“Mama, baik-baik saja 'kan?" tanya Naili ketika sedang berada di meja makan. Memang kondisiku lagi kurang sehat akibat begadang semalaman dan bermain dengan Henz subuh tadi.
"Enggak apa-apa kok Naili, Mama cuma tidak bisa tidur semalaman. Insomnia." Sahutku sembari menyiapkan roti yang sudah kupanggang tadi diatas meja. dia hanya ber'o' pendek.Aku pun duduk di seberangnya. Kepala ini terasa pusing dan sesekali aku menguap, karena kantuk yang tidak tertahankan. Bagaimana tidak! Aku tidak tidur semalaman plus Bocah yang sok-sokan ingin menggauliku. Tepat seperti dugaanku, dia hanya bertahan sepuluh menit saja. memang tenaganya sangat menggebu. Sama sekali tidak berpengalaman, tidak bisa memahami pasangannya sekali. hanya birahi sesaat yang menggebu setelah itu lemas, ketika Henz itu tertidur, diam-diam aku keluar dari kamarnya.Oh, iya bagaimana dengan Anna wanita yang bersama dengan Antonio semalam? Apakah dia sudah pulang? Atau masih tidur dengan Antonio. Mungkin sekarangSetelah kurang lebih tiga puluh menit aku bergumul dengan Gelmar, Aku terkesiap tatkala teringat kalau ada janji dengan Naili untuk mengajarinya berdandan. Aku pun buru-buru menghentikan kegiatan Gelmar. "Gelmar, berhenti dulu." "Emangnya mau kemana sih Madam? Kita kan belum selesai." Desahnya agak sedikit kecewa, sambil masih menyodokku dari belakang. "Maaf banget pak, aku harus pulang, aku ada janji dengan anakku." Tuturku yang sembari menegakkan badan. Dia berhenti menyodok dan mendiamkan batangnya yang masih mengeras itu di dalam liangku untuk beberapa saat. Lalu, secara perlahan dia menariknya sampai terdengar bunyi. Begitu aku sudah melepaskan diri darinya, dengan tergesa-gesa aku membenahi pakaian formalku yang berantakan, tidak lupa merapikan hijabku. Terlihat Gelmar memandangku kecewa sembari masih mengurut-urut batangnya yang kepalanya mengkilap karena cairan cinta kami berdua. "Lain kali lagi ya Maaf saya harus segera pulang
Jam menunjukan pukul sepuluh malam, tapi Naili tidak kunjung keluar dari kamarnya. Sudah beberapa kali aku membujuknya untuk keluar, walau hanya sekedar makan malam. tetapi dia tidak bergeming, Memang sudah menjadi wataknya yang enggak bisa di ganggu gugat."Ah, sepertinya aku harus bertemu dengan Antonio. Semoga dia sudah kembali ke rumah." Gumamku.Aku meninggalkan kamar itu dengan tatapan yang masih tertuju kepada pintu. berharap pintu terbuka dan Naili keluar dari sana. Namun, itu sia-sia saja.Aku menghela nafas. kupandang nasi goreng kesukaannya yang sudah aku siapkan di atas meja. biasanya kalau sudah mencium bau-bau nasi goreng, dia langsng keluar dan menyantapnya dengan lahap. Aku pun menutupnya dengan tudung, supaya kalau nanti malam-malam dia kelaparan, dia bisa langsung memakannya.Tidak ada pilihan lain selain menunggu kepulangan Antonio. Malam sudah larut, Pria bertubuh tegap itu tidak kunjung pulang. Di ruang tamu, aku berjalan mondar-mandir, sambi
"Selamat Pagi Sayang." Sapaku kepada Naili yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Ada yang berbeda dari seri wajahnya. Terlihat pucat dan dengan bekas hitam di sekitar matanya. Sepertinya dia menangis semalaman dan tidak makan. Nasi goreng semalam sama sekali tidak dia sentuh."Naili Sayang kamu mau kemana? Ayo sarapan dulu." Pintaku. Tetapi gadis muda itu tidak menggubrisku, malah dia terus berjalan menuju pintu utama. Aku sangat khawatir dengan kondisinya seperti ini."Naili, Mama enggak larang kamu untuk bergaul dengan Om Antonio." Tukasku sambil berdiri. dia menghentikan langkahnya. Aku pun beranjak mendekatinya. kugenggam erat tangannya dan memandang wajahnya dengan sorot mata keibuan."Om Antonio memang orang baik, Maafkan Mama udah salah menilainya." Imbuhku mengagungkan Antonio. Setidaknya dengan begitu Naili bisa sedikit membuka pintu maafnya kepadaku. Sekilas Naili melihatku dengn sorot matanya yang sayu, tiba-tiba dia memegang kepalanya dan badann
Keesokan harinya,Hari ini Naili diizinkan untuk pulang, Meski sebenernya kondisinya belum terlalu sehat. Dia masih diharuskan untuk banyak istirahat. Tetapi sepertinya lambat laun dia akan segera pulih seperti sedia kala.Antonio,Pria itu yang menjadi alasan Naili untuk sembuh. Tindakanku tempo hari yang memisahkah mereka sungguh berdampak pada psikologis gadis itu , sehingga secara tidak langsung membuat kondisinya menjadi drop. Tetapi, ketika aku menghadirkan Antonio di sisinya, dia seolah menemukan gairah hidupnya kembali, yang juga berdampak dengan kesehatannya.Menuju Parkiran Rumah sakit, terlihat Antonio berjalan berdampingan Naili di depan, sementara aku mengikuti mereka. Gadis itu gelendotan di lengan Antonio yang kekar. Selain itu, juga postur Antonio yang tinggi, sehingga Naili merasa di lindungi. Sesuatu hal yang jarang atau bahkan tidak pernah aku lihat dari sosok tomboy Naili selama ini. Dia yang tomboy mendadak menjadi sangat manja dan feminim.
"Madam!" Bibik menepuk pundakku dari belakang. Aku yang sedang melihat kepergian Antonio dan Naili, sontak terkaget."Haduh Bibik ngagetin aja sih.""Hehehe... maaf Madam. Lagian Madam ngelihatinnya sampai segitunya." Dia malah terkekeh. Aku hanya menghela nafas."Kayaknya Naili suka deh sama Pak Antonio." Selorohnya. Aku pun melirik tajam ke arah Bibik."Maksudnya Bi?""Iya, Naili memendam perasaan kepada Pak Antonio. Sudah kebaca dari gelagatnya." Tukasnya."Ah, Mungkin perasaaan bibik saja. Lagian, Naili 'kan masih kecil Bu, enggak mungkin dia suka sama orang yang sudah dewasa seperti Antonio." Elakku. Aku masih yakin kalau Naili hanya menganggap Antonio sebagai sosok Pria dewasa yang bisa melindungi, tidak lebih."Cinta tidak memandang usia Madam. Naili itu tidak kecil lagi, dia sudah beranjak dewasa. Sudah sepantasnya dia merasakan ketertarikan dengan lawan jenis. Dan itu yang dia rasakan terhadap Pak Antonio." Ujarnya keukeuh. Bagi saya, Bibi
"Naili! Siapa yang suruh kamu pergi ke club! Itu bukan tempatmu Naili. kamu belum cukup umur! Banyak pengaruh buruk di sana!""Kenapa sih Ma? Naili penasaran saja pengen pergi ke sana. Lagian Naili enggak macam-macam kok. 'kan ada Om Antonio.""Tapi kamu enggak seharusnya ke sana Sayang! Apalagi kamu lagi sakit! Nanti kalau kamu kenapa-napa gimana?" ujarku dengan suara meninggi tapi netraku berkaca-kaca."Bodoh ah. Naili ngantuk mau tidur." dia berbalik arah menuju kamar. Sama sekali tidak memperdulikanku."Naili! Mama belum selesai bicara!" bentakku ketika dia membuka pintu kamarnya lalu membantingnya dengan sangat keras.Aku tertegun sejenak. Naili yang semula patuh denganku, Kenapa bisa menjadi pembangkang seperti ini? Apa yang sebenernya terjadi?Antonio, akar dari semua masalah ini! aku harus meminta penjelasan darinya!Walaubagaimanapun, aku tidak mau anakku hancur. Masa depannya masih sangat panjang!Dengan tersungut-sungut aku berjalan
Tidak ada perbincangan menarik pagi itu, Meja makan yang biasanya selalu hangat dengan perbincanganku dan Naili pun sudah tidak terdengar lagi. Hanya suara sendok dan garpu yang beradu di piring di meja makan.Naili sudah sehat seperti sedia kala. Sepertinya masih marah karena aku menegurnya. Sementara aku masih kepikiran dengan kejadian gila semalam. Sampai detik ini aku tidak menyangka jika aku bisa berbuat demikian. Mungkin libido yang semakin hari semakin mencuat.Terlebih celana dalamku sampai ketinggalan di sana. Aku masih ingat dalaman berwarna putih berenda itu. Pasti celana dalam itu di tangannya sekarang. Mungkin dia sedang bertanya-tanya tentang siapa pemilik dari dalaman itu?Cepat atau lambat dia akan mengetahui kalau itu milikku. Di rumah ini, hanya ada tiga Perempuan. Aku, Bibik dan Naili. Kalau dari ukurannya pasti dia bisa menebak itu punya siapa.Sedikit terselip rasa gelisah di dalam hatiku. Alangkah malunya aku kalau sampai dia tahu itu dalama
Bibik dan Bapak penjual sayur tadi sedang bercinta di dapur! Astaga!Aku terpaku saat melihat Bibik yang sedang memegangi tempat cuci piring sambil nungging sementara Bapak Penjual Sayur itu menghajarnya dari belakang. Bibik hanya menggunakan baju yang sudah di angkat sampai atas sehingga terlihat kedua payudaranya yang bergelantungan bebas. Rok dan celana dalamnya berceceran di lantai. Bapak Penjual Sayur hanya menurunkan celananya saja.Desahan kenikmatan saling bersahutan seiring dengan hantaman paha hitam bapak itu ke bokong semok Bibik. Setiap hantamannya membuat Bibik memekik keenakan. Ya Jelas lah, apalagi barang milik Bapak itu besar, tentu Bibik sangat menikmatinya.Menurut pengamatanku, Bapak Penjual Sayur itu sepertinya memiliki keturunan Arab. Hal itu terlihat jelas dari postur tubuhnya yang tinggi besar, berkulit agak hitam, serta ditumbuhi banyak bulu. Mungkin saja dia keturunan asli atau blasteran dengan orang indo. Tetapi apapun itu, aku cukup terkesim
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot."Kok bengong?"Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini."Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri."Silakan duduk." Pintanya.Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku."Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Hari ini aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk menjahit. Saking banyaknya permintaan, sehingga bahan-bahan itu ludes dengan sendirinya.Aku membelinya dengan terburu-buru. Tidak mau meninggalkan Naili lama-lama. Intinya setelah membeli bahan-bahan itu, aku akan segera pulang dan tidak mampir-mampir lagi.Setelah membeli bahan-bahannya, aku segera ke halte untuk menunggu angkutan. Saat sedang asik menunggu, pandanganku tertuju kepada sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Dari kacanya yang terbuka, terlihat Pria tampan yang kutemui dirumah sakit itu sedang memandangiku di balik kacamatanya yang hitam.Aku memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihatnya. Pria di seberang sana malah tersenyum melihatku yang salah tingkah. jangan Maya, kamu jangan sampai kepincut dengannya. Tahan hasratmu Ara tahan. Bisikku di dalam hati.Tidak berselang lama, angkutan berwarna orange pun datang. aku melambaikan tangan sebagai
Kesibukan baruku membuka jalan rezeki bagiku. Terlihat dari beberapa tetangga yang mulai berdatangan untuk meminta di jahitkan. Ada yang sekedar memperbaiki pakaian yang sobek, mengecilkan baju, bahkan ada yang meminta untuk mendesain pakaian baru. Semua kulakukan dengan senang hati tanpa menargetkan penghasilan, karena memang aku suka melakukannya.Lebih dari itu, aku merasa hidupku benar-benar berubah. Tidak lagi memikirkan kehidupan masa lalu yang pahit. Sekarang aku merasa lebih bahagia bersama Naili dengan kesibukanku menjahit. Semua itu lebih dari cukup. Meski tanpa kehadiran lelaki dewasa atau kemewahan yang sering aku dapatkan. Ternyata di perumahan yang kumuh ini aku mendapatkan kebahagiaan.Kondisi Naili juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Bahkan dia sekarang sudah mau untuk berbicara dan mulai tersenyum. Mungkin dia melihat keseharianku yang bersemangat, sehingga semangat itu tertular kepadanya. Menunjukan bahwa aku yang sekarang berbeda jauh dengan
"Kok kita berhenti di sini?" tanyaku keheranan ketika mobil itu berhenti tepat di depan gang rumah kumuh. Selain kumuh tempat itu juga terlihat sempit sekali. jadi tidak ada ruang gerak yang leluasa. Terlebih cuacanya yang di dekat pelabuhan yang terasa panas sekali."Sudah jangan banyak bicara. Sekarang ayo turun." titahnya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Setelah menurunkan koper, aku mengekorinya menuju perumahan kumuh itu."Mulai sekarang kamu tinggal disini." ujarnya sambil menunjuk rumah dengan lebarnya kurang lebih dua setengah meter saja. Enggak kebayang betapa sempitnya di dalam."Enggak ada tempat lain apa? ini sempit sekali." Protesku."Jangan banyak membantah!" ujarnya dengan nada penuh penekanan. Aku hanya tertunduk, aku tahu konsekuensi kalau aku sampai menolak perintahnya."Lagipula, kamu akan sangat betah disini, karena ada seseorang yang special sedang menunggumu di dalam." Orang special? Siapa itu? batinku penasaran. Ace pun segera
Beberapa hari aku dinyatakan sembuh.Aku menyelesaikan tugas-tugas akhirku sebagai guru sebelum pengajuan resign. Iya, semenjak aku pulang dari rumah sakit, aku langsung mengajuan Resign kepada kepala sekolah. Permintaanku di kabulkan asalkan aku harus mengerjakan tugas-tugasku terakhir dulu. Jadi aku harus betah mendengar bisikan pedas dari pada rekan guru dan murid berhari-hari.Imej-ku sebagai guru sudah kacau balau. Kejadian tragis kemarin yang seharusnya salah Pak Gelmar dan Rendy justru menjadi salahku. Menurut pandangan mereka, aku adalah wanita kecentilan sehingga mengundang hasrat para lelaki. Jadi akar permasalahannya ada di aku!Jadi untuk apa aku bertahan di lingkungan yang membenciku? Lebih baik aku pergi dari sini dan memulai kehidupan baru."Ini Pak, semua berkas-berkas yang bapak minta, saya sudah membereskan kewajiban saya sebagai guru." ujarku sambil memberikan berkas-berkas itu kepada kepala sekolah."Akhirnya Madam mengundurkan
"Madam!" seorang Suster mengoyang-goyangkan tubuhku hingga aku tergeragap."Madam mengigau ya." tanyanya sambil tersenyum. Penuh perhatian. Perlakuannya sangat ramah membuatku merasa di 'manusia"kan saat aku menganggap semua orang seperti jijik denganku dan menjauhiku. Atau mungkin ruang yang aku tempati adalah kelas yang elit, sehingga Pelayan Prima di tunjukan oleh suster itu. Untung saja, aku masih punya cukup uang sehingga kupilih ruang yang terbaik di rumah sakit ini."Iya, Maaf." Jawabku kepada suster muda yang mungkin usianya sekitar dua puluhan. sambil mengelus-elus kepalaku yang terasa pusing. Jadi kedatangannya Antonio tadi itu cuma khayalanku Cuma mimpi. Ya Ampun, segitunya aku rindu dengan Antonio sampai dia merasuk dalam mimpiku."Bagaimana kondisi Madam? Apa sudah mendingan?" tanyanya. Ingin sekali ku jawab kalau luka yang ada di liangku itu memang berangsur sembuh, tapi luka batin ini masih mengangga lebar."Sudah agak mendingan. Sudah tidak terasa
Pak Gelmar langsung mencabut sumpalan kain di mulutku. Suaraku yang habis karena teriakan yang ketahan pun sekarang berubah menjadi serak."Rendy, hentikan rendy kumohon." Lirihku dengan suara parau. Sementara dildo makin mengganas memutar di dalam liangku, hingga tubuhku tersentak-sentak."Madam Ara, saya pentokin sampai rahim Madam, Boleh?" kata Rendy yang seolah tidak puas menyiksaku. Pak Gelmar hanya tertawa terbahak-bahak."Hahaha, Bagus rendy. Siksa dia tanpa ampun.""Rendy, kumohon." Entah airmata ke berapa puluh kali yang jatuh, mengiba belas kasihannya. Tapi itu sama sekali tidak membangunkan rasa kemanusiannya."Kok enggak mau? bukannya Madam senang dimasukan seperti ini." ujarnya sambil memaju-mundurkan dildonya hingga membuatku kepayahan. Kurasakan cairanku mengalir di pahaku dengan derasnya. Tidak terhitung lagi berapa kali aku squirt."Banyak banget Madam Ara." Seru Rendy kegirangan. Aku hanya tertunduk lemas. Tenagaku sudah te