Home / Romansa / Pelabuhan terakhirku / Kita Adalah Dua Orang Asing

Share

Kita Adalah Dua Orang Asing

Author: Tanty Longa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Oke, pelajaran hari ini cukup sampai di sini, jangan lupa kirim tugasnya melalui email, saya terima lima menit setelah azan magrib.” Tegas sang dosen tanpa peduli dengan Amaz yang masih kesal.

Beberapa saat setelah itu dosen keluar kelas yang disusul mahasiswa lainnya, kecuali Binar dan Amaz. Binar kembali ke mejanya dan mengambil tasnya. Begitu pula dengan Amaz. Ia menggendong tasnya dengan kesal. Mungkin tidak boleh ada kata kalah di hidupnya. 

Binar melangkah keluar kelas. Langkahnya terhenti ketika Amaz menarik rambutnya. Binar mendesis marah. 

“Udahlah kalau kalah tinggal ngaku aja,” ejek Binar.

“Eh loh harus tahu, gue enggak kalah, cuma tuh dosennya aja aneh,” balas Amaz membela diri.

“Oh maksud loh beliau psikopat?” celah Binar.

“Loh yang bilang, bukan gue!” serunya.

Binar terlihat malas menanggapinya. Tidak ada waktu untuk berdebat dengan pria aneh itu. Binar pun meninggalkannya seorang diri di kelas.

Ia kembali melaju di jalanan. Sebelum pulang ia mampir di minimarket untuk membeli makanan untuk ikan peliharaannya.  Ketika hendak masuk ia melihat seorang pria sedang dihajar oleh segerombol orang. Ia ingat pria itu adalah orang yang pernah menabraknya di toko buku. Pria itu adalah Aras. Namun Binar tidak tahu namanya. Aras dikepung sepuluh orang musuhnya. Mereka bertarung sepuluh lawan satu. Awalnya Aras mampu melumpuhkan mereka, namun rupanya mereka licik. Salah seorang dari musuhnya memukul bokong Aras dengan knalpot motor, sehingga Aras jatuh tersungkur. Awalnya Binar tidak peduli melihatnya. Ia terus melangkah masuk. Dari kejauhan ia mendengar pria itu berteriak meminta tolong. Suaranya terdengar putus-putus. Binar membalikkan badan. Pria itu kini mulai mengeluarkan darah dari mulutnya. Binar tidak tega. Tanpa permisi ia melompat dan menendang bokong tiga dari sepuluh musuh itu. Mereka bertiga terpental ke tanah. Binar tidak berhenti. Di tengah kesibukan mereka untuk membantu ketiga orang tadi Binar terus melancarkan serangannya. Ia menendang dan meninju beberapa orang lainnya, dan mendorong mereka ke tembok. Dua orang yang memegangi Aras bangkit berdiri. Mereka memasang kuda-kuda, Binar pun sama, ia mengepal kedua tangannya, bersiap menyerang. Salah seorang dari mereka mendekati Binar dan mulai menyerang. Binar menangkis pukulannya dengan tangan kiri, lantas tangan kanannya meninju tepat di dada lawannya. Lawannya itu tersedak, ia memuntahkan air liur. Sekali lagi ia menendang orang itu hingga terpental jauh ke tanah. Salah seorangnya lagi menendang Binar dari belakang ketika ia lengah. Binar jatuh tersungkur di tanah. Tendangan orang itu tidak melesat dari titik kelemahannya. Orang itu menatap geram kepada Binar. Amarahnya masih membuncah. Ia menginjak Binar yang masih terkapar di tanah. Untungnya ia masih bisa menghindar walaupun hanya sebatas mengguling-guling di tanah. 

Aras kembali pulih. Ia bangkit dengan tenaganya yang masih tersisa. Dari kejauhan ia melemparkan knalpot yang tadi kenanya kepada laki-laki yang hendak menghajar Binar. Lemparannya kena telak di kepala lelaki itu. Binar bangkit berdiri. Begitu pula kesepuluh musuh Aras yang kini turut menjadi musuhnya. Mereka mengelilingi Aras dan Binar. Binar memasang kuda-kuda begitu pula Aras. Ketika mereka mulai menyerang Aras tiba-tiba jatuh pingsan. Binar panik, tidak ada waktu baginya untuk menjadi dokter tiba-tiba yang harus mengurus orang yang tidak dikenalnya. Musuhnya semakin dekat. Binar teringat akan gas air mata yang selalu ia bawa di tasnya. Dalam situasi yang makin terdesak itu ia buru-buru mengambil gas air mata itu dan menyemprotkan di mata lawannya. Mereka semua kalang kabut, gas air mata itu berhasil menghambat penglihatan mereka.

Kandungan bahan kimia yang terdapat dalam gas air mata berupa klorobenzalmalononitril dan bahan lainnya berhasil menyebabkan iritasi pada mata mereka sehingga pandangan mereka terganggu. Dalam situasi yang rumit ini Binar dengan gesit menarik lengan Aras, membawanya hingga ke mobil. Ia tidak bisa memapahnya. Lelaki itu terlalu berat baginya. Walaupun fisiknya sangat kurus. Mungkin karena seluruh tenaganya telah terkuras untuk melawan sepuluh orang tadi. Binar membaringkan Aras di samping mobilnya. Ia mengawasi sekitar,  takut kalau orang tadi mengejarnya, namun beruntungnya orang itu kehilangan jejak mereka. 

Binar mengambil kotak P3K yang selalu ia simpan di dalam mobilnya. Beberapa saat kemudian ketika Binar mengobati luka memar di wajah Aras, Aras siuman dari pingsannya. Binar tersenyum lega, melihat Aras yang sudah siuman. Aras tertegun ketika membuka matanya. Rasanya masih setengah sadar. Samar-samar ia lihat wajah Binar yang sangat dekat dengannya. Binar terlihat kikuk melihat Aras yang masih terdiam. Binar tidak tahu apa yang sedang ada dalam benak Aras. 

“Air?, mau air? Bentar aku ambilin,” ujar Binar kikuk.

Aras hanya terdiam, tidak membalasnya. Aras masih terbaring dipinggir jalan. Binar membuka pintu mobil dan mengambil sebotol air miliknya. Setelah itu ia memberikannya kepada Aras.

“Ini minum,” tawarnya.

“Thanks.” Balas Aras, suaranya hampir tertahan di tenggorokan. 

Aras meraih sebotol air di tangan Binar, namun tidak bisa, tangannya bergetar karena kehabisan tenaga. 

“Sini biar gue bantu.” Ujar Binar.

Ia membantu Aras duduk. Aras bersandar di bahu Binar. Binar mencoba menepisnya, namun gagal. Dengan terpaksa ia membiarkan lelaki yang tidak dikenalnya itu bersandar di bahunya. 

“Air,’ minta Aras.

Binar memberikannya. Namun Aras malah menolaknya.

“Tadi minta,” seru Binar kesal.

“Buka-in” balasnya lembut.

Binar menurut ia tahu Aras lemah, bahkan untuk bernapas saja agak susah. Ia menyuapi Aras minum. 

“Nih obat,” ujar Binar sembari menyodorkan kita P3K kepada Aras. 

Aras mengangguk tersenyum. Senyumnya manis sekali. Senyum yang begitu tulus. Binar membalasnya dengan sedikit senyum terpaksa lantas berdiri dan membuka pintu mobilnya.

Perlahan senyum Aras  memudar.  

“Mau kemana loh?” tanya Aras pelan.

“ Pulang.” Balas Binar singkat.

“Oh jadi loh kalau nolongin orang setengah-setengah gitu,” ujar Aras protes.

“Udah baik tadi gue tolongin, kalau enggak loh udah  arwah!” balas Binar jengkel.

Aras terdiam, ia kehabisan tenaga untuk berdebat kali ini.

.”Thanks.” ucapnya sedikit keras.

Binar membalikkan badan. Ia mengangkat bahunya.

“Loh siapa?” tanya Aras.

“Alien,” balas Binar ketus.

“Serius gue!” seru Aras.

“Nama gue Alin tapi cara tulisnya Alien,” balas Binar berbohong.

“Masa sih, ejaannya gitu?” tanya Aras tidak percaya. 

“Terserah,” balas Binar. 

Binar memasuki mobilnya, tiba-tiba Aras melempar kota P3K itu ke arah Binar. Binar keluar dari mobil. 

“Maksud loh apaan?”  tanya Binar kesal.

“Please just for  this time” ujar Aras pelan.

Binar menurut, ia membantu Aras mengobati lukanya. 

“Nis sudah, sampai di rumah kalau ada bengkak tinggal di kompersin aja, usahakan jangan kena air dulu apalagi make up.” Tegas Binar.

“Oke siap dok.” Balas Aras.

Binar mengangguk, lantas pergi. 

“Tunggu, gue Aras.” Ujar Aras memperkenalkan diri.

“Gue enggak nanya.” Balas Binar singkat.

“Dasar loh, Alien” balas Aras tersenyum.

Binar kembali melaju, ia tidak jadi membeli makan untuk ikannya. Ia takut kalau saja orang tadi masih mengikutinya.

“Oh iya, cowok tadi pulang pake apaan ya?” gumamnya dalam hati.

“Ah enggak penting, bukan urusan gue,” ia kembali membatin, menyalahkan suara hatinya tadi.

  

Related chapters

  • Pelabuhan terakhirku   Ego ku telah membuatmu terlantar

    Hari sudah mulai gelap. Lampu jalan mulai menyilaukan mata, Binar kembali fokus setelah meninggalkan Aras yang tidak tahu lagi bagaimana keadaanya sekarang.Jalanan masih ramai. Di pertigaan jalan tepat menyala lampu merah Binar berhenti dan mengecek ponselnya.“ Wah udah lewat, tugas gue.” Desisnya sambil menepuk jidat.Binar mulai panik, ia tidak fokus lagi dengan kendaraannya.“Ah sial, enggak mungkin gue diberi toleransi setelah berulah di kelasnya tadi.” Desis Binar dalam hati.Waktunya tinggal tujuh menit, tugas yang di berikan cukup mudah, tetapi di situasi yang seperti sekarang rasanya untuk menjawab soal, satu tambah satu sama seperti memecahkan rumus logaritma.Binar masih mengendarai mobilnya, sambil sesekali matanya menatap layar ponsel dan juga memperhatikan sekitar jalan raya. Akhirnya ia sampai di tempat yang cukup sepih. Ia menepi dan menghentikan mobilnya. Beberapa

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 6

    Chiara tertegun di ranjangnya. Nalurinya menyadari bahwa ucapannya telah menyinggung perasaan sang dokter, meskipun dokter tidak menceritakan secara langsung kepadanya. Ia menatap sendu kepada Irishena. Irishena masih dengan lamunannya, sehingga tanpa ia sadari setumpuk air mata hampir membanjiri pipinya.Waktu seakan berjalan sangat lambat dari pada biasanya. Dua orang perawat yang membantu Irishena tampak kebingungan dengan keadaan yang terjadi sekarang. Mereka saling menatap satu sama lain, memainkan alis, mempertanyakan arti semua ini. Yah jelas ini bukan drama.Akhirnya Chiara memberanikan diri untuk bertanya.“Dok,” ucap Chiara dengan suara yang masih serak, mungkin karena ia sehabis menangis dan teriak.Irishena tidak menggubris. Mungkin ia tidak mendengar karena konsentrasinya buyar.Sekali lagi Chiara mengulanginya untuk memanggil dokter.“Dok, dokter enggak apa-apa kan?” lanjut Chiara santun.

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 7

    Jalanan masih cukup ramai, banyak kendaraan roda empat yang masih lalu lalang. Binar masih jauh di belakang. Targetnya melaju dengan cepat. Binar tidak menyerah, meskipun samar-samar Binar melihat orang yang sudah melempari rumahnya, namun ia belum kehilangan jejak. Binar menambah laju kendaraannya. Ia melesat, menyalib banyak mobil yang memadat di jalan raya. Dalam sekitar lima menit posisi Binar sudah dekat dengan orang asing itu. Hingga sampailah mereka di jalanan yang sepih. Binar berusaha menyalib motor orang itu, ia menambah kecepatan hingga akhirnya ia berada di samping orang itu. Mereka terus mengadu nyali di jalanan, orang asing itu berusaha menghindar sedangkan Binar tidak menyerah untuk mendapatkannya. Binar sudah habis kesabaran. Orang itu mengendarai motornya dengan zig-zag di depan Binar. Hingga di tikungan Binar menendang orang itu dari samping. Orang asing itu terpental dari motornya, ia jatuh berguling-guling di aspal. Roda motor Binar mengikis aspal, karena i

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 8

    Binar menyusuri setiap anak tangga, ruangan itu masih gelap. Ia menyalahkan senter pada ponselnya. Setelah menapaki hampir tiga puluhan anak tangga, sampailah Binar di lantai dasar, ruangan itu. Sebuah ruangan yang luasnya hampir empat puluh delapan meter persegi. Setelah berjalan beberapa langkah ke arah kiri ia menekan sebuah tombol yang menempel di tembok. Ruangan seketika menjadi terang. Ruangan bernuansa keemasan itu tampak megah dan mewah. Satu meter dari langit-langit ruangan di bagian barat tampak jelas sisi samping dekat ujung bawah kolam renang. Ruangan itu terletak sedikit lebih rendah dari kolam renang. Binar meletakan makanannya di atas sebuah meja kayu. Di hadapannya ada komputer. Binar mulai mengutak atik komputer tersebut, rupanya ia melihat rekaman beberapa jam yang lalu, ketika rumahnya di serang. Lantas menyesuaikan ciri yang ada di komputer itu dengan orang yang ia foto tadi di jalan. Ternyata keduanya sesuai.Ia menghempaskan

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 9

    Binar mendorong Trea menjauhi dirinya. Trea tidak bisa melawan, sesuatu seperti telah menghantam bokongnya. Binar kembali kedalam mobil. Sebelum masuk ia mengacungkan jari tengahnya, melambangkan fuck.“Heh Keura loh udah gila ya, cepat hapus postingan loh!” bentak Trea geram.Keura menurut, ia segera memasukkan ponselnya ke dalam tas, tapi terlambat seisi kampus sudah melihat semuanya. Drama yang mereka pentaskan siang ini telah mencuri waktu banyak penonton. Bahkan video berdurasi beberapa menit itu sudah beredar viral di sosial media. Perbuatan Trea kembali kepada dirinya. Ini sama halnya ketika kita menunjuk menyalahkan orang lain. Kita tidak menyadari, kepal tangan kita beberapa jarinya kembali kepada diri sendiri, ini mengingatkan kita bahwa semua yang kita perbuat akan timbal balik. Perbuatan yang baik akan menuai baik begitu pula sebaliknya.Para kreator konten mengedit video itu seapiknya, sehingga dalam beber

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 10

    Binar tidak berani menanyakan siapa orang itu kepada Amaz, karena ia tidak ingin Amaz berprasangka yang tidak-tidak tentang dirinya. Ia takut bakalan di ledeki abis-abisan oleh Amaz.“Mending gue selidiki diam-diam dari pada entar citraan gue hancur karena dituduh kecentilan sama cowok itu,” gumamnya dalam hati.Amaz membuka pintu, sebelum keluar ia mengucapkan terima kasih kepada Binar. Hujan mulai reda.“Eh loh enggak masuk dulu,” tawar Amaz.“Enggak usah, gue ada urusan.” Tolak Binar.Binar pun kembali tancap gas, ia tidak ingin kehilangan jejak orang itu.“Apa hubungan orang itu dengan Amaz ya?” tanya Binar dalam hati.Mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi, jalanan masih sepih. Setelah beberapa menit ia masih belum menemukan apa-apa tentang orang itu. Binar tidak menyerah, ia terus m

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 11

    Waktu seakan berjalan lambat dari pada biasanya. Dua orang penjahat itu mengepung abis-abisan orang yang tadi sempat menghalangi penjahat itu untuk menyerang Binar. Salah seorang dari penjahat itu memukul pria yang sudah menolong Binar dari belakang. Pria itu bernasib malang seperti Binar. Salah seorangnya lagi mengunci gerak pria itu, dengan leluasa penjahat yang menyerangnya tadi memukulnya dari depan. Pria itu hanya bisa menahan. Binar berteriak histeris di tempatnya. “Akhirnya loh muncul juga!” seru salah seorang penjahat itu.Itulah percakapan mereka yang sempat terekam di benak Binar.Di tengah rasa sakitnya Binar teringat akan sesuatu. Cara halus untuk menolong orang yang sempat menolongnya tadi. Binar dengan penuh perjuangan mengambil ponselnya di saku jaket. Ponsel yang kini layarnya telah retak akibat terkena tendangan dan pukulan dua orang yang menghajarnya tadi. Ia mengutak-atik ponselnya, lalu menekan tombol speaker. Seket

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 11

    Waktu seakan berjalan lambat dari pada biasanya. Dua orang penjahat itu mengepung abis-abisan orang yang tadi sempat menghalangi penjahat itu untuk menyerang Binar. Salah seorang dari penjahat itu memukul pria yang sudah menolong Binar dari belakang. Pria itu bernasib malang seperti Binar. Salah seorangnya lagi mengunci gerak pria itu, dengan leluasa penjahat yang menyerangnya tadi memukulnya dari depan. Pria itu hanya bisa menahan.Binar berteriak histeris di tempatnya.“Akhirnya loh muncul juga!” seru salah seorang penjahat itu.Itulah percakapan mereka yang sempat terekam di benak Binar.Di tengah rasa sakitnya Binar teringat akan sesuatu. Cara halus untuk menolong orang yang sempat menolongnya tadi.Binar dengan penuh perjuangan mengambil ponselnya di saku jaket. Ponsel yang kini layarnya telah retak akibat terkena tendangan dan pukulan dua orang yang menghajarnya tadi. Ia mengutak-atik ponselnya, lalu menekan tombol s

Latest chapter

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 76

    Azerus sedikit lebih pulih setelah ditangani. Dokter yang menanganinya tampak sedikit ragu untuk mendiagnosis Azerus, pasalnya tidak ada bagian tubuh yang mengalami masalah. Dokter itu berterus terang bahwa, mungkin Azerus sedang mengalami tekanan batin. Itu berdampak pada konsentrasinya. Dokter menyarankan agar Azerus perlu terbuka pada seseorang yang paling dipercayainya yang dianggap bisa membantu dia menyelesaikan persoalannya. Amaz sangat khawatir dengan keadaan ayahnya, padahal saat ia datang tadi beliau baik-baik saja, dan setelah ketemu Aras, ayahnya menjadi tidak terkendali. Konsentrasi Amaz menjadi kacau, urusannya dengan Binar belum selesai, sekarang kesehatan ayahnya menambah beban di pikirannya. Amaz tidak henti bertanya perihal masalah kesehatan ayahnya."Mungkin benar apa kata dokter tadi, ayah cuman kecapean atau nggak karena banyak pikiran. Tapi kenapa bisa ya? Ayah pikir apa? Bukankah selama ini

  • Pelabuhan terakhirku   75

    Aras menghentikan laju motornya, sementara Binar masih melaju. Sesaat kemudian Binar menyadari jika Aras tidak ada di belakangnya. “Oi, thanks ya,” ujar Binar sedikit menoleh dengan wajah datar. Kemudian melambaikan tangan dan kembali melaju. Pagar gerbang rumahnya terbuka secara otomatis ketika ia menekan sebuah remot. Amaz mengurungkan niatnya untuk menahan Binar. Panggilannya tidak mendapat respon apa-apa dari Binar. Dalam hati Amaz menduga jika Binar sudah tahu soal penyerangan itu. Amaz tak bergeming dari tempatnya bahkan saat jelas-jelas ia tahu kalau kekasihnya baru saja berjalan dengan lelaki lain. Aras memutar balik kendaraannya, dan melesat, meninggalkan tempat itu.Binar masuk ke dalam rumahnya, ia langsung ke kamarnya, mengabaikan sapaan hangat dari Bi Imba dan juga sang kakek. Mereka bertiga tampak panik dan bingung, “Tadi waktu pergi mukanya ceria, sekarang kok malah gitu,” ujar sang Nenek sekaligus mewakili pertan

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 74

    Dexlicas tidak menggubris pertanyaan Rindi, ia berhasil meloloskan diri ditengah kebingungan ketiga orang itu.“Sialan!” umpat Aras kecewa.“Tunggu, tadi dia bilang, gak ada yang bisa masukin dia ke penjara?” Binar sekali lagi memastikan bahwa yang ia dengar itu tidak salah.Aras dan Rindi mengangguk, mengiyakan apa yang ucakan Binar.“Tunggu, itu terjadi jika ada yang menyogok atau gak mereka punya hubungan keluarga,” gumam Rindi menebak.Mereka bertiga terdiam, “Ah apa mungkin jika mereka bersaudara? Saya ingat waktu itu Afra bilang, itu saudaraku.” ucap Aras setelah berhasil mengingat.“Aku gak tahu kalau soal itu. Cuman dulu Afra pernah bilang kalau ia punya saudara tiri, apa mungkin Dexlicas, yang ia maksud?” tambah Binar.“Kita harus cari tahu ini, dan juga perihal Amaz yang mencurigakan itu. Aku yakin ia terlibat,” gumam Rindi.“A

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 73

    Satu jam sebelumnya…. POV: ARAS……Aku seakan asing lagi saat berada diantara sepasang kekasih itu. Aku pun memutuskan untuk pergi dari pada harus menjadi obat nyamuk untuk pasangan itu. Baru saja aku dalam perjalanan, tiba-tiba Rindi mengirimiku pesan, kalau ia mendapat petunjuk dari pesan Dexlicas yang diduplikatnya. Tak sabar aku pun langsung tancap gas, menuju lokasi yang dikirim oleh Rindi. Setelah beberapa menit kemudian, aku melihat Dexlicas dalam perjalanan, ia tidak jauh dari sebuah rumah makan yang sekilas aku melihat ada Amaz di sana. Entahlah kenapa tiba-tiba ia ada di sana, bukannya tadi ia sedang bersama Binar? Tapi terserah, tujuanku sekarang adalah Dexlicas.Dexlicas menuju tempat yang sampai kapanpun tidak bisa aku lupakan. Ini adalah tempat yang aku tinggalkan sejak dua tahun yang lalu. Rasanya aku ingin pulang saja karena ku pikir Dexlicas aka

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 72

    Kedai hari ini menghadirkan sesuatu yang berbeda bagi Binar. Biasanya, ia akan lebih tenang jika berada di sini, namun yang terjadi sekarang, ia merasa seakan ada sebuah tekanan yang mengalir dalam pikirannya.Amaz duduk termangu di hadapannya. Mereka tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Binar menatap kosong nasi ikan di hadapannya, begitu pula Amaz. Tidak ada lagi kalimat yang dilontarkan semenjak kepergian Aras tadi. Sesungguhnya Amaz, masih memikirkan masalahnya. Sesuatu yang cemerlang pun tiba-tiba muncul dalam pikirannya.Ia pun dengan gesit, mengambil ponsel dan mengirimkan sebuah pesan kepada Dexlicas atau yang sering dipanggil dengan nama Gefol olehnya. Menurut Amaz, Gefol lebih singkat dari pada Dexlicas. Binar sedikit menaruh rasa curiga terhadap sikap Amaz sekarang. Ia sangat tahu Amaz, jika Amaz selalu diam, itu artinya ada sesuatu yang mengusiknya."Kenapa?" tanya Binar akhirnya. Ia melihat sesuatu yan

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 71

    Sosok yang berjalan dengan langkah gontai itu, tersungkur ke dalam dekapan Aras. Aras tampak terkejut. Ziyo melihat mereka terlibat percakapan yang tidak lama. Hasil rekaman itu tidak menghasilkan suara. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, Ziyo memutuskan untuk selebihnya percaya kepada Aras. Ziyo cukup puas dengan penyelidikannya sekarang, meskipun belum semuanya terbongkar, setidaknya satu dari sekian banyak langkah sudah bisa ditapaki. Ziyo meminta izin untuk menyalin hasil rekaman itu.“Kasus sebesar ini, baru diselidiki sekarang?” gumam salah seorang petugas di sana.“Emangnya dulu belum ada yang mengusut hal ini?” Ziyo malah balik tanya, dulu ia sangat terpukul akibat kepergian Afra, sehingga tidak sempat untuk menyelidiki semuanya. Ia mengira pihak keluarga yang mengurusnya, namun pernyataan tadi cukup menjanggal pikirannya. Berbagai argumen mulai timbul dalam pikirannya. Tentang mengapa keluarga membiarkannya begitu saja, dan terle

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 70

    Mereka kembali ke pantai setelah menyaksikan matahari benar-benar tenggelam. Aras telah mengambil banyak gambar dengan menggunakan kamera milik Binar. Mereka tampak sangat menikmati petualangan tadi, begitu pula dengan Trea, rupanya ya mulai bersahabat dengan laut meskipun selalu muntah."Wah, Nar, enak benar jadi kamu." seru Jaya kegirangan. Binar hanya tersenyum kecil membalasnya. Baginya itu hal yang biasa, namun aliran mereka kali ini membuat kebiasaannya itu agak sedikit tidak biasa melainkan luar biasa. Dia biasanya mengarungi lautan dengan beberapa nelayan yang sudah tua.Aras menghantarkan Binar pulang ke rumahnya dan langsung pamit pulang setelah memastikan Binar masuk dengan selamat. Binar segera menghampiri orang tuanya di kamar mereka, dia tidak memberi kabar selama seharian ini."Eh kamu sudah pulang Nak," Azerus berbasa basi."Iya. Oh iya, gimana maksud Mama yang bilang kondisi Papa naik turun gitu?" serga

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 69

    Aras menarik nafas panjang sebelum menyampaikan berita super penting itu kepada rekannya,”Ini tentang Afra,” desisnya hampir tak terdengar. “Afra?” Rindi mengulangi ujaran Aras.“Ternyata Ziyo adalah sahabatnya dan Binar adalah mantan kekasihnya,” ujar Aras kembali serius dan dengan berat menyebut nama Binar sebagai mantan kekasih Afra. Rindi tampak tidak percaya dengan ucapan sahabatnya itu. Fakta barusan seakan membungkam mulutnya dan menarik semua kata-kata dari pikirannya sehingga ia kehabisan kata-kata.“Itulah bro. Aku juga tidak ngerti. Semua seperti sangat berhubungan. Saling terkait,” tutur Aras kemudian.“Berarti penyerangan selama ini, bisa dipastikan karena Afra alasan utamanya. Mungkin saja orang terdekat Afra yang tidak terima hingga mau balas dendam,” Rindi menambahkan.“Boleh juga sih. Kata Ziyo, Afra orang yang cukup berpengaruh. Dia pintar, keren dan kaya. Populer sema

  • Pelabuhan terakhirku   Bab 68

    Binar membiarkan kamera besarnya terkalung pada lehernya, sementara tangannya yang sedikit berlumur pasir dengan gesit menggeser layar ponselnya. Ia memperbesar ukuran gambar yang dikirim Amaz lantas tersenyum haru melihatnya. Anak-anak rumah ketan terlihat sangat bahagia melayani pembeli yang ramai, itulah foto yang dikirim Amaz.“Kamu lagi di sana?” dengan cepat Binar menyentuh papan keyboar dan mengirimnya segera. Beberapa detik kemudian sebuah panggilan video call dari Amaz masuk ke ponselnya. Binar segera menggeser ikon berwarna hijau untuk menjawabnya. Panggilan pun terhubung.“Hei,” sapa Amaz yang masih terlihat berada di Rumah Ketan. Binar hanya tersenyum membalasnya. “Nah gini dong, mentang-mentang di kampung halaman, senyumnya diumbar-umbar,” sambung Amaz.“Apaan sih? Biasa aja” celetuk Binar malu.“Idih, gitu aja baper,” gumam Amaz.“Yah sudah, ngapain telpon?” rup

DMCA.com Protection Status