Andrew memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Jantungnya berdegup kencang sepanjang perjalanan. Apa yang dikatakan Bernando membuatnya kalut. Masih berharap semua ini hanyalah mimpi.
Dan sampailah Andrew di mega proyek itu. Di sana dia melihat Bernando berhadapan dengan Manto dan para anteknya.
“Sudah datang rupanya,” desis Manto sambil menyunggingkan senyum miring, menaikkan kumisnya yang tebal. Sudut bibirnya menjepit alat penghisap rokok yang mengepulkan asap. Dengan menggunakan jas hitam dan topi cowboy, penampilannya sudah mirip pemimpin mafia.
“Bagaimana? Apa kamu siap menyaksikan proyek besarmu beralih atas nama perusahaanku?” tutur Manto meremehkan membuat tensi darah Andrew naik.
“Damn you devil! Kembalikan proyek itu kepadaku sekarang!” sergah Andrew yang terlihat memanas. Wajah putihnya memerah berurat, bogem besarnya mengeras, siap menghantam pria tua bertubuh tambun itu.
“Sabar Tuan, jangan
“Tuan Andrew orang yang baik Nyonya. Tidak pernah membeda-bedakan dengan kami. Meski kata orang di luar sana, Tuan Andrew terkesan arogan, tapi aslinya lembut terutama pada anak-anak.”Begitu penjelasan salah seorang pengasuh kepada Alya. Rasa penasaran Alya terjawab sudah. Fakta-fakta yang dituturkan pengasuh menampar Alya dari pemikirannya yang salah selama ini. Bahwa tidak selamanya casing buruk seseorang menunjukan sejatinya dirinya, termasuk Andrew.“Beliau juga mempunyai kepekaan sosial yang tinggi, Nyonya. Maka tidak mengherankan kalau dua puluh lima persen keuntungan dari perusahaan Tuan Andrew dianggarkan untuk panti asuhan dan kegiatan sosial lainnya. Sayangnya, Tuan Andrew tidak pernah mau sisi sosialnya diekspos oleh media, jadi yang kebanyakan orang tahu kalau pemilik dari perusahaan schimmer itu sombong dan kejam,:” imbuh si pengasuh yang tidak henti-hentinya membela Andrew. Alya mengulum senyum. Begitu baiknya Andrew di mata para
Penthouse, Apartemen Manto, Bilangan pusat kota.Pesta dadakan sengaja diadakan Manto untuk merayakan kemenangan mereka atas Schimmer group. Wanita bayaran dan juga minuman keras berbagai jenis adalah hal yang wajib. Tidak lupa music dj yang diputar bertalu-talu di puncak apartemen itu.“Mari bersulang lagi demi kemenangan kita?” seru Manto sambil mengacungkan gelas whiskynya, diikuti oleh ke tujuh berandal yang menghajar Manto tadi. Mereka dispesialkan oleh Manto karena telah menghajar Andrew sampai sekarat.Toss!Mereka menegak minuman bersama-sama. Wajah mereka tampak teler karena sudah begitu banyak minuman yang tertelan. Membuat mereka larut dalam indahnya pikiran mereka. Terlebih ada wanita-wanita cantik yang mendampingi, menjadikan segalanya bagai surga dunia.Dari arah pintu, datanglah seorang antek yang berjalan mendekati Manto. Dia adalah Antek yang disuruh untuk mencari Alya.“Maaf Tuan, saya dan anak buah
Semua anak buahnya terkapar karena mabuk. Menyisakan gelas dan botol kosong di mana-mana. Para wanita panggilan yang sudah dibayar, pulang. Kini hanya tersisa Manto dan Catty saja. Manto tidak terlalu mabuk karena memang dia tidak minum terlalu banyak. Acara pesta ini memang dikhususkan untuk anak buahnya bukan dia.“Tuan.” Catty melirik mata genit sambil berjalan menuju tangga. Tadi dia bagai mainan yang digilir anak buahnya. Disentuh, diremas, tubuhnya disiram dengan alcohol. Sudah biasa. Catty tidak merasa sedih sedikit pun. Manto heran, siapa yang mengajarkan gadis belia itu sebinal ini.Manto yang tahu maksud dari Catty menyeringai. Dia bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan mengikuti Catty yang sedang menaiki tangga. Manto terlihat gemas saat Catty terlihat berhenti dan menggoyang-goyangkan kedua bulatan indahnya seolah ingin menggoda Manto, tapi setiap kali Manto berusaha menangkapnya, Catty malah berlari kecil di atas.“Ahhhh!&
Alya baru saja selesai beribadah saat duduk di samping Andrew. Dia melihat sendu ke arah tubuh kekar itu yang belum menunjukkan tanda-tanda akan siuman. Hanya terlihat dadanya yang bergerak naik turun seiring dengan deru suara nafasnya yang agak tersendat karena hidungnya yang terpasang selang infus.Sejenak Alya memandang postur kekar Andrew yang hanya menggunakan celana pendek. Menampilkan paha kekarnya bak pemain sepak bola dengan area betis yang dipenuhi banyak bulu keriting. Sebenernya, Alya ingin menyelimuti area bawah itu dengan selimut tebal yang sudah disediakan di samping brangkar. Namun, Alya tahu betul tabiat Andrew yang kurang nyaman menggunakan selimut. Kulit tebalnya sudah cukup untuk menangkis hawa dingin. Dalam keadaan lemah sekalipun, Pria ini masih terlihat perkasa.“Bangun Andrew,” lirih Alya dengan nada penuh pengharapan. Dia sudah rindu dengan mata elang bagaikan magnet itu. Rindu dengan gaya bicaranya yang terkadang menggoda, sampai m
Tidak terkira kebahagiaan pagi itu, doa yang dipanjatkan menjelang subuh langsung terkabul. Bukan Andrew, Ann yang seakan di ambang lumpuh total pun juga tersadar. Bahkan, dia bisa bergerak seperti terakhir saat Alya merawatnya.“Ini merupakan sebuah keajaiban Nyonya, sudah sering saya menangani pasien dengan kondisi mirip Nyonya Ann, tapi belum ada yang progressnya sebaik Nyonya Ann,” jelas dokter yang bertugas. Turut bahagia dengan kondisi wanita setengah baya tersebut.Alya, Ratih dan Andrew tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Tadi, Andrew memaksa untuk ikut melihat kondisi Ann. Sang dokter mengizinkannya sebentar, mengingat Andrew juga belum pulih total.“Terima masih dok,” ucap Alya setelah sang dokter selesai memeriksa keadaan Ann dan dengan sangat gembiranya menuliskan catatan di kertas yang dia bawa.Setelah dokter keluar, barulah mereka mendekat ke Ann yang sedari tadi mengerakan bola matanya ke setiap wajah yang ad
“Nyonya besar sudah tidur Nyonya,” ucap Ratih saat masuk ke ruang rawat Ann. Memang sepagi tadi sampai sore, Ann menghabiskan waktunya dengan Alya, sampai dia kelelahan sendiri dan tidur.“Mbak, kok ada di sini? Terus Andrew yang jaga siapa?”“Tuan Bernando tadi datang Nyonya. Tuan Andrew memintaku ke sini supaya bisa gantian dengan Nyonya. Katanya biar Nyonya tidak kecapekan.”“Ah, enggak capek kok,” elak Alya. Berusaha supaya tidak terbang dengan segala bentuk perhatian Andrew.”Ratih terkekeh pelan,”Saya jadi ingat dengan Non Ara Nyonya, dulu Tuan Andrew bisa sejinak itu sampai bucin dengan dia.”Alya mendelik jengah. Bayang-bayang Wanita itu seolah tidak bisa lepas dari Andrew di mata semua orang di dekatnya. Alya harus bersiap menerima kenyataan itu.“Ya sudah kalau begitu saya ke tempatnya dulu Andrew ya, Mbak,” tukas Alya yang ingin menghindari pembaha
Di sebuah ruangan owner, seorang gadis tengah menyesuaikan diri berjalan menggunakan high heel. Dibantu oleh seorang sekretaris yang sudah dianggap layaknya tutor. Sekretaris itu mengajarkan bagaimana caranya bersikap professional di lingkungan kantor.“Perkembangan Catty sangat pesat Tuan, dia cepat sekali menyerap apa yang saya ajarkan,” tutur si sekretaris di depan Manto yang sedari sedang memperhatikan Catty yang berjalan bagai model di depannya. Sebenernya bukan cara berjalan Catty yang menarik perhatian Manto, melainkan tubuh semok yang tampak jelas dari kemeja ketat serta rok sepan sepuluh senti di atas lutut. Catty benar-benar seksi menggunakan pakaian seperti itu.“Hah? Bagus kalau begitu saya suka. Ajarkan semua yang kamu tahu supaya Catty bisa menjadi sekretaris sehebat kamu,” cetus Manto agak terbata karena pandangannya tertuju ke pantat Catty sementara dia diajak bicara oleh sekretarisnya.Si sekretaris memutar mata jen
Seminggu berlalu, Andrew dan Ann sudah diizinkan untuk pulang. Namun, ada yang berbeda kali ini. Mereka tidak kembali ke mansion, melainkan menyewa rumah yang lebih kecil. Semenjak Andrew memutuskan pensiun dini, yang katanya telah menjual seluruh aset dan sahamnya, dia memilih hidup sederhana dan fokus untuk merawat Ann. “Kamu tidak masalah kan hidup sederhana seperti ini?” tanya Andrew setelah sampai rumah kecil itu. Alya tampak tersenyum kikuk. Rumah kecil itu mengingatkannya tentang rumahnya dulu bersama Haris. Kecil, minimanis, dan sempit. Lebih buruk lagi, dia yang selalu berantem dengan Haris setiap hari menjadikannya tidak ubahnya neraka. “Kok diam? enggak suka ya tinggal di sini?” tanya Andrew. “Eh, siapa bilang? Justru aku yang bertanya sama kamu. Apakah kamu betah dengan kondisi rumah seperti ini?” timpal Alya. Pria arogan yang sering dimanjakan dengan kemewahan harus menerima keadaan baru yang mungkin kedepannya akan serba kekurang
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot."Kok bengong?"Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini."Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri."Silakan duduk." Pintanya.Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku."Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Hari ini aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk menjahit. Saking banyaknya permintaan, sehingga bahan-bahan itu ludes dengan sendirinya.Aku membelinya dengan terburu-buru. Tidak mau meninggalkan Naili lama-lama. Intinya setelah membeli bahan-bahan itu, aku akan segera pulang dan tidak mampir-mampir lagi.Setelah membeli bahan-bahannya, aku segera ke halte untuk menunggu angkutan. Saat sedang asik menunggu, pandanganku tertuju kepada sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Dari kacanya yang terbuka, terlihat Pria tampan yang kutemui dirumah sakit itu sedang memandangiku di balik kacamatanya yang hitam.Aku memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihatnya. Pria di seberang sana malah tersenyum melihatku yang salah tingkah. jangan Maya, kamu jangan sampai kepincut dengannya. Tahan hasratmu Ara tahan. Bisikku di dalam hati.Tidak berselang lama, angkutan berwarna orange pun datang. aku melambaikan tangan sebagai
Kesibukan baruku membuka jalan rezeki bagiku. Terlihat dari beberapa tetangga yang mulai berdatangan untuk meminta di jahitkan. Ada yang sekedar memperbaiki pakaian yang sobek, mengecilkan baju, bahkan ada yang meminta untuk mendesain pakaian baru. Semua kulakukan dengan senang hati tanpa menargetkan penghasilan, karena memang aku suka melakukannya.Lebih dari itu, aku merasa hidupku benar-benar berubah. Tidak lagi memikirkan kehidupan masa lalu yang pahit. Sekarang aku merasa lebih bahagia bersama Naili dengan kesibukanku menjahit. Semua itu lebih dari cukup. Meski tanpa kehadiran lelaki dewasa atau kemewahan yang sering aku dapatkan. Ternyata di perumahan yang kumuh ini aku mendapatkan kebahagiaan.Kondisi Naili juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Bahkan dia sekarang sudah mau untuk berbicara dan mulai tersenyum. Mungkin dia melihat keseharianku yang bersemangat, sehingga semangat itu tertular kepadanya. Menunjukan bahwa aku yang sekarang berbeda jauh dengan
"Kok kita berhenti di sini?" tanyaku keheranan ketika mobil itu berhenti tepat di depan gang rumah kumuh. Selain kumuh tempat itu juga terlihat sempit sekali. jadi tidak ada ruang gerak yang leluasa. Terlebih cuacanya yang di dekat pelabuhan yang terasa panas sekali."Sudah jangan banyak bicara. Sekarang ayo turun." titahnya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Setelah menurunkan koper, aku mengekorinya menuju perumahan kumuh itu."Mulai sekarang kamu tinggal disini." ujarnya sambil menunjuk rumah dengan lebarnya kurang lebih dua setengah meter saja. Enggak kebayang betapa sempitnya di dalam."Enggak ada tempat lain apa? ini sempit sekali." Protesku."Jangan banyak membantah!" ujarnya dengan nada penuh penekanan. Aku hanya tertunduk, aku tahu konsekuensi kalau aku sampai menolak perintahnya."Lagipula, kamu akan sangat betah disini, karena ada seseorang yang special sedang menunggumu di dalam." Orang special? Siapa itu? batinku penasaran. Ace pun segera
Beberapa hari aku dinyatakan sembuh.Aku menyelesaikan tugas-tugas akhirku sebagai guru sebelum pengajuan resign. Iya, semenjak aku pulang dari rumah sakit, aku langsung mengajuan Resign kepada kepala sekolah. Permintaanku di kabulkan asalkan aku harus mengerjakan tugas-tugasku terakhir dulu. Jadi aku harus betah mendengar bisikan pedas dari pada rekan guru dan murid berhari-hari.Imej-ku sebagai guru sudah kacau balau. Kejadian tragis kemarin yang seharusnya salah Pak Gelmar dan Rendy justru menjadi salahku. Menurut pandangan mereka, aku adalah wanita kecentilan sehingga mengundang hasrat para lelaki. Jadi akar permasalahannya ada di aku!Jadi untuk apa aku bertahan di lingkungan yang membenciku? Lebih baik aku pergi dari sini dan memulai kehidupan baru."Ini Pak, semua berkas-berkas yang bapak minta, saya sudah membereskan kewajiban saya sebagai guru." ujarku sambil memberikan berkas-berkas itu kepada kepala sekolah."Akhirnya Madam mengundurkan
"Madam!" seorang Suster mengoyang-goyangkan tubuhku hingga aku tergeragap."Madam mengigau ya." tanyanya sambil tersenyum. Penuh perhatian. Perlakuannya sangat ramah membuatku merasa di 'manusia"kan saat aku menganggap semua orang seperti jijik denganku dan menjauhiku. Atau mungkin ruang yang aku tempati adalah kelas yang elit, sehingga Pelayan Prima di tunjukan oleh suster itu. Untung saja, aku masih punya cukup uang sehingga kupilih ruang yang terbaik di rumah sakit ini."Iya, Maaf." Jawabku kepada suster muda yang mungkin usianya sekitar dua puluhan. sambil mengelus-elus kepalaku yang terasa pusing. Jadi kedatangannya Antonio tadi itu cuma khayalanku Cuma mimpi. Ya Ampun, segitunya aku rindu dengan Antonio sampai dia merasuk dalam mimpiku."Bagaimana kondisi Madam? Apa sudah mendingan?" tanyanya. Ingin sekali ku jawab kalau luka yang ada di liangku itu memang berangsur sembuh, tapi luka batin ini masih mengangga lebar."Sudah agak mendingan. Sudah tidak terasa
Pak Gelmar langsung mencabut sumpalan kain di mulutku. Suaraku yang habis karena teriakan yang ketahan pun sekarang berubah menjadi serak."Rendy, hentikan rendy kumohon." Lirihku dengan suara parau. Sementara dildo makin mengganas memutar di dalam liangku, hingga tubuhku tersentak-sentak."Madam Ara, saya pentokin sampai rahim Madam, Boleh?" kata Rendy yang seolah tidak puas menyiksaku. Pak Gelmar hanya tertawa terbahak-bahak."Hahaha, Bagus rendy. Siksa dia tanpa ampun.""Rendy, kumohon." Entah airmata ke berapa puluh kali yang jatuh, mengiba belas kasihannya. Tapi itu sama sekali tidak membangunkan rasa kemanusiannya."Kok enggak mau? bukannya Madam senang dimasukan seperti ini." ujarnya sambil memaju-mundurkan dildonya hingga membuatku kepayahan. Kurasakan cairanku mengalir di pahaku dengan derasnya. Tidak terhitung lagi berapa kali aku squirt."Banyak banget Madam Ara." Seru Rendy kegirangan. Aku hanya tertunduk lemas. Tenagaku sudah te