Lucian menegang.“Itu hanya mimpi buruk. Tidak nyata.”Laura memejamkan mata. Dia jauh lebih tahu apa itu mimpi buruk atau tidak.“Itu bukan hanya sekedar mimpi buruk. Aku merasakannya sendiri.” Suara Laura semakin pelan dan matanya terpejam saat kantuk mulai menghampiri. Tapi bibirnya tetap bersuara. “Kupikir aku berada di akhirat saat jantungku ditusuk dengan belati. Kemudian aku terbangun...”Suara Laura tak terdengar lagi, tapi Lucian mendengar kata-katanya dengan sangat jelas dan entah mengapa merasa gelisah.“Dalam mimpimu kamu meninggal?” bisiknya menatap belakang kepala Laura.Tak ada tanggapan darinya.Lucian ingin mendengar jawabannya, tapi melihat Laura sudah tertidur, dia tidak ingin membangunkannya.Kepalanya kembali memutar kata-kata Laura dan terus terngiang-ngiang di benaknya, membuatnya tidak bisa tidur.Dia menatap punggung Laura dengan tatapan tak terbaca dan membungkuk untuk menarik selimut ke tubuhnya. Dia berhenti sejenak menatap wajah polos Laura sesaat dan men
"Kamu anak yang manis sekali." Willy menepuk pipi Cassie dengan penuh kasih sayang. Sikap manis Cassie begitu menyenangkan. Willy telah membesarkan tiga anak laki-laki yang tidak tahu bagaimana bersikap manja, dan putrinya hilang saat kecil. Meski Laura akhirnya ditemukan, putrinya tumbuh terlalu dewasa dan tidak bisa bersikap manis seperti Cassie. Willy merindukan anak perempuan yang bisa bersikap manja dan manis padanya. Sikap Cassie sedikit menghibur kerinduannya."Titip Laura ya, nanti Ayah Laura dan kakak-kakaknya akan datang berkunjung."Mata Cassie berbinar nakal. "Ya, Bibi. Jangan khawatirkan Laura, Anda harus segera pulang dan beristirahat."Willy terkekeh lalu mengambil tasnya dan pergi meninggalkan kamar rawat Laura.Setelah Willy pergi, Laura menatap Cassie dan menggelengkan kepala, berkata, "Cassie, apa kamu sedang mencari muka di depan Ibuku?""Ketahuan ya?" Cassie tak menyangkal dan terkekeh."Perilakumu sangat jelas sekali. Benarkan, Mia?"Mia mengangguk tenang, dud
Setelah satu per satu kerabat keluarga Adams pergi, Laura kelelahan dan ingin beristirahat.“Aku tidak melihat Tuan Tristan mengunjungimu,” kata Mia setelah semua kerabat keluarga Adams pergi. Dia menyadari kakak sulung Laura tidak datang untuk melihat adiknya. Adapun Sean tampak sibuk di pangkalan militernya dan hanya mengirim kabar akan datang nanti sore.Laura bersandar di sandaran ranjangnya.“Mungkin karena dia ingin menghindar dari Lucian.”“Mengapa kakakmu menghindar bertemu dengan suamimu?”“Aku tidak ingin identitasku sebagai putri keluarga Adams diketahui oleh Lucian dan keluarga Wilson. Satu-satunya orang yang dikenal oleh Lucian dari keluarga Adams adalah Tristan.”“Ah, kok bisa kamu menyembunyikan identitasmu dari suamimu?” Cassie bertanya heran.“Ini masalah rumit. Aku ingin cerai dari suamiku. Keluargaku khawatir keluarga Wilson tidak akan melepaskan aku jika tahu identitasku,” bisik Laura, melirik putrinya yang sedang tidur di sebelahnya.Cassie dan Mia melebar matanya
Lucian tidak kembali ke kantornya; sebaliknya, dia tetap tinggal di kamar rawat Laura. Melihat begitu banyak tumpukan buah tangan dari pengunjungnya membuat pria itu curiga."Semua ini barang-barang mahal, siapa yang mengirimkannya padamu?"Laura meringis melihat hadiah-hadiah yang dibawa kerabatnya dan berbohong, "Ini dari teman-teman sekelasku. Mereka anak-anak orang kaya, tentu mereka bisa membeli barang-barang itu."Lucian tidak bertanya lagi setelah mendengar penjelasannya."Apa kamu tidak kembali ke kantormu?""Tidak. Aku akan tinggal dan menjagamu," kata Lucian tenang, duduk di sofa dan mengeluarkan laptopnya dari tas untuk mengerjakan pekerjaannya."Kamu nggak perlu melakukan itu. Lagipula, Willy dan teman-temanku ada di sini menjagaku.""Itu berbeda, aku suamimu, adalah tanggung jawabku untuk merawat dan menjagamu.""Kapan kamu peduli dengan status suami istri kita?" Laura membalas datar.Lucian mendongak menatapnya dan mendesah, "Apa kamu sungguh ingin aku pergi?"Setiap ber
“Mungkin.”“Kalau Tuan Muda Sean dia terlihat orang yang santai dan menarik dengan jas putihnya. Pokoknya mereka berdua sangat tampan.” Cassie mengoceh seperti gadis yang mengidolakan aktor populer.Mia mendesah menatapnya, agak merasq iri Cassie begitu percaya diri dan disukai oleh Nyonya Adams.Dia merasa seperti sebuah jurang memisahkannya dengan teman-tamennya, dia merasa dunia yang sangat terpisah. Dia tidak berasal dari latar belakang keluarga yang kaya seperti Laura dan Cassie.Setiap bertemu dengan keluarga Adams, Mia merasa kecil dan terkucilkan.“Ternyata kalian ada di sini.”Keduanya menoleh dan tersentak melihat Tristan berdiri di samping meja mereka.Wajah Cassie memerah malu dan takut Tristan sudah mendengar kata-katanya yang memuja saudara kembar dari keluarga Adams.Jantung Mia berdegup menatap sosok Tristan Adams, pria paling berpengaruh di industri bisnis Capital.“Tuan Tristan … apa kamu di sini untuk menjenguk Laura?” Mia bertanya sopan.“Ya, kenapa kalian berdua
Laura diizinkan pulang keesokan harinya dan mendapat cuti dari kampusnya selama tiga bulan. Selama hari-hari pemulihannya, Lucian lebih sering berada di rumah dan membantunya menjaga Amel sementara lengan Laura sedang dalam masa pemulihan. Karena dia tidak bisa bolak-balik ke rumah keluarga Adams, jadi Willy yang lebih sering ke rumahnya. Willy dan Lucian tampaknya sepakat dalam diam untuk saling menghindar agar tidak ada pertengkaran. Bagi Lucian, Willy seperti ibu mertua yang menyebalkan dan selalu meremehkannya. Demi Laura, dia tidak bertengkar dengan Willy dan lebih sering menghindarinya.Adapun Willy, dia benar-benar sangat tidak menyukai menantu satu-satunya yang menikahi putrinya tanpa izin keluarga Adams dan memiliki catatan berselingkuh dari Laura. Laura lega memiliki banyak waktu luang untuk beristirahat, tanpa memikirkan tugas kuliah dan tidak bolak-balik antara rumahnya dan rumah keluarga Adams. Dia dan Lucian sepakat untuk tidak membicarakan perceraian atau bertengkar
Apa kamu terluka? Mari ikut aku ke rumah sakit untuk mengobati lukamu,” kata Cassie dengan suara khawatir dan sedikit genit sampai Laura meliriknya. Pria itu menggelengkan kepala. “Aku nggak apa-apa, Nona.” Untuk meyakinkan Cassie, dia menggerakkan tubuhnya berpura-pura baik-baik saja. Tapi tiba-tiba dia meringis kesakitan. “Ada apa, Riko? Apa punggungmu sakit?” salah satu staf bertanya dengan khawatir, diikuti staf lain yang mencemaskannya. “Bagaimana kalau kamu ke rumah sakit saja? Kami akan meminta izin pada manajer.” Tampaknya Riko cukup disukai oleh staf wanita hingga mereka sampai mengkhawatirkannya. Mungkin karena wajahnya begitu tampan dan terlihat begitu lembut, sangat meyakinkan mereka bahwa dia pria yang sangat baik. Wajahnya hampir seperti aktor, sangat tampan. Tak heran gadis sombong seperti Cassie begitu terpesona dan menikah dengannya di kehidupan sebelumnya. Jika Laura tidak mengetahui seperti apa wajah asli Riko Edward di kehidupan sebelumnya, dia juga akan t
Wajah staf itu tersipu dan menyelipkan rambutnya di belakang telinganya. "Riko, kamu sangat perhatian padaku." Riko hanya membalasnya dengan senyum yang membuat wajah staf itu tersipu.Dia sangat cantik, tapi dia hanya gadis miskin, batin Riko yang menyayangkan latar belakang staf itu. Riko sangat menyadari pesonanya dan wajah tampannya memikat para wanita. Sejak SMA sampai sekarang, dia selalu populer di kalangan wanita. Sayangnya, Riko terlahir miskin dan itu membuatnya tidak puas. Dia memanfaatkan wajah tampannya untuk memikat gadis-gadis kaya yang naif agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.Nona Muda Crowell adalah target paling mudah. Dia putri tunggal dan pewaris King Hotel and Resort ternama di Capital. Menurut informasi yang dia dengar tentang gadis itu, Cassie sangat dimanjakan oleh orang tuanya yang sudah lansia. Jika dia bisa memikat dan menikahi Cassie, Riko bisa mendapatkan bisnis kerajaan hotel keluarga Crowell. Lagipula, orang tua Cassie sudah lansia. Mereka p
“Aku mengerti, Bu. Aku akan segera ke sana.”Sebuah mobil limosin berhenti di depannya, dan Pak Andri keluar sambil membawa payung.“Saya minta maaf karena terlambat, Nona. Saya terjebak macet.”Laura tidak peduli dengan penjelasan Pak Andri dan berkata tergesa-gesa. “Cepat bawa aku ke rumah sakit.”Dia berlari masuk ke dalam mobil.Pak Andri menyusulnya masuk ke dalam mobil dan menuju ke rumah sakit.“Bagaimana keadaannya?” tanya Lucian pada dokter yang memeriksa Viola.“Untungnya Anda membawanya ke rumah sakit tepat waktu. Jika terlambat sedikit saja, Nona Viola bisa keguguran,” balas dokter itu.Lucian mengerutkan kening, tapi tidak mengatakan apa pun.Viola meraih tangannya lembut. “Lucian, jangan salahkan Kak Laura. Ini juga salahku karena ceroboh,” bisiknya lemah.Lucian tak melepaskan tangannya dan berkata dengan suara tanpa emosi. “Istirahatlah.” Lalu dia berbalik pergi.Viola menahan tangannya dengan cemas. “Lucian, tolong jangan tinggalkan. Aku dan anak kita membutuhkanmu.”
Laura menderita banyak luka dan kekurangan nutrisi saat itu hingga membuatnya menjadi anak paling kurus. Dia bahkan disalahkan jika Viola menangis.Emma mendengus angkuh sambil menunjuk wajah Laura. “Nggak tahu diri! Setidaknya kami memberimu teman tinggal dan sekolah! Nggak seharusnya kami mengadopsimu dari panti asuhan dan membiarkanmu mati kelaparan. Kamu pembawa sial.”“Kamu dikeluarkan dari keluarga Samson, kamu sudah bukan anggota keluarga kami,” George menatap Laura tajam. “Kamu harus bercerai dari Lucian dan mengembalikan status Nyonya Wilson pada Viola. Pada awalnya, Viola yang seharusnya menikah dengan Lucian.”“Benar, kamu harus bercerai dari Lucian sekarang juga! Kamu harus mengembalikan istri Lucian pada Viola karena sudah hamil sekarang. Dia akan memberikan pewaris laki-laki untuk keluarga Wilson, nggak seperti Amel yang hanya anak perempuan,” cibir Emma.Laura menarik napas dalam-dalam dan memandang pasangan di depannya.“Jangan khawatir, aku dan Lucian akan segera berc
“Kak Laura, mengapa kamu sampai memukul Lucian?” Viola tiba-tiba muncul di sebelah Lucian dan menoleh menatap wajah Lucian cemas, dia mengusap wajahnya. “Sayang, apa pipimu sakit?”Sayang?Laura mencibir dalam hati dan membuang muka, lalu berbalik meninggalkan mereka.“Kak Laura, tunggu sebentar.” Viola meraih tangannya.Laura menepis tangannya dengan marah, tapi tiba-tiba Viola jatuh.“Aduh, Kak Laura, mengapa mendorongku? Ugh, perutku sakit….” Dia meringis kesakitan memeluk perutnya.Lucian menatap tajam dan membentak Laura. “Laura, kamu tidak perlu mendorongnya. Viola sedang hamil.”Laura mendengus tak percaya pada Viola yang berakting sakit di bawah.“Aku tak mendorongnya. Dia jatuh sendiri.”“Kamu….”“Aduh, Lucian, perutku sakit sekali….” Viola meringis. Dia mendongak dengan mata berkaca-kaca. “Lucian, meski kamu sudah menginginkan aku, anak ini tetap milikmu… tolong, perutku sakit sekali….”Tiba-tiba darah mengalir di kakinya.“Lucian… berdarah… bagaimana anak kita terluka….” Vi
Viola panik dan cemas, air mata mengalir di pipinya saat dia menatap Laura. Kebencian memenuhi dadanya. Entah bagaimana, Laura telah memikat Lucian dan mengubah pria itu.“Baik, lakukan tes DNA. Aku akan membuktikan padamu bahwa anak ini adalah milikmu,” serunya pada Lucian.“Tidak perlu tes DNA.” Laura, yang sedari tadi diam, akhirnya berbicara.Semua orang di ruang tamu menatapnya.“Aku percaya Viola hamil anak Lucian. Lagipula, aku tidak peduli apakah dia hamil anak Lucian atau tidak.”Lucian menatapnya dengan ekspresi gelap di wajahnya. “Laura, apa maksudmu?”“Lucian, aku sudah muak dengan semua drama perselingkuhan ini. Karena kamu begitu mencintai Viola, kamu bisa bersamanya. Aku nggak akan menghalangi kalian,” balas Laura dengan wajah tanpa ekspresi.Setelah mengatakan itu, dia menghadap Kakek Billy. “Kakek Billy, maaf telah mengecewakanmu. Aku sungguh nggak ingin mempertahankan pernikahan yang rusak ini. Aku akan segera mengurus perceraian kami. Selamat tinggal.”Tanpa menungg
“Kamu mabuk berat dan tidak ingat apa yang kamu lakukan. Kamu meneleponku untuk datang karena kamu merindukanku. Karena itu, aku mendatangimu di kamar hotel dan kamu... kamu menciumku dan meniduriku. Kamu berjanji akan menikahiku,” ujarnya, suaranya melemah di akhir kalimatnya.Lucian mengatupkan bibirnya dengan ekspresi keras wajahnya. Dia hanya mengingat terbangun di kamar hotel dengan Viola di sisinya saat dia berkunjung ke Korea.Laura menatap Viola dengan jijik, tidak ingin mendengar apa yang mereka lakukan di kamar hotel. Dia membiarkan semua drama itu berlangsung tanpa ada niat untuk mengatakan apa pun.Dia tidak akan menangis atau memohon seperti di kehidupan sebelumnya.“Lucian Wilson! Kamu binatang!” George meraung marah, mencengkeram kemeja Lucian. “Kamu sudah memperkosa putriku! Jika kamu nggak mau bertanggung jawab, aku akan menghancurkanmu dan menuntut keluarga Wilson!”“Oh, bagaimana kamu akan menuntut keluarga Wilson-ku...?” Tiba-tiba suara berat menyela. Semua orang
Laura berbalik memandang mereka dengan wajah tanpa ekspresi, namun tak mengucapkan sepatah kata pun. Lucian dengan cepat melepaskan pelukan Viola. “Kenapa kamu di sini?” tanyanya dengan nada dingin. Viola tersenyum lembut sambil mengelus perutnya. “Lucian, aku hamil. Kita akan punya anak laki-laki.” Lucian terkejut, menatapnya tak percaya. “Bagaimana bisa? Aku nggak—” “Lucian, tiga bulan yang lalu kamu mengunjungiku di Korea. Kamu bilang kamu merindukanku dan kita….” Viola terdiam, wajahnya memerah malu menatap semua orang, terutama Laura. Semua orang bisa menebak kata-kata yang tak terlontar dari bibir Viola. “Kak Laura, maafkan aku. Aku dan Lucian saling mencintai, karena itu kami melakukannya. Aku… aku hanya nggak menyangka akan hamil. Tolong biarkan aku bersama demi anak ini….” “Viola, omong kosong apa yang kamu ucapkan?” desis Lucian, mencengkeram tangannya. “Anak itu pasti bukan milikku….” “Lucian!” Philip bangkit dari sofa dengan marah sambil menunjuk wajahnya. “Kamu
Cassie langsung menutup mulutnya, tersadar dengan mulutnya yang sangat longgar. Dia menampar mulutnya pelan dan menatap Laura cemas. “Laura, maafkan aku. Aku tidak bermaksud membongkar identitasmu karena Windy sangat menyebalkan menuduhmu.”“Sudahlah ....” Laura berdiri dari kursinya dengan ekspresi dingin di wajahnya dan menatap Mia. “Mia, tolong bantu aku meminta izin pada dosen.” Dia menyimpan buku-bukunya ke dalam tasnya dan keluar dari kelas tanpa mengatakan apapun.“Hah, dia pasti malu karena berbohong mengaku-ngaku sebagai istri Tuan Wilson. Teman-teman, dia tidak mungkin jadi istri Tuan Wilson. Dia hanya pelacur yang merayu pacar Viola.”Cassie tidak tahan dan menampar Windy. “Windy, apa kamu akan diam jika dipukul?”“Cassie, apa urusannya dengan kamu! Aku tidak menghina kamu!” bentak Windy sambil mengusap pipinya yang ditampar Cassie.“Aku hanya menyadarkanmu! Jika kamu menyebar fitnah dan mencemarkan nama Laura, kamu akan dituntut atas pencemaran nama baik! Apa kamu tidak be
“Nggak, kenapa kamu bertanya padaku?” “Jangan bohong!” Windy menggebrak mejanya dengan marah sambil menunjuk wajah Laura. “Amy ditangkap oleh sekelompok orang dan diperkosa. Kamu kan pelaku yang menyuruh orang-orang itu memperkosa Amy. Laura, kamu sangat keji!” Beberapa orang terkesiap mendengar ucapan Windy dan memandang Laura. “Serius? Laura menyewa sekelompok orang untuk memperkosa Amy? Itu sangat jahat sekali.” “Amy mungkin mengganggunya, tapi dia tidak perlu sampai menghancurkan hidup Amy.” “Aku pikir dia terlihat baik, ternyata dia sangat keji.” “Bagaimana dia bisa menghancurkan hidup teman sekelas kita begitu saja?” Mahasiswa di kelas itu berbisik-bisik memandang Laura dengan tatapan menghakimi. Laura tetap terlihat tenang. “Mengapa aku harus melakukan itu padanya? Apa aku pernah mengganggunya?” “Karena ... karena pacar Amy hanya memberimu pelajaran. Tapi kamu membalasnya dengan kejam sampai menyewa orang untuk memperkosa Amy! Kamu menghancurkan hidup Amy!” “Windy,
“Chris, jangan khawatirkan aku. Lucian tidak bisa melakukan apapun padaku. Tolong, jangan berkelahi dengan Lucian lagi.” “Aku hanya tidak ingin kamu dilukai oleh suamimu.” Laura menghela napas. “Aku sungguh tidak apa-apa. Lucian tidak bisa melukaku.” Jika dipikir-pikir, selama ini Lucian tidak pernah melakukan kekerasan apapun padanya. Pria itu hanya marah dan membentak, lalu pergi dengan marah. Chris menghela napas. “Syukurlah. Ngomong-ngomong, apakah suamiku salah paham padaku? Mengapa dia tampak sangat marah? Tatapannya saat itu seperti dia akan membunuhku.” Laura mengerucutkan bibirnya. “Endahlah. Dia lagi tidak waras.” Dia kemudian mengalihkan pembicaraan ke hal-hal lain tentang kuliah Chris dan bagaimana kehidupannya di luar negeri. Mereka mengobrol cukup lama tentang kehidupan Chris di luar negeri. Laura merasa kembali berkumpul dengan teman lamanya. Keesokan harinya, Laura mendapati Lucian tidak pulang ke rumah, begitu juga dengan hari-hari berikutnya. Dia harus berboh