Haruskah waktu begitu cepat berputar. Ayolah, ia baru tidur beberapa menit yang lalu dan sekarang sudah pagi aja. Apa jam nya yang salah? Sepertinya tidak, karena sedari tadi ia sudah mendengar gedoran pintu kamar. Itu permulaan, tapi sekarang justru kehebohan mamanya langsung menyerang pendengarannya.“Mama ... aku masih ngantuk. Lima menit lagi, ya,” rengeknya kembali merebahkan badan. Sedangkan Kalina, sobatnya itu justru sudah melipir langsung menuju kamar mandi. Sepertinya dia tak tahan dengan suara terompet mamanya saat membangunkan.“Kakakmu udah siap mau sarapan, kamu masih anteng dibalik selimut. Cepatan bangun! Kalau enggak ...”Serena langsung bangun dan beranjak dari tempat tidur dengan cepat sebelum mendengar ancaman itu. Sebelum mendengar pun, ia sudah memastikan ancaman apa yang akan diberikan mamanya.Melihat tampang ciut Eren yang langsung berlari menuju kamar mandi, membuat Norin terkekeh. Apalagi saat mendengar kehebohan dua gadis itu di kamar mandi. Bagaimana tida
Mondar-mandir dengan rasa cemas yang menyelimuti hatinya. Bekas darah yang sudah mengering di seragamnya masih tercium bau anyir, itupun terabaikan akan perasaan cemasnya akan kondisi Kalina.Ayolah, sobatnya itu tak punya keluarga di sini, bagaimana mungkin ia bisa tenang. Pikiran buruk langsung menyeruak memenuhi isi otaknya. Berpikir jika luka yang dia terima hanya luka kecil, tapi ternyata lumayan dalam hingga harus mendapatkan beberapa jahitan.“Serena.”Panggilan itu membuat Eren yang panik dan khawatir seketika berbalik badan saat ada yang menyebut namanya.“Kak Zean.”Langsung saja ia menghampiri Zean dan memeluk cowok itu erat. “Aku takut Kalina kenapa-kenapa, Kak,” ujarnya.“Udah, kamu tenang aja. Dokter pasti akan melakukan hal yang terbaik,” terang Zean menenangkan hati Eren.Tak lama kemudian Ken juga datang. Tebaklah seperti apa tampang kakaknya itu saat ini. Berasa mengkhawatirkan kekasih pujaannya tahu, nggak. Itu terlihat jelas di wajah dia.“Di mana dia?”“Masih dita
“Kamu mau kemana?” tanya Norin pada Eren yang sudah siap seperti mau pergi.“Rumah sakit, Ma ... nemenin Kalina. Kebayang kalau Kakak yang di sana, auto masuk ICU Kalina ntar mendapatkan sikap aneh putra mama yang satu itu,” jelas Eren tertawa.Bukan apa-apa, hanya berpikir saja kalau Kalina berada dekat Ken kan bawaannya auto meninggoy. Bisa heboh kan jadinya. Diberikan sikap manis saja, udah bikin mata sobatnya itu tak tidur semalaman, apa kabar kalau ken menjaga dia.“Ini Mama mau ke rumah sakit sama Papa. Kamu di rumah aja, nanti Ken Papa suruh pulang” jelas Wira yang sudah bersiap.Eren mengangguk setuju atas saran mamanya.Terdengar suara deru mobil memasuki area pekarangan rumah. Bisa dipastikan siapa yang datang. Tak lama langkah kaki itu memasuki rumah.“Loh, kok Kakak pulang? Kalina sendirian dong,” komentar Eren ketika tahu kalau yang datang adalah kakaknya.Segera berjalan menemui dia yang baru turun dari mobil.“Kok Kakak pulang?” “Males aku nemenin dia. Cerewet, Aneh,”
Pagi ini dirinya berangkat sekolah masih diantar oleh kakaknya tercinta, tersayang dan ternyebelin. Terkadang berharap banyak jika Ken segera punya gebetan agar tiap pagi dia punya tugas mengantar pacarnya kerja atau apapun itu. Hingga dirinya bisa bawa mobil sendiri. Berasa anak manja banget dirinya yang harus diantar jemput sekolah dan kemanapun nggak dapat ijin bawa mobil sendiri.“Kakak kuliah?” tanya Eren saat mobil berhenti di dekat gerbang sekolah.Ken mengangguk menanggapi pertanyaan adiknya.“Kak Zean?”Ken memberikan tatapan tajamnya pada Eren. “Kamu pacarnya atau bukan, sih? Harusnya tahu kapan dia kuliah dan kapan jadwalnya libur. Jangan hanya dia saja yang mengetahui segalanya tentang kamu.”Eren memutar bola matanya malas saat ocehan Ken kembali menyerangnya. Padahal biasanya ia bertanya juga aman-aman aja, kenapa sekarang malah sewot. Fiks lah, dia memang lagi PMS.Menyambar dan mencium punggung tangan kakaknya itu. “Aku masuk dulu,” pamitnya.“Suruh dia menemuiku,” res
Hanya tidur-tiduran di rumah sakit, rasanya itu sesuatu banget loh. Sebagai makhluk yang diciptakan dengan sikap aktif yang luar biasa, tentu saja ini terasa menyiksa. Lebih menyiksa lagi saat memikirkan Kenzie. Karena masalah kemarin, sampai hari ini dia nggak menampakkan wajah lagi di depannya. Ngenes banget rasanya. Seperti sebuah amunisinya untuk bertahan hidup tiba-tiba habis. Padahal kemarin dirinya lah yang bersikap aneh pduluan pada dia.Seorang dokter masuk dan menghampirinya yang ditemani oleh Wira..“Dokter, saya udah boleh pulang, kan. Di sini ngebosenin banget. Toh saya juga nggak kenapa-kenapa, dok,” terangnya dengan nada memberengut.Dokter itu tersenyum padanya.“Untuk itulah saya ke sini memeriksa kondisimu. Sekalian, kita cek darah ... untuk memastikan.”“C-cek darah?”“Iya.”“Itu artinya, darah saya diambil gitu, kan, dokter?”“Namanya cek darah, tentu saja harus ngambil sample darahmu dong, Sayang,” tambah Norin menjelaskan.Demi apalagi ini, dirinya harus dihadap
Saat pelajaran terakhir usai, ponselnya berdering. Terlihat, nama Zean lah yang tertera.“Ya, Kak?”“Aku tunggu di depan gerbang, ya.”“Oke,” jawabnya.Segera membereskan peralatan tulisnya ke dalam tas. Selesai, ia pun keluar dari kelas dengan langkah cepat.Dari kejauhan terlihat sosok yang meneleponnya barusan sudah berdiri di samping mobil. Langkahnya semakin ia percepat dan senyuman hangat pun menyambutnya.“Kakak udah lama?”“Nggak, sih,” jawabnya sambil membukakan pintu mobil untuk Eren.Zean melirik waktu di jam tangannya saat keduanya sudah berada dalam mobil.“Hari ini nggak ada pelajaran tambahan, jadi ... hari ini jadwalmu bersamaku.”Dahi Eren berkerut mendengar pernyataan Zean.“Kenapa ekspressimu begitu? Kamu nggak mau nemenin aku?”“Tumben.”“Masih berharap hadiah ulang tahun dariku?”“Beneran?”Wajahnya seketika sumringah saat mendengar itu. Ayolah ... tadinya ia memang rada kesal saat Zean tak memberikannya sebuah kado ulang tahun untuknya. Padahal kan keduanya baru
Saat Zean mengajaknya punya hubungan lebih dekat dengan status pacaran, ia masih mau, karena memang mengharapkan Zean lah yang menyandang status itu. Ia butuh dia. Tapi sekarang, saat dia mengajaknya menikah, jujur saja ia benar-benar kaget.Bukan menolak atau mau berkilah jika dirinya tak menginginkan Zean, bahkan sangat ingin. Hanya saja kalau untuk menikah ... rasanya kok begitu cepat.“Eren ...”“Kakak bicara apa, sih?” memasang ekspressi datar.“Menikahlah denganku, Serena. Aku mau kamu.”Eren beranjak dari posisi duduknya. “Kak Zean, maaf ... bukan menolak, hanya saja jika untuk menikah rasanya kok terlalu cepat.”Zean beranjak dari posisinya dan berdiri berhadap-hadapan dengan Eren.“Aku nggak mempermasalahkan statusmu.”“Bukan itu yang ku maksud,” bantah Eren. “Aku hanya merasa ini terlalu cepat untukku pribadi, bukan untuk dirimu ataupun kita. Aku tahu seperti apa kamu, sebaik apa dirimu ... aku yakin itu. Hanya saja aku tak yakin dengan diriku sendiri. Paham, kan, apa maksud
Ken keluar dari kamar, berbarengan dengan papanya yang juga abru keluar dari kamar Eren. Menghampiri, kemudian menyambar dan mencium punggung tangan laki laki paruh baya itu.“Aku keluar dulu, Pa,” pamitnya.“Kamu mau kemana lagi? Papa mau ke rumah sakit, Mama masih ada di sana sama Kalina. Eren di rumah loh. Lihat kondisi dia sekarang, kan ... setidaknya bujuk dia, kasih dia penjelasan. Biasanya dia akan mendengarkanmu daripada Papa.”“Aku bingung cara ngasih penjelasan lagi sama dia. Oke, aku tahu pemikirannya masih terlalu cepat untuk masalah ini, tapi harusnya dia paham mana yang benar dan mana yang merupakan sebuah kebohongan ataupun keterpaksaan, kan, Pa.”“Jadi, yang dilakukan Zean sia sia?”Ken mengangkat kedua bahunya. Karena ia bingung harus menanggapi seperti apalagi.“Aku mau ketemu sama Zean dulu, Pa. Seperti yang dia bilang di awal ... nggak akan memaksa jika Eren memang nggak mau. Dan hasilnya, gadis itu menolak. Itu berarti dia akan pergi.”“Papa nggak tahu untuk masal
Di perjalanan Zean tak langsung bertanya atau membahas perihal masalah yang sedang dipikirkan Serena. Takut, jika mood gadis ini masih mode kesal. Baru juga adem dengannya, masa iya udah mau panas lagi.“Kenapa menatapku terus, sih?” tanya Serena saat setengah perjalanan.Zean malah tersenyum menanggapi pertanyaan yang diberikan Serena padanya. Bukan apa apa, hanya saja ia lega saat gadis ini mengeluarkan suaranya yang sedari tadi justru malah dia.“Akhirnya aku lega, saat kamu sudah normal kembali,” ungkap Zean. “Berdua denganmu di dalam mobil, tapi kamu cuman diam seribu bahasa. Jujur saja, aku berpikir jika aku sudah melakukan kesalahan apalagi padamu,” tambahnya menjelaskan.“Berhenti sebentar, bisa?”Zean mengangguk. Kemudian mencari posisi yang aman untuk menepi dan menghentikan laju kendaraannya.Mobil berhenti, kemudian Zean menanggalkan safety belt yang melilit badannya. Ia menatap fokus pada Serena yang duduk di sampingnya.“Ada apa, hem?”Serena merentangkan kedua tanganny
Serena menghampiri orang tuanya yang duduk di ruang keluarga. Kemudian menatap keduanya bergantian dengan pandangan serius. Seakan tahu jika ia ingin bicara sesuatu, papanya langsung menutup buku yang beliau baca.“Ada apa, Ren?”“Mama sama Papa akan lama di sini, kan?” tanyanya langsung.Pasangan suami istri itu saling melempar pandang, kemudian kembali fokus pada gadis belasan tahun yang sedang menatap keduanya serius.Menghela napasnya dengan berat, ketika tanpa harus mendapatkan jawaban langsung, ia sudah bisa menebak jawabannya dari reaksi keduanya dalam menanggapi pertanyaannya.“Nggak usah dijawab, karena aku sudah tahu jawabannya,” ujarnya langsung dengan wajah tak baik.Di saat yang bersamaan, Ken yang baru pulang, ikut duduk di antara ketiganya.“Ada apa?” tanyanya melihat reaksi orang tua dan adiknya yang tampak takbaik baik saja. “Ada masalah?”“Aku kadang heran, antara memiliki orang tua atau enggak, sih.” Mulai bicara dan mengeluh dengan apa yang sedang dirasakannya. Ter
Sampai di rumah, Kalina langsung turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah ... sedangkan Serena malah ngobrol dengan Zean di dalam mobil.“Ada tugas dari sekolah?”“Dari sekolah nggak ada, sih ... cuman aku nggak tahu ntar kalau dari Kak Ken,” jawabnya malas. Kemudian menatap takut takut ke arah Zean. “Jangan bilang kalau Kakak mau ngasih aku tugas.”Zean mencubit pipi Serena gemas. Kebiasaan dirinya yang suka ngasih tugas, pas bilang nggak ada tugas dia udah horor duluan.“Ntar malam kita makan di luar, ya,” ajak Zean.Serena langsung memasang wajah cemas.“Jangan bilang padaku kalau kamu mau pergi lagi.”“Kamu mau aku pergi?”“Jangan dong,” respon Serena langsung. “Kakak nggak boleh kemana mana kecuali jika aku mengijinkan.”Zean malah tertawa kecil mendengar perkataan Serena.“Baiklah, aku nggak akan pergi tanpa ijin darimu. Tapi, bisa, kan, nanti malah makan di luar denganku?”Mengangguk cepat dengan senyuman penuh bahagia menanggapi ajakan Zean.“Sana masuk. Aku nggak mampir, ya.
Kalina dan Serena berjalan melewati lorong lorong kelas, ketika jam pulang sekolah ... sambil ngobrol dan bercanda. Seketika langkah keduanya terhenti saat seorang guru memanggil.“Ada apa ya, Pak?” tanya Serena.“Kalian berdua ikut saya ke ruang BK, ya.”“Apa kita lakuin kesalahan, Pak?”Tak mendapatkan jawaban hingga keduanya hanya mengekori langkah guru itu. Sampai di ruangan yang di maksud, agak kaget karena di sana ternyata juga ada Sandra dan Glenn. Sudahlah, jangan ditanyakan lagi apa masalah ... udah bisa ketebak.Lihatlah tampang songong Glenn, yang bahkan rasanya ingin ia cakar saking kesalnya. Ini bukan karena permasalahannya lagi, tapi justru karena di sudah menyakiti Kalina.“Maaf, Pak ... ada apa, ya?” tanya Serena seolah tak tahu permasalahannya.Glenn berdecak ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan Serena. “Pura pura nggak tahu,” berengutnya dengan nada kesal emnatap ke arah Serena.Serena langsung panas dong, ketika mendengar perkataan Glenn. Berusaha untuk tak
Sampai di luar, Ken langsung disambut oleh Serena. Gadis itu menyodorkan telapak tangan ke arahnya.“Apa?”“Jajanku.”“Minta Papa sana.” Padahal ia sedang mengerjai adiknya.Dengan muka malas, Serena berniat kembali lagi ke dalam rumah untuk meminta uang jajan pada papanya. Hanya saja Zean menahan niatnya.“Kelamaan, udah telat ini, Ren,” ujar Zean menarik gadis itu untuk segera masuk ke dalam mobil.”Zean mengantarkan Eren ke sekolah, sementara Ken lanjut menuju kampus. Setidaknya ada waktu sekitar beberapa bulan lagi hingga akhirnya status siswi SMA ini lepas dari gadis yang usianya sudah menginjak 18 tahun.Sampai di depan gerbang sekolah, mobil terhenti. Eren menyambar dan mencium punggung tangan Zean untuk pamit. Kebiasaan, karena sikap ini juga ia lakukan pada Ken.“Aku masuk dulu, Kak,” pamitnya.“Bukannya barusan minta jajan?”Serena tersenyum, ketika Zean malah benar benar menyodorkan uang jajan untuknya.“Ish, Kak Zean apaan, sih. Aku masih punya uang, kok. Jangan melakukan
Saat sampai di dalam rumah, keduanya mendapati Norin dan Wira berada di ruang tamu. Bukan hanya pasangan suami istri itu, tapi juga dengan Ken yang berada di antara mereka.“Serena Sayang, kamu bikin kita semua khawatir tahu nggak,” ujar Norin langsung mengahampiri putri semata wayangnya itu. “Udah pergi nggak ada kabar, nggak pulang ... dan sekarang sama Zean.”Serena langsung mode gugup.“Lain kali kalau pergi nggak jelas lagi, uang jajan kamu benar benar papa potong,” ancam Wira.“Yahh ... jangan dong, Pa,” berengutnya. “I-ini nggak seperti yang Mama bayangkan, kok. Aku cuman benar benar nginep doang di rumahnya Kak Zean. Oke.”Zean malah tersenyum seakan sedang meledek perkataannya. Awas saja kalau dia sampai bicara aneh aneh perkara sikapnya tadi. Dia kan suka gitu ... sukka sekali kalau ken mengomelinya.Meskipun Norin dan suaminya sudah tahu dari semalam, jika Eren bersama dengan Zean ... tetap saja naluri sebagai orang tua akan tetap khawatir jika anak gadisnya tak pulang ke r
Mulai menarik tanktop yang menutupi badannya ke atas, tapi saat benda itu sudah terbuka hingga menampakkan bagian perutnya, dengan cepat Zean menahan.Langsung bangun dan menyambar sweater milik Eren, kemudian mengenakan pada gadis itu ... kemudian membawa dia ke pelukannya.“Kamu pikir aku cowok seperti apa, hem? Yang begitu gampangnya kamu berikan tubuhmu. Satu hal yang harus kamu tahu, Ren ... cintaku padamu, bukan karena napsu, tapi pake hati.”“Jangan tinggalin aku,” tangis Eren dalam dekapan Zean. “Aku mau sama kamu.”Zean menangkup wajah Eren, kemudian mencium lembut bibir yang tampak memerah itu.“Nggak akan pernah,” ucapnya.Serena langsung duduk dan menatap fokus pada Zean.“Janji padaku?” Serena mengarahkan jari kelingkingnya pada Zean, berharap dapat balasan sebuah ikatan janji.Zean malah tersenyum mendapatkan sikap semacam itu.“Aku bukan temanmu, tapi kekasihmu. Tak berlaku janji seperti ini untukku.”Zean mendekatkan wajahnya pada Eren, hingga tatapan keduanya beradu d
“Pelan pelan makannya, Sayang,” komentar Norin.Ken menyodorkan air minum pada Kalina, tapi dia malah tak menerimanya.“Ini nggak ku kasih racun,” ujar Ken.Norin mencubit lengan Ken karena terus saja menjahili Kalina. Entahlah, ia pikir putranya akhir akhir ini sedikit bersikap aneh pada sahabat Eren. Bukan hanya Ken, tapi Kalina juga seperti itu. Berada di sekitar Ken, tampak jelas jika dia agak was was.“Apa Kenzie melakukan sesuatu padamu, Nak?”Mata Kalina langsung membola saat mendengar pertanyaan yang diajukan Norin padanya. Masa iya harus jawab jujur, kalau Ken udah melakukan sesuatu yang bikin dirinya mabuk. Mabuk cinta lebih tepatnya.Mengarahkan pandangan pada Ken, tapi lihatlah dia ... malah tersenyum sambil menaik turunkan kedua alisnya. Apa apaan maksudnya itu?“Sangat baik, Tante,” respon Kalina singkat, lengkap dengan senyuman manis yang ia umbar. Hanya saja dalam hatinya ia sedang menggerutu kesal.Selesai sarapan, sesuai intruksi mamanya ... Ken mengantarkan Kalina b
Hanya fokus memandangi dia yang tertidur nyeyak di dekapannya. Bahkan saat berniat untuk beralih posisi saja, dia seakan tahu saja hingga menahannya untuk tetap di posisi yang sama.Tersenyum puas saat apa yang ia inginkan benar benar terjadi. Akan ia buat gadis ini benar benar akan jatuh dalam dekapannya, hingga bahkan tak berpikir untuk berpaling walau hanya sedetik. Di dalam pikiran dia, hanya akan ada dirinya.“Kak Zean, jangan pergi,” rengek Eren yang posisinya masih dalam keadaan tidur. “Aku cinta sama kamu.”Dalam alam nyata sudah mendapatkan dia, setidaknya makin bahagia ketika dirinya juga bisa menghiasi alam mimpinya.“Sikapmu yang seperti ini, bagaimana aku nggak sedih saat kamu malah menolakku untuk lebih serius menjalin hubungan denganmu.” Mengelus dan mencium pucuk kepala gadis itu dengan lembut. “Aku nggak mempermasalahkan bagaimana sikapmu, karena aku cinta padamu tulus terima kamu apa adanya.”Butuh waktu yang lumayan lama untuknya bisa bertahan dan mengungkap semua p