Bab 20.Dara berjalan lesu menapaki gang untuk sampai di rumah. Sesekali ia pejamkan mata sejenak dan mengusap matanya untuk menghalau rasa hangat di matanya, agar sisa sembab tak begitu kentara.Di depan rumah, ia melihat Om Herman sedang duduk di depan pintu seperti sedang menunggunya.Dara langsung mendekat, dan Herman juga melihatnya. Lelaki itu keluar dari rumah dan mendekat kada motor yang diparkir di depan rumah semi permanen itu."Ikut, Om!" ujar Herman tanpa peduli pada ekspresi bingung Dara."Ke mana?" tanya Dara masih tak mengerti."Jangan ke kantor polisi, Om, please!" pinta Dara mengiba. Baru saja ia dengar kalimat dari Rayyan yang ikut melukai hatinya. Lelaki itu akan menolongnya melaporkan Yasmin ke polisi. Namun, keputusan Dara sudah bulat, ia tak ingin ada banyak hati yang terluka lagi. Ada Rayyan, Fahira dan suami Yasmin. Dara sungguh tak sanggup jika itu terjadi.Herman menarik tangan Dara dan menuntunnya untuk segera naik ke atas motor. Sementara nenek dan kakek h
Bab 21.Gone.Semua yang tersisa terpaksa harus pergi karena perbedaan. Semua yang ia perkirakan terjadi begitu saja seperti sebelumnya, bahwa ia tak layak untuk jatuh cinta pada sembarang hati, Dara harus tahu diri.Pukul dua belas malam, Dara masih belum bisa terpejam karena pikirannya masih tertinggal pada setiap kejadian yang menimpanya. Pikiran gadis itu tetap serabut, meski berkali ia mencoba untuk memejamkan mata dan melupakan semuanya. Berkali-kali ia coba untuk istirahatkan pikirannya."Aku harap kamu menyerah, Tuan Dokter!" gumam Dara seorang diri. Di kamar yang gelap itu, ia merintih perih atas cinta yang ia inginkan tetap berjalan, tapi tak bisa.Dara seolah dipaksa berhenti atas hak mencintai dan dicintai yang seharusnya bisa dirasakan setiap manusia.Gadis itu akan mencoba untuk bangkit dan menata hatinya kembali. Ia berharap Rayyan akan melupakannya, karena ia bukan gadis istimewa untuk diperjuangkan. Rasa rendah diri yang kerap kali menyelimuti pikiran Dara itu terlal
Pertemuan demi pertemuan terjadi seolah memang Tuhan sedang merencanakan peluang, menciptakan alasan Dara dan Rayyan bertemu. Setelah tak sengaja bertukar nomor ponsel, Dara hanya bertanya tentang keberadaan anak itu, tidak lebih. Hal itu membuat Rayyan juga segan jika ingin menanyakan kabar gadis itu lewat telepon.Malam ….Udah tidur?Gimana kabar nenek?Boleh ngobrol sebentar?Pesan-pesan yang sempat terketik, lalu dihapus kembali oleh Rayyan. Canggung dan terasa klise, bersatu menjadi dua rasa yang tak memberi peluang untuk lebih dekat.Hingga di lain kesempatan, Rayyan mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Dara. Semakin ia cari tahu, semakin banyak hal yang tak ia ketahui. Lelaki itu tak berani mengikuti, tapi kini ia tahu tempat Dara bekerja.Sore itu, pengunjung di cafe sedang ramai. Alunan lagu western menghibur para pengunjung melepas penat di meja-meja. Rayyan berdiri di depan pintu, langkahnya terayun pelan untuk masuk ke dalam. Ia datang bersama seorang teman yang juga
ADARABab 23."Bagaimana kabarmu?" tanya Damar menatap wajah sendu yang duduk di depannya.Hari ini Dara kembali bekerja seperti biasanya. Berdiam diri dan merenungi nasib buruk, tak akan membuatnya kenyang. Gadis itu dengan sisa ketegarannya harus melangkah memainkan peran dalam kehidupannya.Damar mencoba menemui Dara setelah ia mengobrol banyak hal dengan Rayyan. Gadis itu bahkan sempat tercekat di depan pintu saat akan keluar pulang dari tempatnya bekerja. Dara tak menyangka bahwa kali ini ayah dari Rayyan akan menemuinya.Yasmin sudah pernah menemuinya, Fahira juga, Rayyan bahkan sering datang meski kadang hanya diam-diam mengamati, atau pura-pura datang sebagai pelanggan, yang berakhir tak diacuhkan oleh Dara. Kini Damar yang datang, entah besok siapa lagi."Seperti biasa, Pak! Kuat atau tidak, saya tetap harus berjalan untuk hidup saya." Dara tersenyum perih.Sementara Damar hanya mengangguk, dari nada gadis itu bicara, ia bisa mengerti bahwa Dara belum baik-baik saja. Hanya k
ADARABab 24.Seorang lelaki membukakan pintu mobil, sedikit membungkuk seraya menunggu sang majikan keluar dari mobil mewahnya. Minggu pagi, Yasmin menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah pribadi Rayyan. Sudah empat hari putra sulungnya itu tak pulang ke rumah. Rayyan merasa masih marah dan kecewa atas perlakuan Yasmin terhadap Dara.Sebab itu, ia mencoba untuk menghindari sang mama untuk sementara waktu, hingga rasa kecewa itu perlahan terkikis dari hatinya.Yasmin berjalan lurus ke depan, hingga terdengar suara sepatu haknya yang berirama. Saat wanita itu tiba di depan itu, jari lentiknya mencoba menekan beberapa angka untuk membuka pintu.Yasmin menggeleng, karena beberapa kali ia masukkan angka, pintu itu tetap tak terbuka. Padahal ia masih ingat dan yakin telah menekan password dengan benar.Wanita itu menggeram kesal, bisa-bisanya Rayyan mengubah password di pintu tanpa sepengetahuannya. Dengan hati yang kesal, ia lalu menekan bel di pintu agar Rayyan sadar bahwa di luar i
ADARABab 25."Kamu ingkar janji, Mas …," ucap Liana menatap lurus pada Damar yang kini membalas tatapan Liana dengan lekat. Damar menatap lama pada Liana, memastikan sesuatu dari perempuan itu."Tolong … tolong aku, Mas!" Tiba-tiba Liana berteriak histeris, hingga orangtua dan abangnya datang mendekat.Liana melempar pensil dan buku yang ada di dekatnya, ia tarik sprei yang tadi rapi dari tempat tidurnya. Perempuan itu mencengkeram kuat-kuat kasur yang menjadi tempat duduknya, lalu kakinya menendang-nendang bagian kasur. Liana menangis hingga membuat hati siapa saja menyayat.Tindakan yang dilakukan Liana seolah ia sedang terjebak di kejadian hari itu. Saat ia dengan sekuat tenaga melawan lelaki yang menodainya dengan kejam. Perempuan itu melawan semampunya, tapi tak ada yang bisa ia pertahankan.Nenek dan kakek Dara mendekat dan mencoba menenangkan anaknya. Ia belai rambut panjangnya dengan lembut seraya mengucapkan kalimat-kalimat istighfar agar dirinya dan Liana sedikit tenang.D
AdaraBab 26.Pagi itu, Damar kembali ke kampung Liana, sebuah desa di pesisir Selatan Jawa, setelah tiga bulan mengurus pekerjaannya di kota Jakarta. Bibirnya melengkung senyum, diiringi degup jantung tak berirama. Damar mersakan rindu yang begitu menyeruak, menanti pertemuan kembali dengan Liana. Rindu yang sebelumnya benar-benar terpangkas jarak dan tak ada komunikasi, karena saat itu Liana tidak memiliki ponsel. Hanya janji yang Liana percaya, bahwa lelaki itu akan kembali untuknya. Mereka telah sama-sama berjanji untuk menjaga hati.Hanya beberapa kali Damar menerima surat dari Liana. Surat yang sedikit mengobati kerinduanni. Mengetahui Liana baik-baik saja, cukup menenangkan dirinya dan bersemangat untuk menyelesaikan proyek di Jakarta.Di sana, Damar memberitahu ayahnya tentang rencana merekrut siswa pedalaman untuk mendaftarkan beasiswa dari perusahaan sang ayah. Juga memberitahu tentang perasaannya, dan gadis yang telah mencuri hatinya. Damar meminta restu sang ayah.Sang a
Adara Bab 27.Dara duduk di kursi panjang rumah sakit. Di depan laboratorium, gadis itu menenggelamkan kepalanya di kedua lutut seraya menunduk dalam posisi duduk. Dara menangis, ia tak bisa menghentikan isak tangisnya setelah membaca hasil tes DNA antara ia dan Damar.Hasil tes menunjukkan bahwa mereka bukan anak dan ayah secara biologis. Sembilan puluh sembilan persen DNA keduanya tak cocok.Dara hanya merasa sedikit putus asa dalam menemukan pelakunya. Sejak awal Damar menceritakan hubungannya dengan Liana, Dara bisa melihat kejujuran di matanya. Hanya saja ia terlalu krisis kepercayaan, hingga ia harus tetap waspada dan bergerak hati-hati."Hari Jumat saja, bagaimana?" tanya Rayyan pada Dara, setelah mendapat persetujuan dari sang papa untuk melakukan tes DNA."Hari Jumat saya visit pasien di rumah sakit umum pagi-pagi, dan segera jemput kalian di sini." Rayyan menjelaskan alasannya.Sejenak Dara menatapnya, mencoba memikirkan bagaimana baiknya. Sementara Damar mengangguk setuju
Bab 41“Apa kabar, Liana?” tanya Damar sesaat setelah ia duduk bersama mereka.Liana yang ditanya seperti itu malah diam. Perempuan itu diam cukup lama dengan wajah masih menatap cinta masa lalunya. Menatap lelaki itu dalam-dalam seolah sadar bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya.Lalu, meneteslah air mata di pipinya. Ia tak berkedip, seolah membiarkan air matanya mengalir begitu saja hingga berkumpul di ujung dagunya yang indah itu.Dara dan Rayyan saling menatap. Entahlah, satu sisi mereka merasa bersalah karena telah mempertemukan dua orang yang saling mencintai tapi tak bisa saling memiliki.Itu menyiksa!Namun, dibiarkan tetap jaga jarak dengan pertanyaan yang belum selesai di masa lalu, itu juga lebih menyiksa.Keduanya hanya berharap bahwa orangtua mereka bisa lebih bijaksana layaknya orang dewasa. Ia berharap mereka bisa move on dengan cintanya.Takdir. Ya, ini tentang takdir yang tak membiarkan mereka bersama.Ditatap seperti itu pun, Damar hanya bisa sekuat tenaga meredam
Bab 40Mereka sedang memesan makanan, Liana ikut saja pada Dara terserah mau pesan apa, yang penting bisa dimakan untuk perbaikan gizinya.Lalu, suara Liana mengalihkan pandangan Dara dan Rayyan yang tengah sibuk memilih menu.“Mas Damar …?” lirih Liana sambil menatap lelaki yang berjalan ke arahnya.Damar tersenyum perih melihat cinta masa lalunya yang menatapnya dengan masih penuh cinta seperti waktu dulu. Masih tampak binar itu di matanya.Wajahnya masih sebersih dulu. Matanya, hidungnya. Hanya pipinya terlihat lebih kurus dari yang dulu. Ah, Damar bahkan masih bisa membayangkan indahnya rambut lurus Liana meski saat ini ia sudah memakai jilbab.Dara dan Rayyan juga tersenyum menyambut lelaki itu.“Silakan, duduk, Pa!” kata Rayyan.Selama ini Damar selalu bertanya tentang keadaan Liana pada Ray, karena tak ingin menemuinya secara langsung. Ia tak ingin membuat suasana lebih rumit akan kehadirannya.Namun, hatiny selalu ingin tahu kabarnya.“Gimana keadaan ibunya Dara?” tanyanya wak
Bab 39.Rayyan dan Dara semakin sering bertemu karena pengobatan Liana. Seperti hari ini, mereka kembali lagi ke rumah sakit untuk membawa Liana berobat jalan.Dokter bilang agar Liana sebaiknya jangan putus obat dulu meskipun sudah terlihat tenang. Karena yang namanya penyakit bisa saja kambuh lagi kapan saja, seperti penyakit fisik lainnya.Antara merasa sedih atau senang karena Dara dan Rayyan sering bertemu. Saling melepas rindu dalam diam, tapi di lain kesempatan mereka juga saling bersiap-siap untuk berpisah.Rayyan seringkali mengirimkan pesan untuk Dara, hanya sekadar menanyakan kabar ibunya. Meskipun sebenarnya bukan hanya itu yang ingin ditanyakan. Namun, keduanya paham dan saling menjaga batasan. Batasan untuk semakin mencintai satu sama lain.Dara bahkan sering menolak saat Rayyan minta mengantar ke rumah sakit. Sadar diri, bahwa semakin hari ia semakin jatuh dalam rasa cinta dan pesona seorang Rayyan. Jatuh cinta lagi pada kebaikan dan ketulusan Ray.Sementara Rayyan, te
Bab 38“Maunya kamu apa, Ray?” tanya Yasmin saat mereka hampir selesai sarapan pagi.Ray menautkan alis sejenak, terlihat bingung.“Maksudnya apa, Ma?” Rayyan balik bertanya.“Kamu apakan Sandra sampai dia nangis?” Rayyan tersenyum miris dan sinis. Yasmin yang melihat itu, merasa putranya sudah sama seperti Dara saja. Yasmin masih selalu terbayang tawa sumbang dan senyum sinis gadis itu.Sangat memuakkan baginya. Gadis miskin yang sombong!“Sandra ngadu ke mama?” tanya Rayyan.“Kebetulan mama ketemu dia lagi nangis,”“Berarti mama udah tau dong jawabannya.”Damar yang saat itu juga sedang berada di meja makan, menatap Rayyan agar tak membuat keributan dengan mamanya pagi-pagi seperti ini.Rayyan paham. Yang ia tak habis pikir adalah kenapa Sandra terkesan malah menjadi-jadi. Ini ulah mama, atau memang Sandra yang terlalu menginginkan pernikahan itu.Padahal terang-terangan Sandra tahu bahwa Ray tak bisa mencintainya.Itu bukan seperti Sandra yang dia kenal.“Aku mulai risih sama dia,
Bab 37“Gimana kabar ibumu, Dara?” tanya Damar saat Dara mengajaknya bertemu di suatu tempat.Mereka duduk di dekat taman yang jauh dari pusat kota, agar tak tertangkap oleh mata-mata Yasmin.“Alhamdulillah, Pak. Jauh lebih baik,” jawab Dara.Damar mengangguk-anggukan kepala, bahagia mendengar kabar Liana. Mendengar namanya saja disebutkan, seolah kembali menggetarkan cinta lamanya.Namun, Damar berusaha untuk tetap pada komitmen yang telah dibangunnya bersama Yasmin. Ia bukan lagi anak muda yang masih mengedepankan ego. Ini tentang harga diri, janji dan tanggung jawab.Dara mengamati raut wajah lelaki paruh baya di depannya. Ia mengerti betapa cinta itu masih menyala dalam binar mata itu. Namun, kembali ke konsep semesta, bahwa adakalanya pertemuan bukan untuk penyatuan, tapi untuk sekadar berkenalan dengan rasa, jatuh cinta, lalu rindu, dan kemudian terpisahkan oleh banyak sebab.Dara jadi sedikit meringis mengingat perasaannya untuk Rayyan. Mungkin akan berakhir seperti itu juga.
Bab 36“Kondisi Liana makin membaik, tapi saya lihat dia masih suka nangis kadang-kadang, mungkin mengingat kejadian yang menimpanya di masa lalu,” kata Dokter saat Dara dan Rayyan menemuinya sore ini.“Kalau memang tidak memungkinkan untuk ditanyai tentang itu, jangan ditanya, jangan diungkit, karena itu bisa menyebabkan mentalnya down lagi.”“Apalagi bertanya tentang pelaku, sebaiknya jangan dulu, tunggu keadaannya benar-benar pilih,” tambah dokter paruh baya itu.Dara mengangguk mengerti. Memang kebenciannya untuk pelaku sangat memuncak sejak dulu. Ia ingin sekali ibunya membuka mulut tentang siapa pelakunya, dan Dara akan memberikan hukuman untuknya.Hanya Liana sebagai korban yang tahu siapa pelakunya, sementara orang lain, orang di desa mereka dulu, tidak ada yang tahu.Herman sudah mencari tahu itu, ia pernah mengumpulkan warga desa dan bertanya satu persatu. Juga mencari tahu dengan cara lain, takut jika warga ada yang berbohong.Namun, sepertinya mereka jujur, karena rata-rat
Bab 35Rayyan kembali pulang ke rumah orangtuanya atas saran sang papa. Ia juga tak mau jika mamanya makin curiga dengan apa yang ia lakukan di luar sana. Ray sadar bahwa selama ini tinggal di rumah sendiri, ia kerap diawasi oleh seseorang. Beruntung papanya sigap lebih jeli dari mama, hingga ia bisa mengelabui.“Pa, aku gak cinta sama Sandra. Ya, hubungan kami memang baik. Dia gadis yang baik, cerdas, dan attitudenya bagus. Kuakui! Tapi itu semua gak bisa memaksa harus cinta, kan, Pa?”Rayyan mengeluh pada papanya saat Yasmin bilang bahwa malam ini ia mengajak Sandra untuk makan malam di rumah. Ray tak tahu apa rencana mamanya itu.Padahal hubungan ia dan mama pun masih tampak dingin, tapi Yasmin malah mengundang Sandra makan malam seolah memang ada rencana lain.“Papa paham, Ray! Sebagai lelaki papa paham,” kata Damar.Rayyan sejenak menarik napas dalam. Cukup berat baginya memberi keyakinan pada mama bahwa ia tak bisa menerima perjodohan dengan Sandra.“Santai, Ray!” kata papanya.
ADARABab 34.Kondisi Liana semakin membaik, meskipun sesekali wanita itu masih tampak murung dan melamun, tapi setidaknya perkembangan mentalnya sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Lebih tenang.Liana ikut kegiatan olahraga, sebagai salah satu aktivitas terapi untuk pasien gangguan jiwa. Karena dengan olahraga, tubuh mereka tentu akan lebih sehat dan pikiran menjadi lebih baik.Liana juga diarahkan ikut kegiatan membuat kerajinan tangan, yang diarahkan oleh perawat di rumah sakit itu. Terapi ini dimaksudkan agar saat pasien jiwa kembali normal dan hidup sebagai manusia normal, setidaknya meminimalkan sematan mantan pasien gangguan jiwa pada mereka.Artinya jika mereka dulunya memang berbakat, mereka akan dikenal dengan bakatnya, bukan hanya sekadar sematan gangguan jiwanya.Ada banyak yang mengalami penyakit seperti Liana di sana. Berbagai macam penyebabnya, ada yang memang persis seperti kasus Liana, ada juga yang karena perpisahan orangtua, dan ada juga kasus ditinggalkan s
ADARABab 33.Ingatan Liana perlahan mengingat-ingat tentang namanya sendiri. Si al nya hanya kenangan buruk yang bisa ia ingat dari nama Liana. Kepalanya terasa sakit, hingga berkali-kali ia memukul kepala dan menjambak rambutnya.Ia bahkan mengacak-acak barang di kamar saking kacaunya.Liana hamil.Liana gi la.Liana di p e r k o s a.Ingatan-ingatan yang membuat kepalanya terasa begitu berdentam, ingin sekali ia masuk dan mencabut semua pikiran buruk itu, tapi tak bisa ia lakukan. Liana belum bisa mengontrol dan menenangkan diri sendiri.Meskipun sedikit kualahan, tapi perawat dan dokter profesional itu tetap merawat dengan baik. Menenangkan dan memberinya obat-obatan. Bahkan memandikannya sehari sekali agar Liana tetap bersih dan wangi.Entah karena uang yang berperan, atau pada sumpah tugas, atau memang hati mereka yang baik. Liana mendapatkan dokter dan perawat yang sabar.Sore itu perwat kembali membuka pintu kamar Liana, ia tetap menyapa dengan menyebut nama itu, juga menamba