Kakek Billy menghela napas. “Dulu, aku terlalu keras pada Lucian dan Philip, membuat mereka bersaing memperebutkan posisi pemimpin Wilson Group. Lucian jauh lebih unggul dan kompeten dibandingkan ayahnya. Lalu…,” ia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, “Philip tidak terima hingga ia menyuruh orang untuk membuat Lucian mengalami kecelakaan. Kecelakaan yang menimpa Lucian disebabkan oleh ayahnya karena masalah ahli waris keluarga Wilson.”Laura terdiam, tak bisa berkata-kata. Di dunia ini, ada ayah yang ingin menghabisi anaknya sendiri. Bahkan harimau pun tidak memakan anaknya. Tapi ini Philip…Ia tidak menyangka ayah mertuanya ingin membunuh Lucian.Ya, kekejaman itu juga diwarisi Lucian sendiri ketika Amelia sekarat; Lucian mengabaikan hidup mati putrinya, batin Laura sinis.“Apakah Lucian tahu bahwa ayahnya yang menyebabkan kecelakaan itu?”Kakek Billy menggelengkan kepala. “Dia tidak tahu, dan aku tidak mau membuat mereka berdua bermusuhan meskipun sudah terlambat. Akulah
“Bagaimana kamu membujuk Kakek untuk operasi di Singapura?” Lucian bertanya saat mereka pulang. Mereka telah mengantar Kakek Billy ke bandara pagi itu juga untuk perawatan dan operasi di Singapura.Keluarga Wilson awalnya ingin menemaninya, tetapi Kakek Billymenolak dengan tegas. Mereka harus mengelola Wilson Group selamaketidakhadirannya. Maka Kakek Billy pergi hanya dengan asisten pribadinya danSeline, karena wanita itu sedang tidak sibuk dan tidak memiliki pekerjaan apapun.Seline tidak senang menemani ayah mertuanya dan meminta Laurauntuk ikut, tetapi Kakek Billy menolak. Laura dan Lucian perlu memperbaiki hubungan mereka, dan Amel terlalu kecil untuk dibawa bepergian.Lucian menyusul Laura ke kamar mereka. Ia mendapati istrinyamengabaikannya. Laura mengarah ke tempat tidur, menunjukkan keengganannya untukberinteraksi.“Laura…” Lucian memulai, tetapi terdiam ketika Laura tiba-tibaberbalik dan melemparkan bantal ke wajahnya.“Keluar!” perintahnya dingin.“Ini kamarku juga
Hati Laura dipenuhi kelegaan mendengar cerita ibunya. Ia adalah harapan bagikeluarganya yang hampir retak.Willy terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan khawatir, "Tapi ayahmu sangat berbeda dengan Lucian. Ayahmu menghormatiku dan tidak pernah berselingkuh dengan cinta pertamanya. Jangan bandingkan mereka. Lucian jauh lebih buruk—dia berselingkuh dengan adik angkatmu. Jangan sampai tertipu olehnya."Laura mengangguk, sepenuhnya mengerti. "Aku tahu, Bu. Akutidak akan pernah memaafkan Lucian." Setelah menghancurkan hatinya dan membunuhnya di kehidupan sebelumnya, Laura tidak akan pernah memaafkan Lucian di kehidupan ini."Bagus, sayang. Istirahat yang cukup malam ini. Besok bawaAmel berkunjung ke rumah. Dan jangan lupa, kamu akan segera kuliah, kan?""Ya, Bu. Aku belum lupa."Willy menghela napas, suaranya lelah. "Ibu sangat merindukanmu. Kenapa kita harus tinggal terpisah?""Maaf, Bu. Aku akan sering berkunjung." Laura juga merindukan orang tuanya dan saudara-saudaranya. Keluarga
Laura sudah mulai kuliah dan berjalan mencari kelasnya. Setelah menemukan kelas itu, dia melangkah masuk. Beberapa mahasiswa sudah ada di dalam, duduk sambil mengobrol dengan teman-teman mereka.Laura menarik napas dalam-dalam. Dia merasa gugup menjalani kuliah untuk pertama kalinya dan khawatir tidak bisa bergaul. Di kehidupan sebelumnya, saat SMA, dia adalah pelayan Thalia, mengikuti ke mana-mana dan selalu menjadi bulan-bulannya. Dia menikah terlalu muda hingga tidak memiliki waktu untuk berteman, apalagi menikmati masa muda.Laura tersadar dari lamunannya ketika seseorang menabraknya dari belakang, menyebabkan buku-bukunya terjatuh ke lantai.“Aduh! Bau banget sih!” seru suara akrab dengan nada menghina. Laura berbalik dan melihat dua teman Thalia, Windy dan Amy, menatapnya dengan seringai. Kedua gadis itu selalu menindas Laura selama SMA atas perintah Thalia.“Apa yang dilakukan pelayan kediaman keluarga Samson di sini? Menjadi petugas kebersihan kelas?” tanya Amy dengan nada eje
Kata-kata profesor itu membuat semua mahasiswa di kelas tercengang dan tak bisa berkata-kata. Mereka menatap Laura dengan tatapan aneh. Teman-teman Amy dan Windy yang tadi menganiaya Laura bahkan tak berani bersuara untuk membela Windy dan Amy dan menciut. Laura acuh tak acuh dan tenang, tak ingin mengucapkan sepatah kata pun untuk menyelesaikan masalah itu. Amy dan Windy memerah, malu dan marah, tapi tak berani melawan Profesor Robbin. “Apa yang kalian tunggu? Cepat keluar!” bentak Prof. Robbin. Amy dan Windy menundukkan kepala malu dan berlari keluar dari kelas. Profesor Robbin menatap mahasiswa lain dengan tatapan angker di wajahnya. “Dan kalian juga hanya diam saja saat dua gadis kejam itu menindas teman sekelas kalian! Jika ini terjadi lagi, kalian semua akan mendapat nilai F. Saya tidak mentoleransi kekerasan di kelas saya, apa kalian mengerti?” Mereka semua mengangguk tenang. “Ya, Profesor.” Prof. Robbin kemudian mengalihkan pandangannya pada Laura dengan cemas dan priha
Mia menjadi teman pertama Laura di kampus. Dia banyak membantunya dalam pelajaran dan beradaptasi dengan lingkungan kampus. Di kelas berikutnya, Laura bertemu dengan Windy dan Amy, tetapi keduanya hanya menatapnya dengan tatapan permusuhan, meskipun tidak menindasnya lagi."Nona Adams, apakah kamu mengenal keluarga Adams? Atau kamu berasal dari keluarga itu?" seorang gadis di sisi mejanya bertanya ingin tahu.Laura berkedip. Meski dia menggunakan nama keluarga Adams saat mendaftar kuliah, Laura masih ingin menyembunyikan statusnya sebagai putri dari keluarga itu, terutama karena Windy dan Amy yang sekelas dengannya. Mereka bisa melapor pada Viola."Tidak, aku tidak berasal dari keluarga itu. Kenapa kalian berpikir seperti itu?"“Bukan dari keluarga Adams? Kupikir kamu dari keluarga Adams, sampai-sampai Profesor Robbin segan padamu,” gadis itu tampak kecewa.Windy dan Amy terkekeh sinis setelah mendengar percakapan mereka. “Dia pasti menggunakan nama keluarga Adams secara acak. Hati-ha
Laura menggelengkan kepala. Di dunia ini, bukan hanya dia yang memiliki takdir yang sangat tragis dan tidak adil. Dia beruntung diberi Tuhan kesempatan kedua untuk terlahir kembali.“Ada apa, Laura?” Mia berbisik menatapnya, lalu berkata cemas, “Maaf, aku membuatmu menjadi anak penerima beasiswa dari keluarga Adams. Profesor Robbin yang memintaku untuk menjagamu dan memberitahu bahwa kamu memiliki hubungan dekat dengan keluarga Adams. Aku hanya membuat alasan ini agar mereka tidak menindasmu lagi.”“Tidak apa-apa kok, kamu sudah cukup membantuku,” Laura berkata menenangkan. “Tapi jangan beritahu siapapun jika benar-benar berhubungan dengan keluarga Adams.”Mia menatapnya dengan mata melebar. “Kamu benar-benar berhubungan dengan keluarga Adams?” bisiknya dengan suara pelan.“Ya, aku penerima beasiswa dari mereka,” balas Laura dengan tenang saat berbohong.“Wow, itu hebat sekali!” Mia kemudian merendahkan suaranya. “Adams Group paling sulit ditembus, dan alumni mahasiswa yang menerima b
“Aku pergi ke rumah teman," balas Laura acuh tak acuh menggendong putrinya. Amel berbinar melihat Lucian dan mengulurkan tangannya. "Papa!" Lucian mengambilnya dan menggendongnya. Laura mau tak mau melepaskan putrinya untuk digendong Lucian. Dia berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah sementara Lucian menyusulnya dari belakang."Teman macam apa yang membuatmu selalu pulang larut. Apakah kamu lupa kamu memiliki anak? Kenapa membawanya ke rumah orang lain dan pulang larut?" Laura meliriknya untuk mengomelinya agar tidak ikut campur, tapi karena ada Amel, dia memutuskan tidak mengatakan apa pun."Apa kamu dan Amel sudah makan?" Lucian bertanya saat mereka sudah berada di dalam rumah."Ya," balas Laura lalu berbalik menghadap Lucian dan menatap putrinya yang masih menempel pada papanya. "Ayo, sayang, ganti bajumu dan tidur.""Papa, Amel mau dengar cerita dongeng seperti tadi malam." Amel menatap papanya dengan mata berkedip polos sambil memeluk lehernya.Sudut bibir Laura berkedut. Ke
Mia terdengar menghela napas sambil membalas pelukan Laura. “Aku juga.” Ia melepaskan pelukan mereka dan menatap temannya. “Kamu membuatku khawatir karena tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Tiga tahun yang lalu, Tuan Lucian hampir mengobrak-abrik Capital karena mencarimu.”Wajah Laura tampak tanpa ekspresi ketika nama mantan suaminya disebut.“Oh, kami sudah bercerai saat itu.”Mia menatapnya selama beberapa saat, namun tidak bertanya lebih lanjut. Dia kemudian mengalihkan pandangannya pada Amel.“Bagaimana kabar Amel? Dia semakin cantik dan sangat mirip denganmu.” Mia tersenyum lembut dan mengulurkan tangannya untuk mengelus pipi Amel.Amel tersenyum dengan wajah bingung dan menatap Laura dengan penuh tanya.“Ini Bibi Mia. Amel ingat?” tanya Laura pada putrinya.Amel menggelengkan kepala dan menatap Mia dengan ingin tahu.“Hahaha, sudah bertahun-tahun, dia pasti sudah lupa,” kata Mia sambil mencubit pipi Amel dengan gemas.Laura mengangguk, membenarkan. Amel sudah lupa dan bahkan tid
Kaki jenjang wanita itu melangkah dengan penuh percaya diri di antara orang-orang yang berlalu-lalang di bandara. Dia mendorong kereta bagasi berisi koper-kopernya.“Mama, apa Nenek dan Kakek menjemput kita?” tanya seorang gadis berusia lima tahun yang duduk di atas koper, sambil mengayun-ayunkan kaki mungilnya dengan manis.Rambut hitamnya tumbuh lebat, dan wajahnya cerah berseri-seri. Setelah melewati tiga tahun penuh kesabaran dan doa, putrinya akhirnya bisa melewati masa kritis penyakit leukemia dan sembuh total.“Ya, sayang. Kakek dan Nenek akan segera menjemput kita,” jawab wanita itu dengan hangat, lalu mengecek jam tangannya. Sudah lewat dua puluh menit, tetapi orang tuanya belum muncul untuk menjemput.“Hm, sepertinya Kakek dan Nenek akan terlambat. Bagaimana jika kita makan dulu? Amel lapar?” Amel mengangguk.Laura tersenyum lembut lalu memandang sekeliling restoran yang ada di bandara. Restoran lain tampak cukup ramai dan mengantri. Laura tidak mau mengantri. Akhirnya dia
Para pelayan tersentak dan cemas mendengar kata-kata Lucian. “Kami mengerti, Tuan Lucian. Kami akan membawa Nona Viola keluar dan tidak akan membiarkannya masuk ke rumah ini,” balas kepala pelayan tergagap. Lucian mendengus muram dan berjalan menuju kamarnya. “Lucian, kamu nggak bisa memperlakukanku seperti ini!” Viola meraung mengejar Lucian, tapi para pelayan menghalangi jalannya. Raut wajah mereka sangat tegas. “Nona Viola, silakan tinggalkan rumah ini bersama pakaian yang kamu kenakan sebelum kami melakukannya sendiri.” Viola menurunkan putranya dengan kasar ke lantai dan menghadapi para pelayan dengan penuh kemarahan. “Kalian hanya pelayan rendahan, beraninya kalian mengusirku! Aku tidak akan pergi! Aku Nyonya rumah ini, nggak ada yang bisa mengusirku!” Kepala pelayan itu menatapnya tanpa ekspresi, lalu menatap para pelayan lain penuh arti. Seolah mengerti, dua pelayan maju dan menahan lengan Viola. “Kami hanya mendengarkan perintah Tuan Lucian dan Nyonya Laura. Anda
“Selain aku, siapapun anggota keluarga Wilson tidak diizinkan masuk ke dalam rumah ini. Apa kalian mengerti?”“Ya, Tuan. Maafkan kami.”Viola meraih tangannya dan berkata, “Lucian, mengapa kamu sangat jahat? Aku datang ke sini karena Jayden merindukanmu. Dia menangis terus karena sangat merindukan papanya.”Lucian menepis tangannya dan menjawab dengan dingin, “Jangan panggil aku seperti itu. Aku tidak pernah mengakui anak itu sebagai anakku setelah apa yang kamu lakukan—menipuku dan menghancurkan hubunganku dengan Laura,” katanya sambil menatap Viola dengan tatapan paling dingin.“Laura sudah mencampakkanmu, mengapa kamu masih terpaku padanya? Harusnya aku yang menjadi istimu dan Jayden adalah putramu!”Viola menggenggam tangannya erat. “Apakah wajahku tidak cukup untukmu?”Lucian menatapnya dengan jijik. Meski wajahnya mirip dengan Laura karena operasi plastik, dia tetap merasa jijik dan muak.“Bahkan jika kamu melakukan sepuluh operasi plastik, kamu tidak akan bisa menggantikan Laur
Tiga tahun kemudian.Lucian mengusap keningnya, ekspresinya sangat kusut saat pulang ke rumah. Dia tidak pernah pindah dari rumahnya meski telah tinggal sendirian, karena di sini adalah kenangan Laura dan putrinya.Dulu, dia meninggalkan Laura tinggal sendirian di rumah ini untuk membesarkan Amel, sementara dia mengabaikan dan tak pernah pulang selama satu tahun.Sekarang, dia merasakan kesepian Laura yang tinggal di rumah ini.Sudah tiga tahun sejak Laura menghilang bersama putri mereka. Tak ada kabar tentang dirinya meski Lucian mengobrak-abrik seluruh Capital.Bahkan keluarga Watson, yang dekat dengan Laura, seolah menghilang. Latar belakang mereka misterius; Lucian mencari mereka namun tak menemukan informasi apapun.Dia bahkan mencari Tristan Adams, yang dicurigai memiliki hubungan dengan mereka, namun akhirnya diusir dan dipermalukan. Akibatnya, keluarga Wilson tiba-tiba mendapat peringatan dari sang kepala keluarga Adams yang dikenal cukup tertutup.Kakek Billy menghukum Lucian
Kedua orang itu tampak tidak menyadari keberadaan Laura, dan lewat menuju ke arah lain."Apa-apaan perilaku itu, seolah-olah cewek jalang itu sedang hamil dan nggak bisa jalan tanpa dibantu," komentar Dean sinis."Viola memang sedang hamil."Dean membelalak menatap Laura. "Apa? Hamil?! Sialan bajingan itu, aku nggak akan membiarkannya begitu saja!"Dia menggulung lengan jas putihnya dengan marah dan akan mengejar Lucian untuk memberinya pelajaran karena mengkhianati adik dan keponakannya yang sedang terbaring sakit di ranjang rumah sakit.Laura menahan Dean agar tidak pergi."Udah nggak ada gunanya, Kak. Aku sudah nggak ada hubungan lagi dengan Lucian Wilson."Dean berhenti dan menatapnya dengan pandangan bertanya-tanya."Apa maksud kamu, Laura?""Aku akan bercerai dengan Lucian, kami sudah nggak ada hubungan lagi. Tolong bantu aku mengurus surat cerai, Kak."Dean terdiam selama beberapa saat lalu berkata, "Itu bagus. Seharusnya kamu bercerai dengannya sejak awal."Namun kata-katanya
Laura memejamkan mata, tangannya mengepal erat di ponsel.“Viola, aku nggak ada urusan dengan kamu. Berikan ponselnya pada Lucian sekarang. Katakan padanya ini sangat penting.”Viola terkekeh mengejek. “Lucian nggak peduli padamu lagi karena dia hanya memiliki aku dan anak kami. Tolong deh, jangan mengganggu hubungan kami lagi. Urus saja perceraianmu sekarang.” “Viola,” desis Laura mencoba menahan amarahnya, “berikan ponselnya pada Lucian sekarang. Katakan padanya ini penting mengenai Amel.” “Oh, putrimu itu? Lucian bilang hanya menginginkan anak laki-laki di perutku. Lagipula Amel juga putri kandung Lucian. Dia nggak peduli lagi dengan anak harammu. Sudahlah, jangan menelepon Lucian lagi. Kami sedang menunggu USG anak kami. Bye!” Panggilan dimatikan sepihak oleh Viola. Laura hampir membanting ponselnya karena marah. Dia tidak akan memohon pada mereka jika bukan karena demi putrinya. Tubuh Laura bergetar, tangannya mengepal erat menggenggam ponselnya hingga layar menjadi ret
Laura bergegas ke rumah sakit. Setelah bertanya pada staf di meja resepsionis, dia menuju ke ruangan yang telah diberitahu staf itu.Suara langkah kakinya bergema di lorong rumah sakit. Dia membuka pintu kamar rawat VIP.Willy dan Allen di kamar rawat menoleh dan menatapnya.“Bagaimana Amel?” Laura bergegas ke samping tempat tidur putrinya dan meraih tangannya. Hatinya sakit melihat wajahnya pucat dan demam, mengingatkan dia pada penderitaan putrinya melawan penyakitnya di kehidupan sebelumnya.“Amel….”“Mama, sakit…” dia merengek sambil menangis."Sayang, mama di sini," Laura duduk di tepi ranjang dan mengangkat putrinya ke pelukannya. "Papa, mana Ma… Amel kangen Papa…."Laura menegang, tangannya terkepal erat mengingat apa yang terjadi di ruang tamu kediaman Wilson dan pengungkapan kehamilan Viola. Saat ini pun, Lucian sedang menemani Viola yang sedang hamil ke rumah sakit, sementara putrinya sedang terbaring sakit."Papa sedang bekerja, sayang. Nanti Papa akan datang."Amel terisa
“Aku mengerti, Bu. Aku akan segera ke sana.”Sebuah mobil limosin berhenti di depannya, dan Pak Andri keluar sambil membawa payung.“Saya minta maaf karena terlambat, Nona. Saya terjebak macet.”Laura tidak peduli dengan penjelasan Pak Andri dan berkata tergesa-gesa. “Cepat bawa aku ke rumah sakit.”Dia berlari masuk ke dalam mobil.Pak Andri menyusulnya masuk ke dalam mobil dan menuju ke rumah sakit.“Bagaimana keadaannya?” tanya Lucian pada dokter yang memeriksa Viola.“Untungnya Anda membawanya ke rumah sakit tepat waktu. Jika terlambat sedikit saja, Nona Viola bisa keguguran,” balas dokter itu.Lucian mengerutkan kening, tapi tidak mengatakan apa pun.Viola meraih tangannya lembut. “Lucian, jangan salahkan Kak Laura. Ini juga salahku karena ceroboh,” bisiknya lemah.Lucian tak melepaskan tangannya dan berkata dengan suara tanpa emosi. “Istirahatlah.” Lalu dia berbalik pergi.Viola menahan tangannya dengan cemas. “Lucian, tolong jangan tinggalkan. Aku dan anak kita membutuhkanmu.”