Mischa Wagner yang tidak pernah merasa penasaran dalam hidupnya, untuk kali ini dia merasakan penasaran pada suatu hal. Apa karena hal itu menyangkut Catharina?
Mischa memang baru pertama kali melihat pria itu, akan tetapi Mischa punya daya ingat yang tinggi. Mischa pun akhirnya menggunakan kemampuannya dalam melukis. Ya, Mischa bisa melukis karena diajari oleh ibunya. Bakat melukisnya pun diturunkan pada Mischa.
Dengan keahlian yang dimilikinya Mischa akhirnya melukis wajah pria yang membuatnya penasaran. Setelah itu dia menyuruh anak buahnya untuk melacak pria tersebut.
Tidak ada yang tidak mungkin bagi seorang Mischa Wagner dan tak butuh waktu lama Mischa menemukan sosok pria tersebut.
"Bagaimana?" tanya Mischa.
"Kami sudah menemukan data lengkap dari pria itu." Salah seorang anak buat Mischa menyodorkan sesuatu pada Mischa.
Mischa mengambil sebuah amplop yang berisi beberapa data. Dia membaca dan mengerutkan alisnya.
Mohon maaf jika book ini slow up. Author sedang sibuk-sibuknya. Jika menyukai bab ini, yuk dukung dan vote
Pernyataan dari Mischa membuat Catharina mengetahui sosok lain dari pria tampan itu. Yang semula Catharina ingin memberitahukan tentang Darren pada Mischa, hal itu dia urungkan karena Mischa sendiri sudah mengetahuinya. Terlebih lagi dengan keadaan keluarganya dan juga Mischa sendiri sudah mengetahui kebiasaan sang ayah. Kini Catharina menjadi bingung. Dia sudah kepalang basah dengan perjanjian yang dia buat sendiri. "Kau tidak perlu takut padaku, karena aku tidak akan mencelakaimu. Aku hanya membutuhkanmu sebagai partner, berbeda dengan Darren. Terlebih lagi pria itu sudah menyakitimu." Mischa berdiri dan membalikkan badannya. "Perlu kau ingat. Untuk saat ini kau adalah milikku, jadi orang lain tidak ada yang boleh menyentuhmu. Jika sampai hal itu terjadi, maka aku akan membunuh siapa saja yang berani mengganggu atau menyentuhmu!" Catharina terkejut dengan perkataan Mischa. Gadis itu hanya bisa menatap punggung Mischa hingga hil
Darren tampaknya terkejut dengan ucapan yang baru saja dilontarkan oleh Mischa. Pria itu menatap sengit pada Mischa. Darren tidak menyangka jika Mischa akan mengetahui setiap detail masalah yang sedang dihadapinya.Bahkan Darren bisa melihat dari sorot mata Mischa, jika Mischa itu bukan orang biasa. Darren menebak jika sosok Mischa ini orang yang sangat berpengaruh.Tawaran yang diberikan oleh Mischa pada Darren tidak serta merta langsung diterima oleh Darren. Pria itu belum menyetujui tawaran itu. Memang tawaran diberikan oleh Mischa sangat menggiurkan, tapi Darren sepertinya tidak tertarik. Darren begitu dingin menanggapi tawaran Mischa. Dengan tatapan dingin dan tajam Darren terus menatap Mischa."Bagaimana? Apa kau tidak tertarik?"Kedua netra itu saling pandang. Tatapan mereka saling beradu dengan ekspresi yang berbeda. Mischa masih terlihat sangat ramah dengan memberi seny
Adu argumentasi terjadi di lobi yang membuat sekrestaris itu harus mengalah. Beberapa petugas keamanan juga melarang wanita itu agar dia tidak naik ke atas dan masuk ke dalam ruangan Mischa."Kalian ini tidak tahu siapa aku, hah!" serunya dengan suara lantang."Bukan kami tidak tahu siapa anda, tapi kami hanya menjalankan perintah tuan muda," jawab salah satu petugas keamanan."Cih, perintah macam apa ini!" seru wanita itu seperti sedang menghina dan perilaku itu hanya membuat orang-orang yang ada di sekitar lobi menggelengkan kepala serta berbisik-bisik.Wanita tua yang berumur sekitar 50 tahun itu hanya menjadi pusat perhatian di sana."Lihat apa kalian!" bentak wanita itu dengan keras dan kasar. Semua hanya menatapnya tanpa merespons. "Semua tampak memuakkan!" umpatnya kemudian meninggalkan lobi menuju tempat parkir.Saat wanita itu hendak masuk ke dalam mobil, matanya menyipit memperhatikan sebuah mobil yang baru saja melaju."Anak sialan. Berani sekali kau memperlakukanku seperti
Darren menarik kasar tangan Catharina. Padahal mereka berada di tempat umum dan mereka berdua menjadi pusat perhatian. Catharina sendiri mulai memberontak dengan kuat, tapi apalah daya seorang wanita. Tenaga Cat tidak sebanding dengan tenaga Darren."Darren, lepaskan aku!" teriak Catharina."Ayo, cepat ikut aku," seret Darren dengan kasar. Catharina sempat menoleh ke belakang dan berteriak memanggil nama Mischa."Darren!" teriaknya lantang dan menggelegar membuat orang-orang yang ada disekitar fokus menatap Micha dan juga Darren yang menarik Catharina dengan paksa.Tanpa aba-aba dari tuannya, dua orang pengawal Mischa langsung mengejar Darren. Tatapan mata Mischa benar-benar menakutkan. Dia pun melangkah dengan santai dan memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku celana."Kau pikir, kau bisa lolos dariku? Aku sudah memberimu dua pilihan, jika kau tidak bisa memilih salah satunya atau bahkan ke duanya ... jangan salahkan aku jika aku bertindak brutal!"Mischa melangkah keluar dari tempa
Darren melemparkan tas selempang milik Catharina ke sebuah ranjang kecil. Pria itu sempat melirik tas tersebut sebelum akhirnya dia duduk di kursi kayu.Senyum licik menghiasi bibir Darren. "Kau pikir aku takut berurusan denganmu?"Darren melihat lampu LED berkedip-kedip, dia langsung bangkit dari duduknya dan mendekati tas itu. Darren meraih tas itu dan langsung membukanya. Darren melihat layar ponsel yang berkedip-kedip dan membuat Darren berdecak kesal."Kurang kerjaan sekali orang ini, huh!"Darren melempar ponsel milik Catharina ke meja kayu. Dia tidak peduli dengan panggilan telepon yang masuk ke ponsel itu. Tentu saja nama si pemanggil membuat Darren semakin marah."Sampai di sini seharusnya dia paham!"Darren menyepak kaleng minum yang tergeletak di lantai. Kaleng itu melesat menyentuh dinding dan memantul kembali jatuh ke lantai. Darren meraih sekotak rokok dan menyulutnya. Pria itu menikmati dan memainkan asap rokok di depan sebuah kaca."Aku paling tidak suka, jika masalah p
Tubuh itu terbaring di atas ranjang cukup lama dan di sampingnya tertidur seorang gadis dengan ke dua tangannya dijadikan sebagai bantal.Empat jam sudah Mischa tertidur setelah pria itu diberi obat oleh dokter pribadinya. Catharina terbangun dari tidurnya saat seorang pengawal pribadi Mischa membangunkannya."Nona Berntsen," katanya mengguncangkan pelan tubuh Catharina.Catharina perlahan membuka matanya. Dia lantas melihat John pengawal pribadi Mischa berdiri di dekatnya."Ada apa?" tanya Catharina sambil mengusap matanya."Nona Berntsen, anda lebih baik tidur di sofa. Biar saya yang menjaga tuan muda," lanjut John."Tapi ... ah, baiklah." Catharina akhirnya menuruti John. Dia beranjak dan melangkah menuju sofa yang tidak jauh dari ranjang. Selimut dan bantal sudah disiapkan oleh John. Catharina pun merebahkan tubuhnya di sofa empuk itu.Suasana gelap berganti terang. Pagi mulai menyapa dan menerangi bumi. Catharina menggeliat pelan saat sentuhan sinar mentari pagi meraba kulitnya. D
Marcel melangkah dengan hati yang tidak tenang. Tentu saja, hati Marcel campur aduk. Anak mana yang mau terima jika dia harus dibanding-bandingkan dengan saudara tirinya. Marcel Brown adalah anak semata wayang Gilly Brown. Gilly Brown menikahi Baren Wagner karena ada alasan tertentu. Semua mungkin tidak tahu, tapi Mischa sudah bisa membacanya. Kini, Gilly memaksa Lucy untuk mendekati Mischa. Hal itu dia lakukan untuk putra semata wayangnya, Marcel. Tentu saja Lucy tidak suka dengan ide gila dari Gilly Brown, akan tetapi akhirnya gadis itu menyetujuinya. Entah pengaruh apa yang Gilly berikan pada Lucy, sehingga gadis itu takluk dan menurutinya. Sebenarnya Lucy tidak menyukai Mischa, karena sikap Mischa yang tidak bisa ditebak. Bahkan Lucy tidak menyukai sikap kasar dan arogan dari seorang Mischa. "Bagaimana? Bukan tante tidak menyetujuimu kau mendekati Marcel, tapi tante ingin kau mendekati Mischa. Itu saja." Lucy terdiam menatap Gilly dan dia pun mencerna kalimat yang baru dia den
Mischa yang sudah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya menjadi murka. Beberapa waktu terakhir memang Mischa tidak akur dengan Baren, sang ayah. Namun, jika sesuatu terjadi pada sang ayah tentunya Mischa akan marah. Terlebih lagi cara ibu tirinya yang licik.Saat itu juga Mischa menyuruh Marsya dan ayahnya untuk pulang. Mischa pun berpesan pada Marsya jangan pernah meninggalkan ayahnya sendirian. Mischa berencana akan pulang ke rumah untuk memberi pelajaran pada wanita iblis itu.Mischa juga menyuruh Catharina untuk pulang terlebih dahulu dan Mischa kembali ke kantor untuk mengurus sesuatu yang tidak bisa dia tinggalkan. Namun, di dalam ruangannya Mischa tidak bisa fokus dengan kerjaannya. Pikiran Mischa benar-benar melayang pada wanita iblis itu."Sial. Kenapa wajah licik wanita iblis itu terus membayangiku?" Mischa menutup semua berkas yang ada di atas meja. Dia serasa ingin berteriak keras. "Ah, brengsek!" umpat Mischa.Pria itu melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul
Senyum licik Gilly mulai mengembang. Dia merasa yakin jika rencananya kali ini akan berjalan dengan lancar.Ya, manusia hanya bisa berencana, tapi semua kembali pada sang Pencipta. Karena Marcel merasa ada yang janggal, pria itu memutuskan akan kembali ke rumah dengan cepat. Pria itu bukan khawatir dengan sang ibu, melainkan dia khawatir dengan seseorang.Dalam perjalanan menuju kantor, Marcel tidak tenang. Dia selalu menggigit kukunya saat menyetir bahkan ketika dia berhenti di lampu merah."Ah, ada apa dengan perasaan ini? Kenapa jantung ini berdetak cepat dan rasa itu ...." Marcel dikejutkan dengan suara klakson yang berbunyi nyaring di belakang. Marcel baru sadar jika lampu sudah berganti warna hijau. Marcel segera menjalankan mobilnya.Rasa tenang masih dia rasakan sampai kantor. Di sana pun Marcel berpapasan dengan Mischa. Marcel menundukkan sedikit kepalanya, akan tetapi Mischa sama sekali tidak merespons. Melirik pun juga tidak. Setelah Mischa melewatinya, Marcel menghentikan
Mischa tergeletak di sofa. Botol Black Label yang tidak sengaja jatuh karena senggolan dari tubuh Mischa yang oleng tidak sadarkan diri. Air keluar dari botol sampai titik akhir.Mata itu terbuka dan tangan kanan bergerak memegang kepalanya. "Aahh ..," desah Mischa berusaha mengangkat tubuhnya. "Ke-kenapa kepalaku sakit sekali?" ucapnya lirih dan tak sengaja membangunkan seseorang yang sedang tidur di sampingnya."Ehm, sudah sadar?" ujar Catharina lirih sambil menutup mulutnya karena menguap."Memangnya aku kenapa?" tanya Mischa heran."Aku menemukanmu tergeletak di sofa," tunjuk Catharina."Aahh ...." Mischa kembali mengeluh dan memegangi kepalanya."Apa kau mabuk?" Catharina memberanikan diri untuk bertanya. Dia melihat Mischa menundukkan kepalanya."Buang botol itu, sayang," sahut Mischa.Catharina menoleh ke arah tempat yang ditunjuk oleh Mischa. Di sana ada beberapa botol Black Label. Catharina sempat bingung dengan Mischa, kenapa dia bisa mabuk? Atau memang dia sedang ada masala
Gilly melangkah dengan ringannya menuju ruang tengah. Hatinya merasakan kemenangan tersendiri. Wanita itu berjalan dengan berdendang ria, dia sama sekali tidak melihat ada Mischa di sana.Saat Gilly sadar ada Mischa di sana, wanita itu langsung menutup mulutnya. Mata itu melotot menatap Mischa. Secara reflek Gilly menggeleng-geleng kan kepalanya."Ti-tidak ... tidak, k-kau t-tidak pe-perlu m-mendengarkan ocehan ku. I-itu semua adalah omong kosong," jelas Gilly mencoba membela dirinya sendiri.Mischa berdecak, "Omong kosong katamu? Bagaimana bisa kau melemparkan kesalahanmu pada orang lain, hah? Berani sekali kau melakukan hal itu di rumahku? Apa kau ingin mati?" Mischa berdiri dari duduknya."Bu-bukan b-begitu ma-maksudku. Aku hanya ti-----""Kau tahu tidak, bagaimana rasanya jika benda ini menusuk rongga lehermu?" Mischa mengangkat tangan kanannya dan memperlihatkan sebuah benda kecil.Kedua tangan Gilly langsung memegang lehernya sendiri. Mischa melangkahkan kakinya mendekati Gilly
Begitu mendengar sebuah teriakan Mischa berlari masuk ke dalam rumah dan menaiki anak tangga menuju lantai atas. Mischa berdiri di ambang pintu dan melihat seorang gadis terduduk sambil menangis."Ada apa ini?" tanyanya mendekati gadis itu. Namun, justru gadis itu menangis semakin menjadi-jadi. Di dalam ruangan itu ada sekitar lima orang dan semuanya terdiam tidak menjawab pertanyaan dari Mischa."Kenapa tidak ada yang menjawab, hah!" Mischa menyebarkan pandangannya mencari seseorang."Ada apa ini? Kenapa kalian semua berkumpul di kamar ini?" tanya seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang Mischa.Mischa membalikkan badannya dan menatap gadis itu. "Dari mana saja kau ini?" Memegang kedua bahu gadis tersebut."Auw ... a-aku dari taman. Tadi aku melihat mobilmu masuk, makanya aku menyusulmu naik. Tolong, lepaskan cengkeraman tanganmu. Itu menyakitiku," rintis Catharina.Mischa pun melepaskan cengkeraman kedua tangannya. "Kau tahu apa yang terjadi di kamar ini?"Catharina menggeleng
Tautan itu terlepas. Mischa memandang lekat bola mata Catharina. Mata itu seperti memberi kode sesuatu pada Mischa. Pria tampan itu serasa menangkap sesuatu."Kau ingin memberitahu sesuatu padaku?" "Bukannya tadi aku sudah bilang padamu.""Sudahlah, tidak perlu dipikirkan. Aku akan selalu melindungimu," hibur Mischa.Namun, Catharina tidak seratus persen mempercayai ucapan Mischa. Gadis itu tahu betul Mischa seperti apa. Kadang baik, kadang juga bersikap dingin. Catharina kurang yakin dengan Mischa."Kenapa? Apa kau tidak percaya padaku?" lanjut Mischa.Catharina hanya menatap Mischa dan Catharina pun menggelengkan kepalanya. Akan tetapi mata itu tidak bisa membohongi. Sebenarnya Mischa sudah memahami itu, tapi dia memilih diam.Mischa menarik napas panjang dan mengembuskan pelan. Embusan napas Mischa menerpa halus wajah cantik Catharina. Gadis itu memejamkan matanya saat embusan napas itu mengenainya."Sudahlah. Jangan terlalu kau pikirkan. Lama-lama kau bisa keriput karena terlalu
Adegan romantis yang begitu panas antara Mischa dan Catharina membuat seseorang menjadi panas. Seseorang itu tampak resah gelisah dibuatnya. Dia terlihat seperti orang bingung. Memainkan jari jemarinya dan menggigit bibir bawahnya. Sesekali membuang muka dan akhirnya meremas rambutnya sendiri, lalu pergi meninggalkan tempat tersebut.'Sial. Aku ini kenapa? Apakah aku ini ... ah, tidak ... tidak ... tapi,' batinnya dalam hati terhenti seketika saat berdiri di depan sebuah jendela. Mata itu kembali menatap ke arah sana dan kedua tangan itu mengepal sangat kuat. Kembali dia membuang muka dan melangkahkan lagi kakinya dengan kuat. Namun, langkah itu kembali berhenti."Apa kau menyukainya?" Sebuah suara melontarkan pertanyaan yang membuat hatinya mendadak berdetak tidak karuan."Tidak!" jawabnya dengan pasti."Apakah kau yakin dengan ucapanmu itu?" Kembali dia bertanya.Pemuda itu membalikkan badannya dan menatap wanita yang berdiri tidak jauh darinya. Tatapan tegas terlihat dari sorot mata
Ada pepatah yang berbunyi 'Lempar batu, sembunyi tangan'. Mungkin pepatah itu cocok untuk Gilly. Sejak Mischa tinggal di rumah itu, ruang gerak Gilly berkurang bahkan wanita itu tidak leluasa berbuat semaunya sendiri di rumah itu dan pada akhirnya Gilly memilih melakukan rencananya secara diam-diam. Mau bagaimana lagi tidak ada yang membantunya, bahkan putra kandungnya pun menentang.Seperti kejadian di ruang makan pagi itu. Gilly memang berniat untuk menaruh sesuatu ke dalam makanan dan minuman pria tua itu. Setelah Gilly mengambil dan menaburkan sesuatu di dalam makanan dan minumannya. Gilly membawanya ke ruang makan dan menaruh nampan berisi bubu, sup, dan susu hangat di sisi pinggir meja makan. Lalu Gilly meninggalkannya karena ingin membantu Barren. Namun, saat Gilly sedang membantu Barren, nampan itu jatuh dan isinya berserakan di lantai. Dua mangkuk dan satu gelas pecah berhamburan.Gilly yang melihat hal itu sempat histeris dan memegang kepalanya dengan ke dua tangannya. "Aaah,
Mendekati suaminya sendiri Gilly harus menerima jadwal dari Mischa. Gilly mengepalkan tangannya. Posisinya sudah tidak seleluasa seperti sebelum Mischa tinggal di rumah itu. Tentunya hal itu menghambat rencana yang telah disusun oleh Gilly untuk Baren.Gilly memang sudah menyusun rencana untuk membuat Baren sakit parah. Namun, rencana itu sudah diketahui oleh Marsya. Itulah kenapa Marsya meminta Mischa untuk kembali dan tinggal di rumah. Tak hanya itu yang membuat Gilly geram dan kesal, akan tetapi sekembalinya Mischa ke rumah itu justru membawa seorang gadis yang dikenalkan ke penghuni rumah dengan sebutan calon istri. Sudah pasti bisa ditebak Gilly akan kebakaran jenggot mendengarnya. Wanita itu memang sudah memilih seseorang yang akan dikenalkan pada Mischa.Kenapa Gilly kekeh mengenalkan gadis itu pada Mischa bukan pada Marcel yang merupakan anak kandungnya sendiri? Pastinya Gilly mempunyai maksud lain untuk hal itu."Kenapa dia harus membawa pulang perempuan asing?" Gilly terdiam
Memang menjadi momok tersendiri untuk Gilly. Semua jadi terbatasi dan semuanya harus atas persetujuan Mischa. Gilly, wanita yang terobsesi ingin menguasai harta kekayaan Baren Wagner dan ingin menjadikan Marcel sebagai pewaris tunggal dari perusahaan Wagner. Kini wanita itu harus kembali memutar otak untuk merencanakan semua dari awal. Terlebih lagi sekarang dirinya harus tidur sendirian karena Mischa meminta maid kepercayaan keluarga Wagner untuk memindahkan semua keperluan sang ayah ke kamar Marsya. Hal itu membuat Gilly semakin geram. Antara terima dan tidak terima dengan keputusan itu.Pagi itu Gilly baru saja bangun dan dia merasa sangat haus. Gilly melirik gelas yang ada di nakas kecil di samping ranjang, gelas itu sudah kosong. Jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Namun, di luar sana langit masih gelap gulita dan cuaca begitu sangat dingin. Dengan terpaksa Gilly harus mengambil air minum di dapur.Gilly berjalan menuruni anak tangga dan memperhatikan sekitarnya. Masih sepi, be