“Kamu mau kemana?” tanya Norin pada Eren yang sudah siap seperti mau pergi.“Rumah sakit, Ma ... nemenin Kalina. Kebayang kalau Kakak yang di sana, auto masuk ICU Kalina ntar mendapatkan sikap aneh putra mama yang satu itu,” jelas Eren tertawa.Bukan apa-apa, hanya berpikir saja kalau Kalina berada dekat Ken kan bawaannya auto meninggoy. Bisa heboh kan jadinya. Diberikan sikap manis saja, udah bikin mata sobatnya itu tak tidur semalaman, apa kabar kalau ken menjaga dia.“Ini Mama mau ke rumah sakit sama Papa. Kamu di rumah aja, nanti Ken Papa suruh pulang” jelas Wira yang sudah bersiap.Eren mengangguk setuju atas saran mamanya.Terdengar suara deru mobil memasuki area pekarangan rumah. Bisa dipastikan siapa yang datang. Tak lama langkah kaki itu memasuki rumah.“Loh, kok Kakak pulang? Kalina sendirian dong,” komentar Eren ketika tahu kalau yang datang adalah kakaknya.Segera berjalan menemui dia yang baru turun dari mobil.“Kok Kakak pulang?” “Males aku nemenin dia. Cerewet, Aneh,”
Pagi ini dirinya berangkat sekolah masih diantar oleh kakaknya tercinta, tersayang dan ternyebelin. Terkadang berharap banyak jika Ken segera punya gebetan agar tiap pagi dia punya tugas mengantar pacarnya kerja atau apapun itu. Hingga dirinya bisa bawa mobil sendiri. Berasa anak manja banget dirinya yang harus diantar jemput sekolah dan kemanapun nggak dapat ijin bawa mobil sendiri.“Kakak kuliah?” tanya Eren saat mobil berhenti di dekat gerbang sekolah.Ken mengangguk menanggapi pertanyaan adiknya.“Kak Zean?”Ken memberikan tatapan tajamnya pada Eren. “Kamu pacarnya atau bukan, sih? Harusnya tahu kapan dia kuliah dan kapan jadwalnya libur. Jangan hanya dia saja yang mengetahui segalanya tentang kamu.”Eren memutar bola matanya malas saat ocehan Ken kembali menyerangnya. Padahal biasanya ia bertanya juga aman-aman aja, kenapa sekarang malah sewot. Fiks lah, dia memang lagi PMS.Menyambar dan mencium punggung tangan kakaknya itu. “Aku masuk dulu,” pamitnya.“Suruh dia menemuiku,” res
Hanya tidur-tiduran di rumah sakit, rasanya itu sesuatu banget loh. Sebagai makhluk yang diciptakan dengan sikap aktif yang luar biasa, tentu saja ini terasa menyiksa. Lebih menyiksa lagi saat memikirkan Kenzie. Karena masalah kemarin, sampai hari ini dia nggak menampakkan wajah lagi di depannya. Ngenes banget rasanya. Seperti sebuah amunisinya untuk bertahan hidup tiba-tiba habis. Padahal kemarin dirinya lah yang bersikap aneh pduluan pada dia.Seorang dokter masuk dan menghampirinya yang ditemani oleh Wira..“Dokter, saya udah boleh pulang, kan. Di sini ngebosenin banget. Toh saya juga nggak kenapa-kenapa, dok,” terangnya dengan nada memberengut.Dokter itu tersenyum padanya.“Untuk itulah saya ke sini memeriksa kondisimu. Sekalian, kita cek darah ... untuk memastikan.”“C-cek darah?”“Iya.”“Itu artinya, darah saya diambil gitu, kan, dokter?”“Namanya cek darah, tentu saja harus ngambil sample darahmu dong, Sayang,” tambah Norin menjelaskan.Demi apalagi ini, dirinya harus dihadap
Saat pelajaran terakhir usai, ponselnya berdering. Terlihat, nama Zean lah yang tertera.“Ya, Kak?”“Aku tunggu di depan gerbang, ya.”“Oke,” jawabnya.Segera membereskan peralatan tulisnya ke dalam tas. Selesai, ia pun keluar dari kelas dengan langkah cepat.Dari kejauhan terlihat sosok yang meneleponnya barusan sudah berdiri di samping mobil. Langkahnya semakin ia percepat dan senyuman hangat pun menyambutnya.“Kakak udah lama?”“Nggak, sih,” jawabnya sambil membukakan pintu mobil untuk Eren.Zean melirik waktu di jam tangannya saat keduanya sudah berada dalam mobil.“Hari ini nggak ada pelajaran tambahan, jadi ... hari ini jadwalmu bersamaku.”Dahi Eren berkerut mendengar pernyataan Zean.“Kenapa ekspressimu begitu? Kamu nggak mau nemenin aku?”“Tumben.”“Masih berharap hadiah ulang tahun dariku?”“Beneran?”Wajahnya seketika sumringah saat mendengar itu. Ayolah ... tadinya ia memang rada kesal saat Zean tak memberikannya sebuah kado ulang tahun untuknya. Padahal kan keduanya baru
Saat Zean mengajaknya punya hubungan lebih dekat dengan status pacaran, ia masih mau, karena memang mengharapkan Zean lah yang menyandang status itu. Ia butuh dia. Tapi sekarang, saat dia mengajaknya menikah, jujur saja ia benar-benar kaget.Bukan menolak atau mau berkilah jika dirinya tak menginginkan Zean, bahkan sangat ingin. Hanya saja kalau untuk menikah ... rasanya kok begitu cepat.“Eren ...”“Kakak bicara apa, sih?” memasang ekspressi datar.“Menikahlah denganku, Serena. Aku mau kamu.”Eren beranjak dari posisi duduknya. “Kak Zean, maaf ... bukan menolak, hanya saja jika untuk menikah rasanya kok terlalu cepat.”Zean beranjak dari posisinya dan berdiri berhadap-hadapan dengan Eren.“Aku nggak mempermasalahkan statusmu.”“Bukan itu yang ku maksud,” bantah Eren. “Aku hanya merasa ini terlalu cepat untukku pribadi, bukan untuk dirimu ataupun kita. Aku tahu seperti apa kamu, sebaik apa dirimu ... aku yakin itu. Hanya saja aku tak yakin dengan diriku sendiri. Paham, kan, apa maksud
Ken keluar dari kamar, berbarengan dengan papanya yang juga abru keluar dari kamar Eren. Menghampiri, kemudian menyambar dan mencium punggung tangan laki laki paruh baya itu.“Aku keluar dulu, Pa,” pamitnya.“Kamu mau kemana lagi? Papa mau ke rumah sakit, Mama masih ada di sana sama Kalina. Eren di rumah loh. Lihat kondisi dia sekarang, kan ... setidaknya bujuk dia, kasih dia penjelasan. Biasanya dia akan mendengarkanmu daripada Papa.”“Aku bingung cara ngasih penjelasan lagi sama dia. Oke, aku tahu pemikirannya masih terlalu cepat untuk masalah ini, tapi harusnya dia paham mana yang benar dan mana yang merupakan sebuah kebohongan ataupun keterpaksaan, kan, Pa.”“Jadi, yang dilakukan Zean sia sia?”Ken mengangkat kedua bahunya. Karena ia bingung harus menanggapi seperti apalagi.“Aku mau ketemu sama Zean dulu, Pa. Seperti yang dia bilang di awal ... nggak akan memaksa jika Eren memang nggak mau. Dan hasilnya, gadis itu menolak. Itu berarti dia akan pergi.”“Papa nggak tahu untuk masal
Norin mencoba menghubungi Kenzie beberapa kali, tapi nomer ponsel putranya itu justru tak aktif. Membuat naluri seorang ibu tentu saja merasa cemas . Ini sudah malam, baik Ken ataupun Eren tak merespon panggilan telepon darinya.“Gimana?” tanya Norin pada Wira, suaminya yang juga ikut cemas.“Ken nomernya nggak aktif, sedangkan Eren tak menjawab panggilanku,” jelas Wira.“Ini udah malam, Tante, Om ... aku takut Eren kenapa kenapa,” respon Kalina yang malam ini diajak menginap di rumah keluarga sobatnya itu. Karena mereka berpikir kondisinya masih belum terlalu pulih.“Bagaimana dengan Zean?” tanya Norin.“Aku belum menghubungi Zean.”Berniat segera menelepon Zean, tapi deru suara mobil yang memasuki area pekarangan rumah, membuat niatnya itu terhenti.“Itu sepertinya Kenzie,” tutur Norin.Tak lama, terdengar derap langkah kaki yang emmasuki rumah setelah mendengar suara pintu dibuka dan kembali tertutup.Ken yang baru sampai di ruang keluarga, menatap aneh pada tiga pasang mata yang t
Hanya fokus memandangi dia yang tertidur nyeyak di dekapannya. Bahkan saat berniat untuk beralih posisi saja, dia seakan tahu saja hingga menahannya untuk tetap di posisi yang sama.Tersenyum puas saat apa yang ia inginkan benar benar terjadi. Akan ia buat gadis ini benar benar akan jatuh dalam dekapannya, hingga bahkan tak berpikir untuk berpaling walau hanya sedetik. Di dalam pikiran dia, hanya akan ada dirinya.“Kak Zean, jangan pergi,” rengek Eren yang posisinya masih dalam keadaan tidur. “Aku cinta sama kamu.”Dalam alam nyata sudah mendapatkan dia, setidaknya makin bahagia ketika dirinya juga bisa menghiasi alam mimpinya.“Sikapmu yang seperti ini, bagaimana aku nggak sedih saat kamu malah menolakku untuk lebih serius menjalin hubungan denganmu.” Mengelus dan mencium pucuk kepala gadis itu dengan lembut. “Aku nggak mempermasalahkan bagaimana sikapmu, karena aku cinta padamu tulus terima kamu apa adanya.”Butuh waktu yang lumayan lama untuknya bisa bertahan dan mengungkap semua p
Tadinya Kalina hanya bergelayut di tangan Ken, membuat langkah itu begitu susah. Apalagi tanpa alas kaki. Tapi saat sampai di luar ... Ken malah dengan cepat mengangkat tubuh Kalina."Jangan mulai membuatku kesal lagi. Turunin aku sekarang juga!"Kehebohan itu terulang lagi. Saat sikap Ken membuatnya seolah jadi pusat utama. Kemarin posisi rumah sakit sedang sepi, dan sekarang? Jangan ditanya lagi. Bisa-bisa ia jadi tontonan semua orang di rumah sakit ini."Jalanmu seperti itu, kapan kita sampainya?""Tapi jangan menggendongku juga dong. Demi apa sikapmu membuatku jadi seseorang yang ...""Bentuk perhatianku padamu," timpal Ken langsung."Jangan mulai lagi!" tegas Kalina.Apa tidak cukup sikap dia semlaam yang bikin dirinya merasa bingung. Dan sekarang dia mulai lagi. Apa niat Ken emmang sedang menguji hatinya yang terlalu mudah baper ini?"Peringatanmu tak mempan sama sekali buatku, Kalina. Selama aku nyaman, akan ku lakukan ... meskipun kamu menolak sekalipun. Aku nggak perduli."La
"Kak," gumam Kalina kaget akan kedatangan Kenzie. "Kok ke sini? Kamu kan lagi sakit."Dokter tersenyum mendapati Kenzie muncul di saat yang dibutuhkan.Ken berjalan menghampiri Kalina yang posisinya berdiri di dekat tempat tidur, karena tadinya sudah siap untuk mengenakan sepatunya."Memangnya kenapa kalau aku ada di sini. Kaget?""Sangat," sahut Kalina cepat. Bukan kaget lagi, tapi justru malah shock berat."Bagus, akhirnya pacar kamu datang buat jagain, kan," respon dokter akan kehadiran Ken.Kalina hanya bisa menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal dan senyuman penuh rasa tak enaka, saat mendengar celetukan dokter ketika mengatakan kalau Ken adalah kekasihnya."Duh, Dokter ... kan aku sudah bilang kalau kita berdua nggak punya hubungan apa-apa, apalagi pacaran. Pliss deh, dok. Jangan mengada-ngada.""Dia kenapa dokter?" tanya Ken, malah mengabaikan sikap Kalina yang seolah menghindarinya."Semalam sudah saya bilang, kan. Tolong hingga luka itu sedikit mengering, agar jangan dibaw
Zean tak tidur semalaman, pagi ini kepalanya dibuat kliyengan. Tapi semua itu ia abaikan, demi menunggu hasil dari pemeriksaan yang akan diberikan oleh dokter tentang kondisi Serena. Berharap semuanya lebih baik, karena kalau tidak ... itu benar-benar akan membuatnya mati secara perlahan."Zean, kamu istirahat saja dulu. Ada Om dan Tante, kan, di sini," ujar Norin pada Zean.Ia tahu bagaimana cemasnya Zean akan putrinya, tapi sebagai seorang Ibu dirinya juga khawatir kalau Zean malah mengabaikan kodisi dia karena memikirkan Serena."Tante tahu kalau kamu cemas, tapi kalau kondisi kamu ikut drop, bukankah itu akan membuat dia juga merasakan itu."Zean mengangguk paham dengan apa yang dikatakan Norin. "Aku akan istirahat, Tante ... tapi sebelum itu, aku mastiin dulu kalau Eren baik-baik saja."Menghela napasnya ketika sarannya diterima oleh Zean. Ya, meskipun tetap ... dia menjadikan Serena nomer satu dulu dibandingkan kondisi dia sendiri.Tepat saat jam menunjukkan pukul 8 pagi, dokter
Berharap tidur nyenyak, tapi apa yang terjadi. Ia justru tak bisa tidur sama sekali. Bukan perkara memikirkan Ken, tapi justru kakinya yang malah nyut-nyutan. Entahlah, mungkin karena tadi ia terus bawa jalan tanpa berpikir efeknya ... sekarang malah merasakan sendiri sakitnya.Matahari sudah menampakkan sinarnya, memasuki beberapa sudut gorden yang tersingkap oleh angin pagi, karena jendela tak ia tutup sama sekali."Bik!" teriaknya memanggil bibik yang berada di lantai bawah. Berharap panggilannya didengar, tapi sepertinya tidak sama sekali. Buktinya wanita paruh baya itu hingga beberapa menit kemudian tak menampakkan diri di kamarnya.Membuka perlahan perban yang menutupi kakinya dan ya ... hasil yang mengejutkan. Luka itu kembali mengeluarkan darah. Itu artinya, masih jauh dari kata baik-baik saja."Lukanya malah makin parah ini mah," ringisnya dengan nada tertahan ... melepaskan benda yang menempel itu dari telapak kakinya hingga benar-benar lepas.Berjalan perlahan menuju lemari
Kalina meletakkan telapak tangannya di dahi Kenzie, menghela napas ketika rasa panas itu masih terasa. Bahkan masih sama seperti sebelumnya. Ya, jelas ... karena dia belum minum obat sama sekali. "Kak, kotak obat di mana?""Di bawah. Di dalam lemari dekat ruang keluarga," jelas Ken.Kalina hendak beranjak pergi, tapi Ken menyambar tangannya ... membuat niatnya terhenti."Hmm, kenapa?" tanya Kalina heran."Aku nggak butuh obat," ujarnya pelan, dengan punggung yang ia senderkan di sandaran tempat tidur."Kakak mau sembuh nggak, sih?""Kal, maaf, membuatmu repot harus mengurusku," ucap Ken.Kalina malah tersenyum menanggapi perkataan Kenzie. "Hanya itu?" Canda Kalina.Tak membalas, tapi tiba-tiba Ken malah menarik Kalina ke pelukannya dan memeluk erat gadis itu. Entahlah apa yang terjadi padanya, tapi ketika berada sedekat ini dengan Kalina membuatnya berasa tenang saja."Kak ...""Hanya sebentar," timpal Kenzie saat Kalina berusaha lepas darinya.Hatinya tak karuan mendapatkan sikap se
Mata Kenzie yang terpejam seketika terbuka saat mendengar sebuah kalimat ajakan itu. Bukan karena ajakan, tapi lebih tepatnya fokus pada sosok yang mengajaknya."Ayo, pulang denganku," ajak Kalina menyodorkan tangannya, berharap dapat sambutan dari Ken."Udah, pulang sana sama Kalina. Serena juga bakalan nyuruh lo pulang, kalau tahu kakaknya sakit, tapi malah di sini dengan udara dinginnya malam," terang Zean. "Kamu kuat bawa mobil, kan? Atau Papa minta supir untuk jemput aja?" tanya Wira pada Kenzie. Karena tak ingin mengambil resiko terburuk, dengan kondisi Ken yang sedang tak baik malah memaksakan untuk mengemudi."Aku bisa kok, Om," sahut Kalina ramah yang mendapatkan anggukan dari Wira."Nanti Kalina istirahat di rumah aja, ya. Sekalian bisa mantau kondisi Kenzie. Biasanya dia kalau lagi sakit suka rada ...""Ma ..." timpal Ken dengan ocehan mamanya.Norin malah tersenyum melihat ekspressi putranya yang tak terima dengan perkataannya.Kalina menarik kembali tangannya karena tak
Menyambar tangan Kalina dengan cepat dan menarik gadis itu hingga jatuh ke pelukannya. Dia berusaha lepas, tapi tentu saja tak ia lepaskan."Kak!""Apa aku ada salah? Kenapa sikapmu begini padaku?"Kalina diam. Ingin rasanya membalas pelukan ini, tapi bertahan untuk tak melakukan. Bingung harus mengeluarkan kata-kata apalagi. Di satu sisi, ia takut sikap Kenzie membuatnya baper sendiri. Tapi kalau mengakui perasaannya, tentu saja itu terasa memalukan. Dirinya sadar diri, seperti apa sosok gadis yang disukai oleh cowok ini. Yang jelas, ia tak termasuk ke dalam list itu."Lepasin aku, Kak," pinta Kalina."Nggak akan."Tapi di saat bersamaan, ponsel milik Ken malah berdering. Membuatnya mau tak mau malah melepaskan Kalina dari pelukannya. Bahkan dia dengan cepat berlalu pergi dari hadapannya."Kalina!"Ingin menyusul, tapi nama yang tertera di layar ponsel membuat niatnya terhenti."Ya, Pa.""Ken, kamu di mana, Nak? Serena udah ketemu? Mama udah lapor pihak kepolisian, tapi ternyata ..."
Kalina langsung tersentak saat mendengar perkataan itu. Karena posisinya masih fokus dengan pikirannya. Langsung menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya dengan kasar."A-apa, Kak?" Berusaha tetap tenang, dengan senyuman singkat yang ia berikan pada Kenzie.Ken menatap fokus pada Kalina, seakan sedang menelisik jauh ke dalam dua bola mata yang tampak memerah itu. Bagaimanapun dia berbohong, tetap saja ia akan peka."Kenapa nangis lagi?""Enggak," jawab Kalina.Ken mengapus air bening yang masih tampak tergenang di pipi Kalina dengan jemarinya. Tapi, sedikit terhenti ketika fokus matanya tertuju pada luka yang tampak di sudut bibir gadis itu."Masih membohongiku?""Aku baik-baik saja," ujar Kalina mengelakkan tangan Ken yang masih berada di wajahnya. Sentuhan Ken di wajahnya ... kenapa terasa begitu hangat hingga rasanya sampai menyentuh hatinya.Tiba-tiba hatinya kembali sedih, ketika mengingat keadaan Serena."Kak, apa Eren akan baik-baik aja? Aku takut dia kenapa-kenapa. Anda
Setelah mendapatkan telepon dari Kalina, Zean dan Ken segera menuju tempat yang di maksud. Yap, sekolahan. Tempat yang di awal jadi tempat pencarian dan tak menemukan apa apa, tapi justru di sanalah mereka berada.Zean mengemudi dengan kecepatan tinggi ... berharap cepat sampai. Jujur saja, hatinya terasa tak baik-baik saja saat ini. Bahkan sedari tadi siang Serena menghilang tak ada kabar, ditambah lagi dengan perkataan Kalina di telepon. Itu membuktikan jika feelingnya benar-benar terjadi.Kenzie menyenderkan punggungnya, dengan kedua mata yang ia pejamkan. Kondisinya sedang tak sehat, di saat adiknya dalam masalah. Tiba-tiba bersyukur dengan adanya Zean ... jadi seseorang yang bisa diandalkan perihal Serena. Tapi, kenapa hatinya malah justru fokus pada Kalina?"Lo baik-baik aja, kan?" tanya Zean pada Ken.Kenzie itu sedang sakit, jadi wajar jika ia khawatir akan kondisi sobatnya. Padahal tadi sudah ia minta untuk tetap di rumah, tapi tahu sajalah seperti apa kekeraskepalaan Ken sep