Felix semakin menekan ciumannya tanpa peduli pemberontakan yang Eloise lakukan. Ia hanya ingin memuaskan keinginannya, tanpa memperdulikan bahwa tindakannya itu akan membuatnya berada dalam masalah yang lebih besar. Ketika ia mulai hampir kehilangan kendali, tiba-tiba saja Eloise menggigit bibirnya. "Aw!" refleks ia menyentuh bibirnya yang berdarah, namun belum selesai rasa kagetnya akibat gigitan Eloise, sebuah tamparan mendarat dengan mulus di wajah Felix.PLAKK!Nafas Eloise naik turun menahan emosi, "Aku kekasih saudara kembarmu, Felix! Kenapa kau melakukan hal ini?!"Sejenak Felix merasakan perih di wajah dan juga bibirnya, namun ia masih dapat tersenyum miring dengan perkataan Eloise barusan. Dengan santainya ia membalas tatapan perempuan itu, tapi detik selanjutnya seringat tersebut berubah, hanya ada tatapan tajam yang membuat Eloise merasa terintimidasi."Aku tidak menyalahkanmu atas apa yang sudah terjadi, aku hanya berharap saat itu kita tidak pernah kembali sehingga aku t
Di seberang pulau, sebuah yacht baru saja menepi. Javier turun lebih dulu sebelum ia membantu Freya turun dan juga Avery. Namun wajah Avery terlihat tidak senang saat ia menginjakkan kaki di dermaga tersebut, liburan kali ini ia merasa di kekang erat oleh Javier, tak boleh ini, tak boleh itu.Sementara Avery ingin mencoba banyak hal, ia sudah remaja dan sebentar lagi akan berusia delapan belas tahun. Tapi Javier memperlakukannya seolah anak kecil yang baru tumbuh gigi, itu menyebalkan."Ave, jangan terlalu pergi jauh, dan tetap pastikan ponselnya tidak kehabisan daya." pesan Javier.Avery memutar bola matanya jengah, liburan macam apa ini, ia terus diawasi. Namun setelahnya, Javier pergi bersama Freya ke tempat penginapan yang akan mereka tempati selama dua malam di pulau tersebut."Kapan Dylan dengan Felix ke pulau ini juga?" tanya Avery sebelum kedua orang tuanya benar-benar menghilang dari pandangannya.Javier menoleh, "Besok pagi yacht yang sama akan menjemput mereka, kita akan ti
Rumah kecil itu tampak sunyi dan gelap saat Avery tiba, terpisah jauh dari hiruk-pikuk penginapan lainnya. Daniel dengan sigap membuka pintu dan menyalakan lampu, mempersilakan gadis itu masuk.Interiornya sederhana, hampir minimalis. Dapur kecil menyatu dengan ruang utama, hanya ada satu tempat tidur di sudut ruangan. Meski minim perabotan, dindingnya dihiasi berbagai jenis kerang yang tertata rapi, menciptakan suasana hangat nan unik.“Kau bisa duduk dulu,” ujar Daniel sambil melangkah menuju dapur. “Aku akan menyiapkan makanan sebelum mengantarmu kembali ke penginapan.”Avery menatap sekeliling dengan rasa ingin tahu, kemudian pandangannya beralih ke punggung Daniel yang sibuk mengeluarkan bahan masakan. Entah kenapa, keramahan pria itu membuatnya sedikit penasaran.“Apa kau selalu seperti ini pada setiap pengunjung pulau?” tanyanya, mencondongkan tubuh ke depan.Daniel menoleh sekilas, senyum tipis tersungging di bibirnya. “Tentu saja. Tamu-tamu yang datang ke sini harus merasa pu
Setelah hampir satu jam berlayar di atas yacht, akhirnya mereka tiba di pulau tujuan. Angin pantai menyapa mereka dengan aroma laut yang segar, sementara ombak kecil menjilati pasir putih yang tampak memanggil untuk dijejaki. Felix turun lebih dulu, wajahnya dingin seperti biasa, meninggalkan jejak kakinya di atas pasir. Katie menyusul di belakangnya, langkahnya ringan tapi dipenuhi rasa penasaran yang mengintip di matanya.“Sejak awal kita bertemu, kau belum juga bisa menikmati liburan ini, ya?” ujar Katie dengan nada santai, namun matanya menelisik tajam.“Kenapa kau peduli soal itu?” balas Felix, nadanya ketus, seperti biasa.Katie mempercepat langkahnya, menyamai Felix yang tampak tak ingin berbicara lebih banyak. “Aku tahu kenapa kau tidak menikmatinya. Apa kau cemburu karena saudara kembarmu membawa kekasihnya?”Langkah Felix terhenti seketika, seperti dihentak oleh sesuatu yang tak terlihat. Katie yang mengikuti terlalu dekat tak sempat menghindar. Tubuh kecilnya menabrak bahu
Katie menjauh dari Felix dengan senyum kemenangan, karena ia tau kalau Felix tidak akan melarikan diri untuk menghindari hukuman karena kekalahannya. Setelah Katie pergi, Dylan mendekat."Apa yang terjadi diantara kalian? Kau kalah dari seorang perempuan?" tanya Dylan, ekspresi wajah seakan mengejek sementara Felix mengabaikan Dylan dan menjauh dari area tempat penyewaan jetski.Melihat bahu Felix yang menjauh, Dylan cuman bisa menggelengkan kepalanya. Sementara Eloise muncul di belakang Dylan sambil melepaskan baju pelampungnya. "Kelihatannya mereka sangat dekat.""Aku harap juga begitu," kekeh Dylan, "Ayo ke penginapan, kita belum melihat kamar yang akan kita gunakan nanti." katanya sambil berjalan lebih dulu.Sejenak Eloise terdiam, memandangi bahu Dylan sebelum mengikuti pria itu. Sebenarnya, Eloise sedikit cemas kalau Felix benar-benar menunggunya pukul sembilan malam nanti. Apa yang harus ia lakukan agar Dylan tidak mencurigainya bertemu Felix diam-diam?Saat ini, ia hanya berha
Perlahan Felix membuka matanya, tapi ia kaget karena ia sudah berbaring di atas kasur dengan kedua tangan teringat di setiap sisi tempat tidur, kedua kakinya pun bernasib sama sementara tubuhnya sudah tak memakai baju lagi.Tangannya mencoba melepaskan borgol yang mengikatnya, tapi Katie sangat licik, dia tidak hanya menggunakan satu borgol pada tangan Felix, melainkan menggunakan dua sekaligus pada masing-masing tangan."Sial, kau lebih liar dari dugaanku." ucap Felix, ia tak mengira kalau dirinya malah terperangkap oleh wanita yang baru ia temui beberapa kali, dan sekarang ia tengah berbaring di tempat tidur dalam kondisi tak berdaya.Katie mendekat, perempuan itu melihat jam di ponselnya. "Kau tidur lama sekali, sudah dua jam sejak kau memejamkan mata. Padahal aku sudah menunggu dirimu sadar, untuk memulai permainan.""Ternyata ini rencanamu setelah berhasil mengalahkanku, harusnya kau katakan saja kalau dirimu ingin tidur denganku. Bukan hal sulit untuk aku lakukan, aku hanya perlu
Matahari mulai menyapa dengan sinar keemasannya, menembus tirai kamar yang setengah terbuka. Katie membuka matanya perlahan, tubuhnya masih terasa hangat dari malam yang penuh gairah. Namun, ketika ia melirik ke samping, yang ia temui hanyalah tempat tidur kosong dan pakaian yang berantakan di lantai.Sebuah senyum kecil terukir di wajah Katie. Ia duduk sambil menarik selimut, membayangkan kembali malam yang penuh intensitas."Pria itu semakin menarik," gumamnya pada dirinya sendiri, nada suaranya mengandung kepuasan atas ingatan menyenangkan bersama Felix tadi malam.Di sisi lain, Felix berjalan kembali ke penginapannya dengan langkah yang cepat. Udara pagi yang segar tidak mampu meredam pikirannya yang penuh dengan kejadian semalam. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah suara tiba-tiba menyapa dari belakang."Hei, Dude. Kau membuatku kaget. Kenapa sepagi ini kau buru-buru sekali?" tanya Dylan, muncul entah dari mana.Felix sedikit tersentak, tapi ia cepat menguasai diri. "Aku? Bu
Freya menunggu di depan penginapan dengan raut wajah setengah cemas. Begitu melihat Avery muncul di kejauhan, Freya segera melangkah mendekat."Kau dari mana?" tanyanya, nadanya terdengar tajam namun penuh perhatian.Avery hanya melirik sekilas, menghela nafas panjang seperti menahan beban yang tak ingin ia ceritakan. "Bu, pulau ini tidak terlalu luas. Memangnya aku bisa pergi kemana?" jawabnya, nada suaranya datar dan tak bersemangat. Tanpa menunggu tanggapan, Avery melanjutkan langkahnya menuju kamarnya, meninggalkan Freya yang berdiri terpaku.Freya menggeleng pelan, rasa penasaran tergambar jelas di wajahnya. Namun, ia memilih untuk tidak memaksa putrinya bercerita. Sebaliknya, matanya beralih ke meja sarapan di luar penginapan, di mana Eloise duduk dengan tenang menikmati pagi. Eloise tampak anggun, sementara Dylan terlihat baru datang dari olahraga paginya. Melihat pemandangan itu, senyum kecil menghiasi wajah Freya. Ia memutuskan untuk mendekat."Kau menikmati liburanmu, Eloise
Dua hari sebelumnya...Setelah mereka tiba di tempat liburan, Felix memilih lebih banyak diam untuk berperang dengan pikirannya sendiri. Ia adalah orang yang cukup keras pada pilihannya, tapi untuk keinginan yang selalu mengganggu pikirannya terhadap mendekati Eloise, itu selalu ia tahan.Terkadang, sisi egoisnya menyuruh Felix untuk melakukan tindakan yang jahat. Tapi tidak, sekali lagi tidak. Dylan tumbuh dan besar bersamanya, seorang wanita tak boleh merusak hubungan yang sudah mereka jalin sejak kecil. Kesalahan sepele saja bisa membuat benteng yang besar bisa rusak, dan Felix tak mau melakukan kesalahan itu. Sekitar pukul tiga sore, Felix mengirim pesan pada Dylan untuk menemuinya.“Hai, Dude. Ada apa?” Dylan bertanya santai, meski nada suaranya mengandung sedikit kekhawatiran.Felix menoleh perlahan, menatap saudara kembarnya dengan ekspresi serius. “Ada hal yang harus aku katakan padamu,” katanya, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya.Dylan mengerutkan kening, tapi men
Tatapan dingin Felix berubah menjadi sesuatu yang lebih mengancam, seolah dia tahu bagaimana caranya membuat Eloise merasa terkunci di tempat itu. Eloise merasa tubuhnya menegang, udara di sekitarnya terasa berat. Setiap langkah mundur yang ia ambil, Felix maju setengah langkah lebih dekat, membuatnya semakin sulit menjaga jarak.“Aku ingin memberitahumu sesuatu,” suara Felix rendah, namun ada nada licik di dalamnya. “Sejak malam itu, kau sudah mengubah caraku melihat dirimu.”Eloise menggeleng pelan, hatinya penuh penyesalan atas kesalahan fatal yang terjadi malam itu. Sebuah malam yang terjadi di bawah pengaruh alkohol, ketika pikirannya kabur dan ia keliru mengira Felix adalah Dylan, kekasihnya. Itu adalah malam yang tak ingin ia kenang, apalagi dibahas oleh pria yang berdiri di depannya sekarang.“Kau tahu aku kekasih Dylan. Mengapa kau terus bersikeras melakukan ini?” tanyanya dengan nada bergetar, sebuah perpaduan antara takut dan marah.Felix menyeringai lebar, tatapan matanya
Freya menunggu di depan penginapan dengan raut wajah setengah cemas. Begitu melihat Avery muncul di kejauhan, Freya segera melangkah mendekat."Kau dari mana?" tanyanya, nadanya terdengar tajam namun penuh perhatian.Avery hanya melirik sekilas, menghela nafas panjang seperti menahan beban yang tak ingin ia ceritakan. "Bu, pulau ini tidak terlalu luas. Memangnya aku bisa pergi kemana?" jawabnya, nada suaranya datar dan tak bersemangat. Tanpa menunggu tanggapan, Avery melanjutkan langkahnya menuju kamarnya, meninggalkan Freya yang berdiri terpaku.Freya menggeleng pelan, rasa penasaran tergambar jelas di wajahnya. Namun, ia memilih untuk tidak memaksa putrinya bercerita. Sebaliknya, matanya beralih ke meja sarapan di luar penginapan, di mana Eloise duduk dengan tenang menikmati pagi. Eloise tampak anggun, sementara Dylan terlihat baru datang dari olahraga paginya. Melihat pemandangan itu, senyum kecil menghiasi wajah Freya. Ia memutuskan untuk mendekat."Kau menikmati liburanmu, Eloise
Matahari mulai menyapa dengan sinar keemasannya, menembus tirai kamar yang setengah terbuka. Katie membuka matanya perlahan, tubuhnya masih terasa hangat dari malam yang penuh gairah. Namun, ketika ia melirik ke samping, yang ia temui hanyalah tempat tidur kosong dan pakaian yang berantakan di lantai.Sebuah senyum kecil terukir di wajah Katie. Ia duduk sambil menarik selimut, membayangkan kembali malam yang penuh intensitas."Pria itu semakin menarik," gumamnya pada dirinya sendiri, nada suaranya mengandung kepuasan atas ingatan menyenangkan bersama Felix tadi malam.Di sisi lain, Felix berjalan kembali ke penginapannya dengan langkah yang cepat. Udara pagi yang segar tidak mampu meredam pikirannya yang penuh dengan kejadian semalam. Namun, langkahnya terhenti ketika sebuah suara tiba-tiba menyapa dari belakang."Hei, Dude. Kau membuatku kaget. Kenapa sepagi ini kau buru-buru sekali?" tanya Dylan, muncul entah dari mana.Felix sedikit tersentak, tapi ia cepat menguasai diri. "Aku? Bu
Perlahan Felix membuka matanya, tapi ia kaget karena ia sudah berbaring di atas kasur dengan kedua tangan teringat di setiap sisi tempat tidur, kedua kakinya pun bernasib sama sementara tubuhnya sudah tak memakai baju lagi.Tangannya mencoba melepaskan borgol yang mengikatnya, tapi Katie sangat licik, dia tidak hanya menggunakan satu borgol pada tangan Felix, melainkan menggunakan dua sekaligus pada masing-masing tangan."Sial, kau lebih liar dari dugaanku." ucap Felix, ia tak mengira kalau dirinya malah terperangkap oleh wanita yang baru ia temui beberapa kali, dan sekarang ia tengah berbaring di tempat tidur dalam kondisi tak berdaya.Katie mendekat, perempuan itu melihat jam di ponselnya. "Kau tidur lama sekali, sudah dua jam sejak kau memejamkan mata. Padahal aku sudah menunggu dirimu sadar, untuk memulai permainan.""Ternyata ini rencanamu setelah berhasil mengalahkanku, harusnya kau katakan saja kalau dirimu ingin tidur denganku. Bukan hal sulit untuk aku lakukan, aku hanya perlu
Katie menjauh dari Felix dengan senyum kemenangan, karena ia tau kalau Felix tidak akan melarikan diri untuk menghindari hukuman karena kekalahannya. Setelah Katie pergi, Dylan mendekat."Apa yang terjadi diantara kalian? Kau kalah dari seorang perempuan?" tanya Dylan, ekspresi wajah seakan mengejek sementara Felix mengabaikan Dylan dan menjauh dari area tempat penyewaan jetski.Melihat bahu Felix yang menjauh, Dylan cuman bisa menggelengkan kepalanya. Sementara Eloise muncul di belakang Dylan sambil melepaskan baju pelampungnya. "Kelihatannya mereka sangat dekat.""Aku harap juga begitu," kekeh Dylan, "Ayo ke penginapan, kita belum melihat kamar yang akan kita gunakan nanti." katanya sambil berjalan lebih dulu.Sejenak Eloise terdiam, memandangi bahu Dylan sebelum mengikuti pria itu. Sebenarnya, Eloise sedikit cemas kalau Felix benar-benar menunggunya pukul sembilan malam nanti. Apa yang harus ia lakukan agar Dylan tidak mencurigainya bertemu Felix diam-diam?Saat ini, ia hanya berha
Setelah hampir satu jam berlayar di atas yacht, akhirnya mereka tiba di pulau tujuan. Angin pantai menyapa mereka dengan aroma laut yang segar, sementara ombak kecil menjilati pasir putih yang tampak memanggil untuk dijejaki. Felix turun lebih dulu, wajahnya dingin seperti biasa, meninggalkan jejak kakinya di atas pasir. Katie menyusul di belakangnya, langkahnya ringan tapi dipenuhi rasa penasaran yang mengintip di matanya.“Sejak awal kita bertemu, kau belum juga bisa menikmati liburan ini, ya?” ujar Katie dengan nada santai, namun matanya menelisik tajam.“Kenapa kau peduli soal itu?” balas Felix, nadanya ketus, seperti biasa.Katie mempercepat langkahnya, menyamai Felix yang tampak tak ingin berbicara lebih banyak. “Aku tahu kenapa kau tidak menikmatinya. Apa kau cemburu karena saudara kembarmu membawa kekasihnya?”Langkah Felix terhenti seketika, seperti dihentak oleh sesuatu yang tak terlihat. Katie yang mengikuti terlalu dekat tak sempat menghindar. Tubuh kecilnya menabrak bahu
Rumah kecil itu tampak sunyi dan gelap saat Avery tiba, terpisah jauh dari hiruk-pikuk penginapan lainnya. Daniel dengan sigap membuka pintu dan menyalakan lampu, mempersilakan gadis itu masuk.Interiornya sederhana, hampir minimalis. Dapur kecil menyatu dengan ruang utama, hanya ada satu tempat tidur di sudut ruangan. Meski minim perabotan, dindingnya dihiasi berbagai jenis kerang yang tertata rapi, menciptakan suasana hangat nan unik.“Kau bisa duduk dulu,” ujar Daniel sambil melangkah menuju dapur. “Aku akan menyiapkan makanan sebelum mengantarmu kembali ke penginapan.”Avery menatap sekeliling dengan rasa ingin tahu, kemudian pandangannya beralih ke punggung Daniel yang sibuk mengeluarkan bahan masakan. Entah kenapa, keramahan pria itu membuatnya sedikit penasaran.“Apa kau selalu seperti ini pada setiap pengunjung pulau?” tanyanya, mencondongkan tubuh ke depan.Daniel menoleh sekilas, senyum tipis tersungging di bibirnya. “Tentu saja. Tamu-tamu yang datang ke sini harus merasa pu
Di seberang pulau, sebuah yacht baru saja menepi. Javier turun lebih dulu sebelum ia membantu Freya turun dan juga Avery. Namun wajah Avery terlihat tidak senang saat ia menginjakkan kaki di dermaga tersebut, liburan kali ini ia merasa di kekang erat oleh Javier, tak boleh ini, tak boleh itu.Sementara Avery ingin mencoba banyak hal, ia sudah remaja dan sebentar lagi akan berusia delapan belas tahun. Tapi Javier memperlakukannya seolah anak kecil yang baru tumbuh gigi, itu menyebalkan."Ave, jangan terlalu pergi jauh, dan tetap pastikan ponselnya tidak kehabisan daya." pesan Javier.Avery memutar bola matanya jengah, liburan macam apa ini, ia terus diawasi. Namun setelahnya, Javier pergi bersama Freya ke tempat penginapan yang akan mereka tempati selama dua malam di pulau tersebut."Kapan Dylan dengan Felix ke pulau ini juga?" tanya Avery sebelum kedua orang tuanya benar-benar menghilang dari pandangannya.Javier menoleh, "Besok pagi yacht yang sama akan menjemput mereka, kita akan ti