"Sayangnya Ayah sudah merestui pernikahan mereka," ucap Seorang Pria. Pria paruh baya itu baru masuk ke dalam mansion bersamaan dengan Jovian dan Alessa.Jovian melirik ayahnya. Keinginan menikahnya sudah disetujui oleh ayahnya meski ayahnya bahkan tidak tahu wanita mana yang akan Jovian nikahi. "Ya, Ayah sudah setuju karena aku mencintai Alessa," tegas Jovian.Julia jadi panas sendiri. Dia tahu jika seharusnya Alessa sudah tewas karena perdarahan hebat. Julia menatap Alessa dengan kebencian apalagi Alessa tiba-tiba saja menggandeng lengan Jovian kemudian menyembunyikan wajah takutnya di punggung lebar nan kekar Jovian.Jovian tersentak terkejut usai merasakan tangan Alessa menggandengnya bahkan wajah cantik Alessa bersembunyi dibalik punggungnya. Kedua mata Alessa berkaca-kaca sementara bibirnya mengerucut maju. Alessa ketakutan karena sikap penolakan dari ibunya itu. "Alessa, kamu tidak apa-apa?" tanya Jovian.Alessa segera menggeleng. "Aku ... aku tak menyangka jika Ibu Mertua tid
"Aku membawakan roti dan susu, segeralah dimakan karena aku tahu jika kamu belum makan apapun," ucap Jovian. Kedua tangannya tengah memengang nampan. Jovian boleh saja memiliki raut wajah yang datar tapi Jovian memberikan keperduliannya pada Alessa. "Terima kasih." Alessa berucap sembari meraih nampan yang Jovian berikan padanya. Jovian menatap Alessa yang meraih nampan dari tangannya. Kala itu Alessa tak sengaja menyentuh jemari Jovian. "Maaf, Tuan." Alessa menundukkan kepalanya."Alessa, ketika kita berdua jangan panggil aku Tuan." Jovian masih berdiri di ambang pintu karena asik memerhatikan Alessa yang memakai piyama pemberiannya. Alessa tampak lebih muda darinya. Jovian pun mulai penasaran dengan Alessa. "Usiamu berapa?" tanya Jovian."Ergh kalau itu ... usiaku dua puluh tahun, Tuan ...," ucap Alessa sembari buru-buru mengatupkan bibirnya. Ucapannya tidak dilanjutkan padahal Alessa ingin bertanya umur pada Jovian tapi ia ragu. Takut jika kelak hubungan mereka malah jadi semaki
"Tidak bisa, kamu yang terpenting bagiku saat ini, Alessa," ucap Jovian. Alessa mendesah pelan. Pagi-pagi sudah bertemu Ibu Mertua yang menjengkelkannya. Alessa menggoyangkan tangannya yang sedang digenggam oleh Jovian. "Tuan ... apa aku salah?" bisik Alessa."Jo, sejak menikah sama dia, kamu jadi menjauhi Ibu," cetus Julia.Beruntung saat itu ada Tuan Sebastian yang baru tiba. Pria paruh baya itu memengang pundak istrinya. "Julia relakan anak kita sudah menikah dengan wanita pilihannya, nanti weekends kita liburan ke Peru bagaimana?" bujuk Sebastian sekaligus menawarkan sogokan pada Julia.Tatapan Julia masih sinis pada Alessa. "Ya, sudah ... aku juga gerah di rumah karena ada orang tak diundang," sindir Julia. Julia bahkan berlalu meninggal Alessa dan Jovian. "Maaf ya, Nak, sejak dulu Julia memang memanjakan Jovian jadi disaat Jovian menikah denganmu dia jadi tidak rela," ucap Tuan Sebastian. "Baik, Tuan ... tidak apa-apa saya mengerti." Alessa menyahut sembari tersenyum ceria.
"Jadi kamu mau aku bagaimana agar bisa dekat denganmu?" Alessa saat itu hendak meminum jus jeruknya. Ia sampai harus tersedak usai mendengar pertanyaan dari Jovian yang ada di depan dirinya itu. "Uhuk ... maaf." Alessa segera meletakkan gelas berisi jus jeruk itu. Jovian memberikan sapu tangan yang ia ambil dari saku jasnya. "Maaf, kurasa bercandaku kelewatan," ucap Jovian. "T-terima kasih," sahut Alessa sembari meraih sapu tangan itu kemudian mengelap ujung bibirnya. Jadi cuman bercanda, ya? batin Alessa. Tatapannya sendu tapi Alessa memilih menunduk untuk menatap piring berisi makanan yang baru saja ia pesan dan segelas jus jeruk. Mendadak nafsu makan Alessa hilang.Jovian yang duduk di depan Alessa menatapnya dengan lama. "Alessa ... aku tidak bercanda," ucap Jovian. Pria itu menyodorkan sebuah kotak perhiasan. "Perlu kupertegas jika aku akan menanggung hidupmu sejak kita menyepakati kesepakatan ini." Jovian beranjak berdiri dari kursi. "Akan aku jemput," ucap Jovian dengan tega
"Maaf jika setibanya di rumah kamu akan merasa tak nyaman karena Ibu membawa Gadis yang mau dijodohkan padaku," ucap Jovian sembari menyetir mobilnya.Alessa sedang mencerna ucapan Jovian. Jelas jika kedatangan Wanita yang ingin dijodohkan dengan Jovian pasti akan membuat Alessa terjerumus dalam masalah. "Tidak apa, lagipula kita hanya nikah kontrak tapi jika Tuan mau bersamanya juga, itu tak masalah," sahut Alessa lugas. Julia merupakan wanita yang membuat Alessa dendam kesumat. Alessa tak akan pernah melupakan perbuatan Julia yang menjebaknya sampai keguguran. Kedua tangan Alessa mengepal karena dendamnya menumpuk di hati. "Alessa ... meski hubungan ini tanpa terlibatnya hati, kuharap aku bisa menyelamatkanmu dari kesalahpahaman ibuku," ucap Jovian. Kedua mata birunya menatap lurus ke depan. Menatap jalanan raya yang tak menarik tapi ia tahu jika menoleh menatap Alessa yang kini tampak sedang kesal. Fitnah ibumu mungkin, batin Alessa. Ia menyahuti ucapan Jovian dalam batin tapi t
"Bagaimana kau bisa memintaku permintaan egois seperti itu sementara kau tampaknya lupa dengan malam yang sudah kita lalui," ucap Jovian dengan sorot mata tajamnya.Alessa menegak salivanya sendiri. Rasa gugup seketika menyelimuti sekujur dirinya. Alessa mendadak tidak dapat bergerak kemudian mematung. Apakah dia tengah marah padaku? batin Alessa. Alessa tak bergeming walaupun satu senti pun."Maafkan aku." Jovian berucap sembari mendeham. Ia baru menyadari jika Alessa diam tak bergeming dengan tatapan takutnya. Jovian menarik tangan Alessa untuk masuk ke dalam mobil. "Masuklah, malam ini kita tidur di apartemen," ucap Jovian.Alessa mengangguk kecil. Dia tak mau membantah Jovian jika nantinya harus menerima tatapan tajam dari kedua mata birunya itu. "Ternyata Tuan ada apartemen lain ya?" tanya Alessa memecah keheningan. Jovian sembari menyetir pun mengangguk. "Dulu dipakai saat masih kuliah, apa kamu lapar?" tanya Jovian.Alessa secara spontan memengangi perutnya yang terasa lapar.
"Jo, jadi dia benar istrimu ya?" Jovian menatap datar sosok Georgina yang tengah berdiri di lobi apartemen. Jovian sebenarnya sudah menduga jika Georgina akan mengekorinya. "Hubungan kita sudah lama berakhir Gina," ucap Jovian menegaskan perkara hubungan mereka. Diantara wanita-wanita yang sudah Jovian kencani, Georgina yang paling terobsesi padanya."Jo, kamu bisa ceraikan dia kan? ingat kamu itu cuman cinta padaku," sahut Georgina."Sejak dulu aku tak pernah merasakannya," tegas Jovian. Pria bermata biru yang tengah menggendong Alessa yang tengah tidur itu lebih memilih melintasi Georgina dengan tak acuh. "Lupakan masa lalu kita, Ibu mendukungmu karena kau anak teman baiknya." Jovian beranjak meninggalkan Georgina.Jovian memang hidup bergemilang harta dan belum lagi dia dengan mudah menaklukkan wanita-wanita. Kali ini dia sudah bosan dengan gaya hidup lamanya. "Merepotkan jika terlibat hubungan dengan orang lain," ucap Jovian. Pria itu masuk ke unit apartemennya kemudian meletakka
"Kalau begitu, aku akan senang untuk menantikan makan masakanmu, Alessa," ucap Jovian.Alessa langsung termangun. Dia menatap Jovian sang suami kontraknya yang rupawan itu memakan dengan lahap masakannya. Jovian menyantap dengan tenang terakhir dia mengelap ujung bibirnya sendiri. Alessa mendeham untuk mengalihkan tatapannya. Pria elegan yang kaya raya menyantap sup dan omelete miskinku dengan lahap, batin Alessa. "Alessa, masakanmu enak sekali," puji Jovian.Alessa tersenyum hambar. "Masa? itu cuman sayur-sayur biasa bukan bahan premium bahkan aku pakai telur ayam biasa, Kak Jovian," ucap Alessa."Kamu mau bilang jika makanan ini beda dengan yang biasanya aku makan?" tanya Jovian.Alessa langsung menjawab. "Yak, betul." Jovian menggeleng. "Intinya masakanmu enak, aku suka," sahut Jovian. Pria itu beranjak berdiri sembari membawa piring-piring kosong. "Aku akan kembali ke kantor, bisa jadi pulang larut malam jadi kamu bisa pergi ke Rumah Sakit sendiri?" tanya Jovian."Kak Jovian, se
Alessa baru saja memasak nasi goreng, dia merasa sedikit nasi gorengnya kemudian dirasa kurang cukup jika tak ditaburi oleh bawang goreng. Lantas, dia pun menjinjit untuk menggapai lemari atas yang lumayan tinggi dari tinggi badannya. “Ah~ kenapa tinggi tubuhku ini.” Alessa menggerutu berusaha menggapai lemari atas itu. Sebuah tangan kanan meraih wadah berisi bawang goreng kemudian memberikannya kepada Alessa. “Mama, mau mengambil bawang goreng bukan?” tanya Seorang remaja pria bersurai pirang yang baru berusia lima belas tahun itu tersenyum kepadanya. Putera Jovian Arsenio Heide dan Alessa Camelia Amarei. Si mata Aquamarine, Elio Heide. “Elio, membantu banyak!” Alessa meraih wadah itu dari Elio kemudian mengusap-usap puncak kepalanya, walaupun Elio harus menunduk agar sang Mommy bisa menggapainya. Elio tersenyum dengan lembut, sifatnya yang tenang dan serius menuruni sang ayah. Omong-omong, Elio ini terlahir lahir lima menita setelah saudara kembarnya. “MAMA! Lihat, Ayah membelika
Gugup. Tentu saja, itulah yang dirasakan Mina Harun saat ini. Gaun putih yang dikenakannya itu begitu pas pada tubuh langsingnya, Mina ini masih bersiap-siap di ruang rias, selagi dirias di sampingnya Alessa tersenyum-senyum sendiri.“Kak Mina cantik," puji Alessa sembari tersenyum.Sebaliknya Mina juga mengangumi kecantikannya Alessa. Tak tampak seperti ibu dengan dua anak. “A-ah itu, terima kasih.” Mina berucap sembari mengangguk gugup. Dia bukan seseorang yang pandai menguasai situasi berbeda dengan si mata lelehan madu yang ceria dan lemah lembut.Mina tak lama merasa jika tangannya terasa digenggam. “Tenang saja, Kenzo itu benar-benar mencintaimu juga. Terus ... dia itu pencemburu akut loh~” Gadis itu mengedipkan matanya, dia tersenyum dengan ringan."Aku kadang iri padamu Alessa, dibandingkan aku, kamu lebih hebat bahkan sudah jadi sosok ibu yang baik bahkan aku takut menikah karena aku takut jika aku tak bisa jadi ibu yang baik," ucap Mina gusar.Alessa mengangguk paham, kini
"Baiklah, besok pagi kita jemput Si Kembar ya, karena sebenarnya lusa Mina dan Kenzo akan menikah," ucap Jovian. Malamnya Alessa dan Jovian masih bersantai di hotel. Alessa menatap Jovian yang saat itu sedang berkutat dengan laptopnya. Alessa mendekati suaminya dan memeluk Jovian. Alessa menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jovian kemudian berbaring dengan santai di sana.Jovian sama sekali tak terganggu dengan kehadiran Alessa yang lebih manja itu. Jovian melirik jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia melirik Alessa kemudian mematikan laptopnya. "Kamu sedang mau makan apa?" tanya Jovian."Kakak sungguhan bertanya padaku?" Alessa balik bertanya heran karena suaminya yang super kaku itu bisa bertanya padanya. Alessa tersenyum kecil karena menatap wajah heran Jovian.Alessa tampak menimbang sebentar isi kepalanya. "Aku pengen makan burger, fries dan ayam, apa boleh?" "Ayo, kita pergi cari makanan yang kamu mau," ajak Jovian. Malam itu Alessa dan Jovian sama-sama perg
Alessa tengah duduk di sebuah sofa, dia tampak kesulitan mengikat tali sepatu heels rendah itu. Alessa pun menghela napas dan menyerah, ia memilih bersandar pada sofa yang empuk itu sembaru mengusap-usap perutnya yang bundar."Lelahnya," gumam Alessa.Jovian baru masuk ke dalam ruang tamu, sedang mengancingi ujung lengan kemeja putihnya. Ia tersenyum melihat ibu hamil yang sedang menyerah itu. Jovian menatap kedua sepatu heels Alessa yang sudah dipasang cuman belum diikat. "Kamu padahal bisa memakai sepatu lain, Alessa," ucap Jovian sembari berlutut untuk mengikatkan kedua tali sepatu Alessa. Alessa mengerucutkan bibirnya. Tidak senang dengan ucapan suaminya itu. "Kan aku sedang mau memakai sepatu itu, ish Kak Jovian tahu memberi anak saja," celetuk Alessa sebal. "Baiklah, maaf," sahut Jovian usai mengikat tali sepatunya Alessa kemudian duduk di sebelahnya. Jovian langsung melihat Alessa yang mendekati tubuh kekarnya dan melingkari kedua tangannya di dada Jovian. Alessa kini bersan
"Selamat pagi Alessa, selamat kamu hamil enam minggu," ucap Mina."Kakak bercanda," elak Alessa masih tak menyangka.Mina menggeleng. "Benar Lessa, rahimmu yang terkena luka peluru ternyata belum diangkat namun hanya dijahit tapi tampaknya ada kesalahan saat penyampaian mengenai prosedur ini, tapi beruntungnya rahimmu bertahun-tahun lamanya pulih dan bisa mengandung bayi lagi meski nanti kamu harus operasi caesar agar mengurangi resikonya," ucap Mina menjelaskan. "Ini keajaiban Alessa, selamat untuk kalian berdua," ucap Mina tersenyum. Mina terhanyut menatap Alessa yang menangis dengan pelukan Jovian yang menyambutnya. Ia pun beranjak keluar dari ruangan itu untuk memberi waktu luang bagi Alessa dan Jovian.Mina Harun, dokter berdedikasi tinggi teman dekatnya Jovian dan Eidar sejak remaja. Mina jadi satu-satunya perempuan yang menjaga persahabatan kedua Pria itu. Mina bahkan masih rela membantu urusan Alessa dan Georgina dalam urusan kehamilan. Usai menyelesaikan visite dari ruangan
"Alessa, kaukah itu?"Alessa menoleh mendapati seorang Wanita sedang menggengam tangan mungil gadis cilik yang cantik jelita. Wanita itu menatap Alessa dengan tatapan berkaca-kaca. Ia hendak mendekati Alessa namun mengurungkan niatnya. Alessa tersenyum kecil dan berlari kecil mendatangi Wanita itu. "Apa kabarmu, Gina?" tanya Alessa riang.Georgina tersentak kaget. Ia sangka Alessa akan menolak menyapanya, mengingat dosa dan kesalahannya pada Alessa begitu fatal. Georgina tersenyum kecil kemudian mengangguk. "Aku baik-baik saja, kamu semakin cantik," puji Georgina. "Haha jadi malu dipuji oleh seorang model," kekeh Alessa. Alessa pun melirik pada sosok gadis cilik yag malu-malu menatapnya, Alessa pun menunduk untuk menyetarakan tingginya. Ia pun tersenyum pada Anak Kecil itu. "Kamu mirip seseorang, siapa namamu, Cantik?" tanya Alessa."Emily," gumam Anak itu.Alessa pun tersenyum sembari mengusap puncak kepala Anak itu. "Anakmu dan Kak Eidar ya?" tanya Alessa. Georgina pun mengangguk
“Lessa, apakah kau bahagia bersamaku?”Alessamenoleh, pada pria yang ada disampingnya itu. Mereka baru saja mengantri membeli Poffertjes pada sebuah restoran cepat saji, Alessa masih memengang Poffertjes yang dibungkus kertas cokelat itu. Bahkan dia baru saja mengigit Poffertjes. “Ha?! Kau berbicara apa, kak Jev?”Sebelah alis Alessamenaik.“Tidak, bukan apa-apa.” Pria pirang itu menoleh, dia mengelap ujung bibir Alessa yang terdapat gula halus dari Poffertjes yang tengah dimakannya itu “Mau kemana lagi?”Ujar Jovian dengan lembut.Alessa tampak berpikir sejenak “Aku sukanya pantai sih, tapi kalau mengunjungi pantai saat malam hari rasanya tidak enak. Apa kau memiliki rekomendasi?”“Nonton?”“Tch. Film yang Kak Jo pasti pilih film-filem yang temanya serius.”Jovian terkekeh pelan, dia mengakui hal itu. “Jarang-jarang bisa santai seperti ini tanpa Si Kembar bukan?”Alessa mengangguk saja tanpa menggubris Jovian karena sibuk mengunyah makanan manisnya. Sulit bagi Alessa berpaling dari mak
Alessa termangun, sejak kemarin duduk menemani Aji Santoso yang terbaring tak sadarkan diri. Kedua tangannya yang di perban kini sudah diganti dengan perban yang lebih kecil. Alessa menunggui Aji menemui keajaibannya, meski rasanya percuma karena alat-alat penunjang hidup Pria itu sudah memeluk hidupnya sejak kemarin.Alessa melamun dengan tatapan datar yang sendu, dia tak menangis karena air matanya terasa sudah terkuras habis. Alessa hanya diam duduk di samping Aji Santoso, bapaknya kemudian mengingat momen-momen ketika ia kecil, remaja hingga dewasa. Alessa menghela napas cukup panjang usai mendengar bunyi monitor disampingnya berbunyi setiap detik seiras dengan pernapasannya yang juga harus ditunjang. Alessa tahu hidup bapaknya bisa saja berakhir sebentar atau di waktu yang tidak ia duga-duga jadi Alessa memilih tidak beranjak sama sekali. Alessa menyentuh permukaan punggung tangan bapaknya itu. Tangan yang dulu Pria itu gunakan untuk memukulnya bahkan buah karya tangannya menye
"Tuan, Pak Aji Santoso pingsan dan kini sedang gawat," beritahu Kenzo. Alessa terperanjat kaget begitu juga dengan Jovian. Keduanya buru-buru mendatangi ruang gawat darurat. Alessa tak menyangka bapaknya menderita congestive heart failure. Selama ini yang Alessa tahu bapaknya yang hobi judi dan mabuk-mabukan itu terlepas dari semua penyakit."Pak AJi Santoso menderita gagal jantung, kami berhasil memberi perawatan intensif namun tampaknya membutuhkan perawatan yang maksimal," ucap Dokter.Alessa hanya mengangguk sementara ibunya, Rinka sudah terisak oleh tangisnya. Alessa gantian menatap Jovian kemudian Pria itu mengelus puncak kepalanya. Memberi ketennangan dan kehangatan di sana."Alessa, semuanya akan baik-baik saja," ucap Jovian menenangkan Alessa.Bukan itu yang jadi alasan Alessa terdiam pada perasaannya sendiri, melainkan masa lalu yang terus terbayang-bayang olehnya. Alessa segera menggeleng kemudian membalikkan tubuhnya membiarkan sosok Aji Santoso yang terbaring di atas ran