permintaanku. “Pokoknya layani saya dulu! Saya sudah tidak sabar! Biar jadi pelajaran buatmu! Jangan pilih kasih sama pembeli, ya!” “Ya, sudah, ibu ambil yang sudah dibungkus itu, dulu, enggak apa-apa, saya akan ganti nanti buat mereka, tanggung ini, dua bungkus lagi!” “Saya e
Bab 146. Ekstra Part 2 Secara rutin aku memeriksakan diri ke dokter. Namun penyakitku tak juga kunjung sembuh. Awalnya tak menunjukkan gejala apa-apa. Tetapi setelah beberapa tahun kemudia, infeksi itu sudar menyerang bagian dalam tubuh. Mulai dari uterus, bahkan alat kelamin itu sendiri. Melihat kondisiku, tak ada lagi lelaki hidung belang yang mau menggunakan jasaku. Mereka merasa jijik dan takut tertular. Padahal aku tak pernah mengatakan tentang penyakitku. Aku hanya deman biasa, begitu alasanku. Tapi, melihat kodisi tubuhku yang kian kurus tinggal tulang, juga lemah tak bertenaga, mereka semakin curiga. Bokong dan dada besarku yang sangat terkenal di kalangan lelaki durjana itu, mulai menipis. Hilang sudah andalanku dalam menjerat mangsa. Aku menganggur. Makan tidur menjadi tanggunagn Bang Jordan. Dia mulai marah karena mengaggap aku tak lagi meguntungka
Bab 145.Ekstra Part 1 VOP Harum Kehancuran Kak Melur adalah target utamaku. Dia yang telah membawaku ke kota ini, semua masalah ini timbul karena dia, Aku dan keluargaku terusir dari kampung, juga karena dia telah menghasut orang kampung. Sekarang, Mas Yanto meninggal, Ibu di penjara, dan aku terlunta-lunta dengan penyakit di tubuhku. Ke mana aku akan bernaung sekarang? Setelah kucoba mengemis kepadanya, dia malah mengusirku dengan kasar. Harusnya dia bertanggung jawab dan menampungku. Sekarang, ke mana aku akan melangkah? Uang yang di berinya waktu itu hanya cukup biaya makan seminggu. Untung tempat tinggal aku enggak perlu bayar. Bekas toko ini bisa kugunakan untuk tempat bernaung. Tapi untuk makan besok, aku uang dari mana? Sebuah Mobil berhenti di depan toko. Gegas aku keluar melihatnya. Itu Bang Jordan, teman Mas Gilang sekaligus tempat
Bab 144. Cinta Pertama Dan Selamanya (Tamat) Itu Kak Bulan. Dia merekam video ini untukku? Kak Bulan tengah duduk di samping sebuah ranjang pasien. Sepertinya seseorang sedang berbaring di ranjang itu. Entah siapa, wajahnya tidak muncul di rekaman. “Maaf, ya, Mel. Sepertinya kamu sudah duluan lihat fhoto-fhoto itu baru buka plasdisc ini. Iya, kan? Pasti kamu sedang marah, emosi, kecewa dan mungkin kamu juga udah ngusir Reno. Aku enggak tahu persis apa yang terjadi di situ. Aku hanya berusaha memberi yang terbaik buatmu, adikku. Selama ini kami sekeluarga telah membuat hidupmu hancur. Untuk terakhir kalinya aku berusah setidaknya bisa menyelamatkan pernikahan yang baru saja kau mulai. Isi Plasdisc ini aslinya bukan ini, Mel. Sengaja kuhapus, dan kuganti dengan yang ini. Tapi, foto-foto itu enggak bisa kuganti, karena dia yang memesan karangan bunga itu. Kau tahu siapa? Ha
Bab 143. Kejutan Di Malam Pertama Pertama“Terima kasih sudah menjadi istriku, Mel! Aku sangat mencintaimu! I Love you, Sayang!” bisiknya lembut di telinga.“Kau juga tampan sekali, Mas, aku bangga dan sangat bersyukur bisa memilikimu. I love you, too,” balasku mengerjapkan mata.“Terima kasih.” Mas Reno tersenyum lagi. “Sekarang, ya?” tanyanya memohon izin.Aku tak menjawab, karena memang dia pun tak menunggu jawaban dariku. Mulutku tak lagi bisa berucap. Bibir kenyal mas Reno telah melumatnya. Awalnya begitu lembut, namun sesaat kemudian berubah kasar. Mas Reno melumatnya dengan begitu rakus.Aku membalas setiap lumatannya. Makin terhanyut saat lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku. Mas Reno menjelejah setiap inci rongga mulutku. Memeprmainakn lidahku de
Bab 142. Pernikahan Kedua Dan TerakhirkuKupaksa otakku berfikir keras. Mencoba membongkar memori ingatan, namun, tetap tak kutemukan. Tunggu, suaranya? Suaranya, sepertinya juga tidak asing. Sepertinya aku sering mendengarnya, tapi siapa? Apakah karena tertutup masker, sehingga suaranya agak susak kukenali. Rasa penasaram mengaduk hati, ok, aku akan cari tahu dari si pengirim karangan bunga itu.Aku bangkit perlahan, menuju sudut ranjang. Baru saja tanganku hendak meraih kertas kecil yang terselip di karang bunga yang lumayan cantik itu, seseorang memanggilku untuk segera keluar.“Mel! Ayo, rombongan mempelai pria akan segera tiba. Akad nikah akan segera dimulai.”Mala dan Rani berdiri di ambang pintu kamar. Keduanya berkebaya dengan warna dan model yang sama, rambut mereka berdua digelung rapi, wajah di make up cantik.