Beranda / Romansa / Pelabuhan Terakhir / 2. Aku Si Gadis Pemalu

Share

2. Aku Si Gadis Pemalu

Penulis: Bai_Nara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

POV Nada

Aku memandangi gerbang kampus UNS dengan antusias. Yes. Akhirnya aku kuliah disini.

Namaku Nada Nur Maulida, 18 tahun. Asalku Bumiayu, kedua orangtuaku pengasuh pondok Al-Falah Bumiayu. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakakku perempuan semua dan yang sulung baru saja menikah. Aku memiliki sifat canggung dan pemalu sekali. Namun jika bersama orang-orang terdekatku, aku bisa menjadi sosok yang cerewet dan manja sekali termasuk kepada kakak sepupu sekaligus sepersusuanku ini. Mas Azzam namanya atau dikenal dengan gus singa garang. Begitulah julukan masku kalau di Al-Hikam. Hihihi. 

"Ayok masuk."

"Oke Mas."

Kami mulai memasuki kawasan kampus UNS tepatnya dikawasan rektorat untuk melakukan daftar ulang dan cek kesehatan.

"Wah banyak banget ya Mas mahasiswanya."

"Hem."

Aku mulai antri, dan menunggu giliranku untuk masuk. 

Saat aku akan masuk, aku sedikit merengek pada Mas Azzam karena rasa takut

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pelabuhan Terakhir    3. Pembuktian

    POV JamalSudah satu tahun aku kuliah di UNS. Alhamdulillah aku sudah bisa menikmati kehidupanku disini apalagi ada cewek inceranku kuliah disini juga, ya walau beda jurusan. Gak papa yang penting aku cinta. Dan aku akan berusaha mendapatkan cintanya.Aku memanggilnya Mimosa pudica karena karakternya yang pemalu apalagi kalau sedang kudekati. Mimosa pudica itu nama latin untuk tanaman putri malu. Nada itu pembawaannya menunduk terus persis seperti tanaman putri malu. Sedangkan pada sahabat baiknya aku memanggilnya Oryza sativa karena sifatnya yang seperti padi, semakin berisi semakin menunduk. Caca itu memiliki banyak kelebihan tapi dia tak pernah sombong."Jamal.""Iya.""Kamu ngapain sih. Seneng banget ngintipin anak biologi," ucap sahabat baikku, Tomo."Soalnya, gadis inceranku kuliah disini."

  • Pelabuhan Terakhir    4. Kagum Dalam Diam

    POV Nada Bukannya aku tak paham bahasa cintanya. Hanya saja aku sudah berjanji pada abah dan umiku jika aku akan menyelesaikan kuliahku dengan baik tanpa memikirkan percintaan terlebih dahulu. Karena itu diam menjadi caraku untuk mengaguminya dalam hati. "Nada." "Iya." "Jamal tanya sama aku, perasaan kamu ke dia itu bagaimana?" "Ya gak gimana-gimana?" Kulihat senyum terukir di bibir Caca. "Kamu suka dia ya, cuma kamu kayak banyak yang dipikirkan dan dipertimbangkan." Aku menghembuskan nafasku pelan. "Aku mau fokus Ca, aku pengen membahagiakan abah sama umi dulu." "Itu bagus, hanya saja jangan pernah menggantungkan perasaan seseorang Nada. Kalau gak suka kamu tolak, kalau suka beri dia kepastian." Ah Caca, andai aku bisa kayak kamu yang dengan tegas menolak banyak cowok yang deketi kamu. Aku takut, di satu sisi aku gak mau memberi dia harapan tapi di sisi yang lain aku suka melihat dia perhatian.

  • Pelabuhan Terakhir    5. Obat Kangen

    POV Jamal"Huft. Dua bulan lima belas hari. Masih lima belas hari lagi ya, Ca.""Hem ... iya.""Kangen, Ca.""Hem ... iya.""Pengen ketemu Mimmosa.""Iya.""Dia lagi ngapain ya?""Iya.""Ca!" bentakku."Eh apa!" Caca nampak kaget kemudian tersenyum manis ke arahku."Aku lagi ngajakin ngomong ya Ca, malah kamu fokus ke laptop.""Mumpung laptop kamu nganggur, dari pada gak kepakai ya aku pakai. Eman-eman.""Ck. Ngebet amat lulus gasik, Ca. Buat apa lulus gasik kalau wisudanya mau bareng kita.""Biar irit Mal, tahu sendirilah kondisi aku sama Hasan gimana?""Iya juga sih."Aku akhirnya memilih bermain dengan ponselku. Masa PPL kami sudah mendekati hari akhir jadi lumayan sibuk bikin laporan tapi ngajarnya sudah santai. Soalnya para siswa sedang melaksanakan ujian semester gasal."Eh Ca, Hasan telepon.""Angkat aja. Mungkin penting," sahut Caca masih mengutak ati

  • Pelabuhan Terakhir    6. Perpisahan

    POV Nada"Akhirnya kita bisa lulus bareng. Makasih ya Ca. Kamu mau ikut wisuda bareng sama kita," ucap Meta."Alhamdulillah. Aku juga bersyukur bisa wisuda bareng kalian," sahut Caca."Nad, kamu nyari siapa?" tanya Meta."Owh ... Orang tuaku," alibiku."Bohong." Kompak Meta dan Caca. Ah, mereka sungguh menyebalkan sekali, tahu aja kalau aku memang lagi nyari si Crustaceae.Setelah mencari ke kanan dan ke kiri alhamdulilah orangnya nongol juga."Hai semua." Sapanya sumringah seperti biasa."Hai Jamal," sahut kami."Dih. Cakep amat nih, pake potong cepak lagi, gak kayak biasanya." Hasan mulai menggoda Jamal."Demi wisuda ya harus ganteng," sahutnya. Namun lirikan matanya tertuju padaku. Dan aku jadi malu."Cie ... cie ... lirikan matamu menarik hati, oh senyumanmu manis sekali. Sehingga membuat ...." Hasan mulai mendendangkan lagu."Nada tergoda. Hooo ... uwo ...." Astaga, baik Caca, Meta,

  • Pelabuhan Terakhir    7. Cedera Hati

    POV Jamal.Dua tahun. Sungguh waktu yang sangat lama. Tapi gak papa, demi Nada pokoknya seribu tahun pun akan kutunggu. Apalagi aku tahu dia tak ingin melangkahi kakaknya, Nida yang gagal menikah.Selama dua tahun ini aku tetap menggeluti usaha tambakku. Resto di Solo aku percayakan pada sahabatku Tomo sedangkan aku fokus mengurusi usaha tambak dan juga resto yang aku dirikan di Kudus. Sambil menjalani hari, aku memilih kuliah S2. Sengaja kuambil jurusan PAI, gak tahu kenapa pokoknya asal ambil saja. Hahaha. Yang penting Abah sama Umi berhenti nyuruhku nikah jadi kuliah adalah jalan yang aku pilih untuk menghindari desakan Abah dan Umi.Sayang desakan untuk menikah kembali lagi menghantuiku ketika seorang Kyai dari Cilacap datang. Namanya Kyai Sholeh dan istrinya Bu Nyai Nur.Entah karena alasan apa, mereka memintaku menikahi anaknya, Ning Asyifa. Jedar! Bagai tersambar halilintar, aku dipaksa Abah dan Umi untuk menerima mereka. Karena hanya aku putra yang ters

  • Pelabuhan Terakhir    8. Kosong

    POV Nada"Udah. Jangan nangis lagi.""Tapi aku sedih, Ca.""Kamu, kan, sudah memutuskan maunya seperti ini. Ya sudah yang konsisten dong.""Huwaaa ... Caca kenapa nasibku tragis benget."Aku menangis menumpahkan seluruh air mataku. Bahkan Caca sedari tadi memelukku, menenangkanku dengan berbagai kata semangat dan motivasi."Loh, kamu kenapa Nad?"Mbak Nida ternyata memasuki kamarku. Ah, kenapa tadi aku lupa menguncinya ya? Jadi bingung kan mau jawab apa?"Ini Ning, si Nada eh ... Ning Nada nonton Drakor sampai nangis kejer. Udah Caca bilangin kalau drakornya banyak adegan sedih eh ... Ning Nada gak percaya. Mewek, kan akhirnya?" Caca menunjuk laptopku yang pas lagi nayangin adegan sedih-sedih, untung aja tadi kami curhat sambil nonton drakor jadi bisa dipakai jadi alibi."Ya ampun. Makanya kuranginlah nonton drakornya.""Iya Mbak. Mbak darimana?""Ini ambil paketan dari Azzam buat kita?""Mas Azzam baw

  • Pelabuhan Terakhir    9. Hancurnya Dinding Kesedihan

    POV JamalAku tengah menekuri deretan angka-angka pada laptopku. Aku sedang mengecek jumlah pemasukan dan pengeluaran hasil tambak dan restoran yang aku miliki. Mungkin karena terlalu fokus, aku tidak menyadari kedatangan Umi. Tahu-tahu Umi sudah duduk di sampingku."Umi.""Sibuk, Mal.""Sedikit Umi." Aku menjawab dengan masih terus menyelesaikan pekerjaanku yang tinggal sedikit lagi. Setelah selesai aku langsung mematikan laptop dan menaruhnya di atas nakas."Ada apa, Um?""Kamu ndak pengen beliin apa buat seserahan?""Jamal sudah ngasih uang ke Umi, 'kan?""Sudah.""Ya sudah, terserah Umi mau dibeliin apa saja.""Mal?""Um, Jamal mohon. Jangan paksa Jamal. Nanti yang ada Jamal emosi. Bukankah Jamal sudah manut dengan keinginan kalian? Ya sudah jangan urusi Jamal lagi, Jamal itu cuma pedagang udang gak kece. Bukan Mas Jalal yang dosen, Mas Jafar yang anggota DPR, atau Mas Jamil yang PNS.""Jamal ...." Kulihat Umi s

  • Pelabuhan Terakhir    10. Bertemu Kembali

    POV Nada"Mbak tolong ini ditaruh di sana ya?" pintaku."Nggih Ning."Aku tengah membantu Caca menyiapkan acara perpisahan kelas dua belas SMA Al-Hikam. Hem ... keren ini, beneran perkembangan Al-Hikam sungguh luar biasa ditangan Mas garangku sama sahabat jutekku. Aku gak akan kaget suatu hari mereka bakalan nikah, sama-sama pintar, sama-sama garang, cuek, dan keras kepala. Orang bilang jodoh itu cerminan, nah itu aku lihat dari Mas Azzam sama Caca. Klop dah, seperti sekarang saja mereka tengah berdebat sejak satu jam yang lalu."Oke jadi kita putuskan begitu aja ya, Ca.""Baik Gus, nanti Caca langsung urus.""Ya sudah, sisanya aku yang urus sekalian aku ada urusan di luar."Mas Azzam pun pergi keluar setelah sebelumnya mengucap salam kepada kami. Aku mendekati Caca."Sudah merancang masa depannya?"Pletak."Aw! Sakit Ca," sungutku sambil mengelus-elus dahi."Lagian ngomongnya ngaco.""Habis pada senen

Bab terbaru

  • Pelabuhan Terakhir    Ekstrapart 3 (Nida - Hilman)

    Hamdan menatap istrinya dengan sorot kemarahan, sementara Saroh hanya bisa menunduk. Safina sendiri sudah gemetar ketakutan. Sementara Nida menatap ketiganya dengan ekspresi datar. Nida baru saja ada urusan. Berhubung dia melewati sebuah mall, dia memutuskan mampir karena mau membeli beberapa kebutuhan rumah tangga yang sudah habis. Tak menyangka dia bertemu dengan Saroh dan Safina. Seperti biasa Saroh akan mendesak Nida untuk menerima Safina jadi madu. Safina sendiri bertekad untuk berani jadi dia pun mengemis-ngemis kepada Nida agar menerimanya. Namun hal yang tidak diketahui Saroh adalah Hamdan ayah Hilman tidak sengaja berada di tempat yang sama dengan mereka. Hamdan baru saja berceramah di sebuah masjid yang berada dekat dengan mall. Dia yang melihat keberadaan ketiga orang yang dikasihinya, mendekat. Namun saat mendekati ketiganya, Hamdan sempat berhenti mendekat ketika mendengar kalimat Saroh yang meminta Nida menerima Safina menjadi madu. Nida yang menghadap ke arah Hamdan,

  • Pelabuhan Terakhir    Ekstra Part 2 (Nida-Hilman)

    Hilman memeluk istrinya penuh dengan sayang. Sesekali mencium kepalanya."Maafkan Umi Saroh ya?"Nida hanya diam dan lebih mengetatkan pelukannya pada sang suami. Sungguh dia merasa lelah sekali. Hasil tespeck yang lagi-lagi gagal. Omongan julit orang-orang yang selalu mempertanyakan kenapa dia belum hamil sementara Nada sudah punya sepasang putra dan putri. Ditambah rongrongan dari Saroh membuat mentalnya down. "Gimana kalau kapan-kapan kita pergi. Kemana gitu. Mau ke pantai atau muncak? Refreshing biar pikiran adem.""Gampang lah Mas, kalau Abah sama Umi atau Nada udah balik. Gak tenang aku kalau ninggalin pondok tanpa ada yang jaga.""Ya udah. Kamu ada agenda ngajar kan jam sebelas?""Iya, Mas juga kan?""Iya.""Ya udah, yuk kita siap-siap Mas."Kedua pasangan suami istri berdiri, kemudian berjalan menuju kamar untuk bersiap-siap mengajar di sekolah.Selama seharian keduanya sibuk dengan tugas di sekolah. Pun Nida. Sejak tadi dia seperti tak ada waktu untuk duduk atau makan karena

  • Pelabuhan Terakhir    EkstraPart 1 (Nida-Hilman)

    Nida melemparkan hasil tespeck yang untuk kesekian kalinya hanya menunjukkan garis satu ke dalam tong sampah yang ada di dalam kamar mandinya. Setelah itu menarik napas secara dalam dan mengembuskannya secara kasar. Dia memilih jongkok lalu menyembunyikan wajahnya diantara kedua lututnya yang tertekuk.Tangisnya muncul. Meski berusaha tegar, Nida tetaplah manusia biasa wanita biasa. Dia bisa saja terluka, dia bisa sedih dan butuh menangis. Cukup lama, Nida berada di kamar mandi. Setelah puas menumpahkan air matanya. Nida segera mencuci muka untuk menyamarkan bekas air matanya.Nida kemudian melihat ke arah kaca berukuran kecil. Begitu mata sembabnya sudah tak terlihat, Nida segera keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.Nida melirik ke dalam kamar, kemudian tatapannya tertuju pada jam dinding. Ternyata masih setengah enam, itu berarti suaminya masih berada di masjid kompleks pondok putra. Nida segera menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Kebetulan keluarga Nada sedang

  • Pelabuhan Terakhir    34. Menua Bersama (Tamat)

    POV JamalAku masih duduk di dekat sebuah pusara. Sesekali kubelai nisan yang terbuat dari kayu. Atau mengambil butiran tanah dan kutaruh lagi pada gundukan yang masih basah. Bau beberapa macam bunga yang tersebar di atas makam begitu menyengat di indera penciumanku.Pandangan mataku mencoba menelusuri sekeliling tanah perkuburan yang terlihat sejuk dan rimbun dengan beberapa pohon Kamboja maupun beringin yang terlihat gagah dan tinggi."Mas."Sebuah usapan pada bahu kananku menyadarkanku pada sosok wanita yang sudah sepuluh tahun ini menemaniku dalam suka dan duka. "Sudah mulai sore. Ayok pulang. Kasihan juga Umi."Aku melirik ke arah Umi yang kini sedang menyandarkan kepalanya di atas bahu Mas Jalal. Terlihat sekali kesedihan di mata Umi. Meski Umi terlihat tidak menangis lagi, tapi aku tahu Umi adalah orang yang paling terpukul dengan kematian Abah.Aku bangkit lalu menuju ke arah Umi. Kuusap lembut kedua tangannya. "Kita pulang yuk Umi. Kasihan Abah. Kita harus ikhlas."Umi hany

  • Pelabuhan Terakhir    33. Memaknai Perjuangan

    POV NadaAku masih bergelung malas di atas kasur. Setelah sholat subuh harusnya gak tidur lagi, tapi beneran deh ngantuk. Capek juga. Sebuah kecupan hangat mampir di keningku. Aku tersenyum pada sosok pria berkulit eksotis dengan senyum sangat menawan."Capek?" tanyanya."Iya.""Mau jalan-jalan lagi gak?"Aku menggeleng. "Capek, mager juga.""Mau makan?"Aku menggeleng. "Kan tadi habis makan roti, masih kenyang.""Hehehe. Ya udah."Jamal ikut rebahan dan memelukku. Namun, kedua tangan dan bibirnya seperti biasa tidak suka nganggur. Suka sekali bikin tubuhku merinding disko."Mas! Aku udah mandi dua kali loh sepagi ini," rengekku. Semenjak menikah, aku menambahkan embel-embel 'mas' saat menyebut nama Jamal."Ya nanti mandi lagi. Mandi bareng sama aku," ucapnya genit."Mas! Astaga!"Akhirnya aku hanya bisa pasrah akan kelakuan suamiku. Ya sudahlah, toh kewajibanku juga sebagai istri.Selesai mandi untuk ketiga kalinya, aku dan Jamal segera melaksanakan sholat dhuhur kemudian kami seger

  • Pelabuhan Terakhir    32. Sah Sah Sah

    POV Jamal Senyum tak pernah lepas dari bibirku. Pokoknya kalau ada sutradara yang lagi nyari orang buat casting produk pasta gigi dijamin aku bakalan langsung tanda tangan kontrak. Lah, senyumku kan menawan. Wajahku rupawan lagi. Sesekali kulirik istri cantikku yang pukul sembilan tadi kuucapkan janji sehidup semati di hadapan abahnya, para tamu dan paling penting di hadapan Allah. Senyum pun tak pernah lepas dari bibirnya. Lalu kutolehkan pandanganku pada pelaminan di sisi kanan, terlihat pasangan pengantin lain pun tersenyum semringah. Hari ini, sedang terselenggara pernikahan dengan dua pasangan pengantin. Siapa lagi pengantinnya kalau bukan antara aku dan Nada. Dan di sebelah kanan kami, berdiri pasangan Mbak Nida dan Mas Hilman. Karena mereka udah jadi kakak iparku ya kupanggil dong dengan sebutan mas dan mbak. Aku bersyukur perjuanganku untuk mendapatkan Nada berhasil. Sempat down kemarin-kemarin. Sempat mutung (ngambek) juga. Untung ada Mas Singa Garang sama Si Jutek Caca ya

  • Pelabuhan Terakhir    31. Jangan Pergi

    Begitu menginjakkan kaki di halaman rumah Jamal, aku tertegun. Tampak sosok Jamal yang berada di teras rumah. Di belakangnya ada Kamal dan sosok remaja lelaki yang begitu asing. Ketiganya kaget melihatku. Tapi aku justru senang. Itu artinya Jamal gak jadi pergi ke Mesir. Namun kesenanganku hilang saat melihat koper besar yang berada di tangan Jamal. Aku panik. Jangan-jangan Jamal beneran mau pergi ke Mesir."Jamal." Aku langsung menghampiri Jamal."Kamu mau ke Mesir?""Iya. Mau pindah ke sana, nyari cewek sana. Kan cantik-cantik." Suara Jamal terdengar ketus."Jamal. Aku minta maaf. Jangan pergi!""Buat apa di sini, cewek yang aku perjuangin gak mau nerima aku. Dia pasti malu. Aku kan gak tinggi-tinggi amat, kulitku eksotik, cuma penjual udang. Kalah sama cowok-cowok diluaran sana."Jamal menarik kopernya, dia berjalan melewatiku. Tentu saja aku mengekori langkahnya."Mal." Aku menekan pintu bagasi yang baru saja dia buka. Mataku menatapnya sendu."Mal, jangan pergi.""Minggir, Nad.

  • Pelabuhan Terakhir    30. Fakta

    Aku hanya bisa tertunduk. Semua orang sedang menatapku dengan pandangan beraneka macam. Ada yang terlihat prihatin, sedih, kesal bahkan marah. "Sekarang maunya Ning apa? Minta Jamal menikahi Hana? Percuma Ning. Jamal udah pergi. Tadi malam dia minta ijin sama Abah, katanya mau ke Mesir aja. Katanya dia mau mengobati luka hati sambil usaha nyari istri, orang sana. Jamal bilang, siapa tahu di sana ada yang cinta sama dia. Menerima dia apa adanya. Ckckck. Jangankan di Mesir, orang di Indonesia saja ditolak mulu." Gus Jalal salah satu kakak Jamal bicara dengan nada biasa. Bahkan suaranya terdengar lembut. Sayang, bagiku ini seperti sindirian telak untukku. Abah dan uminya Jamal sendiri hanya diam. Tak ada satu pun kata terucap dari bibir keduanya. Tapi dari tatapan matanya, aku tahu. Mereka berdua begitu kecewa padaku."Maaf." Akhirnya hanya itu saja kata yang bisa keluar dari mulutku.Aku melirik ke arah Mas Azzam. Sayang, Mas Azzam sejak tadi tak bersuara. Dia hanya diam. Namun, tatap

  • Pelabuhan Terakhir    29. Kusut

    POV NadaAku sedang merenung di salah satu kamar yang ada di pondok putri. Banyak hal yang sedang aku pikirkan. Salah satunya, percakapanku dengan Hana dan ibunya waktu itu.Flashback."Ning Nada kan?" Seorang wanita paruh baya menghampiriku yang baru saja selesai melaksanakan sholat duha."Iya, siapa?""Herlin. Mamahnya Hana.""Oh."Kami bersalaman. Bu Herlin tersenyum ramah padaku dan tentu kubalas senyumnya walau aku sedikit merasa kikuk."Boleh kita bicara?""Mau bicara apa, Bu?""Tentang Hana. Ayok ikut saya."Mau tak mau aku mengikuti langkah Bu Herlin menuju kamar Hana. Sampai di sana, aku kaget menemukan Hana yang kondisinya menyedihkan. Aku ingat, Mas Gino bilang jika Hana tak bisa berjalan lagi. Dia lumpuh. Ya Allah, kasihan sekali dia."Nada." Hana memanggilku dengan suara parau. Tangannya terulur padaku, dia menangis.Aku merasa tak tega melihat keadaannya, hingga kuputuskan

DMCA.com Protection Status