Di sekolah, saat keluar ia segera menelepon Zean kalau akan sampai di rumah tepat waktu. Oke ... itu berarti dirinya masih punya waktu yang aman untuk berkeliaran hari ini.
“Ren, lo jadi jalan sama Glenn?” tanya Kalina.
“Iya, ini lagi nungguin dia, nih,” jawabnya.
“Sandra mana, ya?” tanya Kalina.
“Tadi katanya mau ke toilet, kan.”
Saat keduanya duduk menunggu di dekat parkiran sekolah, tiba-tiba Sandra datang beriringan dengan Glenn.
“Loh, kok kalian bisa barengan?” tanya Serena heran.
“Papasan di lorong kelas,” jawab Glenn menebar senyum ke arah gadis itu.
Jadilah, saat Sandra dan Kalina memasuki mobil masing-masing untuk segera pulang, sedangkan Serena memasuki mobil Glenn untuk segera pergi kencan. Yap, kencan ... bahkan sudah satu tahun jadian, keduanya hanya menjalani hubungan aneh seperti ini. Tanpa adanya malam minggu, tanpa adanya jadwal kencan dan kesan kesan dalam dunia pacaran yang seperti dilakukan teman teman sebayanya.
“Glenn ... sorry, ya ... kita pacarannya malah jadi aneh gini. Soalnya keluarga gue ...”
“Iya, gue paham kok. Lo tenang aja,” sahut Glenn menimpali perkataan Eren.
Glenn memang terus mengatakan hal seperti itu, tapi tetap saja ia merasa tak enak hati. Yakali orang pacaran ketemuannya hanya di sekolah doang. Mau romantis-romantis pun enggak mungkin lah. Bisa-bisa didepak dari sekolahan. Tapi, ya gimana lagi ... ia tak semudah itu mendapatkan ijin pacaran dari orang tua, apalagi kakaknya.
Keduanya menuju sebuah mall dan makan siang di sebuah restoran cepat saji yang ada di sana. Sambil ngobrol dan bercanda, rasanya benar-benar membahagiakan, ya. Andai saja ia dan Glenn bisa kayak gini tiap malam minggu, bukannya mencuri curi di waktu pulang sekolah begini.
“Orang tua lo kapan balik?” tanya Glenn.
“Kalau mereka nggak tahu, soalnya kan memang udah menetap di sana, tapi kalau Kak Ken ntar malam katanya.”
Di saat yang bersamaan, ponsel milik Glenn yang ada di meja, berdering. Melirik sesaat, tapi segera meriject panggilan itu dan kembali meletakkan di meja. Hanya saja dengan posisi layar dia balik.
“Ada yang nelepon, kok nggak dijawab?” tanya Eren.
“Itu ... dari Mama. Paling minta supaya cepat pulang, soalnya tadi pagi aku janji mau nganterin ke rumah sakit,” jelas Glenn.
Serena meletakkan sendok dan garpu, menghentikan adegan makannya. “Nggak boleh gitu loh. Mending sekarang kamu jawab dan bilang kalau akan segera pulang,” komentar Eren.
“Ren ... gue lagi sama elo. Dan jarang-jarang, kan, kita bisa jalan,” balas Glenn memberikan sebuah alasan.
Eren tersenyum. “Gue nggak apa-apa. Orang tua tetap yang utama, Glenn.”
Glenn mengelus lembut pipi Eren. “Lo tahu nggak ... gue merasa beruntung banget pacaran sama cewek kayak lo, Ren. Udah baik, cantik, nggak pernah nuntut apa-apa.”
Apalagi balasannya kalau bukan tersenyum sumringah saat dipuji oleh pacar sendiri. Rasanya sangat berbeda, ya ... jika bersama orang yang dicinta. Nggak sama dengan ketika dirinya bersama Zean yang membuat dunia seolah mengalami pergolakan bathin. Antara rasa suka dan rasa kesal yang mendalam ketika dia membahas masalah belajar.
Glenn menjawab panggilan telepon yang kembali berdering.
“Iya, ini aku udah mau keluar, kok. Love you.”
Dahi Eren sampai berkerut mendengar kata ‘Love you’ yang diucapkan Glenn. Bukan, lebih tepatnya ia salut atas sikap dan cara bicara Glenn pada orang tuanya.
“Duh, anak baik. Gue sampai baper mendengar kata-kata itu,” respon Eren ketika Glenn mengakhiri percakapan di telepon.
“Jadi, nggak apa-apa, kan, gue pulang duluan?”
“Iya. Nanti gue biar naik taksi aja. Lagian, ini juga udah melewati batas waktu bebas yang diberikan,” katanya.
“Batas waktu?”
“Ya ... gue cuman dikasih ijin jalan satu jam, dan sekarang lihat, kan sudah jam 5 sore. Untung aja ponsel gue matiin,” terangnya.
“Gue duluan, ya. Bye, Sayang.”
Setelah membayar semua tagihan makanan, Glenn terlebih dahulu berlalu pergi meninggalkan Eren. Karena cowok itu harus segera pulang.
Seperginya Glenn, ia kembali mengaktifkan ponselnya.Dan baru juga aktif, justru nama Zean lah yang tertera di layar ponsel.
“Kak Zean apaan, sih ... kenapa yang pertama muncul dia terus,” umpatnya kesal.
Ia segera beranjak dari kursi dan menyambar tas nya, kemudian melangkah pergi meninggalkan area cafe. Sampai di luar, menghentikan sebuah taksi yang kebetulan lewat.
Dalam perjalanan, ia berniat untuk menelepon balik Zean, tapi tiba-tiba niatnya terhenti saat matanya melihat sesuatu yang jujur saja, membuat ia merasa sedikit merasa aneh.
“Itu, kan, Glenn,” gumamnya sedikit berpikir. “Pak, saya turun di sini saja,” ujarnya pada supir taksi.
Setelah membayar ongkos, segera bergegas turun. Kemudian berjalan mendekat menghampiri seseorang yang ada di area taman. Bukan seorang, lebih tepatnya ia justru dikagetkan dengan dua orang yang berada dihadapannya kini. Mereka yang sangat ia kenal.
Berusaha mengatur detakan jantungnya yang tiba-tiba seolah tak teratur lagi detakannya. Apalagi hatinya ... yang seolah sudah dibuat patah. Bagaimana tidak, ia dihadapkan pada situasi yang tak mengenakkan pandangan mata.
“Apa yang kalian lakukan?” tanyanya pelan, dengan kedua tangannya yang mencengkeram ujung seragam sekolah yang masih dikenakannya.
Sontak, pandangan dua orang itu beralih pada Eren, begitupun rangkulan keduanya yang langsung terlepas. Mereka memasang wajah kaget, karena tak menyangka akan dipergoki dengan cara begini.
“E-ren ... lo kok ada di sini?” tanya Glenn sedikit tak percaya.
Yap, cowok yang ia anggap pacar dan bangga-banggakan tadi, kini ada dihadapannya bersama dengan gadis lain.
Eren tersenyum sinis. “Jadi ini yang kalian lakuin di belakang gue?”
“Eren ...”
“Glenn ... jadi ini alasan lo balik duluan? Jadi dia yang lo berikan kata ‘love you’ tadi?”
“Ren, gue bisa jelasin.”
“Gue nggak perlu penjelasan lagi,” timpalnmya langsung. “Karena bukti yang gue lihat, sudah lebih dari sekadar penjelasan!” tegasnya.
“Gue minta maaf. Tapi ini nggak ...”
“Cukup, Glenn! Cukup!” bentaknya saat cowok itu berusaha menjelaskan. Bahkan saat dia mendekat, ia menjauh. Ini bukan egois karena langsung berpikiran buruk, tapi sikap yang ada di depan matanya menunjukkan kalau ini adalah sebuah fakta yang benar benar nyata.
Tangannya gemetaran menahan rasa sakit hati. Seakan-akan emosinya akan meledak, tapi mencoba untuk bertahan.
Gadis itu mendekatinya dengan tampang bersalah. Andai dia adalah orang lain yang tak tak ia kenal, andai dia bukan salah satu orang yang berarti dan mengisi hari-harinya selama ini, mungkin ia tak akan sesakit ini. Sakitnya dkhianati oleh orang terdekat, rasanya benar benar sakit sampai ke bathin.
“Ren, gue nggak bermaksud bikin lo sakit hati, gue nggak bermaksud merusak hubungan lo sama Glenn,” jelasnya kekuh mencoba meyakinkan Serena.
Ia tak ingin menangis dan tak rela mengeluarkan air mata saat dirinya merasa dipermalukan. Tapi justru tangisnya seolah tak bisa ditahan. Sakitnya benar-benar sakit.
“Lo tahu, kan ... Glenn itu siapa dan gue siapa bagi elo. Tapi kenapa nyakitin gue, sih? Salah gue apa sama lo, Sandra?!” pekiknya sambil menangis.
Ya ... dialah Sandra. Seseorang yang ia anggap sahabat. Tidak, justru dia dan Kalina sudah seperti saudaranya sendiri. Bahkan di kala bahagia ataupun kesedihan, pasti dia yang terlebih dahulu ia beritahu. Tapi kini justru ternyata sahabatnya sendiri malah jadi duri dalam daging.
Glenn menarik lengan Sandra dan menjauhkan dari hadapan Eren. “Sandra nggak salah, gue yang salah di sini. Dia cuman datang saat gue merasa sepi tanpa adanya elo yang berstatus pacar,” jelas Glenn malah membela Sandra. “Harusnya sadar diri, Ren ... lo memang nggak patut untuk dicinta!”
Mata Serena langsung melebar saat mendengar kata-kata yang diucapkan Glenn. Padahal tadinya ia tak berharap kalau Glenn akan bersikap begini, tapi ternyata justru dirinya yang dianggap salah.
“Glenn!” bentak Sandra saat kata-kata yang diucapkan Glenn terlalu kasar. Ia tahu dirinya mencintai Glenn, tapi ketika dia menyudutkan Eren, ia juga tak tahan.
Glenn menatap tajam ke arah Sandra. “Kenapa, San ... ada yang salah dengan apa yang gue katakan? Enggak, kan?”
Sandra kembali mendekati Eren. “Ren, gue minta maaf ... gue salah. Gue yang salah di sini,. Gue salah karena berada di antara hubungan lo sama Glenn,” ungkapnya.
“Udahlah, San.” Kembali menarik Sandra agar menjauh dari Serena. “Eren nggak bisa ngasih apapun ke gue. Bahkan ngasih waktu untuk berdua aja itu susah banget. Jujur, gue juga butuh tempat mengadu dan berkeluh kesah. Dan gue nggak bisa dapetin itu semua dari elo!” bentaknya mengarah pada Eren.
“Dan apa yang lo bilang selama ini?” tanyanya sedikit melemah.
“Gue hanya kasihan,” jawab Glenn. “Kasihan mau ngelepasin elo. Karena gue tahu, nggak bakalan ada cowok yang mau sama kehidupan seperti itu. Setidaknya dengan status lo yang merupakan pacar gue, bisa bikin kehidupan lo jadi sedikit ...”
Belum selesai kata-kata tak mengenakkan dikatakan Glenn, sebuah tamparan langsung ia berikan di pipi cowok itu. Jujur, seumur-umur belum pernah tangannya begitu kasar bertindak. Tapi untuk kali ini, ia anggap Glenn sebagai cowok yang lebih rendah daripada dirinya. Jadi, tamparan pertama ini sangat cocok untuk dia.
Sandra sampai tersentak ketika mendapati sikap Serena yang ia kenal selama ini terlihat lemah dan bersikap lembut, memberikan sebuah tamparan pada Glenn.
“Makasih, sudah mengasihani gue selama ini. Anggap tamparan itu sebagai hadiahnya,” ujar Serena dengan senyuman sinis.
Kini tatapan marah ia arahkan pada Sandra.
“Dan buat elo ... makasih juga, ya. Selama gue nggak bisa ngasih apa-apa ke dia, lo berikan dengan senang hati. Gue salut atas kebaikan yang lo lakuin, San. Next time, semoga kita nggak pernah ketemu lagi. Dan jangan pernah menganggap gue mantan sahabat, ya ... tapi ingat saja gue sebagai seseorang yang pernah lo khianati.”
Setelah mengatakan hal itu, ia berlalu dari sana. Bahkan saking menyakitkannya, badannya seolah sangat sulit untuk bergerak. Seperti ada yang menghantam otaknya saat harus menerima kenyataan seperti ini. Bahkan ia tak pernah membayangkan sebelumnya akan mengalami yang namanya dikhianati.
Duduk di pinggir jalan sambil menangis. Bahkan tak menhiraukan orang-orang yang memerhatikannya dengan raut heran ... seperti seorang yang sudah dicampakkan dengan mengenaskan. Ya, begitulah yang memang sedang ia alami. Dicampakkan oleh orang yang selama ini bilang cinta, tapi ternyata hanya rasa kasihan.Kalau bukan karena seragam yang masih dikenakannya, mungkin ia akan dilempari uang recehan oleh mereka yang lewat.Ponselnya tiba-tiba berdering ... saat ia lihat, ternyata nama Ken lah yang tertera. Tentu saja tak mungkin ia jawab, di saat dirinya masih dalam keadaan menangis begini. Bisa-bisa kakaknya itu dengan mudah mencurigai suaranya yang berbeda karena serak.Baru juga panggilan dari Ken terhenti, kini nama Zean yang muncul di layar datar itu.“Aku lagi patah hati begini, kenapa kalian berdua malah meneleponku terus, sih,” tangisnya. “Bisa-bisa aku khilaf dan bunuh diri aja, nih.”Terus menangis, bahkan wajahnya saja terlihat sudah sembab. Melihat kiri kanan, sudah sepi pejala
Eren duduk di samping Zean dengan sebuah guling yang ia bawa dari kamar. Menatap fokus pada cowok yang saat itu sedang bicara di telepon dengan seseorang. Hanya jadi pendengar yang baik, saat cowok itu terkadang hanya mengeluarkan kata-kata singkat saat bicara di telepon. Sungguh ... itu yang jadi lawan bicaranya pasti merasa gregetan. “Kak Zean nggak pulang?” tanya Eren saat Zean selesai bicara di telepon.Zean menatap dingin ke arah Eren.“Suka sekali mengusirku.”“Aku, kan, lagi nanya, Kak.” Menghela napasnya berat, saat pertanyaannya justru dikira pernyataan.Zean menyandarkan punggungnya di sofa.“Maaf, merepotkanmu,” ucap Eren memasang wajah bersalah.“Tak apa, jika itu membuatmu senang,” balas Zean.Serena malah merebahkan badannya begitu saja, dengan kedua paha Zean sebagai bantalan dan kemudian memeluk guling.“Jadi, menurutmu gimana, Kak?” tanya Serena.“Apanya?” Tiba tiba bertanya begitu, tentu saja membuatnya bingung.“Ya, aku.”“Aku nggak tahu,” respon Zean singkat.“K
Zean duduk di samping Serena yang masih menangis. Bahkan sekeluarnya Ken, dia makin mejadi-jadi tangisnya. Jujur, ia kasihan ... hanya saja iajuga tak bisa berbuat apa apa. Setidaknya hanya bisa melerai sobatnya agar tak terlalu menunjukkan emosi pada Serena.“Belum puas menangis dari sore?”“Kak Zean, nggak mau memelukku?” tanyanya pada Zean.“Sudah ada Ken, kan,” balas Zean.Eren malah langsung saja memeluk Zean. “Aku mau dipeluk sama kamu saja. Kak Ken begitu menakutkan kalau lagi marah. Jantungku seakan mau copot,” jelasnya memeluk Zean sambi menangis.Zean malah terkekeh mendengar penuturan Eren. “Dia begitu karena sayang dan memikirkanmu. Bukan karena marah atau membencimu. Itu yang harus kamu ingat.”“Jangan-jangan kamu kalau lagi marah juga begitu, Kak ... kalian kan couple sejati.”“Saat orang yang ku cinta dan ku sayang dibuat menangis, hal yang sama juga ku lakukan. Tapi tentunya dengan cara yang berbeda.”Lagi-lagi Zean membuatnya kesal. Apa cowok ini sengaja membuatnya sa
Tahu tidak, ini rasanya memasuki area sekolah, seakan-akan ia seperti murid baru tanpa mengenal siapapun di sini. Semua itu karena permasalahannya dengan Glenn dan Sandra. Ia tahu jika dirinya tak salah, tapi rasanya tak tahan jika nantinya harus bertemu dengan dua manusia pengkhianat itu.Masuk kelas, ia dapati Kalina dan Sandra sedang ngobrol, seperti biasa ... masih seperti sebelum adanya masalah. Sedangkan sekarang status keduanya sudah berbeda. Satu adalah sahabatnya dan yang satu adalah pengkhianat.“Pagi, Ren,” sapa Kalina dengan riang.Ya, seperti biasa, selalu ceria meskipun ini masih pagi. Hanya saja dia sepertinya tak tahu tentang permasalahan yang sedang ia hadapi dengan Sandra.“Ren ... lo kok duduk di depan?” tanya Kalina saat Eren malah duduk di kursi depan, di samping kursinya dengannya. Kan, biasanya dengan Sandra di belakang.Tak ada jawaban yang diberikan Eren. Seolah-olah ia enggan untuk mengeluarkan suaranya di dekat Sandra.Kalina bingung dengan apa yang terja
Sampai di rumah, Ken kembali menggendong adiknya itu dan mendudukkan di sofa. Ia bukan orang yang suka pasrah saat adiknya ditindas dan disakiti begini, tapi untuk membalas, dirinya juga punya cara tersendiri.Eren menanggalkan sepatunya dan memeriksa kakinya yang sakit. Bukan luka, ini lebih ke rasa ngilu karena terkilir.Ken kembali dari dapur dengan sebuah mangkok berisi air hangat dan handuk berukuran kecil.“Bagian mana yang sakit?” tanyanya pada Eren.“Ini,” tunjuknya pada bagian pergelangan kakinya yang mulai terlihat membengkak. “Pelan-pelan, ini sakit,” rengeknya saat tangan kakaknya mulai mengompres bagian yang sakit itu.“Ini juga pelan,” komentar Ken.Rengekan demi rengekan makin menghantam pendengaran Ken. Kadang Eren malah memukul tangannya agar menghentikan aksinya itu.“Kalau nggak dipijat begini, kamu mau kakimu nggak bisa dibawa jalan?”Ken mulai mengoceh.“Tapi ini benar-benar sakit, aku berasa mau nangis.”“Udah, nangis aja sesukamu,” respon Ken kembali berfokus pa
Pagi ini Eren turun dari anak tangga dengan perlahan. Apalagi kalau bukan karena kakinya yang masih terasa ngilu untuk diajak berjalan cepat. Bisa-bisa memaksakan ia malah berguling-guling di tangga. Endingnya bakalan patah, bukan terkilir lagi.Mendapati Ken sudah duduk di kursi menikmati sarapan yang sudah disiapkan Bibik.“Pagi, Kak,” sapanya.“Gimana kakimu?”“Udah baikan, hanya dikit ngilu aja.”Ia mulai menikmati sarapannya, tapi tiba-tiba terhenti saat merasakan kalau Ken menatapnya terus. Membuatnya risih saja, meskipun yang memperhatikan adalah kakaknya sendiri.“Kenapa ngeliatinnya gitu amat, sih?” tanyanya masih terus menikmati makanannya.Ken menyandarkan punggungnya di kursi, sambil bersidekap dadda, menatap sang adik dengan tatapan penuh selidik.“Bicara apa semalam sama Zean?” tanya Ken.“Bicara apa?”“Aku lagi nanya, Ren,” keluhnya.“Nggak ada apa-apa.”“Jangan berbohong.”Eren sedikit bingung harus mengatakan apa. Ia menghentikan aktifitas makannya dan mengelap bibirn
Pulang sekolah, ia diantar oleh Kalina. Bukan, lebih tepatnya ia yang meminta, sekalian mau mengajak sobatnya itu menemaninya di rumah. Sebelumnya Kalina jarang mau, tapi kali ini atas paksaannya, akhirnya dia mau. Alasan dia menolak hanya satu, sih ... apalagi kalau bukan takut sama kakaknya. Padahal Ken itu nggak ngapa ngapain dia, loh, ya ... tapi dia bilang saat Ken menatapnya, rasanya kok nakutin.“Kak Ken nggak di rumah, kan?” tanya Kalina memastikan, saat sampai di rumah Eren.“Belum pulang, mungkin sore. Katanya ada kuliah tambahan.” Ini entah jawaban yang ke berapa kali ia berikan. Lagi lagi dia memastikan dengan terus bertanya.“Syukurlah,” leganya.“Kenapa juga jadi takut begitu sama dia, sih ... kakak gue nggak makan orang, kok.”Iya, nggak makan orang ... tapi tatapan dia saja mampu membuat otaknya berhenti bekerja.“Ngeri gue. Ditatap sama Kak Ken aja, itu nyali gue langsung menciut kayak kerupuk kesiram air. Berasa lagi ditatap dewa Yunani.”“Sama siapa? Zeus, Poseidon
Anggaplah ia hanya berani bicara di belakang, tapi berhadapan langsung dengan Zean, jujur saja ia tak seberani itu. Kalau berani, sudah ia telepon Zean dari kemarin-kemarin. Tapi nyatanya apa, ia malah dengan bodohnya malah bertanya pada ken ... yang nyatanya malah membuatnya merasa malu saja.Saat Eren hendak menghentikan sebuah taksi, Zean menyambar tangan gadis itu dan langsung menarik ke pelukannya.“Aku merindukanmu,” ucap Zean langsung.Seketika Eren dibuat diam saat Zean memeluknya erat. Tapi saat sadar, dengan cepat ia melepaskan diri dari pelukan Zean.“Maksud Kakak apa?” tanyanya.Zean menangkup wajah Eren, agar fokus gadis ini hanya padanya.“Kamu memang adik dari sahabatku. Tapi, status itu bisa berubah, kan? Hatiku nggak bisa berbohong, saat rasa sayangku melebihi rasa yang diberikan Ken padamu. Saat kamu sedih, aku berharap jadi tempat pertamamu bersandar. Aku mau kamu terus merasa nyaman saat di dekatku. Tapi ternyata aku salah, saat kau bilang tak ada rasa.”Eren diam,
Di perjalanan Zean tak langsung bertanya atau membahas perihal masalah yang sedang dipikirkan Serena. Takut, jika mood gadis ini masih mode kesal. Baru juga adem dengannya, masa iya udah mau panas lagi.“Kenapa menatapku terus, sih?” tanya Serena saat setengah perjalanan.Zean malah tersenyum menanggapi pertanyaan yang diberikan Serena padanya. Bukan apa apa, hanya saja ia lega saat gadis ini mengeluarkan suaranya yang sedari tadi justru malah dia.“Akhirnya aku lega, saat kamu sudah normal kembali,” ungkap Zean. “Berdua denganmu di dalam mobil, tapi kamu cuman diam seribu bahasa. Jujur saja, aku berpikir jika aku sudah melakukan kesalahan apalagi padamu,” tambahnya menjelaskan.“Berhenti sebentar, bisa?”Zean mengangguk. Kemudian mencari posisi yang aman untuk menepi dan menghentikan laju kendaraannya.Mobil berhenti, kemudian Zean menanggalkan safety belt yang melilit badannya. Ia menatap fokus pada Serena yang duduk di sampingnya.“Ada apa, hem?”Serena merentangkan kedua tanganny
Serena menghampiri orang tuanya yang duduk di ruang keluarga. Kemudian menatap keduanya bergantian dengan pandangan serius. Seakan tahu jika ia ingin bicara sesuatu, papanya langsung menutup buku yang beliau baca.“Ada apa, Ren?”“Mama sama Papa akan lama di sini, kan?” tanyanya langsung.Pasangan suami istri itu saling melempar pandang, kemudian kembali fokus pada gadis belasan tahun yang sedang menatap keduanya serius.Menghela napasnya dengan berat, ketika tanpa harus mendapatkan jawaban langsung, ia sudah bisa menebak jawabannya dari reaksi keduanya dalam menanggapi pertanyaannya.“Nggak usah dijawab, karena aku sudah tahu jawabannya,” ujarnya langsung dengan wajah tak baik.Di saat yang bersamaan, Ken yang baru pulang, ikut duduk di antara ketiganya.“Ada apa?” tanyanya melihat reaksi orang tua dan adiknya yang tampak takbaik baik saja. “Ada masalah?”“Aku kadang heran, antara memiliki orang tua atau enggak, sih.” Mulai bicara dan mengeluh dengan apa yang sedang dirasakannya. Ter
Sampai di rumah, Kalina langsung turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah ... sedangkan Serena malah ngobrol dengan Zean di dalam mobil.“Ada tugas dari sekolah?”“Dari sekolah nggak ada, sih ... cuman aku nggak tahu ntar kalau dari Kak Ken,” jawabnya malas. Kemudian menatap takut takut ke arah Zean. “Jangan bilang kalau Kakak mau ngasih aku tugas.”Zean mencubit pipi Serena gemas. Kebiasaan dirinya yang suka ngasih tugas, pas bilang nggak ada tugas dia udah horor duluan.“Ntar malam kita makan di luar, ya,” ajak Zean.Serena langsung memasang wajah cemas.“Jangan bilang padaku kalau kamu mau pergi lagi.”“Kamu mau aku pergi?”“Jangan dong,” respon Serena langsung. “Kakak nggak boleh kemana mana kecuali jika aku mengijinkan.”Zean malah tertawa kecil mendengar perkataan Serena.“Baiklah, aku nggak akan pergi tanpa ijin darimu. Tapi, bisa, kan, nanti malah makan di luar denganku?”Mengangguk cepat dengan senyuman penuh bahagia menanggapi ajakan Zean.“Sana masuk. Aku nggak mampir, ya.
Kalina dan Serena berjalan melewati lorong lorong kelas, ketika jam pulang sekolah ... sambil ngobrol dan bercanda. Seketika langkah keduanya terhenti saat seorang guru memanggil.“Ada apa ya, Pak?” tanya Serena.“Kalian berdua ikut saya ke ruang BK, ya.”“Apa kita lakuin kesalahan, Pak?”Tak mendapatkan jawaban hingga keduanya hanya mengekori langkah guru itu. Sampai di ruangan yang di maksud, agak kaget karena di sana ternyata juga ada Sandra dan Glenn. Sudahlah, jangan ditanyakan lagi apa masalah ... udah bisa ketebak.Lihatlah tampang songong Glenn, yang bahkan rasanya ingin ia cakar saking kesalnya. Ini bukan karena permasalahannya lagi, tapi justru karena di sudah menyakiti Kalina.“Maaf, Pak ... ada apa, ya?” tanya Serena seolah tak tahu permasalahannya.Glenn berdecak ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan Serena. “Pura pura nggak tahu,” berengutnya dengan nada kesal emnatap ke arah Serena.Serena langsung panas dong, ketika mendengar perkataan Glenn. Berusaha untuk tak
Sampai di luar, Ken langsung disambut oleh Serena. Gadis itu menyodorkan telapak tangan ke arahnya.“Apa?”“Jajanku.”“Minta Papa sana.” Padahal ia sedang mengerjai adiknya.Dengan muka malas, Serena berniat kembali lagi ke dalam rumah untuk meminta uang jajan pada papanya. Hanya saja Zean menahan niatnya.“Kelamaan, udah telat ini, Ren,” ujar Zean menarik gadis itu untuk segera masuk ke dalam mobil.”Zean mengantarkan Eren ke sekolah, sementara Ken lanjut menuju kampus. Setidaknya ada waktu sekitar beberapa bulan lagi hingga akhirnya status siswi SMA ini lepas dari gadis yang usianya sudah menginjak 18 tahun.Sampai di depan gerbang sekolah, mobil terhenti. Eren menyambar dan mencium punggung tangan Zean untuk pamit. Kebiasaan, karena sikap ini juga ia lakukan pada Ken.“Aku masuk dulu, Kak,” pamitnya.“Bukannya barusan minta jajan?”Serena tersenyum, ketika Zean malah benar benar menyodorkan uang jajan untuknya.“Ish, Kak Zean apaan, sih. Aku masih punya uang, kok. Jangan melakukan
Saat sampai di dalam rumah, keduanya mendapati Norin dan Wira berada di ruang tamu. Bukan hanya pasangan suami istri itu, tapi juga dengan Ken yang berada di antara mereka.“Serena Sayang, kamu bikin kita semua khawatir tahu nggak,” ujar Norin langsung mengahampiri putri semata wayangnya itu. “Udah pergi nggak ada kabar, nggak pulang ... dan sekarang sama Zean.”Serena langsung mode gugup.“Lain kali kalau pergi nggak jelas lagi, uang jajan kamu benar benar papa potong,” ancam Wira.“Yahh ... jangan dong, Pa,” berengutnya. “I-ini nggak seperti yang Mama bayangkan, kok. Aku cuman benar benar nginep doang di rumahnya Kak Zean. Oke.”Zean malah tersenyum seakan sedang meledek perkataannya. Awas saja kalau dia sampai bicara aneh aneh perkara sikapnya tadi. Dia kan suka gitu ... sukka sekali kalau ken mengomelinya.Meskipun Norin dan suaminya sudah tahu dari semalam, jika Eren bersama dengan Zean ... tetap saja naluri sebagai orang tua akan tetap khawatir jika anak gadisnya tak pulang ke r
Mulai menarik tanktop yang menutupi badannya ke atas, tapi saat benda itu sudah terbuka hingga menampakkan bagian perutnya, dengan cepat Zean menahan.Langsung bangun dan menyambar sweater milik Eren, kemudian mengenakan pada gadis itu ... kemudian membawa dia ke pelukannya.“Kamu pikir aku cowok seperti apa, hem? Yang begitu gampangnya kamu berikan tubuhmu. Satu hal yang harus kamu tahu, Ren ... cintaku padamu, bukan karena napsu, tapi pake hati.”“Jangan tinggalin aku,” tangis Eren dalam dekapan Zean. “Aku mau sama kamu.”Zean menangkup wajah Eren, kemudian mencium lembut bibir yang tampak memerah itu.“Nggak akan pernah,” ucapnya.Serena langsung duduk dan menatap fokus pada Zean.“Janji padaku?” Serena mengarahkan jari kelingkingnya pada Zean, berharap dapat balasan sebuah ikatan janji.Zean malah tersenyum mendapatkan sikap semacam itu.“Aku bukan temanmu, tapi kekasihmu. Tak berlaku janji seperti ini untukku.”Zean mendekatkan wajahnya pada Eren, hingga tatapan keduanya beradu d
“Pelan pelan makannya, Sayang,” komentar Norin.Ken menyodorkan air minum pada Kalina, tapi dia malah tak menerimanya.“Ini nggak ku kasih racun,” ujar Ken.Norin mencubit lengan Ken karena terus saja menjahili Kalina. Entahlah, ia pikir putranya akhir akhir ini sedikit bersikap aneh pada sahabat Eren. Bukan hanya Ken, tapi Kalina juga seperti itu. Berada di sekitar Ken, tampak jelas jika dia agak was was.“Apa Kenzie melakukan sesuatu padamu, Nak?”Mata Kalina langsung membola saat mendengar pertanyaan yang diajukan Norin padanya. Masa iya harus jawab jujur, kalau Ken udah melakukan sesuatu yang bikin dirinya mabuk. Mabuk cinta lebih tepatnya.Mengarahkan pandangan pada Ken, tapi lihatlah dia ... malah tersenyum sambil menaik turunkan kedua alisnya. Apa apaan maksudnya itu?“Sangat baik, Tante,” respon Kalina singkat, lengkap dengan senyuman manis yang ia umbar. Hanya saja dalam hatinya ia sedang menggerutu kesal.Selesai sarapan, sesuai intruksi mamanya ... Ken mengantarkan Kalina b
Hanya fokus memandangi dia yang tertidur nyeyak di dekapannya. Bahkan saat berniat untuk beralih posisi saja, dia seakan tahu saja hingga menahannya untuk tetap di posisi yang sama.Tersenyum puas saat apa yang ia inginkan benar benar terjadi. Akan ia buat gadis ini benar benar akan jatuh dalam dekapannya, hingga bahkan tak berpikir untuk berpaling walau hanya sedetik. Di dalam pikiran dia, hanya akan ada dirinya.“Kak Zean, jangan pergi,” rengek Eren yang posisinya masih dalam keadaan tidur. “Aku cinta sama kamu.”Dalam alam nyata sudah mendapatkan dia, setidaknya makin bahagia ketika dirinya juga bisa menghiasi alam mimpinya.“Sikapmu yang seperti ini, bagaimana aku nggak sedih saat kamu malah menolakku untuk lebih serius menjalin hubungan denganmu.” Mengelus dan mencium pucuk kepala gadis itu dengan lembut. “Aku nggak mempermasalahkan bagaimana sikapmu, karena aku cinta padamu tulus terima kamu apa adanya.”Butuh waktu yang lumayan lama untuknya bisa bertahan dan mengungkap semua p