Sesampainya di dalam kamar tersebut, mereka berdua tampak memandang satu sama lain. Gilang sepertinya tengah menilik penampilan Kasih dari atas sampai bawah, membuat Kasih yang ditatap seperti itu merasa risih.
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya wanita itu ketus.Gilang menjawab dengan gelengan kepala saja sambil tersenyum tipis."Sesuai dugaan, kamu adalah wanita yang baik-baik, itulah yang aku cari.""Maksud kamu?" tanya Kasih tak paham.Gilang menghela napas. "Sebenarnya wanita itu banyak, nggak cuma satu, yang cantik banyak, yang seksi juga banyak, apalagi yang aduhai. Hanya saja, berurusan dengan wanita seperti itu sangat menjengkelkan. Sudah dikasih uang, mereka pasti nantinya akan meminta lebih, dan aku yakin kamu tidak akan seperti itu."Kasih terus saja diam, karena dia masih tidak paham dengan apa yang Gilang maksud. Tanpa sadar dia menyilangkan kedua tangannya di depan dada usai Gilang berkata seperti itu.Gilang yang melihatnya hanya mampu tertawa."Kamu juga cantik, kok, dan aku tebak pasti body kamu juga bagus. Hanya saja karena tertutup dengan pakaian saja makanya body kamu tidak terlihat."Kasih menatap Gilang dengan sorot mata tajam, kentara sekali kalau wanita itu tidak suka dengan ucapan Gilang yang terlalu fulgar."Apa bisa kita mulai sekarang?" tanya Gilang, pria itu mengerlingkan sebelah matanya."Emm ... uangnya?" tanya Kasih lirih."Uangnya udah aku siapkan, kamu tenang aja. Butuh cash, kan?"Kasih mengangguk cepat."Kalau urusan kita selesai, kamu boleh membawa uang itu."Awalnya Kasih tampak bernapas lega. Namun, detik selanjutnya wajah wanita itu tampak menegang ketika Gilang dengan perlahan mendekatinya, membuat Kasih refleks memundurkan langkahnya. Sialnya hal itu terbaca dipikiran Gilang, hingga pada akhirnya pria itu langsung menarik tangan Kasih dan mendekap tubuh wanita itu dengan erat."Kenapa menghindar?" bisik pria itu."A--aku tidak menghindar, a--aku cuma gugup," jawab wanita itu jujur.Gilang tertawa lirih. "Kamu bukan perawan lagi, jadi untuk apa gugup. Enjoy saja, aku yakin kamu akan menikmati permainanku. Aku akan membuatmu mengerang nikmat di bawah kendaliku. Gimana? Udah bisa dimulai sekarang?" tanya pria itu.Kasih menahan napas karena saat ini di antara mereka sama sekali tidak ada jarak lagi. Bahkan Kasih bisa mencium aroma dari mulut pria itu, yang sialnya membuat Kasih ingin mencicipi bagaimana rasanya berciuman dengan Gilang."Bisa mundur sedikit?" pinta Kasih."Tidak bisa!" bantah Gilang."A--aku--"Mata Kasih membulat ketika bibir Gilang mendarat tepat di bibirnya. Pria itu mendorong tubuh Kasih ke dinding, membuat Kasih terpekik kaget."Rileks, Honey," kata pria itu di sela ciuman mereka. "Kita akan bersenang-senang malam ini, buang semua beban yang ada dipikiran kamu sejenak, lampiaskan semuanya malam ini. Mendesahlah dan sebutlah namaku ketika kamu merasakan kenikmatan."Tubuh Kasih yang tadinya menegang kini terlihat tampak tenang. Dia pun memejamkan matanya dan ikut membalas ciuman yang Gilang berikan."Oh, ya Tuhan. Bibirmu sangat menggoda."Kasih memejamkan matanya, suara Gilang menurutnya terdengar begitu seksi, membuat bulu kuduknya meremang. Antara takut dan juga terangsang.Kasih tak kuasa menolak sentuhan-sentuhan lembut yang Gilang berikan. Bahkan tanpa sadar wanita itu mendesah."Ayo, terus keluarkan suara indahmu ketika mendesah, jangan ditahan."Kasih semakin belingsatan ketika Gilang menciumi bagian lehernya, dia terus menggigit bibir bawahnya untuk menahan gairahnya yang semakin bergejolak."Gilang, hentikan," pinta Kasih.Gilang mendongak, menatap kedua mata Kasih dengan alis mengkerut."Kenapa? Kamu berubah pikiran?"Kasih tak menjawab, bukan karena dia tidak mau melanjutkan permainan panas itu. Munafik kalau dia tidak menginginkan yang lebih, apalagi Gilang sangat pintar membuat Kasih berhasrat, hanya saja, ada satu hal yang harus dia pastikan."Aku sama sekali tidak ada persiapan. Maksudku ... apa kamu memakai pengaman? Aku takut kalau suatu saat akan terjadi sesuatu pada kita."Gilang mengedikkan bahunya acuh. "Untuk saat ini aku tidak memakai apapun. Aku pastikan kamu tidak akan hamil, kita melakukannya hanya sekali, mustahil kalau langsung jadi.""Tapi--"Gilang kembali mencium bibir Kasih, ciuman itu kuat dan cepat, sampai-sampai Kasih tak kuasa mengimbanginya. Sialnya, ciuman Gilang membuat Kasih menjadi wanita yang paling menggairahkan, seolah-olah Kasihlah yang sangat menginginkan Gilang. Ya, pria itu memang sangat lihai dalam mengendalikan wanita.Seluruh tubuh Kasih terasa panas membara, sarafnya kacau karena hasratnya tak tersalurkan.Melihat Kasih tak berdaya, dengan paksa Gilang melepas pakaian Kasih, kini wanita itu benar-benar tidak memakai pakaian apapun. Gilang menggeleng pelan sambil berdecak ketika melihat tubuh Kasih yang sungguh indah, luar biasa, sesuai dengan ekspektasinya.Kasih mengerjapkan matanya berkali-kali, sepertinya kesadarannya kembali, dia menutupi bagian tubuhnya menggunakan kedua tangannya, wanita itu tampak terlihat malu."Sial! Aku benar-benar tidak tahan," erang Gilang.Pria itu membawa tubuh Kasih ke tempat tidur, lalu pria itu melepaskan pakaiannya satu persatu. Kasih yang melihatnya langsung membuang pandangannya ke sembarang arah sekaligus menutupi tubuhnya menggunakan selimut.Mata Kasih terpejam rapat ketika dia merasakan pergerakan dari ranjang tersebut, dia tidak berani membuka mata karena takut melihat tubuh Gilang yang tidak memakai apapun."Kasih?" tanya pria itu dengan suara lembut.Pria itu berada tepat di atas Kasih, membuat Kasih mau tak mau harus membuka matanya, secara perlahan."Kenapa?" tanya Kasih dengan suara bergetar."Sebelum kita melakukannya, tolong dengarkan ini baik-baik. Jangan pernah jatuh cinta denganku. Ingat, hubungan kita hanya sebatas di atas ranjang. Kamu membutuhkan uangku, dan aku membutuhkan tubuhmu, sampai sini paham?"Kasih mengangguk pelan."Jangan ada kata hamil!"Lagi-lagi Kasih menjawab dengan anggukan saja, walau sebenarnya hati kecilnya teriris ketika mendengarnya.Semenjak dia menikah, dia sengaja tidak menunda untuk memiliki anak. Namun sayangnya, sampai saat ini Kasih belum dikasih kepercayaan untuk hal itu."Iya, lakukanlah sekarang. Aku tidak ingin menundanya lagi," lirih Kasih.Gilang memeluk tubuh Kasih di bawah tubuhnya. Mendekap tubuh wanita itu lama-lama, bibirnya mencium bibir Kasih dengan lembut. Tangan pria itu merayap turun di tubuh Kasih, perlahan-lahan agar tidak membuat wanita itu takut.Gilang melepaskan ciumannya, menatap wanita itu sebentar, lalu tersenyum lebar. Seperti tengah menunjukkan kasih sayang, tangannya membelai rambut wanita itu dengan lembut. Lalu melanjutkan kembali mencumbu wanita itu.Terdengar jeritan lembut dari Kasih, membuat Gilang semakin bersemangat dan tentunya makin bergairah.Ketika Gilang ingin menyatukan tubuh mereka, tiba-tiba saja terdengar sebuah deringan telepon dari ponsel pria itu.Wajah yang tadinya berseri-seri kini menjadi menegang, seperti menahan amarah karena ada yang menganggu kesenangannya.Gilang tak peduli, dia tetap ingin melanjutkan permainannya, bercinta dengan wanita malam ini sampai puas. Namun, tepukan halus dari Kasih membuat semangatnya buyar seketika."Angkat aja dulu, siapa tahu--""Nggak penting!" sela Gilang."Bagaimana kalau penting?"Gilang mendengkus keras, dia langsung bangun dari tubuh Kasih, lalu mengambil ponsel itu. Pria itu tampak terkesiap, lalu buru-buru mengangkat panggilan tersebut."Halo, Sayang. Maaf, maaf. Iya, aku tadi lagi sibuk, lain kali nggak akan kayak gitu lagi kok."Perlahan Gilang hilang dari pandangan Kasih. Senyum yang tadinya terukir indah dari wanita itu, perlahan menghilang."Sayang?" gumam Kasih dengan suara bergetar, matanya tampak berkaca-kaca.'Apa? Hampir saja aku bercinta dengan orang yang sudah memiliki kekasih. Apa aku gila? Ingat, Kasih. Saat ini kamu sudah resmi menjadi wanita murahan karena badanmu sudah disentuh oleh pria lain selain suamimu.'"Iya, Sayang. Aku nggak macam-macam kok di sini, kamu tenang aja, ya. Cintaku tetap untuk kamu," ucap Gilang dengan senyum tipis."Janji, ya?" tanya wanita itu dari ujung sana dengan suara manja."Iya, Sayang. Aku janji, kamu kapan pulang? Aku udah kangen nih.""Masih lama, kemarin aku janji sama kamu cuma sebulan kan? Kayaknya diundur deh. Manager aku bilang kalau aku di sini selama tiga bulan. Kamu nggak marah, kan?"Gilang tersenyum kecut, pria itu menyugar rambutnya dengan kasar. Sudah dia duga kalau ujung-ujungnya akan berakhir seperti ini."Ya ... mau gimana lagi, nasib punya pasangan model, ya harus seperti ini," jawab Gilang pada akhirnya."Tapi kamu nggak apa-apa, kan?" tanya wanita itu sekali lagi."Nggak apa-apa, santai aja.""Beneran? Kok kamu tumben banget sih jawab kayak gitu. Biasanya juga selalu merengek nyuruh aku balik. Atau yang lebih parahnya malah nyuruh aku pensiun jadi model.""Berkali-kali aku nyuruh juga nggak bakalan kamu turutin, kan?" tanya Gilang sarkas. "
Kasih tersenyum lebar ketika melihat ibunya sudah sadar, senyumannya makin mengembang ketika netranya bertemu pandang pada ibunya yang saat ini tengah tersenyum padanya."Kasih," panggil wanita paruh baya itu."Ibu, akhirnya aku kembali melihat senyumanmu, aku sangat merindukannya," ucap Kasih sambil mendekap erat tubuh wanita itu, sesekali terdengar Isak lirih dari Kasih."Ibu sudah tidak apa-apa, Nak. Terima kasih karena sudah mau memperjuangkan Ibu."Kasih menggeleng, dia sama sekali tidak setuju dengan ucapan ibunya."Sudah sepantasnya aku sebagai anak harus mengurus Ibu, kenapa Ibu malah bicara seperti itu?" tanya Kasih agak ketus.Ditanya seperti itu wanita paruh baya itu hanya tertawa pelan. Namun tak lama kemudian dahinya berkerut, lalu menelisik ruangan itu dengan seksama."Ada apa, Bu?" tanya Kasih cemas. "Apa Ibu masih merasakan sakit?" tanyanya lagi.Mutia menggeleng, dia menatap Kasih dengan tajam."Dari mana kamu mendapatkan uang, Nak? Apa mungkin dari Dani? Tapi ... apa
[Sampai jam segini kamu belum datang? Apa kamu ingin bermain-main denganku, Kasih?]Kasih menelan salivanya dengan susah payah ketika mendapat pesan dari Gilang.Memang dia berniat tidak akan mendatangi pria itu. Alasannya karena hari ini mood dia benar-benar buruk karena ulah suaminya.Beberapa kali Gilang menghubunginya, tapi selalu Kasih abaikan. Dia pikir nanti ketika ditanya oleh Gilang, dia bisa saja mencari alasan.Tapi, isi pesan Gilang kali ini mampu membuat nyalinya menciut. Sepertinya Gilang mengetahui kalau dirinya tengah menghindari pria itu.[Aku sedang tidak enak badan. Lain kali saja aku menemuimu.]Tangan Kasih gemetar ketika mengetik pesan tersebut. Dia sangat berharap jika Gilang akan mengerti. Namun, matanya terbelalak ketika dia mendapat balasan pesan dari Gilang.[Benarkah? Aku sudah berada di depan rumahmu, cepat buka pintunya, jangan banyak alasan!]Kasih langsung beranjak dari tempat tidurnya, dia mendekati jendela untuk melihat apakah benar Gilang berada di d
Kasih masih terdiam ketika Gilang sudah menoleh ke arahnya. Wanita itu menatap Gilang dengan tatapan tak terbaca, begitu pun sebaliknya, Gilang juga menatap Kasih dengan senyum seringainya."Sudah siap?"Kasih menelan salivanya dengan susah payah, dia ingin berkata tidak, tapi tidak bisa, suaranya tercekat.Gilang yang melihat wajah Kasih tampak tegang pun mengerutkan keningnya."Are you oke? Apa kamu beneran tidak enak badan?"Kasih menggeleng, dia berdeham kecil untuk mengubah ekspresi wajahnya, berusaha keras untuk tersenyum, walaupun kaku."Nggak, nggak apa-apa.""Kalau tidak bisa jangan dipaksakan," tegur pria itu."Apa boleh lain kali saja?" tanya wanita itu dengan wajah berbinar. Ucapan Gilang merupakan angin segar untuknya."Sayangnya tidak bisa. Karena aku sudah ngebet banget pengin kawin," sahut Gilang dengan santainya.Senyum Kasih perlahan memudar, dia menatap pria itu dengan malas.'Tau gitu kenapa tadi ngomong seperti itu, kalau hasilnya juga sama aja,' gerutu Kasih dala
"Hai, Sayang. Tumben cepat banget pulangnya," ucap Gilang.Dahi pria itu tampak berkeringat karena terlalu panik. Dia berusaha keras menutupi kegugupannya."Kenapa? Kok kayak nggak suka gitu kalau aku pulang? Terus ngapain kamu ada di kamar tamu?"Gilang mengusap keringatnya, terdiam cukup lama untuk memberi jawaban yang tepat untuk Yura, istrinya."Nggak ada sih, tadi aku kecapean. Mau ke kamar kita rasanya malas, makanya aku istirahat di ruang tamu," kata pria itu beralasan."Masa sih, terus kenapa kamu keringetan begitu?""Itu, AC di dalam kamar mati. Kenapa sih, kok kayak curiga gitu?"Yura menggeleng pelan, dia mengedikkan bahunya. "Nggak apa-apa sih, cuma tanya aja."Tiba-tiba wanita itu mendekat sambil tersenyum nakal. Yura merangkul pundak Gilang."Sayang, aku kangen," ujar wanita itu manja."Iya, sama. Aku juga kangen banget sama kamu."'Sial, kenapa tubuh Kasih masih terbayang jelas di pikiranku,' keluh pria itu dalam hati."Kita main yuk. Terserah deh mau berapa lama. Pokok
Sepanjang ia berjalan, pria itu tak pernah berhenti mengulas senyum. Rasanya beban yang dia rasa di badan telah musnah. Itu semua berkat wanita itu, ya dia adalah Kasih.Gilang menghela napas panjang ketika sudah mencapai di pintu kamarnya. Membuka pintu itu secara perlahan, kemudian kembali menutupnya dengan amat sangat pelan.Dilihatnya sang istri sedang tertidur, pria itu mendekati Yura, mengelus rambutnya dengan pelan.'Maaf, kamu pasti sangat lama menungguku, sampai-sampai ketiduran,' batin pria itu.Kendati demikian, Gilang sama sekali tidak menampilkan raut wajah merasa bersalah karena telah membuat wanitanya menunggu, lebih parahnya lagi, dia sama sekali tidak menyesal karena sudah bercinta dengan wanita lain dalam satu atap yang sama.Pria itu merebahkan tubuhnya di samping Yura, menatap langit-langit kamar sambil tersenyum lebar. Rasa penasarannya pada Kasih telah terbayarkan, dan sesuai dugaannya, jika wanita itu sangat memuaskan."Hah! Leganya," gumam pria itu."Lega kenap
"Seperti biasa, kau selalu memukau."Kasih mengernyit heran. Entah mengapa, dia merasa kalau Gilang akhir-akhir agak lebay. Ya, semenjak mereka sudah melakukan hubungan terlarang, Gilang selalu bertindak berlebihan.Seperti tadi contohnya, tiba-tiba saja pria itu memuji kecantikannya."Untuk apa menyuruhku datang menemuimu?" tanya Kasih to the poin."Santai dong, buru-buru banget. Nggak sabar banget ya pengin ke kamar."Kasih memutar bola matanya malas. Heran dengan pria itu, otaknya selalu saja tidak jauh-jauh dalam urusan ranjang. Sebelumnya Gilang tidak seperti ini.'Cih, ganteng doang. Otak mesum!' umpat Kasih dalam hati.Karena melihat Kasih diam saja, akhirnya pria itu berdeham sejenak. Berniat mengutarakan tujuannya."Jadi, ada yang mau aku omongin sama kamu." Suara Gilang kali ini cukup serius.Kasih mengangguk paham, pertanda dia siap mendengarkan ucapan Gilang."Tentang hubungan kita kedepannya."Kasih masih menatap Gilang dengan sorot mata tajam."Hubungan?" ulang wanita it
"Hai, Sayang. Sudah selesai?" tanya Gilang sambil mencium pipi Yura."Hemm, kenapa jemputnya lama sekali," gerutu wanita itu."Oh, aku baru saja selesai berolahraga.""Pantas saja, wajahmu terlihat sangat segar," puji Yura, menatap suaminya dengan takjub."Benarkah?""Ehem-ehem. Yang lagi mesra-mesraan, tolong dong ditunda dulu, kasihan nih ada jomblo di sini."Gilang dan Yura langsung mengalihkan pandangannya, menatap ke arah sumber suara.Tatapan Gilang terlihat bingung, Yura pun akhirnya menjelaskan."Dia Dea, temanku. Dan Dea, kenalkan, dia suamiku.""Hai," sapa Dea sambil mengulurkan tangannya, sayangnya tak dibalas oleh Gilang."Apa sesi pemotretannya sudah selesai?" tanya Gilang mengalihkan pembicaraan."Sudah, kamu mau langsung pulang atau mau mampir ke suatu tempat dulu?""Sepertinya langsung pulang, tapi sebelum pulang aku ingin ke toilet dulu."Dea yang melihat sikap dingin Gilang hanya mampu menggigit bibir bawahnya.Terlihat sangat jelas kalau wanita itu begitu terpesona
Tidak ada yang paling membahagiakan menurut Gilang selain menikah dengan orang yang dia cintai.Wanita yang selama ini dia tunggu-tunggu kehadirannya akhirnya sudah berada digenggamannya untuk selamanya.Kebahagiaan Gilang terasa sangat lengkap karena kedua anak yang lahir dari perut Kasih, wanita yang dicintainya.Ya, bukankah pria itu dari dulu sangat menginginkan hal itu? Mungkin dulunya Kasih menganggap jika omongan Gilang hanya candaan belaka, tapi tidak menurut Gilang, pria itu benar-benar sangat serius mengatakannya.Dulu, hubungan mereka sangatlah salah, tidak pantas ditiru untuk siapapun. Sebatas partner di atas ranjang, karena dia begitu kesepian, dan dia memanfaatkan Kasih karena wanita itu sangat membutuhkan bantuan.Gilang menggeleng seraya tersenyum kecil ketika mengingat awal pertemuan mereka yang menurut pria itu sangat berkesan."Ngapain senyum-senyum sendiri? Hayo, pasti lagi mikirin sesuatu," celetuk Kasih. Wanita itu menatap suaminya penuh curiga."Iya nih, tahu aj
"Selamat ya, akhirnya hari-hari yang kalian tunggu tiba juga," celetuk Fandi seraya menyalami Gilang."Makasih, Bro. Kalau bukan karena kamu, pasti hari ini nggak akan terjadi," ucap Gilang dengan suara tulus.Fandi tertawa kecil. "Habisnya aku greget banget sama hubungan kalian berdua. Sama-sama mau tapi gengsinya gede banget. Wanita itu memang harus digertak, kalau nggak digituin nanti malah teus mengulur waktu. Dan ya ... rencanaku berhasil, kan. Pada dasarnya itu Kasih cinta sama kamu, terlihat begitu jelas dengan tatapan matanya. Cuma ya seperti tadi yang aku bilang, gengsinya wanita itu besar. Yang dia mau lelaki harus berusaha sekuat mungkin berjuang buat meyakinkan dia, kalau sudah dirasa cukup barulah dia nerima kamu. Pikiran wanita itu gampang ditebak," celoteh Fandi panjang lebar."Ya, ya, ya. Terserah kamu bilang apa, intinya aku berterima kasih karena pada akhirnya kami sudah menikah, itu semua berkat kamu."Fandi menepuk pundak Gilang dengan pelan. "Sama-sama, tapi aku y
"Apa kamu menyesal karena sudah melakukan kesalahan fatal, Dina?" tanya Bima sinis.Wanita itu tak berani menatap calon suaminya itu, dia benar-benar begitu malu.Karena melihat Dina diam saja, Bima pun duduk di hadapan wanita itu, pria itu menghela napas berat."Sejujurnya aku nggak mau lihat kamu seperti ini, tapi ... kamu memang pantas dihukum seperti ini, karena kesalahanmu itu. Apa sampai saat ini kamu belum menyadari kesalahanmu itu? Apa sampai saat ini kamu masih menyalahkan aku dan Kasih karena kami dekat? Dan masih benci dengan Bastian yang jelas-jelas anak itu tidak memiliki kesalahan apapun? Apa kamu masih mempertahankan egomu itu, Dina?" tanya Bima secara beruntun.Tak lama setelah itu, terdengar suara isak tangis dari wanita itu. Sejujurnya Bima tak tega mendengarnya, ingin sekali memeluk wanita itu, tapi mati-matian ia tahan, dia ingin kalau Dina menyadari kesalahannya."Aku ... aku sangat menyesal, Mas. Aku menyesal. Seandainya saja waktu bisa diputar kembali, aku nggak
Gilang tersenyum puas karena pada akhirnya Tiara sudah masuk ke dalam penjara. Untuk sebagai bukti yang akan dia tujukan pada calon istrinya itu, Kasih, jadi dia mengambil foto Tiara ketika sedang di dalam penjara."Gimana? Enak, kan, rasanya hidup di sini. Makan gratis, nggak ngapa-ngapain lagi, harusnya kamu berterima kasih sama aku," kata pria itu dengan bangga.Tiara menggerakkan giginya. Rasa amarah dan juga malu menjadi satu.Niatnya ingin memiliki pria itu, malah berakhir seperti ini. Sungguh mengenaskan."Saya mohon, Pak. Tolong bebaskan saya dari sini," mohon wanita itu."Gimana? Kamu minta untuk dibebaskan? Bukannya di sini tempatnya sungguh nyaman?" Lagi-lagi Gilang mengejek wanita itu."Saya tidak mau tinggal di sini, Pak. Tolong keluarkan saya dari penjara ini, Pak. Saya janji akan menuruti semua perintah Anda kalau Anda mau mengeluarkan saya dari sini." Lagi-lagi Tiara memohon ampun.Wanita itu sangat menyesal karena sudah masuk ke dalam kehidupan pria itu. Sungguh, keja
"Aku sudah menuruti semua keinginanmu, sekarang giliran aku menagih janjimu.""Janji? Emangnya aku punya janji sama kamu?" tanya Kasih heran."Oh, jadi kamu mau melupakan hal itu?""Aku serius!" bantah Kasih."Bukankah kamu yang bilang sendiri kalau aku sudah berhasil memecahkan kasus siapa yang menabrak Bastian, kamu mau menikah denganku? Apa kamu mencoba untuk ingkar janji?" tanya Gilang dengan sorot mata tajam."Oh, yang itu. Aku kira apaan. Masih ada satu lagi yang belum kamu selesaikan.""Mencoba cari alasan lagi?"Kasih menggeleng. "Aku sama sekali nggak cari alasan," bantah wanita itu dengan mata melotot."Ya sudah, katakan saja. Aku harap ini yang terakhir kalinya kamu mencari alasan. Setelah itu, tidak ada lagi yang namanya ngeles, kamu harus menikah denganku secepatnya.""Kenapa harus terburu-buru?" tanya Kasih dengan senyum remeh."Serius kamu bertanya seperti itu? Baiklah, aku akan menjawabnya dengan sejujur-jujurnya. Apa lagi kalau tidak merindukan tubuhmu. Tubuhmu itu ca
"Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kasih heran. Bima menghela napas berat, dia melirik ke arah Gilang yang saat ini tengah duduk anteng di dekat Kasih. Tatapan mereka berdua bertemu, Bima memberi kode pada Gilang agar pria itu pergi dari situ, karena Bima ingin berbicara berdua saja dengan Kasih. Sayangnya yang diberi kode sama sekali tak mengerti, lebih tepatnya Gilang pura-pura tidak tahu apa maksud Bima, pria itu malah melengos. "Bim?" panggil Kasih heran karena melihat pria itu tampak diam saja. "Tadi katanya mau ngomong, kok malah diam aja?" "Bisakah hanya kita berdua saja di sini, nggak lama kok," pinta Bima. Gilang mendelik kesal ketika mendengar Bima berbicara seperti itu. Tidak cukup jelaskah kalau tadi Gilang menolak usiran dari pria itu melalui tatapannya? Lantas kenapa harus diperjelas lagi? "Kalian ngobrol aja, anggap aja aku nggak ada di sini. Aku nggak bakalan dengar pembicaraan kalian berdua kok," kata Gilang dengan suara tenang. "Gilang, biarkan kami berdua
"Mas aku beneran minta maaf, Mas. Tolong maafin aku, Mas. Please," mohon Dina."Kamu itu salah, Din. Salah besar! Apa pantas aku maafin kamu?" tanya pria itu sinis."Aku benar-benar khilaf, Mas. Aku minta maaf, Mas. Aku harus gimana supaya kamu mau maafin aku?"Bima terus menggeleng. "Aku benar-benar masih nggak nyangka aja, Din. Wanita yang selama ini aku anggap baik, nyatanya aku salah kira. Di depanku aja kamu terlihat begitu baik, tapi di belakangku ... hatimu begitu busuk," desis pria itu."Aku akui kalau aku ini salah, Mas. Aku ini cemburu melihat kedekatan kalian, Mas," kata Dina jujur."Aku selalu meluangkan waktu untukmu, Din. Bahkan aku menemui Kasih dan Bastian itu termasuk jarang, itu semua aku lakukan demi menjaga hati kamu. Tapi apa? Kamu malah egois!" tandas pria itu."Aku nggak egois, Mas. Aku hanya ingin mempertahankan hubungan kita!" kata Dina tak terima.Bima yang melihat sikap arogan Dina pun tertawa sinis."Kamu itu ya, udah tahu salah bukannya minta maaf tapi mal
"Iya bentar!" Bima terlihat begitu kesal karena sedari tadi ada yang mengetuk pintu rumahnya dengan sangat kencang.Pria itu berjalan menuju ke arah pintu dengan terburu-buru, setelah itu dia pun membuka pintu, matanya terbelalak ketika melihat siapa yang datang ke rumahnya."Selamat siang," sapa pria itu.Bima tak segera menjawab, dia masih kaget dengan kedatangan pria itu."Ehem! Selamat siang," kata pria itu sekali lagi."Siang," jawab Bima kikuk."Apa aku mengganggu waktumu?""Nggak, nggak kok," sahut Bima seraya menggeleng cepat. "Omong-omong ada apa ya datang ke sini, apa ada yang bisa dibantu?""Apa aku tidak dipersilahkan untuk duduk?""Oh, ya, silakan duduk. Tunggu sebentar, aku buatkan minum dulu.""Nggak usah, aku datang ke sini bukan untuk minta minum, tapi ada yang harus aku selesaikan.""Kamu datang ke sini mau cari Kasih? Sorry aja ya, Kasih nggak pernah datang ke sini," jelas Bima, dia mengira kedatangan Gilang ke rumahnya karena ingin mencari wanita itu."Kedatangank
"Kasih!" teriak Diana, wanita itu berlari kecil mendekati sahabatnya. "Selama ini kamu ke mana aja sih, kok nggak pernah ada kabar," lanjut wanita itu seraya memeluk erat tubuh Kasih."Pelan-pelan, Di. Aku sesak napas, kamu meluknya kekencengan," keluh wanita itu."Oh, sorry-sorry." Diana pun langsung melepaskan pelukannya itu. "Ke mana aja sih kamu, kok nggak pernah kasih aku kabar. Udah lupa ya sama aku?"Kasih tertawa kecil. "Kalau udah lupa, nggak mungkin aku ngajak kamu ketemu, Di.""Terus selama ini kamu ke mana?" tanya Diana lagi."Nggak ke mana-mana sih, cuma menenangkan diri aja."Diana mendengkus keras. "Nyatanya dirimu nggak bisa tenang, kan, selain di sini?" cibir wanita itu.Lagi-lagi Kasih menanggapinya dengan tawa. "Kok tahu sih?" "Ya tahu lah, secara, kan, pujaan hatimu ada di sini. Gimana? Udah ketemu belum sama dia? Pasti udah dong ya. Omong-omong, si Manda itu anak kamu sama Gilang, kan? Itu beneran nggak sih, takutnya dia bohongin aku, siapa tahu itu anaknya sama