"Luar biasa, luar biasa, aku baru tahu jika kau memang Skater legendaris yang Indah," ucap Pria bermata obisidan itu.Alessa menerjabkan kedua matanya, yang membuatnya berselancar menepi dengan cepat. "Kak Eidar, bagaimana Kakak bisa kemari?" tanya Alessa.Eidar beranjak dari bangku penonton, ia berjalan menuruni anak tangga kemudian menghampiri Alessa yang kala itu sedang terdiam menatapnya. "Bagaimana kabarmu?" tanya Eidar bernada lembut sembari menyentuh pipi kanan Alessa."Aku baik-baik saja," jawab Alessa tak bergeming.Eidar tersenyum meski kedua pandang matanya sendu pada Alessa. "Syukurlah, syukurlah." Eidar menurunkan tangannya menuju helaian rambut Alessa yang sudah memanjang. "Apa kamu makan dengan baik? bagaimana kabar Luciel dan Elio?" tanya Eidar.Alessa tersenyum lebar ketika menyadari jika Eidar mengingat dan menanyakan hal yang seperti ini, padahal Alessa justru menduga hal lain. "Mereka baik-baik saja," jawab Alessa singkat sembari memalingkan wajah sendunya yang tak
"Selama ini, melihat dari jauh tanpa harus mengenal dengan dekat, meski hari dan tahun akan terus berganti, orang bodoh sepertiku ini ternyata tak bisa melupakanmu." Eidar berucap seraya menurunkan tangannya. "Aku ... selalu ingin kau melupakanku Kak, kemudian mencari lembaran baru bersama orang yang layak kau cintai." Alessa berucap dengan senyum nanar. "Karena sejak dulu, sebelum bertemu dengan Kak Jovian dan dirimu, aku sudah rusak," ucap Alessa berselancar ke pinggir sisi yang berlawanan. Ia melepaskan sepasang sepatu skatenya kemudian berlari meninggalkan Eidar dan gelanggang es dingin ini. Eidar meratapi kepergian Alessa. Pria itu terdiam menatap pujaan hatinya menolaknya mentah-mentah. Eidar pun berjalan ke arah bangku penonton untuk menduduki dirinya kemudian bersandar sembari menghela napas cukup panjang."Jo, kau selalu menang sejak dulu sampai sekarang," ucap Jovian menengadah ke langit-langit."Kau dengar sendiri bukan? itu keinginannya," sahut Jovian yang muncul dari ba
"Siapa kau?" "Oh, maaf, namaku Eidar," jawab Eidar lugas. "Eidar Adonis Anshar," ucapnya lagi.Georgina memutar mata dengan malas. Ia ingin abaikan kebaikan Pria itu tapi tak suka dikasihani, gengsinya Georgina itu tinggi. "Bawa lagi makanan itu, Eidar karena aku tak suka menerima belas kasihan," ucap Georgina sembari duduk di sofa lagi. "Gina, aku benar-benar melakukannya bukan karena belas kasihan," desak Eidar memaksa."Lantas apa!" bentak Georgina. "Karena aku mantan kekasih sahabat terbaikmu? oh cukup, selama aku bersama Jo, dia terus menceritakanmu, sahabat terbaiknya," celetuk Georgina malas.Eidar menatap datar saat Georgian memberitahukan fakta ini. Ia duduk disamping Georgina kemudian terdiam sejenak. "Jo selalu mendapatkan yang ia mau, hidup kaya tanpa bersusah payah, dikelilingi wanita cantik sampai mendapatkan wanita yang aku cintai juga," ucap Eidar tersenyum hambar. Pria itu sedang nelangsa sehingga luapan perasaannya tercurah begitu saja. Georgina meraih remote kem
Alessa perlahan-lahan membukakan kedua kelopak matanya. Sosok yang pertama ditatapnya pagi ini adalah Pria tampan terlelap damai yang sedang memiringkan tubuhnya berhadapan dengan Alessa. Kedua kelopak matanya tertutup rapat. Rambut pirangnya yang menutupi sebagian paras indahnya itu. Alessa mengulurkan tangannya untuk membelai wajah Jovian. Ia menepikan rambut keemasan itu agar tak menutupi wajah tampannya. Alessa mengulum senyuman kecil. Ia terperanjat terkejut kala tangan Jovian menangkap tangannya kemudian mengecup tangan Alessa meski kedua matanya masih terpejam. "Kemari," ucap Jovian menarik tubuh Alessa agar ia dekap. Pria bertelanjang dada itu menarik selimut lagi untuk menutupi dirinya dan Alessa. "Kenapa kamu bangun awal?" tanya Jovian dengan suara seraknya. Alessa terkekeh sembari meraba punggung tangan Jovian yang melingkar pada pinggang dan perutnya. Alessa merasa geli karena kulit mereka saling bersentuhan. "Memangnya kenapa?" sahut Alessa. Jovian memeluk Alessa s
Bagi Jovian itu Alessa tidak boleh lagi menderita. Menjelang turnamen lokal yang diadakan akan berlangsung, Jovian lebih sering membawa pekerjaannya ke rumah agar bisa sembari menemani Si Kembar sementara Alessa akan latihan dari sore hingga malam. Hari ini misalnya, Jovian baru pulang dari kantor cabangnya di Kyoto. Ia memarkirkan mobil di halaman rumah dengan buru-buru. Ia masuk ke dalam rumah mendapati Alessa tersenyum lebar, sudah bersiap dengan jaket parasut dan celana trainning serta rambut hitam diikat ekor kuda. "Aku pulang," ucap Jovian. Alessa mengangguk, meski sudah siap berpakaian untuk latihan namun Alessa masih sempat memasak untuk Jovian. "Kak Jovian hari ini aku masak telur balado, tumis oseng enoki dan perkedel," ucap Alessa sedang meletakkan sepiring perkedel kentang yang baru saja ia goreng."Terima kasih Alessa." Jovian berucap sambil menggendong Luciel yang sedang berkeliaran di sekitar Alessa, maklum balita usia satu tahun lebih itu baru bisa berjalan meski se
"Apa? jadi ini Bapak? bagaimana bisa?" Alessa terbelalak terkejut dari sambungan teleponnya. Alessa sempat melirik Jovian yang menatap lurus padanya namun Alessa mencoba tetap tenang sembari menutup teleponnya.Alessa tersenyum seadanya. "Yah, kurasa ini namanya baru dibacarakan, panjang umur, panjang umur," ucap Alessa."Alessa," tegas Jovian. "Itu tidak konyol sama sekali, kamu merasa takut," ucap Jovian menyadari kejanggalan dari Alessa. Ini karena Alessa tak mau memperpanjang pertengkaran dengan Jovian. "Yah, tidak juga sih karena sekarang aku sibuk memikirkan turnamenku dan impian-impian lainnya, dan yah ... aku mau bekerja lagi jika memungkinkan." Alessa berucap sambil beranjak berdiri. Jovian hendak mencegah Alessa namun Wanita itu sudah beranjak pergi lebih dulu. "Alessa!" teriak Jovian namun Alessa sudah keluar dari rumah ini. Alessa merasakan tubuhnya bergetar sementara itu benak kepalanya merekam reka ulang kekejaman bapaknya selama ini. Kedua kaki Alessa mendadak terasa
Hari menjelang malam ketika seorang Wanita duduk di sebuah cafe dipinggir jalan. Cafe kecil nan sempit, Wanita itu tampak menunggu seseorang kemudian Pria misterius muncul dari balik pintu. Masuk ke dalam cafe untuk memesan secangkir kopi tapi kedua matanya juga melirik seorang Wanita yang duduk di bangku pojok. Pria itu memilih duduk di depan Si Wanita. Ia menyodorkan secarik kertas padanya. "Ini nomor ponsel dari Aji Santoso," ucapnya menyodorkan secarik kertas itu. Wanita itu tersenyum tipis sembari meraih secarik kertas itu. "Aku sudah mengirimkan uangnya ke rekeningmu," ucap Wanita itu."Jadi ... apa kau mau melanjutkan teror ini?" tanya Si Pria."Tentu saja, satu-satunya korban dari kekacuan ini hanya aku sendiri ... aku tak sudi Pria Iblis rupawan seperti Jovian malah menikmati hidupnya dengan Gadis Naif itu," celetuk Wanita itu."Ya, ya, ya terserah kau saja Gina tapi setelah ini aku tak akan membantumu lagi," ucap Pria itu beranjak berdiri saat pesanan kopinya datang. Pria
Wanita itu menatap ke arah jendela terhanyut sunyi dengan seluruh lamunannya dengan diam, dari mata hijau madu cerahnya Wanita itu menatap dalam ke arah angkasa di mana beberapa burung merpati terbang dengan bebasnya.Alessa sendiri tidak tahu sampai kapan ia harus berbaring di atas ranjang kasur Rumah Sakit. Ia hanya meratapi jendela dan tidak memiliki minat menggerakkan tubuhnya hingga Alessa mendengar pintu berdecit terbuka menampaki Mina datang membawa bingkisan."Alessa, kamu tahu bukan jika kamu harus mulai latihan bergerak," celetuk Mina.Alessa sempat menoleh pada Mina sejenak kemudian memalingkan pandangannya lagi menatap jendela. "Aku tahu sebenarnya, rasa putus asa ini tak seharusnya ada tapi perasaanku jadi hambar untuk hidup ini, Kak," ucap Alessa. Mina menghela napas cukup panjang. "Alessa, banyak orang yang mencintaimu," bujuk Mina. Wanita itu berjalan mendekati Alessa kemudian duduk di kursi tepat di samping Alessa. Mina usai meletakkan bingkisan dia atas nakas meja.