Pagi telah menjelang bersama sinar matahari yang mengintip lewat celah-celah jendela kamar milik Ara.
Namun Ara belum ingin lepas dari selimut yang membungkus dirinya itu. Ia benar-benar kesulitan untuk memejamkan matanya tadi malam hingga saat pagi menjelang seperti ini, ia menjadi sulit untuk bangun pagi. Padahal ia paling anti bangun kesiangan.
Masih terasa lembut yang membekas di bibir ciuman itu tapi kemudian ia langsung menepis Semua nya dengan kasar saat wajah Karin mampir di otak nya.
Tidak, ia tidak boleh seperti ini. Ia harus bisa mengontrol dirinya. Pelacur adalah kedok nya nya namun alasan di balik pelacur itulah yang sampai saat ini masih ia pegang dengan teguh.
Suara deringan ponsel membuat Ara menggerakkan tangan nya ke sisi kasur yang ia yakini terakhir kali ia menaruh ponselnya itu disana.
Tepat sekali, Ara menemukan ponselnya yang berdering itu di sisi kasurnya.
Ara keluar dari kontrak kan nya tepat sekitar pukul sepuluh. Setelah menyelesaikan ritual makan es batu yang sangat membuat dirinya Bahagia itu, kini ia berniat untuk berkunjung ke rumah orangtuanya. Ada beberapa hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Terutama kepada sang kakak Ardan!Sebuah mobil sudah menunggu dirinya saat ia baru saja selesai mengunci rumahnya.Alisnya berkerut karena ia tak mengenali mobil tersebut. Itu bukan mobil dari rumahnya ataupun mobil milik Tian. Untuk kalangan atas Ken, mobil ini tentunya juga bukan miliknya. Ia sangat hafal sekali selera sahabat nya itu. Dan ia Sangat yakin bukan Ken lah pemilik mobil tersebut.Kakinya melangkah untuk mendekati mobil itu, ah bukan. Lebih tepatnya untuk berlalu saja agar bisa segera sampai ke tempat tujua
Ara sibuk memainkan ponselnya yang ia sendiri tidak tahu apa yang sedang ia mainkan itu. sudah hampir 20 menit berlalu namun sosok Tian tak kunjung datang. Bukankah ia sangat menginginkan pertemuan ini? lalu mengapa ia seperti ini? seharusnya Tian lah yang menunggu dirinya.Ara melihat ke arah pintu masuk, tak ada tanda-tanda Tian akan datang, atau memang laki-laki itu tidak akan datang menemuinya seperti apa yang ia katakan tadi malam? apakah saat ini ia sedang di permainkan? awas saja jika benar iya.Ia coba untuk tetap tenang dan menepis semua dugaan yang ada di dalam otaknya, ia tahu bahwa Tian tak akan mungkin melakukan hal seperti ini padanya.tapi bagaimana bisa ia mempercayai laki-laki yang bahkan membuat ia menunggu terlalu lama seperti ini?
“Apa yang kalian ingin lakukan?” Tanya Ara.“Maaf kan kami nona, tapi kami hanya menerima perintah dari tuan muda. jadi mari kita kerja sama untuk ketenangan kita berdua.” Jawab pelayan yang berkulit hitam manis tanpa ada sedikitpun senyum yang terbit di wajahnya.Alarm di otak Ara sudah berbunyi pertanda bahwa saat ini ia sedang berada dalam bahaya. Tapi saat seperti ini pada siapa ia akan meminta bantuan? Tidak! ia tidak boleh seperti ini. pokoknya ia harus bisa keluar dari situasi seperti ini bagaimana pun caranya.Nama Ardan muncul begitu saja diotaknya hingga membuat ia mengembangkan sebuah senyum tanda ia sudah tau apa yang harus ia lakukan.Sementara para pelayan itu sibuk mendandani d
"So, Will you marry me Nona Tiara Aprilia?" Ucap Tian lagi dengan sangat lantang hingga semua orang yang berada di sana bisa mendengar nya.Ara menatap nyalang pada manik mata Tian yang sedang menatapnya itu, sungguh ia benar-benar sangat ceroboh sekali hingga bisa masuk dalam jebakan yang ia bikin sendiri. Entah bagaimana aksi nya ini bisa diketahui oleh Tian. Tapi ia juga tak mempunyai pilihan lain saat ini.Mungkin Memang Tian adalah jawaban yang diberikan oleh Tuhan untuk memecahkan kasus ini.Ara mencoba mengembangkan senyum nya semanis mungkin di hadapan Tian dan para undangan yang ada. Ia memejamkan matanya sejenak mencoba berdiskusi dengan hatinya sendiri.Ini adalah titik terang yang ia cari selama ini, dan
"A-aksa Ra." Jawab Lisa dengan terbata-bata. Ia tak berani melihat wajah Ara. Yang bisa ia lakukan adalah menundukkan kepala nya saja."Maaf sebelumnya Ra, tapi Aksa adalah ayah dari anak yang sedang aku kandung ini Ra." Lanjut Lisa.Sontak saja jawaban itu langsung membuat Ara terdiam. Ia menatap mata Aksa dengan penuh terluka. Ini lebih sakit dari sekedar mengetahui perselingkuhan mereka waktu itu.Tadinya ia bermaksud untuk cepat menyelesaikan penyelidikan nya dan kembali lagi bersama Aksa mengingat laki-laki itu selalu saja mengekor dirinya, tak jarang juga Aksa sering chat dirinya terus menerus.Tapi hari ini, ia benar-benar tidak bisa mempercayai semuanya ini."Jadi, sudah sangat lama sekali kalian bermain di belakang aku hm? Tega kami Lis? Aku ini sahabatmu."Jawaban yang diucapkan oleh Ara dengan nada rendah itu seperti cambuk untuk Lisa. Jujur saja,
Pagi sekali, Ara sudah sangat rapi menunggu jemputan dari Tian. Mereka berdua berjanji untuk sarapan bersama pagi ini di kediaman Tian.Entahlah ia juga tidak tahu apa yang sebenarnya sedang di rencana kan oleh Tian saat ini. Ia sedang malas untuk berpikir apapun. Jadi ia lebih memilih untuk mengikuti saja semua yang laki-laki itu Katakan.Ara memainkan ponselnya karena begitu bosan menunggu kedatangan Tian yang sampai saat ini belum juga menampakkan batang hidungnya. Bukankah laki-laki itu selalu on time? Lalu ada apa dengan hari ini? Sudah lewat dua puluh menit dari waktu yang mereka berdua janjikan tapi entahlah, kemana perginya Tian saat ini.Bosan dengan aktivitas yang hanya menjadi penikmat dari cerita orang yang di bagikan di media sosial, akhirnya Ara menutup ponselnya itu dan kemudian menyandarkan dirinya di sandaran kursi sambil memijat pelipisnya.Entah apa yang salah, setelah mengenal Tia
"Ra." Panggil Tian saat sejak tadi orang yang ia ajak bicara itu tak kunjung memberikan respon atas ucapannya.Ara tersadar dari lamunannya dan kemudian langsung menoleh ke arah Tian, "Eh, tadi ngomong apa?" Tanya Ara.Ia benar-benar tidak mendengar dengan sangat baik ucapan Tian sejak tadi, karena pikirannya terus saja memikirkan tentang laporan dari orang suruhannya itu.Bahkan karena ini semua ia tak sempat untuk memikirkan tentang dirinya dan juga Aksa serta Lisa.Ah entahlah, ia bahkan tak tertarik dengan perihal tadi malam itu. Tak ada lagi bayang-bayang wajah Aksa yang bermain di ingatan.Kecewa? Iya! Ia benar-benar kecewa dengan semua kebenaran yang ia terima. Tapi mau bagaimana lagi? Ia bahkan tak bisa mengubah takdir yang telah dipersiapkan oleh Tuhan untuk dirinya ini."Kamu kenapa sih Ra? Sarapannya nggak enak?" Tanya Tian lagi. Ia benar-benar tak
Malam ini, Ara sudah bersiap-siap untuk pergi ke sebuah club malam. Ia mempunyai janji dengan Reyhan. Menurutnya dengan sedikit titik terang yang ia punya, ia bisa untuk menghadapi Reyhan.Saat merasa puas dengan dandanan nya itu, Ara langsung mengembang senyumnya dan kemudian menarik tas selempang untuk segera pergi meninggalkan kamarnya.Ia hanya datang untuk memenuhi janjinya dan tak akan menjadi seorang pelacur lagi. Tapi jika ada tawaran yang lebih memuaskan nanti disana mungkin ia akan berpikir dua kali untuk menolaknya.Saat ingin membuka pintu kamarnya, Ara tanpa sengaja melihat foto Aksa dan dirinya di dinding hingga membuat gerakan nya terhenti.Ada juga foto dirinya dan juga Lisa yang sedang terlihat begitu bahagia di foto itu.Ara mengurungkan niatnya untuk pergi, sejenak ia terbawa akan suasana.Air matanya tanpa sadar jatuh begitu saja. Ia mungk
“Apa yang kamu lakukan? bukankah aku sudah mengatakan untuk keluar dari sini? mengapa malah berbalik lagi?”Ara memejamkan matanya sebentar dan kemudian menatap Tian, “Aku mengizinkanmu mengambil keperawanan ku Tian, sebagai gantinya tolong nikahi aku dan lindungi aku.” Ucap Ara.Mendengar itu, Tian langsung bangun dan duduk disamping Ara. Kening nya berkerut saat melihat ekspresi wajah Ara yang seperti ketakutan itu.Baru beberapa menit yang lalu wanita itu pergi meninggalkan kamar ini dengan sangat arogan sekali. Tapi kenapa kini ia berbalik dengan ekspresi yang Sangat kacau seperti ini."Apa yang terjadi Ra?" Tanya Tian.Ara diam, ia masih mengatur pernapasannya yang tidak beraturan itu.Berlarian dengan kecepatan seperti tadi itu benar-benar tak pernah ia lakukan semenjak lulus dari sekolah SMA yang mewajibkan semua siswa untuk ola
Ara menatap kesekeliingnya saat memasuki sebuah kamar hotel yang telah di pesan oleh Tian.“Kenapa?” tanya Tian saat menyadari bahwa Ara tampak tidak suka.“Apa?” Tanya Ara yang seolah tidak mengerti kemana perginya pertanyaan Tian barusan itu.“Kau tidak menyukai kamarnya?” tanya Tian.Ara menoleh kearah Tian yang ada disampingnya itu, “Kenapa? apa pedulimu hm?” tanya Ara sinis.Tian terkekeh saat mendnegar jawaban dari Ara itu, Wanita ini selalu saja bertingkah di luar ekspetasinya dan itu adalah hal yang paling ia sukai.“Jadi, kapan kita aka
"Ini adalah salah satu resiko menjadi wanita malam Ra. Hanya ada dua pilihan saat kau memutuskan masuk ke dunia malam. Yang pertama kau harus menghayati peran mu dengan menjadi pelacur sungguhan yang hina atau keluar dari dunia malam tanpa mendapatkan apapun yang kau cari!" Ucap Tian lagi.Dan ekspresi Ara saat ini Benar-benar tidak bisa terbaca. Entah apa yang saat ini ia pikirkan setelah mendengar pernyataan dari Tian barusan itu.Dengan sangat santai sambil mengembangkan sebuah senyum Tiara menjawab, "Hidupku bukanlah sebuah pilihan! Bagaimana kedepannya, cukup aku yang tahu tentang hidupku." Ucap Ara setelah cukup lama terdiam.Tian menganggukkan kepalanya atas ucapan yang di ucapkan oleh Ara barusan itu. Kedua tangannya ia lipat di dada serta saat ini ia ber
Ara terdiam saat memasuki sebuah cafe tapi tak ada satupun orang yang datang. Cafe ini benar-benar sangat sepi Sekali, Ara terus saja bertanya-tanya di dalam hati. Apa yang sedang direncanakan oleh Tian saat ini? "Selamat datang nona." Ucap salah satu pelayan cafe tersebut sambil menundukkan kepalanya saat Ara berhenti di hadapannya. "Terimakasih." Jawab Ara sambil mengembang kan sebuah senyum. Lebih tepatnya senyum yang dipaksakan. "Atas nama nona Tiara Aprilia kan?" Tanya pelayan tersebut memastikan tamu nya itu. Ara mengangguk kan kepalanya kepada si pelayan tersebut. "Mari nona, ikut saya. Akan saya tunjukkan tempat nya
Ara membuka matanya dan pandangan pertamanya jatuh pada langit kamar yang berwarna putih. Penglihatannya yang kurang jelas itu langsung membuat ia mengedipkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam matanya.Kini penglihatannyayang kurang jelas pada langit kamar itu menjadi begitu terang. Ia menoleh ke arah sampingnya untuk mengenali tempat ia berada saat ini.Ini bukan kamarnya maupun kontrakan nya. Jadi, ini dimanan? Rumah sakit? Bukan! ini juga bukan rmah sakit. Lalu ini dimana?Pandangan mata Ara jatuh pada dirinya sendiri yang sedang berada dalam selimut tebal. kasur yang berukuran king itu langsung menraik perhatiannya.“Apakah aku sedang berada di hotel?” Tanya Ara pada dirinya sendir
Ara terus saja berjalan membawa diri, ucapan Ken masih terngiang’-ngiang di telinga nya saat ini.Hancur? mungkin itu satu kata yang bisa menggambarkan keadaannya saat ini. Bagaimana bisa ia percaya bahwa orang yang selama ini ia percaya adalah musuh dirinya yang sebenarnya. Dan bodohnya dirinya karena begitu mempercayai laki’-laki yang ia sebut seorang sahabat itu.Masih begitu ingat dalam ingatan bagaimana Ken datang dalam hidupnya dan memberikan ia keyakinan untuk membantu memecahkan segala masalah yang sedang ia hadapi.Meskipun agak sedikit lama namun Ken benar-benar berhasil menipu dirinya.Ia juga ingat bagaimana ia memberitahuKan tentang rencana yang menurutnya akan berhasil untuk memancing si pembunuh keluar dari sarangnya. Namun beberapa kali serangan yang ia lakukan ia harus menelan kenyataan yang begitu pahit sekali karena as selalu berakhir dengan kegagalan dna kali ini
"Ra." Panggil Ken yang langsung membuat tawa Ara berhenti."Ya." Jawab Ara."Maaf."Ara menaikkan alisnya, "Untuk?" Tanya Ara."Aku terlibat dalam pembunuhan kak Karin malam itu." Ucap Ken dengan begitu hati-hati bahkan ia memejamkan matanya tak berani menatap wajah dan ekspresi dari Ara yang entah seperti apa saat ini.Hening menyelimuti suasana di danau saat ini. Bahkan Ara benar-benar tidak tahu harus merespon apa dari ucapan Ken barusan tadi. Rasanya begitu sangat Sesak sekali di dadanya seperti tak ada udara yang bisa ia hirup.Waktu seolah berhenti sejenak, ucapan Ken seperti sebuah tamparan keras untuk dirinya. Orang yang ia percaya selama ini merupakan salah satu orang yang terlibat dalam pembunuhan sang kakak.Apakah semua ini sebuah lelucon? Jika iya, maka dengan sangat terpaksa Ara akan mengatakan bahwa lelucon ini tidak
"Tolong, Katakan dengan sejujurnya semua yang kamu ketahui tentang ucapan Ardan tadi." Ucap Ara yang langsung membuat Ken terdiam.Sejujurnya ia tak tahu apa yang harus ia katakan, lebih tepatnya ia tak tahu darimana ia harus memulainya. Pikirannya menerawang jauh memikirkan sesuatu yang sampai saat ini sangat ia sesali.Ia benci keadaan ini, benci dengan situasi yang semuanya palsu. Dan yang paling terpenting ia benci dirinya sendiri.Ia benci semua yang melibatkan dirinya sampai sejauh ini dalam Masalah yang ia sendiri tidak tahu mengapa menghampiri hidupnya yang tenang.Hidup dalam sebuah sandiwara hingga saat ini dan benar-benar jauh dari jati dirinya sendiri.Ken menoleh ke arah Ara yabg sedang menunggu jawaban dari Ken itu.Wajah polos yang selalu mempercayai dirinya selama ini, apakah ia tega menyakiti perasaannya?"Ra." Panggil Ke
"Ken, tolong Jangan pergi. Tolong beri aku penjelasan Dari semua ini." Lirih Ara.Ken menoleh ke arah Ara yabg sedang menatap nya dengan tatapan sendu. Ken melepas kan tangan Ara dari tangan nya dengan Sangat hati-hati sekali. Sebuah senyum tak lupa ia kembangkan di hadapan Ara."Bukan aku yang berhak dalam menjelaskan semuanya ini Ra. Yang berhak itu adalah keluarga kamu. Aku hanya orang asing disini yang kebetulan mendapatkan tawaran bersama dengan kamu memimpin perusahaan mu.""Tapi, bukannya kamu tahu bahwa aku tak menginginkan perusahaan itu? Kau tahu itu kan Ken.""Banyak hal Ra, banyak hal yang memang harus kamu mengerti dari semua nya ini. Jangan terlalu sibuk dengan hidupmu sendiri. Jangan terlalu fokus dengan masalah mu Ra. Banyak hal di sekeliling mu yang harus kamu perhatikan. Ingat, jati dirimu sebenarnya adalah seorang tuan putri dan itu tidak akan bisa kamu hilangkan meskipun kamu ingi