Bab 35. Mas Gilang Berdarah
Toko sudah tutup, saat mobilku memasuki halaman. Kumasukkan mobil ke dalam garasi, lalu melangkah gontai ke dalam rumah. Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga.
“Mel! Dari mana aja, sih? Liat, Chika sepertinya kangen banget sama mamanya!” tegur mama mertua saat aku melintas.
Kuhampiri mereka, kuraih Chika dari gendongan Ibu.
“Gilang sepertinya enggak keluar-keluar, ada apa dengan anak itu?” tanya papa menatapku.
“Biar saya liat, Pa,” sahutku.
Setelah puas memeluk dan mencium putriku, aku melangkah ke kamar. Mas Gilang masih tengkurap seperti tadi, kamar masih berantakan seperti semula. Tapi kali ini dia tidak tidur. Buktinya dia langsung bangun saat tahu aku masuk.
“Gila kamu!” teriaknya tiba-tiba menatapku tajam. Bola matanya seolah hendak loncat keluar.
<Bab 36. Kupatahkan Usaha Mas Gilang menipu Orang TuanyaAku tercekat, Jadi mereka janji ketemu malam ini? Janji ngantar uang? Uang yang sepuluh juta itu?“Mas, renternir itu barusan datang lagi, dia ngamuk-ngamuk. Karena Ibu udah janji, malam ini udah ada uangnya. Dia ngancam jika besok pagi uangnya belum ada juga, maka dia akan menyita rumah ini. Mas Yanto juga marah-marah, dia nuntut bagiannya. Dia kalah judi, Mas. Janjinya malam ini dilunasi. Tapi Mas enggak datang-datang!”Suara tangis Harum semakin kencang. Ibu menatapku penasaran. Sengaja memang tidak kuspeaker. Aku takut Mas Gilang mendengar dari luar.“Mas …! Kenapa diam aja, sih! Jawab! Atau mas lagi di jalan, ya? Jalan mau kemari? Ya udah, kami tunggu. Hati-hati ya, Mas. Oh, iya, Mas Gilang enggak usah takut. Ibunya Harum enggak ada kok di kampung. Nenek sihir itu udah dibawa perempuan sial itu. Jadi, kita beb
Bab 37. Ternyata Harum Hamil“Jangan pergi, Mel! Jangan minta pisah dari Gilang, ya!” ucapnya memegangi lenganku.Kulirik anak kesayangannya. Sorot mataku penuh ancaman. Lelaki itu menunduk.Aku mengangguk, kubentuk lengkungan di kedua sudut bibir. Perempuan itu balas tersenyum lega.Setelah dia tenang, aku kembali menuju kamar. Ranjang masih berantakan. Tapi bersyukur pakaian sudah rapi kembali. Berkat bantuan Ibu.Kuminta ibu beristirahat di kamar tamu. Itu sudah menjadi kamar ibu untuk sementara dia tinggal di rumahku.Kuraih selimut dan bantal. Aku akan tidur di kamar Chika. Bik Ina biar tidur di kamar belakang. Tapi langkahku terhenti, lenganku ditahan oleh Mas Gilang.“Mau ke mana?” tanyanya lembut.“Mulai sekarang, aku tidur di kamar Chika,” sahutku menepis tanganya.
Bab 38. Mas Gilang Mencuri Mahar PernikahankuPlak! Sebuah tamparan sekuat tenagaku melayang dipipinya.“Jangan pernah kau bawa-bawa nama ibuku! Kau yang bermaksiat, ibuku yang kau sebut-sebut! Aku menghormat ibumu sebesar aku menghormati ibuku. Jika kau mulai menghinanya, maka hargamu di mataku, lebih rendah dari kotoran anjing! Kau tahu apa itu anjing?”“Kau …!” tangannya melayang di udara, kutantang dengan mata tajamku.Aku tahu sekali saja tangan kekar itu menyentuh pipiku. Maka tubuhku akan oleng, tercampak di lantai. Tapi aku tidak gentar. Tajamnya sorot mataku lebih tajam dari pisau belati sekalipun. Sang durjana terlihat gentar, perlahan tangan itu turun, mengambang lalu mencengkram kosong.“Jangan pernah bermimpi mendapat tempat lagi di hatiku! Antara aku dan kau sudah selesai. Tinggal menunggu surat cerai kita. Jika sudah, maka aku a
Bab 39. Prahara Pernikahan Siri SuamikuCinta ini … seolah tidak pernah mau sirna. Meskipun aku pernah mencintai pria lain, Mas Gilang suamiku. Tapi, cinta pertamaku, tiada pernah mau lekang juga. Apa lagi rasa benci karena pengkhianatanya dulu telah terobati sedikit demi sedikit.“Mel! Udah datang?”“Hey, kok ada Mas Andy? Kamu enggak bisa ikut, ya?” tanyaku dengan wajah sedikit murung.“Kamu bilang mau pergi perang. Aku bawa pasukan, dong!”“Maksudmu, Mas Andy …?”“Iya, Mas Andy ikut.”Aku terperangah. Mas Andy tersenyum. Baru kini kusadari kalau senyumnya ternyata sangat mirip dengan senyum kakaknya. Mas Reno.“Hey, kok melamun? Pakai mobil siapa, nih?” Mas Andy menggodaku.“Mobil aku aja. Mo
Bab 40. Pernikahan Sepasang Durjanapun GagalPara ibu-ibu menyerbu masuk, berteriak menghujat Harum dan ibunya. Kalimat menghina dan kasar terucap dari mulut mereka. Aku fokus kepada Mas Gilang.“Kembaliin perhiasanku!” teriakku langsung merogoh seluruh saku kemeja dan celananya.Sebuah amplop coklat tebal kutemukan. Segera kuserahkan pada Rani. Di atas meja kecil di hadapan Tuan Kadi, terletak perhiasan cincin. Itu cincinku. Kuraih dan kuserahkan pada Mala.“Apa maksudnya ini, Pak Gilang?” tanya Tuan Kadi berubah pucat.“Maaf, Pak, saya istri sahnya. Kami belum berpisah. Bapak berani menikahkan mereka?” tanyaku penuh ancaman.“Permisi!” Lelaki berseragam baju koko itu beranjak pergi.“Huuuu! Harum pelakor! Enggak tahu malu! Pengen kaya, suami majikan diembat! Huuu!&r
Bab 41. Menebus Mahar Pernikahanku“Jangan, Bu!” teriak Mas Yanto melindungiku.Aku pura- pura takut dan bersembunyi di balik punggungnya.“Mas, Mak Uda mau mukul aku?” sergahku manja, masih bersandiwara.“Tenang, Mel. Aku pasti akan melindungimu,” ucapnya lembut.Mala, Rani dan Mas Andy senyum-senyum menahan geli.“Mas! Kamu, ya!” teriak seorang perempuan yang sedari tadi hanya menonton dari teras rumah Mas Yanto.Perempuan itu menghampiri dengan wajah merah padam.“Kau bilang kau sudah enggak suka lagi sama Melur! Nyatanya kau masih ada hati sama dia! Kau tega membela dia dan melawan ibumu sendiri!”“Bukan begitu, Nik. Aku cuma enggak mau nambah masalah baru!” Mas Yanto memegang bahu perempuan itu.
Bab 42. Ibu Mertuaku Mulai Bikin UlahMobil segera berbalik, dan langsung tancap gas. Beruntunglah jalan raya tidak padat kendaraan. Motor tadi dapat kami kejar.“Stop!” pekikku saat motor melambat dan berbelok ke depan sebuah toko perhiasan.“Lho ini kan toko perhiasan tadi, dan itu suamimu masih berdiri di situ!” seru Rani tiba-tiba.“Kenapa Mel, ada yang ketinggalan? Atau kau mau nyuruh suamimu segera pulang?” taya Mala heran.“Tidak! Tunggu aja sebentar lagi! Nah, itu lihat. Siapa yang menghampiri dia!” sergahku.“Itu, pelakor tadi bersama ibu dan abangnya!” ucap Rani.“Ngapain mereka?” Mas Andy menimpali. “Wow, kita seperti ikut acara reality show ini. Seperti di tv-tv, hahaha .…” Mas Andy Terbahak, yang lain ikut terkekeh.&
Bab 43. Mas Reno Sakau“Mereka mengancam dengan alasan Harum hamil,” sahutku lemas.“Apa? Jadi pelakor itu dalam keadaan hamil?” Mereka terbelalak kaget.Aku tidak menjawab. Bukan rencana nikah Mas Gilang yang kusesali, tapi sikap mertuaku yang memberinya uang yang membuatku kecewa. Rasanya tubuhku semakin lemah. Kusenderkan kepala di sandaran kursi.“Apa rencanamu sekarang, Mel?” tanya Mala pelan.“Tolong bawa aku menemui papamu, Mas! Aku mau menanyakan perkembangan gugatanku,” sahutku lirih menatap ke depan. Ke arah Mas Andy yang sedang menyetir.“Ok, kita temui papa di kantornya, ya!” sahutnya menguatkanku.“Sabar, Mel! Kami akan selalu mendukungmu! Kami akan selalu ada untukmu. Gilang bukan orang tepat untukmu. Berarti dia memang bukan jodohmu,” tukas Mala m
Bab 150. Ekstra Part 5 (Pernikahan Mala Dan Diky)"Ayo, dong, dandan! Pak Penghulunya bentar lagi datang, lho!" Mas Diky mengalungkan tangannya di leherku."Mas Diky, ngapain masuk kamar, coba! Gimana aku mau dandan kalau dipeluk terus begini? Juru riasnya malah diusir keluar," protesku melonggarkan pelukannya."Aku takut, Sayang. Makanya, aku mau menjagamu dua puluh empat jam.""Takut apa?""Takut, kalau kau berubah pikiran. Karena, aku sangat paham, kau belum juga bisa menerima aku di hatimu.""Ya, enggak mungkinlah aku berubah pikiran. Secara, para tamu undangan udah pada datang, Pak Penghulu udah dalam perjalanan, masa iya, aku berubah pikiran."Wajahnya terlihat mendung, sorot mata itu kini sayu.
Bab 149. Balasan Kejam Buat sang Durjana ( Ekstra Part Akhir) VOP Fika Aku memang sudah berumur. Sudah hampir kepala empat. Hingga detik ini tak juga menikah, karena memang tak mau menikah Keputusanku tak mau menikah bukan karena apa-apa. Rasa kecewa karena pernah bertepuk sebelah tangan, membuatku tak mau membuka pintu hati pada siapa pun lagi. lebih baik hidup sendiri dari pada kecewa lagi. Fajar, pemuda yang telah mencuri hatiku. Sayang, dia tidak ada rasa sedikitpun untuk menerima kehadiranku. Cintaku tak berbalas. Cinta bertepuk sebelah tangan. Tetapi, aku tidak pernah membencinya. Saat dia memilih wanita lain sebagai pendamping hidupnya, aku turut berbahagia. Meski sakit, aku harus tetap waras. Fajar tidak bersalah. Wanita pilihannya juga tidak salah. Yang bersalah itu adalah aku.&nbs
Bab 148. Ekstra Part 4 VOP Gilang "Selamat menghirup udara bebas! Selamat datang kembali di dunia yang penuh sandiwara ini!" Aku terperangah. Seorang wanita tinggi semampai berkacamata hitam, menegurku. Aku tidak dapat mengenalinya. Lama kupindai wajah dan penampilannya. Rambut sebahu hitam legam, badan padat berisi, dan suara yang tegas penuh wibawa. "Selamat menjalani babak kedua dalam hidupmu?" ucapnya lagi. Jemari dengan berkutek merah terang itu memegang bingkai kacamata, lalu menanggalkannya perlahan. "Fika ...!" gumamku terkejut. Pengacara wanita yang telah membuat sang Hakim mengetuk palu, memutuskan hukuman penjara buatku. "Enggak ada yang jemput, ya? Kasihan banget kamu. Mana keluargamu?" Aku hanya m
Bab 147. Ekstra Part 3 “Oh, iya, sabar, ya, Bu. Sebentar saja, kok! Enggak lama. Mereka pelanggan tetap saya. Harus ekstra pelayanannya. Memang Ibu yang duduk duluan di sini, tapi, mereka yang memesan duluan.” Penjual es itu, tak menghiraukanku. “Saya duluan! Saya dari tadi di sini! Mentang-mentang mereka orang kaya, saya orang miskin, saya enggak dilayani, begitu? Saya bisa obrak abrik warung jelekmu ini tau?” teriakku mulai emosi. “Lho dari tadi ibu enggak minta, mereka pesan, baru ibu minta, sabar, dong!” Penjual es tak juga memenuhi permintaanku. “Pokoknya layani saya dulu! Saya sudah tidak sabar! Biar jadi pelajaran buatmu! Jangan pilih kasih sama pembeli, ya!” “Ya, sudah, ibu ambil yang sudah dibungkus itu, dulu, enggak apa-apa, saya akan ganti nanti buat mereka, tanggung ini, dua bungkus lagi!” “Saya e
Bab 146. Ekstra Part 2 Secara rutin aku memeriksakan diri ke dokter. Namun penyakitku tak juga kunjung sembuh. Awalnya tak menunjukkan gejala apa-apa. Tetapi setelah beberapa tahun kemudia, infeksi itu sudar menyerang bagian dalam tubuh. Mulai dari uterus, bahkan alat kelamin itu sendiri. Melihat kondisiku, tak ada lagi lelaki hidung belang yang mau menggunakan jasaku. Mereka merasa jijik dan takut tertular. Padahal aku tak pernah mengatakan tentang penyakitku. Aku hanya deman biasa, begitu alasanku. Tapi, melihat kodisi tubuhku yang kian kurus tinggal tulang, juga lemah tak bertenaga, mereka semakin curiga. Bokong dan dada besarku yang sangat terkenal di kalangan lelaki durjana itu, mulai menipis. Hilang sudah andalanku dalam menjerat mangsa. Aku menganggur. Makan tidur menjadi tanggunagn Bang Jordan. Dia mulai marah karena mengaggap aku tak lagi meguntungka
Bab 145.Ekstra Part 1 VOP Harum Kehancuran Kak Melur adalah target utamaku. Dia yang telah membawaku ke kota ini, semua masalah ini timbul karena dia, Aku dan keluargaku terusir dari kampung, juga karena dia telah menghasut orang kampung. Sekarang, Mas Yanto meninggal, Ibu di penjara, dan aku terlunta-lunta dengan penyakit di tubuhku. Ke mana aku akan bernaung sekarang? Setelah kucoba mengemis kepadanya, dia malah mengusirku dengan kasar. Harusnya dia bertanggung jawab dan menampungku. Sekarang, ke mana aku akan melangkah? Uang yang di berinya waktu itu hanya cukup biaya makan seminggu. Untung tempat tinggal aku enggak perlu bayar. Bekas toko ini bisa kugunakan untuk tempat bernaung. Tapi untuk makan besok, aku uang dari mana? Sebuah Mobil berhenti di depan toko. Gegas aku keluar melihatnya. Itu Bang Jordan, teman Mas Gilang sekaligus tempat
Bab 144. Cinta Pertama Dan Selamanya (Tamat) Itu Kak Bulan. Dia merekam video ini untukku? Kak Bulan tengah duduk di samping sebuah ranjang pasien. Sepertinya seseorang sedang berbaring di ranjang itu. Entah siapa, wajahnya tidak muncul di rekaman. “Maaf, ya, Mel. Sepertinya kamu sudah duluan lihat fhoto-fhoto itu baru buka plasdisc ini. Iya, kan? Pasti kamu sedang marah, emosi, kecewa dan mungkin kamu juga udah ngusir Reno. Aku enggak tahu persis apa yang terjadi di situ. Aku hanya berusaha memberi yang terbaik buatmu, adikku. Selama ini kami sekeluarga telah membuat hidupmu hancur. Untuk terakhir kalinya aku berusah setidaknya bisa menyelamatkan pernikahan yang baru saja kau mulai. Isi Plasdisc ini aslinya bukan ini, Mel. Sengaja kuhapus, dan kuganti dengan yang ini. Tapi, foto-foto itu enggak bisa kuganti, karena dia yang memesan karangan bunga itu. Kau tahu siapa? Ha
Bab 143. Kejutan Di Malam Pertama Pertama“Terima kasih sudah menjadi istriku, Mel! Aku sangat mencintaimu! I Love you, Sayang!” bisiknya lembut di telinga.“Kau juga tampan sekali, Mas, aku bangga dan sangat bersyukur bisa memilikimu. I love you, too,” balasku mengerjapkan mata.“Terima kasih.” Mas Reno tersenyum lagi. “Sekarang, ya?” tanyanya memohon izin.Aku tak menjawab, karena memang dia pun tak menunggu jawaban dariku. Mulutku tak lagi bisa berucap. Bibir kenyal mas Reno telah melumatnya. Awalnya begitu lembut, namun sesaat kemudian berubah kasar. Mas Reno melumatnya dengan begitu rakus.Aku membalas setiap lumatannya. Makin terhanyut saat lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku. Mas Reno menjelejah setiap inci rongga mulutku. Memeprmainakn lidahku de
Bab 142. Pernikahan Kedua Dan TerakhirkuKupaksa otakku berfikir keras. Mencoba membongkar memori ingatan, namun, tetap tak kutemukan. Tunggu, suaranya? Suaranya, sepertinya juga tidak asing. Sepertinya aku sering mendengarnya, tapi siapa? Apakah karena tertutup masker, sehingga suaranya agak susak kukenali. Rasa penasaram mengaduk hati, ok, aku akan cari tahu dari si pengirim karangan bunga itu.Aku bangkit perlahan, menuju sudut ranjang. Baru saja tanganku hendak meraih kertas kecil yang terselip di karang bunga yang lumayan cantik itu, seseorang memanggilku untuk segera keluar.“Mel! Ayo, rombongan mempelai pria akan segera tiba. Akad nikah akan segera dimulai.”Mala dan Rani berdiri di ambang pintu kamar. Keduanya berkebaya dengan warna dan model yang sama, rambut mereka berdua digelung rapi, wajah di make up cantik.