“Mas Manto.”
Ann memperhatikan Manto yang perlahan membuka mata. Rasa syukur tidak terhingga setelah sekian lama koma, akhirnya sadar juga. Hal yang sama dirasakan oleh ketiga istrinya itu.
“Ann.”
Mulut Manto bergetar. Wajah garang itu terlihat sendu. Air mata bercucuran saat melihat wanita yang dulu pernah dia sia-siakan datang untuk menjenguknya.
“Maafkan atas semua kesalahanku Ann, aku berdosa telah menelantarkan kamu dan anak kita, huhuhu.” Manto terisak sambil merengkuh tangan lembut Ann.
Ann juga tidak bisa menahan air mata haru. Dia sudah lama melupakan kejadian itu. Dan dia sangat senang saat dipertemukan kembali kepada mantan suaminya itu. Terlebih, dia sudah mau mengakui kesalahannya.
“Sudahlah, Mas. yang lalu biarlah berlalu.”
Manto terlihat celingukan ke sekitar. Mencari suatu sosok.
“Kamu tidak membawa anak kita. Dia pasti sudah besar ya sekarang.”
“Andrew, anakku.” Manto yang duduk di kursi roda membuka tangannya lebar-lebar. Mengharap Andrew yang baru saja keluar dari elevator menghampirinya. Memeluknya. “Aku bukan anakmu.” Andrew tegas. Tidak peduli mau pria itua itu menangis. “Kamu anakku, Andrew. Darah yang mengalir di tubuh kamu berasal dari aku. Hasil tes DNA juga menunjukan hal yang sama,” imbuh Manto. “Whatever! Yang jelas sampai kapanpun aku tidak akan menganggap kamu sebagai ayah. Ayahku sudah lama meninggal.” Ruang tamu mendadak senyap, meskipun ada banyak orang di sana. Hanya terdengar suara Manto yang terisak penuh penyesalan. Sedangkan, Ann tidak bisa berbuat banyak. Dia tahu kalau hati anaknya begitu keras. Terlebih untuk pertama kalinya, dia bersua dengan Manto. “Ayah sangat jahat sama kamu. Darah daging ayah sendiri. Ayah menyesal. Ayah ingin memperbaiki semuanya, Andrew.” “Penyesalan memang selalu datang di akhir. Setelah bertahun-tahun kamu menghilang
“Mas, udah enggak tahan nih. Ke sini dong” ucap Fatimah di ujung telepon. Dia menggigit bibir mendengar suara bass yang begitu seksi di seberang sana.Telfon ditutup, dia langsung ke kamar mandi. Mencuci apa yang seharusnya dicuci. Memastikan seluruh tubuhnya wangi dan siap untuk disantap oleh lelaki pujaan.Dia menunggu dengan resah di dapur. Pandangannya tertuju ke arah pintu. Rasa yang tidak sabar membuat adrenalinnya terpacu. Sungguh tidak karuan dibuatnya.Matanya berbinar saat mendengar suara ketukan lirih dari pintu belakang. Tanpa menunggu lama, dia langsung menghampirinya dan membukanya. Terlihat Pria bertubuh padat dengan tonjolan berotot sana sini terlihat senyum ke arahnya. Hanya menggunakan singet loreng dengan celana pendak. Fatimah dibuat salah tingkah saat kumis tebalnya bergerak naik turun genit.“Suami kamu udah berangkat kerja?” tanyanya.
“Ibu sama siapa tadi?” tanya Fauzan dengan penuh selidik. Fatimah tidak segera menjawab. Nafasnya terengah-engah menikmati klimaks barusan.“T-tidak ada siapa-siapa kok Zan, Ibu tadi sendirian,” dusta Sang Ibu. Fauzan menatap ibunya lamat-lamat dan berjalan ke area dapur bahkan sampai membuka isi kamar mandi. Dia sangat yakin kalau ada orang lain di sekitar sana.“Kamu sedang cari apa, Zan?” hardik Fatimah dengan suara meninggi. Jantungnya berdebar kalau sampai anak itu memergoki Siswanto, selingkuhannya.“Tadi aku lihat ada orang lain di sini. Dia tadi ada di belakang ibu,” cetus Fauzan yang membuat Fatimah membelalakan mata. Ternyata anaknya tadi sempat melihat dirinya beradu dengan seorang Pria, Tapi sepertinya dia tidak menyadari kalau pria yang dimaksud adalah Siswanto tetangganya sendiri.“Mungkin kamu salah lihat, Zan. Dari tadi ibu sendiri
“Sekarang kamu sudah berani menyerang Mas ya,” ucap Siswanto yang menjeda serangan itu. Nafas mereka saling memburu.“Mas yang mulai dulu, masa aku diam saja.”“Bagus. Sering-seringlah seperti ini, supaya Mas semakin nafsu menyerang kamu, Fatimah yang liar.”Fatimah tidak menjawab. Dia menyerahkan bibirnya. Tanpa membuang waktu, Siswanto menyFatimahnya. Sungguh pagi itu rasanya luar biasa, di mana mereka bisa bersenggama karena saling suka. Berbeda dengan beberapa waktu yang lalu, Fatimah yang terpaksa melakukannya. Namun sekarang, dia terbawa oleh arus hasrat yang di bawa oleh Siswanto.Dengan bibir yang masih menyatu, Siswanto mengganti posisi dengan menindih. Sedangkan Fatimah yang tergencet oleh tubuh tambun hanya bisa pasrah. Terlebih saat sesuatu di bawah sana yang melesak.Semakin buas pertautan mereka, semakin cepat Siswanto memompa. Teriakan Fatimah hanya tertahan di ten
“Ayolah, Sayang. Sebentar saja. Setelah ini, Mas berangkat kerja lagi.”Fatimah tidak bisa berkutik tatkala sang suami mendorong pintu. Dia sudah berusaha sekuat mungkin untuk mengalihkan perhatian sang suami, tetapi semua serasa percuma. Dia membuang pandangannya tidak sanggup melihat apa yang akan terjadi.“Kok malah disitu? Ayo masuk?” Handoko yang sudah berada di dalam kamar. Menarik tangannya. Fatimah terlempar ke dalam dan melongo saat melihat ranjang yang sudah rapi kembali.Handoko langsung mendekapnya. Melakukan pemanasan ala kadarnya yang sama sekali tidak menggairahkan. Fatimah hanya memejamkan pasrah saat Handoko melepas dasternya dan membimbingnya untuk telentang di atas ranjang.Lima menit berlalu, Handoko sudah ambruk di atas dirinya. Fatimah bisa merasakan tubuh bagian depan sang suami bergerak naik turun. Sama seperti yang sebelum-sebelumnya, Handoko hanya mampu bermain singkat.Setelah cukup ber
Rizal menindih Fatimah. Gadis polos itu terdiam, namun reaksi tubuhnya menggeliat liar seiring dengan gigitan kecil yang menyeluruh. Fatimah tahu kalau tubuhnya yang Rizal mau. Asalkan Rizal mau mengurungkan niatnya untuk putus, Fatimah rela diperlakukan seperti itu. Cintanya kepada Rizal yang membutakannya.“Cantik dan indah.” Gumaman Rizal yang tertangkap jelas oleh pendengaran Fatimah. Pujian yang tentu membuatnya bangga. Apalagi terlontar dari orang yang dia kagumi.Sejurus kemudian, Rizal berada tepat di atasnya. Dengan kedua tangan kekar yang tertumpu di samping Fatimah sehingga membuat dada mereka berjarak.Tatapan Rizal mampu menghanyutkan Fatimah. Mata gadis itu sampai terpejam karena tersipu. Namun, semakin lama terpejam, Fatimah merasakan seperti dihentak. Rasa perih seiring dengan sesuatu yang besar masuk begitu saja.Pukulan kecil yang tidak seberapa melayang ke pundak kekar Rizal yang justru membuat pria beralis tebal itu semakin
Pria tua itu mengulurkan tangannya. Mengusap pipi Fatimah yang basah. Batin Fatimah menolak keras, namun tubuhnya seakan menikmati perhatian dari Siswanto. Terlebih tatapan matanya yang mampu membuatnya tenggelam akan syahwat yang begitu dalam.“Kenapa menangis? Pasti karena apem yang gosong ya?” tebaknya. Apa-apaan ini, baru saja Fatimah merutuki hubungan terlarang dengan Siswanto, kini seolah dia dibuat tidak berdaya oleh senyuman yang sangat menawan.“Tidak usah bersedih, sampai kapanpun Apemmu adalah yang paling terbaik, bahkan melebihi dari semua perawan yang ada di desa ini.” Fatimah sedikit bingung dengan maksud perkataan Siswanto sampai dia tersentak saat tangan liar menyusup begitu saja.“Benar kan yang aku bilang, baru disentuh sedikit saja sudah basah kuyub seperti ini. hehe,” kelakarnya. Fatimah hanya memegang kedua pundak kokoh itu dengan pasrah. Sekuat apapu
“Bagaimana?” Fatimah terjingkat saat mendengar suara barinton dari belakang.“Mas Rizal!” pekiknya tertahan karena tangan kekar itu buru-buru membekap mulutnya.“Jangan keras-keras, Ayo masuk,” bisik Rizal lembut. Perasaan yang tidak terkendali yang membuat Fatimah hanya mengangguk dan mengikuti langkah Rizal masuk ke dalam rumah kosong itu.Fatimah salah tingkah. Mana mungkin dia bisa bersikap normal jika dihadapkan dengan Rizal, terlebih Fatimah sempat merasakan badan yang tercetak kokoh menempel dipunggungnya. Darahnya mengalir dengan cepat. Fantasinya kemana-mana.Fatimah dituntun untuk duduk di sofa. Sementara, Rizal menempatkan diri di seberangnya. Sosok gagah itu membungkukkan badannnya hingga condong ke arah Fatimah. Wajah merah tersipu tak mampu Fatimah sembunyikan.“Bagaimana? Kamu mau jadi pacarku?” tanyanya. Fatimah yang
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot."Kok bengong?"Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini."Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri."Silakan duduk." Pintanya.Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku."Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Hari ini aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk menjahit. Saking banyaknya permintaan, sehingga bahan-bahan itu ludes dengan sendirinya.Aku membelinya dengan terburu-buru. Tidak mau meninggalkan Naili lama-lama. Intinya setelah membeli bahan-bahan itu, aku akan segera pulang dan tidak mampir-mampir lagi.Setelah membeli bahan-bahannya, aku segera ke halte untuk menunggu angkutan. Saat sedang asik menunggu, pandanganku tertuju kepada sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Dari kacanya yang terbuka, terlihat Pria tampan yang kutemui dirumah sakit itu sedang memandangiku di balik kacamatanya yang hitam.Aku memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihatnya. Pria di seberang sana malah tersenyum melihatku yang salah tingkah. jangan Maya, kamu jangan sampai kepincut dengannya. Tahan hasratmu Ara tahan. Bisikku di dalam hati.Tidak berselang lama, angkutan berwarna orange pun datang. aku melambaikan tangan sebagai
Kesibukan baruku membuka jalan rezeki bagiku. Terlihat dari beberapa tetangga yang mulai berdatangan untuk meminta di jahitkan. Ada yang sekedar memperbaiki pakaian yang sobek, mengecilkan baju, bahkan ada yang meminta untuk mendesain pakaian baru. Semua kulakukan dengan senang hati tanpa menargetkan penghasilan, karena memang aku suka melakukannya.Lebih dari itu, aku merasa hidupku benar-benar berubah. Tidak lagi memikirkan kehidupan masa lalu yang pahit. Sekarang aku merasa lebih bahagia bersama Naili dengan kesibukanku menjahit. Semua itu lebih dari cukup. Meski tanpa kehadiran lelaki dewasa atau kemewahan yang sering aku dapatkan. Ternyata di perumahan yang kumuh ini aku mendapatkan kebahagiaan.Kondisi Naili juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Bahkan dia sekarang sudah mau untuk berbicara dan mulai tersenyum. Mungkin dia melihat keseharianku yang bersemangat, sehingga semangat itu tertular kepadanya. Menunjukan bahwa aku yang sekarang berbeda jauh dengan
"Kok kita berhenti di sini?" tanyaku keheranan ketika mobil itu berhenti tepat di depan gang rumah kumuh. Selain kumuh tempat itu juga terlihat sempit sekali. jadi tidak ada ruang gerak yang leluasa. Terlebih cuacanya yang di dekat pelabuhan yang terasa panas sekali."Sudah jangan banyak bicara. Sekarang ayo turun." titahnya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Setelah menurunkan koper, aku mengekorinya menuju perumahan kumuh itu."Mulai sekarang kamu tinggal disini." ujarnya sambil menunjuk rumah dengan lebarnya kurang lebih dua setengah meter saja. Enggak kebayang betapa sempitnya di dalam."Enggak ada tempat lain apa? ini sempit sekali." Protesku."Jangan banyak membantah!" ujarnya dengan nada penuh penekanan. Aku hanya tertunduk, aku tahu konsekuensi kalau aku sampai menolak perintahnya."Lagipula, kamu akan sangat betah disini, karena ada seseorang yang special sedang menunggumu di dalam." Orang special? Siapa itu? batinku penasaran. Ace pun segera
Beberapa hari aku dinyatakan sembuh.Aku menyelesaikan tugas-tugas akhirku sebagai guru sebelum pengajuan resign. Iya, semenjak aku pulang dari rumah sakit, aku langsung mengajuan Resign kepada kepala sekolah. Permintaanku di kabulkan asalkan aku harus mengerjakan tugas-tugasku terakhir dulu. Jadi aku harus betah mendengar bisikan pedas dari pada rekan guru dan murid berhari-hari.Imej-ku sebagai guru sudah kacau balau. Kejadian tragis kemarin yang seharusnya salah Pak Gelmar dan Rendy justru menjadi salahku. Menurut pandangan mereka, aku adalah wanita kecentilan sehingga mengundang hasrat para lelaki. Jadi akar permasalahannya ada di aku!Jadi untuk apa aku bertahan di lingkungan yang membenciku? Lebih baik aku pergi dari sini dan memulai kehidupan baru."Ini Pak, semua berkas-berkas yang bapak minta, saya sudah membereskan kewajiban saya sebagai guru." ujarku sambil memberikan berkas-berkas itu kepada kepala sekolah."Akhirnya Madam mengundurkan
"Madam!" seorang Suster mengoyang-goyangkan tubuhku hingga aku tergeragap."Madam mengigau ya." tanyanya sambil tersenyum. Penuh perhatian. Perlakuannya sangat ramah membuatku merasa di 'manusia"kan saat aku menganggap semua orang seperti jijik denganku dan menjauhiku. Atau mungkin ruang yang aku tempati adalah kelas yang elit, sehingga Pelayan Prima di tunjukan oleh suster itu. Untung saja, aku masih punya cukup uang sehingga kupilih ruang yang terbaik di rumah sakit ini."Iya, Maaf." Jawabku kepada suster muda yang mungkin usianya sekitar dua puluhan. sambil mengelus-elus kepalaku yang terasa pusing. Jadi kedatangannya Antonio tadi itu cuma khayalanku Cuma mimpi. Ya Ampun, segitunya aku rindu dengan Antonio sampai dia merasuk dalam mimpiku."Bagaimana kondisi Madam? Apa sudah mendingan?" tanyanya. Ingin sekali ku jawab kalau luka yang ada di liangku itu memang berangsur sembuh, tapi luka batin ini masih mengangga lebar."Sudah agak mendingan. Sudah tidak terasa
Pak Gelmar langsung mencabut sumpalan kain di mulutku. Suaraku yang habis karena teriakan yang ketahan pun sekarang berubah menjadi serak."Rendy, hentikan rendy kumohon." Lirihku dengan suara parau. Sementara dildo makin mengganas memutar di dalam liangku, hingga tubuhku tersentak-sentak."Madam Ara, saya pentokin sampai rahim Madam, Boleh?" kata Rendy yang seolah tidak puas menyiksaku. Pak Gelmar hanya tertawa terbahak-bahak."Hahaha, Bagus rendy. Siksa dia tanpa ampun.""Rendy, kumohon." Entah airmata ke berapa puluh kali yang jatuh, mengiba belas kasihannya. Tapi itu sama sekali tidak membangunkan rasa kemanusiannya."Kok enggak mau? bukannya Madam senang dimasukan seperti ini." ujarnya sambil memaju-mundurkan dildonya hingga membuatku kepayahan. Kurasakan cairanku mengalir di pahaku dengan derasnya. Tidak terhitung lagi berapa kali aku squirt."Banyak banget Madam Ara." Seru Rendy kegirangan. Aku hanya tertunduk lemas. Tenagaku sudah te