Dhea membuka matanya, rasanya tubuhnya sangat lelah,tetapi suara adzan dari ponsel yang sengaja dia kadang sebagai alarm dan pengingat waktu salat menggema di kamarnya dengan begitu keras. Dhea menggeliatkan tubuhnya, ketika dia sengaja menyentuh tempat tidur di sebelahnya, masih ada sosok lelaki itu di sana. wanita itu segera menoleh dan di dapati wajah tampan dan matang suaminya masih tidur dengan nyenyak. Setelah apapun Bram, lelaki itu tidak pernah mendengkur di tidurnya, sehingga Dhea kadang suka lupa, ada orang apa tidak di sampingnya ini. Ternyata, tumben sekali dia masih di sini tidak seperti kemarin pagi yang sudah hilang ketika Dhea membuka matanya. Malam itu, Bram memang tidak tidur di ranjang seranjang dengan Dhea. Dia hanya menunggu dan memeluk hingga istrinya itu tertidur, setelah Dhea tidur, lelaki itu langsung ke luar kamar. di luar Adi sudah standby di dekat mobilnya, mereka langsung meluncur ke jakarta dengan jet pribadi. Dhea tersenyum dan mengecup pipi lelak
kreeet Suara pintu terbuka terdengar jelas, menyusul sebuah suara keras seorang lelaki yang bersuara sedikit serak. "Apa yang kau lakukan di sini, Bajingan!" Suara keras di pintu itu mengejutkan Dhea, Dhea yang masih memakai gaun tidur tipis buru-buru mengambil jubah mandi dan mengenakan handuk di kepalanya. Wanita itu segera melongok ke arah pintu hotel, di depan pintu, berdiri Viyatan dengan tatapan nyalang ke arah suaminya. heh? sepagi ini lelaki itu sudah datang? "Apa yang kau lakukan!" hardik Viyatan lagi. Bram yang tercenung melihat reaksi viyatan yang dinilainya sangat berlebihan itu, kembali ke sasaran awal setelah dibentak dua kali. "Seperti yang kau lihat, Viyatan! aku sedang menginap di hotel! justru aku yang harus bertanya, apa yang kau lakukan di sini?" balas Bram tak kalah sinis. "Menginap di hotel dengan mantan istrimu? apa kau memaksa mantan istrimu yang lemah karena tengah hamil besar itu?" berondong Viyatan lagi. "Mantan istri matamu! aku tidak pernah men
"Sayang, dulu ... waktu aku menempuh pendidikan S2 di Amerika, itu terjadi sekitar tiga belas tahun yang lalu, saat itu usiaku baru dua puluh tujuh tahun. aku sudah mencapai semester akhir dan tinggal menggarap tesis, sedang Viyatan ini adik tingkat ku yang baru masuk mengambil jurusan yang sama denganku. Kadang-kadang aku juga menjadi asisten dosen dan mengajar kelas Viyatan. Di sanalah aku kenal gadis bernama Elisabeth. Aku juga gak tahu, tiba-tiba suatu malam di acara pesta penyambutan mahasiswa baru, gadis itu bernai sekali mengatakan cinta padaku. Aku bilang aku gak memikirkan pacaran, aku sedang fokus belajar, dia bilang bisa dijalani pelan-pelan." "Tapi apa yang kau lakukan? kau malah menghancurkan gadis itu, kan? sehingga dia tidak bisa menanggung semuanya, akhirnya dia mengakhiri hidupnya!" Viyatan tidak tahan untuk tidak menyela perkataan bram yang dia anggap terlalu berbelit-belit. Kemarahan jelas tergambar nyata di wajah Viyatan, matanya bahkan memerah menanggung emos
"Kau percaya perkataan Bram?" tanya Viyatan ketika mereka sudah di dalam pesawat. "Aku tidak tahu. aku tidak boleh mempercayai manusia seratus persen, paling banter aku mempercayai omongan orang itu hanya delapan puluh persen. Apalagi itu menyangkut hal masa lalu. Saat itu Abang Bram belum selesai menjelaskan, kenapa kakak sudah pergi?" "Aku harus tetap di sana gitu? melihat kamu bermesraan dengan lelaki yang kubenci itu! Dhea, lepaskan saja lelaki itu. Lelaki itu tidak baik untuk kamu!" "Terus yang baik untuk aku siapa?" "Aku lebih baik daripada dia. Aku akan menerima segala sesuatu yang berkenaan denganmu, aku akan menerima anakmu menjadi anakku sendiri. Aku jelas tidak memiliki masa lalu dengan siapapun!" ujar Viyatan menatap Dhea dengan serius. "Ya Allah!" Dhea bergumam sambil mengelus dada.andai benar dia adalah Kamelia, anak kandung pak Ibrahim, tentu Viyatan adalah kakak kandungnya bukan? apa mau jadi hubungan inses diantara mereka? nauzubillahiminzalik, Dhea membati
Menjadi komisaris direksi sebuah perusahaan besar menggantikan kedudukan suaminya menjadi kebanggaan tersendiri bagi Nirmala, biar bagaimanapun pengalamannya menjadi sekretaris tiga puluh tahun yang lalu bisa menjadi bekal untuknya memegang jabatan tertinggi di perusahaan. lagipula pekerjaannya juga tidak memerlukan keahlian yang ekstra, karena semua pekerjaan teknis dan manajemen dikerjakan oleh direktur utama yang dipimpin oleh Bram anak tirinya. Tetapi kedudukan komisaris lebih bersifat mengambil keputusan dalam rapat, setiap kebijakan baru diusulkan oleh Dirut. Dengan menduduki komisaris juga siapa yang bakal menentang semua kemauanmu dia, jadi dia bisa memasukkan banyak kerabatnya untuk bekerja di Aditama grup dengan jabatan yang strategis, istilahnya, hampir 60% kekuasaan sudah dipegang oleh dia semuanya, baik dari bawahan sampai puncak tertinggi, sehingga dia boleh sombong. Tentu yang jadi prioritasnya adalah putra kandungnya sendiri, Arjuna. Arjuna yang menjadi direktur di
Acara amal yang diselenggarakan oleh yayasan Aditama sebenarnya bukan acara amal murni untuk mencari pahala, ini hanya suatu ajang pamer dari kalangan atas untuk mereka perlihatkan seberapa kemampuan masing-masing orang untuk menyumbangkan uangnya. Para orang kaya yang dipandang itu, selain berlomba-lomba dalam menyumbang juga sebagai ajang mencari koneksi, tentu saja kedatangan Bram ke acara ini dinanti-nanti oleh sebagian orang di sana. Ketika Bram datang, semua orang berkerumun menyambut kedatangannya. "Pak Bram, anda datang dengan keponakan anda?!" tanya salah seorang di sana "Benar, ini keponakan saya. Anak dari kakak sepupu saya," jawab Bram memperkenalkan Eni di sana. Tentu saja yang datang ke sana bukan hanya para orang kaya yang akan menyumbang, para wartawan yang mengabadikan momen mereka juga hadir di sana, sebagian kehadiran mereka diundang oleh ibu-ibu sosialita untuk memberitakan sumbangan yang dia berikan. Tentu saja pernyataan Bram tersebut segera tersebar di
Kecelakaan itu begitu tragis, mobil mewah yang membawa oleh Nirmala ringsek, Nirmala dan supirnya meninggal di tempat. Berita kecelakaan itu langsung menyebar dan menjadi high line berita terkini. Beberapa orang yang sempat merekam adegan mobil yang menabrak kereta api itu juga menyebarkan melalui media sosial. Kecelakaan itu juga dekat dengan kantor polisi, sehingga polisi gerak cepat mengamankan lokasi. Semua identitas Nirmala jelas tertera di sana, ponselnya juga masih bisa digunakan, di dalam tas lengkap terdapat dompet yang berisi KTP dan kartu ATM dari beberapa bank. Bram yang tengah berada di acara amal, sebentar lagi juga akan beranjak dari sana, dia tidak mau berlama-lama di acara seperti itu, lebih baik dia segera mengurusi urusan kantor. Tetapi belum sempat beranjak, ponselnya berdering, itu adalah dari nomor Nirmala sendiri. Sebenarnya Bram sangat jengkel dengan ibu tirinya ini, hampir tiap hari dia mengutuknya untuk segera pergi ke akherat, tetapi dia tetap mengangkat
Prosesi pemakaman Nirmala berlangsung dengan cepat, hanya memakan waktu setengah hari, seluruh direksi juga sudah berkumpul untuk mengadakan rapat darurat, sehingga disepakati bahwa Ajisaka menjadi komisaris utama menggantikan Nirmala. Sayuti benar-benar bekerja dengan cepat dan tepat, dia segera menghubungi para pendukungnya dan mengadakan rapat darurat dengan hasil yang tidak mengecewakan, walaupun dapat tidak dihadiri oleh Bram selaku direktur utama karena sedang sibuk melakukan prosesi pemakaman untuk ibu tirinya itu. Berita kecelakaan yang terjadi pada seorang istri konglomerat negeri ini jelas menjadi sorotan dan masuk berita nasional, Dhea yang tengah sarapan sambil menonton televisi tercengang mendengar berita tersebut. Dia ingin segera menghubungi Bram, tetapi alangkah Dhea menepuk keningnya berkali-kali menyadari kebodohannya. dia sudah menghabiskan malam-malam romantis dengan suaminya kemarin, tetapi kenapa sampai lupa meminta nomor ponselnya. Sehingga Dhea huya bisa mend
Sebulan yang lalu ..... "Kakak yakin mau melakukan ini? kalau kita lakukan ini, Amel bisa celaka, Kak." "Kita tabrak dari depan, jadi kemungkinan kecelakaan untuk penumpang belakang tidaklah terlalu fatal." "Baiklah, ini hanya kita saja yang tahu, jika ada yang tahu selain kita berdua, tidak bisa dibayangkan berapa orang yang akan tersakiti." "Makanya kau rahasiakan!" Hari itu, dengan truk pengangkut pasir yang dia beli bekas, dengan kendaraan yang sarat muatan, Viyatan mengendarai mobil itu dengan kecepatan rendah, setelah mendapat telpon dari Fathan jika mobil target dia sedang mendekat, maka dia memacu kendaraan sarat muatan itu dengan kecepatan tinggi, akibatnya mobil oleng dan langsung menabrak mobil sedan di depannya. Viyatan langsung melompat dari dalam mobil, dengan modal kunci inggris di tangan, dia memecahkan kaca jendela mobil sedan itu, dan menghantamkan kunci inggris itu pada dua pria yang duduk di depan, dan menutup hidung pria di bangku belakang dengan saputa
"Acara apa memangnya?" "Lihat itu, dekorasi itu untuk apa?" "Seperti pelaminan ya, Bang?" "Ya, hari ini jam sepuluh kita akan menikah lagi." "Ha? Apa nggak apa-apa?" "Nggak, pernikahan kita dulu kurang sempurna, karena tidak diwali nikahkan ayahmu, padahal ayahmu masih hidup. lagipula aku menikahimu dengan identitas orang lain, sekarang aku akan mengucapkan ijab kabul dengan mengucapkan namamu sendiri." "Apa tidak apa-apa menikah ulang?" "Aku sudah bertanya di KUA, mereka bilang tidak apa-apa. Mereka akan menerbitkan buku nikah yang baru atas namamu yang asli." "Iya, karena ingatanku sudah kembali, aku juga ingin kembali menjadi diriku yang sesungguhnya, nama Dhea akan ku kembalikan pada pemilik aslinya." "Baiklah, jadi ... apakah aku bisa memanggil istriku dengan nama Lia?" "Maaf, Bang ... karena nama itu sudah pernah dipakai orang lain, aku jadi tidak mau lagi. Panggil nama kecilku seperti ayah dan saudaraku memanggil, yaitu Amel." "Baiklah, Amel. siapapun nama
Setelah sampai di rumah nenek, halaman rumah nenek yang luas sudah terpasang tenda dengan dekorasi yang sangat mewah, dengan dominasi warna biru laut, biru muda dan putih. Perpaduan warna-warna itu tampak begitu indah dan elegan, bahkan ada bunga-bunga segar sebagai dekorasi. "Ini, dekorasi acara peringatan kematian apa kawinan, sih? kok mewah banget begini?" tanya Dhea yang membuka jendela mobil dan menatap ke arah halaman rumah nenek. "Sebentar, aku keluar dulu. Kamu jangan keluar dulu." "Eh, kenapa?" Bram tidak menjawab pertanyaan istrinya, dia bergegas turun dan membuka pintu istrinya, dengan sigap lelaki itu langsung menggendong istrinya ala putri. "Eh, kenapa di bopong? itu Kruk aku ketinggalan di mobil," seru Dhea yang langsung mengalungkan kedua lengannya di leher suaminya takut terjatuh. "Selamat datang, Pak Bram, Bu Kamelia ...." Dhea menatap semua orang yang menyambut kedatangannya di gerbang masuk rumah. Mereka memakai seragam batik yang sama, seperti pelayan di
Setelah seminggu, Dhea dan Bram kembali dari ke tanah suci. Mereka segera kembali ke kediaman Bram, Dhea yang belum bisa berjalan, dengan kekuatan lengan Bram masih dibopong menuju ke kamarnya yang kini berada di lantai bawah. "Sayang, Istirahatlah. Besok kita akan kembali menerapi kakimu agar lebih kuat untuk berjalan. Sania akan bulan madu selama sepuluh hari lagi, nanti setelah dia pulang, kita jiga pulang ke Batam." "Iya, Bang. Aku harus semangat berlatih jalan." Hanya memikirkan Angga membuat Dhea semakin semangat berlatih jalan, seminggu kemudian dia sudah bisa memakai satu Kruk untuk berjalan, dia tidak mau lagi memakai kursi roda. "Dhea! Aku sudah pulang!" teriak Sania sambil berlari memeluk wanita yang tengah berdiri disangga Kruk. "Loh, kok sudah pulang? katanya sepuluh hari di sana? ini baru tujuh hari." "Iya, aku sudah kangen sama tanah air." "Ish, basi banget alasanmu." Sania malah tertawa lebar, kerudung warna hitamnya yang terpasang di kepalanya membuat
"Bang, aku kangen banget sama Angga, kapan aku akan bertemu dengannya?" keluh Dhea ketika malam tiba, dia benar-benar tidak bisa tidur memikirkan anaknya itu. "Sabar, Sayang. Keberadaan Abimanyu belum diketahui, lagian pendukungnya mafia Antonio juga melarikan diri ke Colombia." "Apa Abimanyu juga ikut melarikan diri ke sana?" "Belum bisa dipastikan. Orang-orang GIR akan menyelidikinya. Kamu sabar, ya? Sekalian sembuhkan dulu kaki dan bahumu, biar bisa menggendong Angga." "Ayah nanyain terus, kapan kita ke sana. Mereka akan menyiapkan pesta resepsi pernikahan kita." "Menunggu kepastian dari GIR, ya? kalau memang Abimanyu pergi ke Colombia, tentu situasi akan lebih aman. Kalau dia masih di sini, aku takut terjadi apa-apa pada kalian." "Iya, baik, Bang. Aku akan menuruti apa yang kamu katakan, tapi tolong pikirkan apa yang aku rasakan." "Setiap saat, yang dipikiran Abang hanya kebahagiaan dan keselamatan kamu dan anak kita, Sayang. Maaf, ya? Abang belum bisa memberi kebaha
Sudah sebulan berlalu, luka Dhea sudah mulai sembuh. Wanita itu sudah belajar berjalan satu dua langkah, hanya saja masih terasa sakit akibat patah tulang itu. Dia lebih banyak bergerak dengan kursi roda, jadwal terapi jalan dilakukan seminggu dua kali. Perusahaan juga sudah stabil, dua hari setelah tragedi penyerangan itu, Niko segera memulihkan saham perusahaan, Arjuna kini menjabat sebagai direktur utamanya dan Bram mengambil alih komisaris. Arjuna yang dulu sering menolak diberi wewenang puncak jabatan, kini terpaksa mengambil alih demi keluarga kakaknya yang memang butuh banyak perhatian. Bram juga ke kantor hanya dua kali seminggu, dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk menemani istrinya berobat, Arjuna yang masih belajar hanya menghubunginya untuk berkonsultasi jika mengenai pekerjaan dan keputusan yang harus diambil. Kedua keluarga pamannya juga kini tidak meributkan kembali mengenai perusahaan, apalagi Siska sepupunya juga kini sibuk mengurus pernikahannya dengan seora
Tit .... tit ... tit .... Suara monitor terdengar teratur, sepasang mata tiba-tiba membuka, menatap lurus ke arah plafon. Bunyi monitor itu terdengar begitu mengganggu. "Masyaallah! kamu sudah bangun, Sayang?!" Suara itu mengagetkannya, dia menoleh dan mendapati seorang lelaki berpenampilan kuyu dengan sepasang mata yang memerah. di mana ini? "Alhamdulillah, kamu sudah sadar. Aku benar-benar cemas!" Perlahan-lahan kesadaran muncul pada diri wanita ini, bayangan terakhir sebelumnya. Dia berada di dalam mobil bersama lelaki brengsek Abimanyu. Perdebatan di dalam mobil itu membuat lelaki itu murka dan menodongkan pistol ke arahnya, namun belum sempat peluru itu dimuntahkan, mobil tiba-tiba terguncang hebat, seperti terbentur dengan kuat sehingga dia kehilangan keseimbangan dan terpental ke depan dengan kuat, kepalanya bahkan membentur dasbor mobil membuatnya tidak sadarkan diri. "Di mana ini?" akhirnya dengan susah payah dia mengeluarkan suara. "Kamu di rumah sakit, Sayang. Sud
"Niko, cepat kacak ke mana perginya mobil yang membawa Dhea!" perintah Bram melalui sambungan telepon. Untung saja Bram mengingat nomor plat mobil yang membawa Dhea tadi, jadi bisa sekalian meminta Niko untuk melacaknya. "Baik, Bos!" Niko yang selalu stanby di markas langsung melaksanakan perintah Bram. dalam beberapa menit dia sudah mengetahui nomor plat tersebut. "Bos, nomor plat mobil ini palsu. Ini nomor plat mobil keluaran tahun 1978, mobilnya bahkan sudah jadi rongsokan. Plat aslinya mungkin sudah dicopot." "Mobilnya BMW, apa tidak bisa dilacak?" "Iya, mobil keluaran 1978 ini juga BMW. bahkan nama pemiliknya sudah mati." Bram mendengus kesal, sungguh sial sekali nasibnya. Adi yang ada di sampingnya hanya bisa terdiam dan fokus menyetir, semntara Lingga yang duduk di kursi belakang sibuk menjaga Frans. Mobil yang dikendarai Adi dengan cepat sampai di rumah sakit terdekat, paramedis segera membawa blankar dan membawa tubuh Frans ke ruang gawat darurat, ketiga orang
"Sini, Kamu!" Dhea meringkuk ketakutan mana kala tiga orang lelaki mendatangi kamarnya dengan wajah beringas. Dengan kasar tangannya dicengkeram dan ditarik paksa, agar mengikuti langkah lelaki itu. "Mau ke mana?" tanya Dhea dengan suara keras yang dipaksakan. "Jangan banyak tanya!" Dhea hanya pasrah mengikuti langkah cepat lelaki itu, tubuhnya sedikit goyah karena kurang tenaga. Dulu dia mudah saja melawan lelaki seperti ini walaupun hanya sendirian. Tetapi efek tidak diberi makan cukup selama dua Minggu cukup melumpuhkan semua tenaganya, mana bisa dia melawan lagi. Lelaki yang mencekeram tangannya juga tidak peduli apakah dia kesusahan mengikuti langkahnya atau tidak, dia terus saja diseret walaupun kepayahan. Apalagi ketika menuruni tangga, tubuhnya hampir saja terjerembab ke bawah jika saja cengkeraman lelaki itu tidak kuat. "BERHENTI!!!" lelaki itu berteriak ketika sampai di bawah anak tangga. Dhea melebarkan matanya melihat pemandangan di lantai satu, bukan kar