Perlahan Erin membelah kerumunan. Erin harus menjadi orang pertama yang memastikan keadaan Vije sebelum pak Edo datang. Namun Erin belum memberi kabar pada pak Edo. Jarak Erin dengan taksi yang kecelakaan cukup dekat sekarang. Hanya saja, untuk melihat di kaca mobilnya tidak bisa karena telah ada petugas yang berwenang. Erin tanpa sengaja menangis. Ia segera mengusap air matanya yang terjatuh. Pikiran negatifnya harus dihilangkan.Puk!Tepukan didapatkan Erin dari belakang. Wajah sembab Erin berubah lega saat melihat Vije ada di depannya. Bahkan Erin refleks memeluk Vije. Bukan karena memanfaatkan kesempatan, melainkan Erin mengungkapkan rasa syukur tak terhingga. Ketika ada kecelakaan pasti Erin langsung trauma teringat sang ayah yang sekarang masih koma akibat kecelakaan.Vija yang sempat termenung, kemudian membalas pelukan Erin. Ia juga perlahan membawa Erin membelah kerumuman agar keluar dari sana. "Maaf." Erin melepaskan pelukannya saat merasakan Vije membawa ke tempat yang
Wanita yang bersama kekasih Edward adalah wanita yang sangat dikenal oleh Erin. Baru saja Erin akan menyapa, wanita itu menghadap ke arah lain. Rasanya perih sekali hati Erin melihat sikapnya. Namun Erin harus menahan tangis agar tidak terlihat memalukan."Sayang, dia siapa?" tanya Celine pada Edward. "Dia asisten pribadiku." Edward memberikan istilah lebih baik daripada seorang pengasuh. "Seharusnya jangan wanita, Sayang." Celine lagi-lagi protes.Erin merasa tidak enak berada di antara mereka. Ia berinisiatif pergi dari sana. Namun Edward memberi tatapan pencegahan pada Erin, seolah-olah mengerti keinginan Erin."Iya lho, Edward. Seharusnya jangan wanita. Hargai Celine." Wanita paruh baya yang ada bersama Celine ikut protes.Erin yang mendengar protes dari wanita yang merupakan ibu kandung Erin, merasa tercabik-cabik luka di hati. Seharusnya seorang ibu lebih membela anak kandung daripada anak sambungnya. Namun itulah faktanya, Erin tidak dianggap anak oleh sang ibu."Eh! Ada Bu S
Malam hari pun tiba. Erin mondar-mandir di kamarnya. Rasa takut melingkupi wajah Erin saat membayangkan bertemu dengan Alex. Permintaan Edward yang menginginkan Alex diusir membuat Erin cemas. Tok! Tok! Tok!Erin segera membuka pintu. Ketika pintu terbuka, tubuh Erin membeku di tempat. Orang yang ada di depannya adalah Alex. Padahal tadi Erin dan Edward telah berusaha mencegah ayah Edward pulang. Nyatanya tidak berhasil mencegah Alex muncul."Kenapa kau tidak datang ke kamar?" tanya Alex dengan tatapan menyelidik."Maaf, aku baru saja membersihkan diri dan akan ke sana."Alex tiba-tiba mendekati tubuh Erin. Ia mencium aroma tubuh Erin lebih dekat. "Tidak seperti baru saja mandi. Kau berbohong.""Tentu harus ada persiapan lagi.""Tidak peduli! Pakai ini!" Alex melemparkan paperbag pada Erin. "Apalagi ini?" Erin melihat isi paperbag berupa pakaian."Cepat ganti baju! Bajumu ini tidak cocok dengan acaraku." Alex sedikit mendorong tubuh Erin, lalu menutup pintu kamar Erin. Erin bergant
Erin meneguk ludahnya susan payah. Ia tidak bisa menuruti permintaan Alex. Apalagi untuk memenangkan sebuah balapan. Sementara Alex masih saja bersikap santai dan optimis kalau Erin tidak akan menolak."Aku tidak bisa." Erin mengutarakan penolakan dengan tegas. "Kau jangan macam-macam ingin mempermalukanku!" Alex tampak kesal hingga nada bicaranya cukup tinggi."Aku tidak bisa mengemudi pada medan seperti ini." Erin takut terjatuh dan berakibat mobil rusak hingga membuat orang lain repot akan kondisinya. "Sama saja dengan mengemudi seperti biasa.""Aku bukan pembalap Alex! Apalagi untuk medan sulit seperti ini." Erin masih bersikeras dengan pendiriannya. Suara aba-aba terdengar. Alex menyeret Erin dengan sekuat tenaga. Walaupun Erin memberontak keras. Tubub Alex yang jauh lebih kuat dari Erin membuat menang telak. Pintu mobil terbuka, lalu Erin didorong masuk ke dalam. Ketika Erin akan keluar dari mobil, Alex menahannya agar tidak bisa keluar."Kalau kau keluar sekarang. Maka, kau
"Masuk saja ke mobil. Aku jelaskan apa yang harus kau lakukan." Alex terlihat enggan berlama-lama di area perkebunan yang telah menjadi arena balapan offroad tadi.Erin masuk ke dalam mobil. Ia tidak bisa membantah Alex sekarang jika ingin pulang dengan selamat.Alex berpamitan pada teman-temannya. Tidak ada yang keberatan dengan tindakan Alex. Teman-temannya yang lain juga akan meninggalkan perkebunan tersebut. Mobil Alex yang tidak terlihat bersih melaju meninggalkan area perkebunan. Erin sepanjang perjalanan hanya memikirkan apa yang akan dilakukan oleh Alex.Alex mendiamkan Erin selama perjalanan. Tujuan Alex masih tidak diketahui oleh Erin. Aura mencekam yang dipancarkan Alex membuat Erin tidak bisa berkutik. Sebuah hotel yang dituju oleh Alex. Ia memarkirkan mobilnya di tepat di dekat lobi. Pandangan satpam tertuju pada mobil Alex yang tampak kotor dan mengotori jalanan hotel. "Turun!" "Tidak mau.""Sialan kau! Turun sekarang!" Alex kesal dengan sikap Erin hingga mendorong E
"Mana wanita yang kau maksud?" tanya pria yang merupakan teman Alex."Itu!" Alex menunjuk Erin yang sedang meletakkan kepalanya di sofa. "Dia terlihat mabuk berat. Kau ingin aku menyelidiki apa tentangnya?""Semuanya." "Oke.""Lebih baik kita bicara di luar saja." Alex mengajak temannya pergi dari kamar. Erin berada sendirian di kamar. Dirinya yang mabuk akibat terlalu banyak meminum wine hingga tidak bisa mengendalikan diri. Sesekali Erin bersendawa. Entah mengapa Erin merasa perutnya terasa begah. Padahal Erin hanya minum, bukan makan sesuatu yang mengeyangkan. Selama hampir satu jam Erin sendirian di kamar. Alex entah pergi ke mana tanpa sepengetahuan Erin. "Astaga! Aku tertidur di sini!" Erin tiba-tiba mendapatkan kesadarannya. Ia bangkit dari sofa, lalu mencari keberadaan Alex. Mata Erin tertuju pada jam dinding yang ada di sana. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Telah lewat satu jam dari waktu yang ditentukan oleh Elisa pada Erin. "Aduh! Bagaimana ini?" Erin bergega
Keesokan harinya, Erin terkejut setengah mati. Ia merasakan kepalanya tidur dengan menggunakan bantal lengan. Saat menatap ke arah pemilik lengan ternyata Edward. Erin segera bangkit dari posisinya. Ia tertidur di meja dengan lengan Edward sebagai bantal. Betapa malunya Erin menyadari hal itu. Ia kemudian mengingat kejadian semalam. Semalam Erin sempat bertanya soal ketakutan Edward. Ternyata ketakutan Edward adalah soal rasa tidak percaya diri akan kemampuannya dan takut diambil alih oleh kepribadian lain saat momen penting terjadi. Erin akhirnya membuat Edward harus berlatih berkali-kali dalam mengelola pikirannya dan mengulang poin penting yang akan disampaikan dalam presentasi. Rasa tidak percaya diri Edward timbul akibat semua pekerjaan kantor biasanya atas perintah sang ayah. Namun sekarang kakek Edward tidak membiarkan ayah Edward ikut campur. Karena perusahaan yang akan diserahkan merupakan perusahaan kakek Edward. Erin melihat ke arah jam dinding. Kelegaan terpancar dari
"Aku tergeser lagi dengan Arkan. Dia mendahuluiku." Edward bercerita pada Erin dengan wajah kusut. "Arkan itu siapa?""Sepupuku. Jadi, kakekku membuat aku dan Arkan harus berkompetisi mendapatkan perusahaan kakek. Selama ini dia selalu saja mendahuluiku.""Apa tidak dihentikan oleh kakekmu? Harusnya kan adil kesempatannya.""Kalau hanya soal didahului tentu saja tidak ditentukan oleh kakek. Yang penting bisa meraih hati klien terbanyak untuk kerja sama. Aku tidak mungkin datang ke kantor."Erin cukup kesal melihat semangat Edward meredup. Apalagi Edward menyiapkan semuanya hingga kurang tidur. Erin tahu semua proses yang dilalui Edward. "Kita tetap ke kantor saja. Karena kan, yang memiliki janji adalah kau. Tidak bisa begitu saja diambil Arkan. Rapatnya tidak akan dimulai sebelum jamnya. Karena klien pasti orang sibuk."Edward yang masih terlihat lesu, hanya diam saja. "Ayo!" Erin menarik Edward untuk segera
"Apa permintaanmu?" Elisa terdengar penasaran dari seberang telepon.Alex memperbesar volume suara, agar Erin bisa mendengarnya. Walaupun Erin berusaha menjauh agar tidak mendengar percakapan Alex dan Elisa. Namun Alex menahan tangan Erin agar tetap mendengar pembicaraannya dengan Elisa."Aku tau kalau kau hanya ingin harta dari iblis itu. Jadi, aku akan mewujudkannya. Asalkan kau menjamin semua yang aku inginkan terwujud."Erin tampak terkejut dengan ucapan Alex. Ia tidak pernah terpikirkan kalau Elisa menginginkan harta Xander ayah dari Edward. Padahal dari luar Elisa terlihat seperti ibu peri bagi Edward. "Apa yang kau inginkan?""Semua yang aku lakukan tercukupi. Tidak ada hambatan.""Apa semua yang kau dapatkan masih kurang hingga meminta sesuatu lagi padaku?"Erin yang awalnya masih tidak percaya, begitu mendengar ucapan Elisa yang berbeda seratus delapan puluh derajat. Hal itu membuat Erin berpikir ulang. "Kalau begitu, ya sudah. Kau jangan ganggu aku. Kita hidup pada masing-
Alex menutup mulut Erin. Ia kemudian menarik Erin untuk memasuki mobil. Walaupun Erin terlihat kesakitan, Alex tidak peduli."Kemari kau anak bangst!" Xander berteriak. Alex tak mendengarkan Xander yang mengejarnya. Ia terus menancap gas dengan cukup gila, mobil sampai sedikit terangkat saat keluar dari gerbang. Erin berpegangan erat. Ia pikir Xander akan berhenti mengejar Alex. Rupanya dugaan Erin salah. Sebuah mobil tampak keluar dari rumah dengan mengikuti Alex."Sialan! Dia benar-benar ingin mati!" Alex berniat membalikkan mobilnya, lalu beradu bagian depan mobil."Alex! Kau jangan gila! Aku tidak ingin mati!" ucap Erin dengan gemetar saat melihat mobil Alex berbalik, lalu seakan-akan ingin menabrak mobil yang mengikutinya."Alex!" teriak Erin sembari menutup mata. Ia pasrah terhadap apa yang akan terjadi. Jika memang Erin nanti mati, hanya bisa memasrahkan ayahnya pada Sang Pencipta saja untuk menjaga sang ayah.Perlahan Erin membuka mata akibat tidak mendengar suara tabrakan.
Brraaaaakkk!Xander melemparkan lampu hias pada tubuh Alex saat mulai bangkit. Hal itu tak membuat Alex gentar. Walaupun rasa sakit yang dirasakannya tidak hanya tubuh saja, melainkan batinnya juga sakit.Bugh! Alex menyerang Xander dengan menyeruduk dengan kepalanya hingga Xander terjatuh. Ketika Xander terjatuh, Alex langsung menerjangnya. Dug!Tubuh Alex dijatuhkan dengan keras pada bagian perut Xander. Pukulan diberikan Alex pada Xander. Sayangnya tangan Xander dengan sigap menangkis. "Anak sialan! Tidak tahu diri!" Xander mendorong Alex hingga oleng ke kanan. Namun tidak bisa menjatuhkan Alex, karena kaki Alex mengunci tubuh Xander. "Aku tidak minta dilahirkan bangst! Kenapa kau menginginkan aku ada!" Alex berteriak di wajah Xander. Bugh!Pukulan keras diberikan Xander pada Alex. Erin dan Elisa tidak tahan dengan pemandangan ayah dan anak yang saling menyiksa. Elisa menahan Xander. Sedangkan Erin menahan Alex. Mereka kemudian masing-masing menarik Xander baik Alex agar bisa
"Kak Erin, ini bukan jalan ke rumah Vije."Perkataan Vije membuat Erin bisa fokus kembali. Namun memang Erin tidak bisa membawa Vije pulang ke rumah. Ponsel Erin berdering kembali. Kali ini ayah Edward yang menelepon. Keringat dingin dirasakan Erin saat sempat mengintip nama yang tertera. Erin menepikan mobil. Ia tidak mungkin mengabaikan panggilan dari ayah Edward. Bisa tamat riwayat Erin jika melakukannya."Halo, Pak. Ada apa?""Ada apa katamu? Di mana Edward!" tanya ayah Edward dengan nada kesal.Erin sampai menjauhkan ponselnya demi meredam suara ayah Edward. "Ada bersama saya, Pak." Erin tidak bisa berbohong. Kalau suatu hal diawali dengan kebohongan, maka seterusnya akan memerlukan kebohongan untuk menutupinya. "Bawa ke hadapanku sekarang!" "Tapi, Tuan Muda Edward ada rapat setengah jam lagi, Pak." "Tidak perlu datang! Lebih penting datang ke hadapanku sekarang!""Maaf, Pak. Anda ada di mana?""Di rumah."Klik!Sambungan telepon terputus secara tiba-tiba. Erin dilema. Elisa
Hari buruk Erin berlalu kemarin. Namun bukan berarti hari ini Erin akan bahagia. Masih ada misteri yang akan dijalani hari ini. Semalam Alex tidak melakukan hal buruk, melainkan hanya memasak kembali menu yang dimasak Erin. Rasa masakannya jauh lebih enak daripada milik Erin. Perbedaannya Erin bumbu versi rempah Indonesia. Sedangkan Alex memasak dengan bumbu yang sama dengan masakan Western.Erin terbangun dari tidurnya. Ia tidak sadar jika tertidur di meja minibar yang ada di dapur. Anehnya Erin tidur dengan berbantalkan tangan Alex. Alex yang tertidur dimanfaatkan oleh Erin untuk mencari ponsel. Terakhir kali Erin tahu jika ponselnya disembunyikan Alex di dalam sakunya. "Kalau aku mengambil dari dalam sakunya, apa nanti tidak membuatnya bangun?" gerutu Erin. Erin akhirnya membiarkan Alex tertidur. Sepanjang malam Erin dan Alex hanya bercerita. Terkadang Erin mengerti perasaan Alex. Rupanya Alex tidak hanya merugikan saja. Alex sama seperti manusia biasa. Tangan Erin perlahan ing
Erin menelan ludahnya susah payah. Ia seakan dikunci oleh tatapan dari Alex. Tak disangka ucapan asal yang dilontarkan Erin membuat Alex tampak bersungguh-sungguh."Kenapa tidak menjawab?""Maaf. Aku tadi asal bicara. Jangan jadikan dirimu pembunuh. Jika itu terjadi, sampai kau masuk neraka pun ... aku akan tetap membalasmu.""Ck! Kau di dunia saja lemah seperti ini. Percaya diri sekali kalau di akhirat lebih hebat?" "Biarkan saja!" Cup!Alex mencium bibir Erin. Selanjutnya Erin menipiskan bibirnya agar tidak bisa terhisap kembali oleh bibir Alex. "Alex, jangan perlakukan aku seenaknya. Kau tidak menyukaiku. Jadi, tolong jangan jadikan aku jalangmu.""Aku tidak menjadikan kau sebagai jalangku. Kau memang milikku." Alex beralih mencium pipi Erin. Ia tidak menyerah kalau hanya bagian bibir saja yang ditutup aksesnya oleh Erin."Alex, tolong jangan meninggalkan kesan buruk di benakku. Aku ingin berteman denganmu layaknya aku bersama Edward dan Vije.""Aku tidak mau disamakan dengan me
Darwin sempat menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan kalau Alex tidak muncul secara tiba-tiba. Karena cerita kelam Alex merupakan hal yang dibenci untuk disebarkan pada orang lain."Om?" Erin tanpa sadar lancang memanggil Darwin agar meneruskan ceritanya."Oh, iya! Maaf. Om tadi hanya ingin memastikan ada Alex atau tidak. Cerita ini sebenarnya tidak bisa disebarkan. Berhubung kau sempat terseret kasus Revan. Makanya Om beritahu.""Kalau memang privasi tidak apa-apa disimpan saja, Om. Erin tidak mau Om nanti dimusuhi oleh Alex.""Tenang saja. Tidak akan terjadi. Alex tidak bisa hidup tanpa, Om. Dia meskipun terlihat arogan, hanya Om yang diandalkan dan dipercaya oleh Alex." Darwin terlihat membanggakan diri.Erin hanya tersenyum kecil menanggapi Darwin. Cukup unik keluarga besar Vijendra. Mulai dari ayah yang kejam, anak yang memiliki kepribadian ganda dan paman yang terlihat berbeda dentan tampilan luarnya."Sampai mana tadi ceritanya?""Sampai Alex bertemu Revan dengan membawa paca
Tidak seperti dugaan Erin, Alex tidak melakukan sesuatu yang membahayakan bagi bibi Surti. Alex hanya merebut ponsel bibi Surti agar tidak mengangkat telepon."Bi, saya pulang!""Lo, Nak Alex. Kenapa pulang? Ini sudah malam."Alex tak menjawab. Ia justru menarik tangan Erin. Sementara Erin memberikan permintaan maaf secara halus pada bibi Surti. Kini Alex dan Erin berada di dalam mobil. Langsung saja Alex menancap gas dengan kecepatan tinggi setelah keluar dari halaman rumah. Erin sempat memperhatikan Alex. Tatapan Alex sempat memperlihatkan ada aura ketakutan meskipun hanya sekilas. Erin menghargai Alex yang menyembunyikan sesuatu."Rumahmu di mana?" tanya Alex di sela-sela mengemudinya."Tidak ada.""Kau aslinya gelandangan?""Hei! Bukan berarti aku gelandangan.""Kan gelandangan saja yang tidak memiliki rumah.""Ya, memang benar. Tapi, kenyataanya rumahku sudah tidak ada. Sudah diratakan menjadi tanah.""Kenapa boleh diratakan begitu saja? Biasanya kan, rumah menyimpan kenangan?"
Alex masih tak menjawab pertanyaan Erin. Ia fokus mengemudi. Tujuan Alex entah akan membawa Erin kemana.Perjalanan yang cukup panjang membuat Alex berhenti di depan sebuah klinik. Ia meminta Erin turun dari mobil. "Kenapa kita datang ke klinik?""Sejak tadi darahmu selalu keluar. Itu terlihat menjijikkan. Jadi, aku membawamu kemari."Erin mengartikan kalau Alex gengsi mengatakan kalau peduli pada luka Erin. Namanya juga wanita pasti cenderung berprasangka lebih jauh dari kenyataan."Ayo!" Alex berdiri tepat di depan pintu mobil dekat Erin. "Sabar sedikit." Erin keluar dari mobil dengan langkah yang hampir terjatuh. Rupanya Erin baru merasakan kalau kepalanya pusing. Mungkin lebih tepatnya baru dirasakan, meskipun sejak tadi kepala Erin pusing. Di dalam klinik Erin diberi penanganan agar darah di dalam hidungnya tidak keluar terus-menerus. Sementara Alex menunggu di luar ruangan. Terlihat jelas jika Alex enggan masuk ke dalam ruangan. Pengobatan pada luka di hidung Erin terganggu