"Bukan urusan loh" omel Binar.
"Bagaimana tidur loh, nyenyak?" Tanya Amaz mencoba mencairkan suasana.
"Badan gue udah kayak mau patah. Tidur harus berlipat. Biar badan gue muat. Lebar ranjang ini sangat pendek sekali," Binar mengomeli dirinya sendiri.
"Sama gue juga" ujar Amaz tanpa di tanya balik tentang dirinya."Enggak mungkin kan kalau semalaman kita harus tidur begitu," keluh Amaz.Amaz mencoba mengangkat spring bad itu. Ternyata bisa di pindahkan. "Woi..." ia sedikit berteriak."Kenapa?" Binar menyahut.
"Bantuin, tolong angkat ini." Ujar Amaz memberi perintah.Binar masih tidak tahu apa maksudnya.
"Mau ngapain?" Tanya Binar."Udah ikut aja." Sergah Amaz.
"Enggak. Gue enggak bakalan ngelakuin yang gue enggak tahu apa tujuan dan artinya. Itu namanya konyol," omel Binar.
Amaz menyerah."Jadi begini, Bu. K
"Bagaimana dengan peraturannya?" Goda Amas."Ngapain ikut dosen tolol itu." Celah Binar."Bukannya lu untung pada saat itu." Sindir Amas.Sudahlah gue malas mengingat itu, takut ntar ada yang patah hati lagi karena kecewa, terus frustasi terus jadi orang gila di sini." Sindir Binar panjang lebar."Ah payah lo lagian dulu juga gue cuma cari muka ke dosen," jawab Amas kesal."Masa sih yang ngemis-ngemis ke dosen itu juga cari muka?" Tambah Binar tidak mau kalah."Rupanya lo terlalu berambisi hingga lupa sesuatu yang dinamakan dengan seni drama," tutur Amas."Oh sori gue nggak tahu kalau ada aktor hebat di kampus kita. Padahal semua orang juga pada saat itu tahu kalau nggak ada pentas seni di kelas psikologi." Ujar binar sekak mat.Amaz kehabisan kata untuk berkelit lagi. Dia tidak akan mampu berhadapan dengan Binar apalagi berperang kata. Iya selalu kalah dalam beberapa perdebatan
“Bos seharian ini kita gak lihat ada siapa-siapa keluar ataupun masuk." Lapor salah seorang dari mereka di telepon."Siap bro." Ujarnya lagi setelah mendengar respon dari peneleponnya."Guys kita pulang dulu sekarang." Ujarnya beberapa detik kemudian.Mereka pun meninggalkan tempat itu.Bi Imba terpukau melihat penampakan kebun di hadapannya sekarang. Ia berdecak tak percaya akan semua ini."Tidak menyaka Non Binar bisa sehebat ini." Puji Bi Imba dalam hati.Bi Imba mengambil beberapa dari sayuran itu untuk ia masak. Ia juga memetik beberapa buah buahan di sana. Tak henti Bi Imba berdecak kagum.Pagi-pagi Binar dan Amaz setelah mengurus semua pembayaran hotel mereka bergegas menuju bandara. Mereka akan terbang kembali ke tempatnya.Aras berkendara dengan motornya. Melaju pelan sembari menikmati uda
“Lah terus ngapain?” ujar Binar bingung.“Amnesia nih anak.” Gumam Amaz kesal.“Emang ada apa sih. Asli gue lupa.” Ujar Binar makin bingung.“Ini nih akibat terlalu banyak tidur jadi lupa kan segala urusan.” Olok Amaz.“Eh yang benar aja kalau ngomong. Loh kira gue google yang bisa tahu segalanya.” Balas Binar kesal.“Tugas yang kemarin kapan selesainya. Kita kan sudah sepakat buat diskusi jam tiga. Sekarang jam berapa?” jelas Amaz jengkel.“Ah iya kok bisa gue lupa” ujar Binar menepuk jidatnya.“Ok deh. Gue cabs ke sana sekarang. Tujuh menit lagi sampe. Loh stay di sana,” lanjut Binar langsung bergegas membelokan motornya.“Buruan. Lebih dari itu gue tinggal.” Bentak Amaz yang ia sendiri tidak sadar kalau Binar sedari tadi sudah memutuskan sambungan panggilan.&ldquo
“kamu aja yang bawa ke sana, ya” pinta Aras.“Yang pake kan loh, kenapa jadi gue?” celetuk Binar.“kalau saya pulang cuman bawa helm doang, apa kata nyokab,” celetuk Aras.“Yah itu sejagad raya juga tahu,” tutur Binar.“Tahu apa?” potong Aras.“Tahu kalau itu bukan urusan gue,” ujar Binar menyolot.“Dasar loh alien. Gak punya hati,” omel Aras.“Terserah gue lah. Lagian kalau gak punya hati itu sudah mati dari lahir.” Celetuk Binar kesal.“Gak ngerti majas loh ya,” tambah Aras kesal.“Majas? Emang loh mau bikin puisi? Drama? Hei ini cuman dialog biasa, bukan pantun,” omel Binar panjang lebar.“Dasar payah.” Celetuk Aras kehabisan kata-kata.“Pokoknya please kali ini saja. Saya janji besok pagi-pagi ambilin tuh helm di rumah loh.” Ujar Aras memohon.
Binar melangkah keluar dari restoran itu, yang beberapa saat kemudian diikuti oleh Mita. Binar segera pergi dengan motornya tanpa menawarkan tumpangan untuk kawannya itu.Jenbow menggonggong di depan pintu. Bi Imba pun segera menyusul nya. Takut kalau ada maling yang masuk, ia pun bersiaga dengan membawa peralatan masak. Bi Imba membuka pintu dengan waspada.Jenbow tampak menggoyangkan ekornya. Kepanikan Bi Imba pun segera menghilang. Itu semua berkat Jenbow. Anjing hanyalah binatang yang sama seperti binatang lainnya. Namun ia punya keistimewaan dalam diri nya. Semua peliharaan memang mengenal tuanya, namun berbeda dengan Jenbow, selain mengenal tuanya ia juga seakan memiliki kemampuan lain. Binar percaya jika Jenbow menggonggong tidak jelas itu berarti dia melihat makhluk halus atau kadang seperti tanda tidak baik. Pernah satu kali ia terus menggonggong ke jalan raya, ternyata besoknya tidak jauh dari rumah
Tiar duduk santai memangku kaki di samping seorang anggota lawannya yang kini ditawannya. Menunggu ketua mereka untuk mendatangi nya. Tawanan nya dipaksa untuk mengaku siapa yang telah menyuruhnya untuk mengejar mereka namun walaupun telah dipaksa berkali-kali ia tak juga buka mulut. Bahkan seribu ancaman pun telah dikatakannya namun ia masih tidak bisa mendapatkan secuil informasi apapun darinya. Tiar menyerah, ia mengirim video itu ke grup Kazuo. Baru beberapa detik video itu terkirim tampak banyak sekali anggota mereka yang sangat merespon dengan senang hati. Grup yang hampir musnah selama kurang lebih empat bulan itu kini kembali ramai setelah terkirimnya video itu. Teman-temannya bersorak riang menyaksikan tontonan spesial itu. Sekarang semuanya pun kompak untuk kembali membangunkan Kazuo. Tiar mengirim lokasi keberadaannya sekarang kepada anggota grupnya. Mereka bersepakat akan segera mendatangi tempat Tiar sekarang. Aras yang pada saat itu
"Kenapa sama mata kamu" ujar Amaz mengikut gaya Ishad tadi."Gak kok. Abangnya saja yang terlalu fokus, " elak Ishad." Mana ada jelas-jelas dari begitu, " tuntut Amaz."Udah ah kapan mulainya nih." Potong Binar menengahi keduanya. Perdebatan itu tidak akan berujung sampai kapan pun. Keduanya sama-sama saling mengotot membela diri dan menyangkal."Hehehhe. Kakak loh orang baik yang dibawa ke sini sama abang. Kemarin itu dia pernah bawa kak Trea ke sini. Sebel banget aku sama dia. Di depan bang Amaz ngomongnya sok kayak Princess, padahal megang gunting aja nggak tahu." Lapor Ishad."Ngapain di bahas sih tuh orang. Gak jelas tau. Bikin gue tambah naik darah saja," Gerutu Amaz tidak terima."Oh si Trea. Emang gitu dia." Gumam Binar."Iya kak, yang lebih ngesalin itu di belakang bang Amaz dia nyindir gue. K
Pagi-pagi sekali saat semua orang sedang sibuk dengan aktivitas di rumah mereka masing-masing bahkan saat pemilik rumah makan belum membuka dagangannya, Aras sudah siap-siap dengan rapi untuk ke tempat Tiar. Ia ingin membicarakan sedikit kesalahpahaman kemarin.Aras berhenti di depan rumah Tiar."Tumben pagi-pagi gini udah rapi. Emang mau kemana?" Tanya Aras basa basi.Tiar masih tidak peduli. Tiar sudah rapi dengan pakaian olahraganya. Kata dokter, ini bagus untuk kesehatannya."Hei. Tiarsha Putri Dien" ujar Aras."Bukan urusan kamu!" Bantah Tiar."Kata siapa? Kalau salam tidak di jawab berarti urusan saya." Protes Aras sengaja agar mencari ribut dengan Tiar."Sejak kapan kepoh di samakan artinya dengan sapaan?" Akhirnya Tiar terpancing. Ia tidak tahu pagi ini Aras berpura-pura bego agar mendapat maaf darinya. Biarpun Tiar masih tidak mau memberi