Saat ini Kenzie dan Serana sedang menikmati makan malam. Fokus Ken hanya pada makanan yang dia nikmati, tapi tidak dengan Serana. Gadis itu seperti sedang memikirman sesuatu hingga membuat makanan yang dia nikmati tampak biasa saja.
"Kak, boleh aku ngomong sesuatu?" tanyanya pada Ken buka suara."Apa?""Tentang Kak Zean."Fokus Ken yang tadinya hanya pada makanan dan sesekali pada ponselnya, kini berpindah kearah adiknya."Zean?"Serena mengangguk. "Kak Zean itu sikapnya gimana, sih ... aku bingung," ujarnya langsung."Sikap yang mana?"Rena menghentikan adegan makannya dan menatap fokus ke arah kakaknya."Sikapnya beda-beda. Awalnya dingin, trus ... hangat, trus tiba-tiba jadi baik, eh ... balik lagi jadi nyebelin. Pas dia baik, aku senang banget. Pas lagi senang-senangnya, langsung sikap jeleknya muncul," jelasnya."Lebih detail," balas Ken."Awalnya sikapnya seperti biasa, dingin. Trus, tiba-tiba dia sepemikiran denganku. Saat aku terbawa suasana, berpikir kalau aku punya pemikiran yang sama, tiba-tiba dia malah kembali nyebelin.""Trus?""Malah dia pake ngebahas masalah hati denganku. Kan aku jadi ..."Rnea tak melanjutkan perkataannya. Padahal ia bisa melihat lirikan tajam Ken saat menunggu apa yang akan ia katakan selanjutnya."Kamu jadi apa?""Ah, sudahlah ... pemikiran dan pola pikir kita tak sejalan. Black n white. Aku tim api, kakak tim air terjun. Jadi ... lanjutkan makanmu saja, Kak."Rena kembali fokus dengan makanannya, sedangkan Ken memasang wajah kesal karena perkataan adiknya itu."Mau ku bilang sesuatu tentang Zean?" Tanya Ken seakan dengan sengaja memancing rasa penasaran gadis itu."Nggak usah," tolaknya. "Buat apa juga. Dia kan temanmu, Kak ... bukan temanku.""Tapi ini menyangkut kamu, loh."Awalnya tak perduli, tapi mendengar ada dirinya, kok tiba-tiba jadi penasaran.Meletakkan sendok dan garpunya. Mengelap mulutnya dengan tisu dan menatap fokus ke arah Ken."Apa apa?"Ken bersidekap dada. "Tapi, ada syaratnya.""Ih, Kakak. Kenapa juga harus pake syarat-syarat segala," kesalnya saat Ken dengan sengaja mengambil kesempatan dengan rasa penasarannya."Tentu saja. Ini kan berita penting. Dan seperti katamu tadi, ini menyangkut hati. Berhubungan denganmu, dengan Zean, dan pake hati."Kesal, kan ... dibuat penasaran oleh Ken. Padahal tadinya ia tak perduli, loh, tapi makin ke sini kakaknya ini malah semakin mengompori dirinya untuk kepo."Syarat apa?""Pulang sekolah, jangan pernah keluyuran. Nggak ada shooping-shooping. Nyampe rumah, harus belajar. Sebelum tidur, juga belajar.""Kak, itu syarat atau malah jadwal rutinitasku seharian penuh?""Kalau mau kamu terapkan selamanya juga boleh.""Andai kau bukan kakakku," umpatnya."Jangan berandai-andai terus."Nggak menerima, ia kepo. Menerima, malah hari-harinya semakin sulit saja. Hwaa ... Zean membuatnya galau luar biasa. Ditambah lagi dengan kakaknya ini."Aku mau ke kamar," ujar Ken menghentikan adegan makannya."Baiklah," respon Rena. "Syaratnya ku terima, meskipun dengan berat hati."Ken yang awalnya sudah melangkah menuju anakan tangga, terhenti dan kembali menghampiri adiknya yang masih duduk di kursi."Jadi?" tanya Rena menuntut."Zean itu menyukaimu," ujar Ken."Hah?"Kenzie menyentil dahi sang adik."Aduh," ringisnya."Apa-apaan respon mu begitu.""Ini membuatku kaget. Yang benar saja dia menyukaiku.""Sebagai adik," sambung Ken seketika langsung kabur dan berlari menuju kamarnya dengan tawa penuh kemenangan karena sudah berhasil mempermainkan adiknya."Kak Ken!! Awas kamu!"---000---Pagi ini masih sama, ya ... sarapan dengan si cunguk, Kenzie. Membuat napsu makannya yang tadinya naik, tiba-tiba bisa turun drastis. Bisa-bisa ia kurus kerempeng jika ditindas terus oleh manusia ganteng ini."Boleh minta uang jajan lagi, nggak, Kak?""Masa masih kurang, sih, Ren?""Aku mau ...""Sudah janji, ya, semalam. Nggak ada yang namanya shooping.""Aku nggak shooping, kok, cuman nemenin. Masa iya nemenin aja nggak boleh. Kamu kejam, Kak," kesalnya."Apa untungnya coba. Mending belajar di rumah.""Ya untung lah. Setidaknya otakku nggak hanya mentok di depan buku pelajaran. Mataku nggak hanya diciptakan untuk menatap angka angka dan huruf, Kak.""Hari ini Zean yang antar jemput kamu, ya.""Kok gitu, sih?" kesalnya.Padahal ia sedang membahas kepentingan shooping, tapi Ken malah mengejutkannya dengan hal yang lebih tak terduga lagi. Apa-apaan dia meminta Zean mengantar dan menjemputnya sekolah. Apa kakaknya ini tak merasa sudah membuat orang lain terbebani."Aku pake taksi aja kalau gitu.""Sudah ku bilang, kan, Zean yang ...""Kakak ... kemarin aja dia cuman jemput aku aja itu udah bikin tanduk di kepalaku nongol. Masa sekarang ditambah dengan antar-jemput. Sudah cukup, Kak ... bisa sesak napas adikmu ini jika terus dihadapkan pada Kak Zean."Serius, nih ... ia rada was-was kalau ketemu Zean. Bawaannya otaknya ikut jadi aneh."Aku ada perlu ke kantor. Otomatis jalurnya berlawanan arah," terang Ken pada adiknya.Ken beranjak dari kursi dan menyambar tas ransel miliknya. "Aku duluan, bentar lagi Zean datang. Awas, loh, ya ... jangan bikin dia repot," pesannya sebelum berangkat.Mengeluh dengan nada berat. "Jangan bikin dia repot? Yang benar saja. Dipikir nganter jemput gini nggak bikin dia repot. Dasar! Itu cowok aneh banget, sih," kesalnya mencengkeram sendok. Berharap sampai bengkok, tapi ternyata nggak berhasil.Yap, benar sekali. Mungkin hanya sekitar lima belas menit setelah Ken pergi, kini Zean yang datang. Menghadapi orang macam ini, harus punya stok sabar yang besar. Dia nggak banyak bicara, hanya saja kalau sudah bicara, suka nyelekit omongannya sampe ke ulu hati."Pagi, Kak Zean," sambutnya di teras depan. Tentunya dengan senyuman dong.Tak ada balasan. Sepertinya pagi ini dia kumat lagi dinginnya. Tak apalah, daripada penyakit lain yang kumat. Itu lebih nakutin.Rena masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh Zean. Sampai di dalam, ia berdo'a agar dirinya selamat dan aman sampai sekolah. Takut saja jika sudah berdua dengan manusia ini.Dalam perjalanan, ponsel milik Zean terus saja berdering. Sungguh, rasanya menjengkelkan dan berisik. Bahkan pemiliknya seolah tak berniat untuk menjawab."Kak, ponselnya bunyi, noh," ujarnya memperingatkan."Biakan saja.""Tapi berisik.""Tutup saja kupingmu," suruh Zean."Yakali," balas Rena kesal.Ia senderkan kepalanya saat deringan itu seolah hendak menghancurkan mood nya pagi ini.Sampai di dekat gerbang sekolah, Serana bernapas lega."Akhirnya sampai juga. Rasanya ini pagi sesuatu banget, ya," gumamnya menatap Zean."Nanti ...""Nggak usah, Kak," sanggah Rena langsung saat tahu apa yang akan dikatakan Zean. "Kakak nggak usah repot-repot buat jemput aku. Aku udah kelas tiga SMA, Kak. Aku bisa sampai di rumah tanpa harus dijemput. Maaf, sudah membuatmu repot karena Kak Ken memintamu terus," jelasnya."Aku yang inginkan ini, kenapa harus meminta maaf atas nama Ken?"Rena mengerjap-ngerjapkan matanya saat mendengar perkataan Zean. "M-maksud Kakak apaan, ya?" Siapa tahu ia salah dengar barusan."Maksudku ... nanti pulang sekolah aku yang jemput. Atau, mau ku bilang Ken?"Rena merasa napasnya tiba-tiba sesak saat lagi-lagi Zean mempermainkannya. Dengan sengaja malah memukul cowok itu dengan buku yang ia pegang."Kamu menyebalkan," umpatnya langsung turun dari mobil.Sampai di luar, ia menatap horor ke arah Zean dan mengacungkan kepalan tinjunya seolah mengajak perang.Melangkah dengan malas masuk kelas. Sampai, ia duduk di kursi dan menyambar keripik yang ada di pegangan Sandra."Why lagi?" tanya Kalina."Kak Zean," rengeknya."Kak Zean?" tanya Kalina dan Sandra berbarengan."Itu, temennya Kak Ken. Masa itu orang nyebelinnya kebangetan banget. Gue kesal, sumpah! Pengin ngajakin gelud tu orang," umpatnya."Yang mana, sih, orangnya? Kita berdua kenal nggak, sih?""Kalian belum pernah ketemu. Sebelumnya gue ketemu juga jarang sama dia. Paling dia ke rumah, guenya ngacir ke kamar. Jadi, gue hanya sekadar tahu. Tapi setelah kenal, duh ... ngap banget rasanya.""Pinisirin simi iringnyi," balas Kalina."Ganteng, nggak?" tambah Sandra.Rena tak menjawab, tapi malah mengeluarkan ponselnya. Membuka bagian galery dan menunjukkan sebuah foto pada kedua sahabatnya."Ini orangnya," ujarnya."Serius?""Keren anjir.""Ini mah sama Kak Ken perbandingannya 11:11," ungkap Kalina."11:11 dah lewat," sahut Sandra."Iya, persis, sama dan sepertinya mereka berdua kembar tak seiras. Sikapnya sama-sama nyebelin, dingin, otaknya belajar mulu, dan ..." Ia menghembuskan napas berat. "Dan gue kesal.""Padahal Kak Ken baik, loh. Ganteng, manis, kalem, perhatuan," puji Kalina seolah membayangkan wajah Ken."Cinta terpendam, bentar lagi disambar burung gagak itu Kakak gue," ledek Serena.Harus diketahui, ya ... ini sobatnya yang satu, udah naksir sama Kakaknya dari kapan tahun. Tapi masalahnya dia takut ngomongnya. Bukan hanya itu, pas diajak main ke rumah pun, itu dia lihat situasi dan kondisi dulu. Kalau ada Ken, Kalina bakalan hanya diam di kamar. Tapi kalau tak ada, barulah ia keluar."Dan itu cowok juga berhasil bikin gue kelabakan," lanjut Serana lagi."Maksud lo?""Sikapnya itu beda-beda. Kemarin dia dingin banget, trus tiba-tiba pas belajar bareng malah jadi aneh," jelasnya."Yang jelas dong ngasih penjelasannya," komentar Sandra."Kemarin kan gue bilang kalau gue tuh kesal sama dia. Gue berencana ngebalas gitu, eh malah dia bilang gini 'balas pake hatimu saja. Bisa, kan?' Nah, itu gue kaget dong."Kalina dan Sandra malah saling lirik. Seolah inti dari penjelasan Serena sudah mereka ketahui."Apa jangan-jangan dia suka sama lo," tebak Kalina."Yang bener aja.""Ya, itu ... dia malah ngomongin masalah hati, kan? Apalagi kalau bukan cinta," balas Sandra.Mendengar perkataan Kedua sahabatnya ini malah semakin membuat ia semakin kepikiran. Yang benar saja jika begitu.Sungguh, rasanya dihadapkan pada sesuatu yang menakutkan dan mengerikan itu benar-benar menguras otak dan pikiran. Pagi hari sudah dihadapkan pada munculnya Zean, sekarang pulang sekolah lagi-lagi ia harus berhadapan dengan cowok itu. Menghindar adalah cara yang paling tepat."Gue ikut kalian," ujar Serena pada Kalina dan Sandra saat pulang sekolah."Lah, bukannya nggak diijinin sama Kak Ken?""Gue malanggar ijin," balasnya sambil merogoh ponselnya di dalam tas.Mengirimi pesan pada Ken dan mengatakan kalau ia akan pulang telat."Kuyy ... cabut," ajaknya pada kedua sahabatnya setelah menonaktifkan ponselnya. Karena apa? Yakinlah kakaknya tercinta itu pasti bakalan ngamuk dan heboh meneleponnya. Jadi, cara yang paling aman agar kupingnya nggak panas, adalah dengan memasang mode silent di ponsel.Keduanya memasuki sebuah pusat perbelanjaan. Rasanya sudah lama ia tak menelusuri tempat ini. Ya, tepatnya saat dirinya dan kehidupannya berada di pengaturan Ken. Ketiganya belanja sepuasnya.
Harusnya ia tenang dan tidur dengan sangat nyenyak malam ini, tapi yang terjadi justru malah sebaliknya. Sikap dan perlakuan Zean tadi sukses membuatnya gelisah galau tapi tak sampai merana. "Gue sepertinya tak sehat. Kenapa malah kepikiran terus sama Kak Zean. Apalagi adegan pelukan tadi, bikin otak gue yang biasanya hanya mikirin Glenn, jadi berpaling," gumamnya. Kemudian berteriak-teriak. "Glenn ... posisi lo jadi kalah sama Kak Zean!!!"Seketika semuanya jadi gelap. Membuatnya bergidik ngeri."Bibik!!!!!" pekiknya langsung beranjak dari tempat tidur. Tanpa pikir panjang dan langsung berlari hingga tak sengaja malah menabrak dinding."Non ... Non Rena nggak apa-apa?" tanya bibik datang menghampirinya dengan sebuah lilin sebagai cahaya."Kenapa pake acara mati lampu, sih, Bik," ringisnya sambil mengusap-usap dahinya yang tampak memar karena menabrak dinding. Rasanya nyut-nyutan. Astaga! Untung nggak pingsan."Bibik juga nggak tahu, Non ... tapi tetangga masih pada nyala, kok, listr
Sebenarnya matanya sangat mengantuk, tapi tiba-tiba pelukan yang semakin mengerat di badannya membuat ia dipaksa bangun. Dan apa hasilnya? Gadis yang semalam mengomel-ngomel karena panas lah, banyak nyamuk lah ... kini tidur dengan memeluknya erat. Tersenyum puas. Jangan ditanya lagi apa yang membuatnya tersenyum, karena bagi siapapun yang peka, pasti bisa paham kenapa sikapnya begitu pada Serena. Entah gadis ini memahami apa yang sedang ia rasakan, tapi yang jelas dia masih bisa dekat dengannya. Setidaknya untuk saat ini itu sudah cukup, jika ada kesempatan, mungkin akan lebih dekat lagi. Tak bisa melakukan hal manis di saat dia bangun, setidaknya dalam keadaan tidur begini, ia bisa lakukan apa saja. Ya, apa saja. Di saat menikmati moment itu, Serena melakukan pergerakan dan ia memilih untuk kembali pura-pura tidur. Apalagi posisi dia yang memeluknya begini, bisa-bisa malah dia yang lakuin, tapi justru dirinya yang malah diomelin. Biasalah, tingkat omelan gadis ini bisa di bilang
Di sekolah, saat keluar ia segera menelepon Zean kalau akan sampai di rumah tepat waktu. Oke ... itu berarti dirinya masih punya waktu yang aman untuk berkeliaran hari ini.“Ren, lo jadi jalan sama Glenn?” tanya Kalina.“Iya, ini lagi nungguin dia, nih,” jawabnya.“Sandra mana, ya?” tanya Kalina.“Tadi katanya mau ke toilet, kan.”Saat keduanya duduk menunggu di dekat parkiran sekolah, tiba-tiba Sandra datang beriringan dengan Glenn.“Loh, kok kalian bisa barengan?” tanya Serena heran.“Papasan di lorong kelas,” jawab Glenn menebar senyum ke arah gadis itu.Jadilah, saat Sandra dan Kalina memasuki mobil masing-masing untuk segera pulang, sedangkan Serena memasuki mobil Glenn untuk segera pergi kencan. Yap, kencan ... bahkan sudah satu tahun jadian, keduanya hanya menjalani hubungan aneh seperti ini. Tanpa adanya malam minggu, tanpa adanya jadwal kencan dan kesan kesan dalam dunia pacaran yang seperti dilakukan teman teman sebayanya.“Glenn ... sorry, ya ... kita pacarannya malah jadi
Duduk di pinggir jalan sambil menangis. Bahkan tak menhiraukan orang-orang yang memerhatikannya dengan raut heran ... seperti seorang yang sudah dicampakkan dengan mengenaskan. Ya, begitulah yang memang sedang ia alami. Dicampakkan oleh orang yang selama ini bilang cinta, tapi ternyata hanya rasa kasihan.Kalau bukan karena seragam yang masih dikenakannya, mungkin ia akan dilempari uang recehan oleh mereka yang lewat.Ponselnya tiba-tiba berdering ... saat ia lihat, ternyata nama Ken lah yang tertera. Tentu saja tak mungkin ia jawab, di saat dirinya masih dalam keadaan menangis begini. Bisa-bisa kakaknya itu dengan mudah mencurigai suaranya yang berbeda karena serak.Baru juga panggilan dari Ken terhenti, kini nama Zean yang muncul di layar datar itu.“Aku lagi patah hati begini, kenapa kalian berdua malah meneleponku terus, sih,” tangisnya. “Bisa-bisa aku khilaf dan bunuh diri aja, nih.”Terus menangis, bahkan wajahnya saja terlihat sudah sembab. Melihat kiri kanan, sudah sepi pejala
Eren duduk di samping Zean dengan sebuah guling yang ia bawa dari kamar. Menatap fokus pada cowok yang saat itu sedang bicara di telepon dengan seseorang. Hanya jadi pendengar yang baik, saat cowok itu terkadang hanya mengeluarkan kata-kata singkat saat bicara di telepon. Sungguh ... itu yang jadi lawan bicaranya pasti merasa gregetan. “Kak Zean nggak pulang?” tanya Eren saat Zean selesai bicara di telepon.Zean menatap dingin ke arah Eren.“Suka sekali mengusirku.”“Aku, kan, lagi nanya, Kak.” Menghela napasnya berat, saat pertanyaannya justru dikira pernyataan.Zean menyandarkan punggungnya di sofa.“Maaf, merepotkanmu,” ucap Eren memasang wajah bersalah.“Tak apa, jika itu membuatmu senang,” balas Zean.Serena malah merebahkan badannya begitu saja, dengan kedua paha Zean sebagai bantalan dan kemudian memeluk guling.“Jadi, menurutmu gimana, Kak?” tanya Serena.“Apanya?” Tiba tiba bertanya begitu, tentu saja membuatnya bingung.“Ya, aku.”“Aku nggak tahu,” respon Zean singkat.“K
Zean duduk di samping Serena yang masih menangis. Bahkan sekeluarnya Ken, dia makin mejadi-jadi tangisnya. Jujur, ia kasihan ... hanya saja iajuga tak bisa berbuat apa apa. Setidaknya hanya bisa melerai sobatnya agar tak terlalu menunjukkan emosi pada Serena.“Belum puas menangis dari sore?”“Kak Zean, nggak mau memelukku?” tanyanya pada Zean.“Sudah ada Ken, kan,” balas Zean.Eren malah langsung saja memeluk Zean. “Aku mau dipeluk sama kamu saja. Kak Ken begitu menakutkan kalau lagi marah. Jantungku seakan mau copot,” jelasnya memeluk Zean sambi menangis.Zean malah terkekeh mendengar penuturan Eren. “Dia begitu karena sayang dan memikirkanmu. Bukan karena marah atau membencimu. Itu yang harus kamu ingat.”“Jangan-jangan kamu kalau lagi marah juga begitu, Kak ... kalian kan couple sejati.”“Saat orang yang ku cinta dan ku sayang dibuat menangis, hal yang sama juga ku lakukan. Tapi tentunya dengan cara yang berbeda.”Lagi-lagi Zean membuatnya kesal. Apa cowok ini sengaja membuatnya sa
Tahu tidak, ini rasanya memasuki area sekolah, seakan-akan ia seperti murid baru tanpa mengenal siapapun di sini. Semua itu karena permasalahannya dengan Glenn dan Sandra. Ia tahu jika dirinya tak salah, tapi rasanya tak tahan jika nantinya harus bertemu dengan dua manusia pengkhianat itu.Masuk kelas, ia dapati Kalina dan Sandra sedang ngobrol, seperti biasa ... masih seperti sebelum adanya masalah. Sedangkan sekarang status keduanya sudah berbeda. Satu adalah sahabatnya dan yang satu adalah pengkhianat.“Pagi, Ren,” sapa Kalina dengan riang.Ya, seperti biasa, selalu ceria meskipun ini masih pagi. Hanya saja dia sepertinya tak tahu tentang permasalahan yang sedang ia hadapi dengan Sandra.“Ren ... lo kok duduk di depan?” tanya Kalina saat Eren malah duduk di kursi depan, di samping kursinya dengannya. Kan, biasanya dengan Sandra di belakang.Tak ada jawaban yang diberikan Eren. Seolah-olah ia enggan untuk mengeluarkan suaranya di dekat Sandra.Kalina bingung dengan apa yang terja
Di perjalanan Zean tak langsung bertanya atau membahas perihal masalah yang sedang dipikirkan Serena. Takut, jika mood gadis ini masih mode kesal. Baru juga adem dengannya, masa iya udah mau panas lagi.“Kenapa menatapku terus, sih?” tanya Serena saat setengah perjalanan.Zean malah tersenyum menanggapi pertanyaan yang diberikan Serena padanya. Bukan apa apa, hanya saja ia lega saat gadis ini mengeluarkan suaranya yang sedari tadi justru malah dia.“Akhirnya aku lega, saat kamu sudah normal kembali,” ungkap Zean. “Berdua denganmu di dalam mobil, tapi kamu cuman diam seribu bahasa. Jujur saja, aku berpikir jika aku sudah melakukan kesalahan apalagi padamu,” tambahnya menjelaskan.“Berhenti sebentar, bisa?”Zean mengangguk. Kemudian mencari posisi yang aman untuk menepi dan menghentikan laju kendaraannya.Mobil berhenti, kemudian Zean menanggalkan safety belt yang melilit badannya. Ia menatap fokus pada Serena yang duduk di sampingnya.“Ada apa, hem?”Serena merentangkan kedua tanganny
Serena menghampiri orang tuanya yang duduk di ruang keluarga. Kemudian menatap keduanya bergantian dengan pandangan serius. Seakan tahu jika ia ingin bicara sesuatu, papanya langsung menutup buku yang beliau baca.“Ada apa, Ren?”“Mama sama Papa akan lama di sini, kan?” tanyanya langsung.Pasangan suami istri itu saling melempar pandang, kemudian kembali fokus pada gadis belasan tahun yang sedang menatap keduanya serius.Menghela napasnya dengan berat, ketika tanpa harus mendapatkan jawaban langsung, ia sudah bisa menebak jawabannya dari reaksi keduanya dalam menanggapi pertanyaannya.“Nggak usah dijawab, karena aku sudah tahu jawabannya,” ujarnya langsung dengan wajah tak baik.Di saat yang bersamaan, Ken yang baru pulang, ikut duduk di antara ketiganya.“Ada apa?” tanyanya melihat reaksi orang tua dan adiknya yang tampak takbaik baik saja. “Ada masalah?”“Aku kadang heran, antara memiliki orang tua atau enggak, sih.” Mulai bicara dan mengeluh dengan apa yang sedang dirasakannya. Ter
Sampai di rumah, Kalina langsung turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah ... sedangkan Serena malah ngobrol dengan Zean di dalam mobil.“Ada tugas dari sekolah?”“Dari sekolah nggak ada, sih ... cuman aku nggak tahu ntar kalau dari Kak Ken,” jawabnya malas. Kemudian menatap takut takut ke arah Zean. “Jangan bilang kalau Kakak mau ngasih aku tugas.”Zean mencubit pipi Serena gemas. Kebiasaan dirinya yang suka ngasih tugas, pas bilang nggak ada tugas dia udah horor duluan.“Ntar malam kita makan di luar, ya,” ajak Zean.Serena langsung memasang wajah cemas.“Jangan bilang padaku kalau kamu mau pergi lagi.”“Kamu mau aku pergi?”“Jangan dong,” respon Serena langsung. “Kakak nggak boleh kemana mana kecuali jika aku mengijinkan.”Zean malah tertawa kecil mendengar perkataan Serena.“Baiklah, aku nggak akan pergi tanpa ijin darimu. Tapi, bisa, kan, nanti malah makan di luar denganku?”Mengangguk cepat dengan senyuman penuh bahagia menanggapi ajakan Zean.“Sana masuk. Aku nggak mampir, ya.
Kalina dan Serena berjalan melewati lorong lorong kelas, ketika jam pulang sekolah ... sambil ngobrol dan bercanda. Seketika langkah keduanya terhenti saat seorang guru memanggil.“Ada apa ya, Pak?” tanya Serena.“Kalian berdua ikut saya ke ruang BK, ya.”“Apa kita lakuin kesalahan, Pak?”Tak mendapatkan jawaban hingga keduanya hanya mengekori langkah guru itu. Sampai di ruangan yang di maksud, agak kaget karena di sana ternyata juga ada Sandra dan Glenn. Sudahlah, jangan ditanyakan lagi apa masalah ... udah bisa ketebak.Lihatlah tampang songong Glenn, yang bahkan rasanya ingin ia cakar saking kesalnya. Ini bukan karena permasalahannya lagi, tapi justru karena di sudah menyakiti Kalina.“Maaf, Pak ... ada apa, ya?” tanya Serena seolah tak tahu permasalahannya.Glenn berdecak ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan Serena. “Pura pura nggak tahu,” berengutnya dengan nada kesal emnatap ke arah Serena.Serena langsung panas dong, ketika mendengar perkataan Glenn. Berusaha untuk tak
Sampai di luar, Ken langsung disambut oleh Serena. Gadis itu menyodorkan telapak tangan ke arahnya.“Apa?”“Jajanku.”“Minta Papa sana.” Padahal ia sedang mengerjai adiknya.Dengan muka malas, Serena berniat kembali lagi ke dalam rumah untuk meminta uang jajan pada papanya. Hanya saja Zean menahan niatnya.“Kelamaan, udah telat ini, Ren,” ujar Zean menarik gadis itu untuk segera masuk ke dalam mobil.”Zean mengantarkan Eren ke sekolah, sementara Ken lanjut menuju kampus. Setidaknya ada waktu sekitar beberapa bulan lagi hingga akhirnya status siswi SMA ini lepas dari gadis yang usianya sudah menginjak 18 tahun.Sampai di depan gerbang sekolah, mobil terhenti. Eren menyambar dan mencium punggung tangan Zean untuk pamit. Kebiasaan, karena sikap ini juga ia lakukan pada Ken.“Aku masuk dulu, Kak,” pamitnya.“Bukannya barusan minta jajan?”Serena tersenyum, ketika Zean malah benar benar menyodorkan uang jajan untuknya.“Ish, Kak Zean apaan, sih. Aku masih punya uang, kok. Jangan melakukan
Saat sampai di dalam rumah, keduanya mendapati Norin dan Wira berada di ruang tamu. Bukan hanya pasangan suami istri itu, tapi juga dengan Ken yang berada di antara mereka.“Serena Sayang, kamu bikin kita semua khawatir tahu nggak,” ujar Norin langsung mengahampiri putri semata wayangnya itu. “Udah pergi nggak ada kabar, nggak pulang ... dan sekarang sama Zean.”Serena langsung mode gugup.“Lain kali kalau pergi nggak jelas lagi, uang jajan kamu benar benar papa potong,” ancam Wira.“Yahh ... jangan dong, Pa,” berengutnya. “I-ini nggak seperti yang Mama bayangkan, kok. Aku cuman benar benar nginep doang di rumahnya Kak Zean. Oke.”Zean malah tersenyum seakan sedang meledek perkataannya. Awas saja kalau dia sampai bicara aneh aneh perkara sikapnya tadi. Dia kan suka gitu ... sukka sekali kalau ken mengomelinya.Meskipun Norin dan suaminya sudah tahu dari semalam, jika Eren bersama dengan Zean ... tetap saja naluri sebagai orang tua akan tetap khawatir jika anak gadisnya tak pulang ke r
Mulai menarik tanktop yang menutupi badannya ke atas, tapi saat benda itu sudah terbuka hingga menampakkan bagian perutnya, dengan cepat Zean menahan.Langsung bangun dan menyambar sweater milik Eren, kemudian mengenakan pada gadis itu ... kemudian membawa dia ke pelukannya.“Kamu pikir aku cowok seperti apa, hem? Yang begitu gampangnya kamu berikan tubuhmu. Satu hal yang harus kamu tahu, Ren ... cintaku padamu, bukan karena napsu, tapi pake hati.”“Jangan tinggalin aku,” tangis Eren dalam dekapan Zean. “Aku mau sama kamu.”Zean menangkup wajah Eren, kemudian mencium lembut bibir yang tampak memerah itu.“Nggak akan pernah,” ucapnya.Serena langsung duduk dan menatap fokus pada Zean.“Janji padaku?” Serena mengarahkan jari kelingkingnya pada Zean, berharap dapat balasan sebuah ikatan janji.Zean malah tersenyum mendapatkan sikap semacam itu.“Aku bukan temanmu, tapi kekasihmu. Tak berlaku janji seperti ini untukku.”Zean mendekatkan wajahnya pada Eren, hingga tatapan keduanya beradu d
“Pelan pelan makannya, Sayang,” komentar Norin.Ken menyodorkan air minum pada Kalina, tapi dia malah tak menerimanya.“Ini nggak ku kasih racun,” ujar Ken.Norin mencubit lengan Ken karena terus saja menjahili Kalina. Entahlah, ia pikir putranya akhir akhir ini sedikit bersikap aneh pada sahabat Eren. Bukan hanya Ken, tapi Kalina juga seperti itu. Berada di sekitar Ken, tampak jelas jika dia agak was was.“Apa Kenzie melakukan sesuatu padamu, Nak?”Mata Kalina langsung membola saat mendengar pertanyaan yang diajukan Norin padanya. Masa iya harus jawab jujur, kalau Ken udah melakukan sesuatu yang bikin dirinya mabuk. Mabuk cinta lebih tepatnya.Mengarahkan pandangan pada Ken, tapi lihatlah dia ... malah tersenyum sambil menaik turunkan kedua alisnya. Apa apaan maksudnya itu?“Sangat baik, Tante,” respon Kalina singkat, lengkap dengan senyuman manis yang ia umbar. Hanya saja dalam hatinya ia sedang menggerutu kesal.Selesai sarapan, sesuai intruksi mamanya ... Ken mengantarkan Kalina b
Hanya fokus memandangi dia yang tertidur nyeyak di dekapannya. Bahkan saat berniat untuk beralih posisi saja, dia seakan tahu saja hingga menahannya untuk tetap di posisi yang sama.Tersenyum puas saat apa yang ia inginkan benar benar terjadi. Akan ia buat gadis ini benar benar akan jatuh dalam dekapannya, hingga bahkan tak berpikir untuk berpaling walau hanya sedetik. Di dalam pikiran dia, hanya akan ada dirinya.“Kak Zean, jangan pergi,” rengek Eren yang posisinya masih dalam keadaan tidur. “Aku cinta sama kamu.”Dalam alam nyata sudah mendapatkan dia, setidaknya makin bahagia ketika dirinya juga bisa menghiasi alam mimpinya.“Sikapmu yang seperti ini, bagaimana aku nggak sedih saat kamu malah menolakku untuk lebih serius menjalin hubungan denganmu.” Mengelus dan mencium pucuk kepala gadis itu dengan lembut. “Aku nggak mempermasalahkan bagaimana sikapmu, karena aku cinta padamu tulus terima kamu apa adanya.”Butuh waktu yang lumayan lama untuknya bisa bertahan dan mengungkap semua p