Hanya melihat dari tatapan kedua petugas keamanan itu saja, Juna sudah bisa menebak bahwa keduanya salah paham dengan situasi yang ada.“Apakah kalian menuduh saya sembarangan memukul orang? Apa mungkin orang dengan penampilan seperti saya sengaja memukuli orang di tempat publik begini?” Juna mengibaskan kelepak jasnya.Petugas keamanan merasa tak enak hati sendiri saat melihat setelan jas yang dikenakan Juna.“Kalian bisa periksa kamera CCTV agar jelas, siapa yang pertama memulai perkelahian.” Juna merapikan rambut menggunakan jari dan ingin hal seperti ini lekas terselesaikan. “Itu mereka yang memulai.”Akhirnya, petugas keamanan itu memanggil rekannya yang lain untuk membawa mantan karyawan Juna ke kantor mereka. Juna terpaksa ikut karena petugas masih harus memeriksa rekaman CCTV untuk membuktikan ucapan Juna sebelumnya.…“Maafkan kesalahpahaman dari kami, Pak! Mohon ini tidak perlu diperpanjang.” Salah satu dari petugas keamanan itu merasa malu karena sudah menuduh Juna dan dia
Tidak hanya Juna yang terkejut pada tindakan Lenita, Hartono dan Wenti pun melongo melihat apa yang baru saja dilakukan putri mereka pada sang menantu.Mata Juna berkobar akan amarah. Dia akui dia sangat lengah dan terlalu menurunkan kewaspadaan hanya karena mengira Lenita sudah mulai berubah.Namun, siapa sangka ini yang dia dapatkan apabila melunak pada wanita itu? Bahkan di depan ayah dan ibu mertuanya!“Kamu!” Suara Juna terdengar geram.“Apa? Mau berdalih apa lagi?” Lenita melengkingkan suaranya dan melempar ponsel di tangannya ke arah wajah Juna. “Lihat sendiri di sana!”Tapp!Kali ini, Juna lebih sigap karena tak mau lagi dipecundangi Lenita. Secara mudah, dia menangkap ponsel yang hampir menghantam wajahnya hanya dengan satu tangan saja. Lekas dia lihat apa yang menjadi dasar penyebab tindakan Lenita hari ini padanya.Saat matanya menatap layar ponsel, Juna mendapati adanya rekaman video singkat mengenai dia meraih pinggang Shevia ketika tubuh wanita itu limbung karena nyaris
“Mamih!” Hartono menegur istri pertamanya.Sementara itu, Juna malah tertawa diagonal mendengar ucapan Leila. Hal ini semakin menggelorakan amarah di hati ibu mertua.“Kau! Masih bisa senyum sinis begitu?” Leila paling tak sudi diremehkan Juna. Sejak awal kedatangan pemuda itu di rumah, dia sudah tidak menyukainya karena menganggap Juna hanyalah orang kampung yang tidak membawa keuntungan, tapi kini malah menjadi menantu gara-gara menghamili putri kesayangannya. Bagaimana dia bisa terima?“Kenapa aku tidak boleh senyum ketika orang-orang dengan mudahnya terprovokasi dan gampang dibodohi hanya dari video singkat seperti itu saja?” Juna menatap lurus ke Leila.Melihat kondisi tidak lagi kondusif, Hartono terpaksa menarik paksa istri pertamanya ke ruang lain agar tidak pecah pertengkaran besar Leila dan Juna.Leila sempat meronta-ronta ketika di bawa ke ruang lain oleh suaminya. Dia masih sempat melantunkan sumpah-serapah kasar pada Juna hingga mengucapkan kata-kata itu lagi, “Cerai saja
Kening Juna berkerut sembari menatap tajam istrinya. Dia bisa saja mengabulkan permintaan Lenita, tapi dia tidak terima jika itu didasari oleh adu domba dari seseorang.Bukankah dia sangat dirugikan kalau begitu? Dia sama saja kalah kalau bercerai dari Lenita. Si pengadu domba akan tertawa puas kalau itu terjadi.Maka, agar dia tidak menjadi hiburan bagi oknum yang belum dia ketahui, Juna mendengus dan berkata, “Aku anggap tidak mendengar kata-kata konyol semacam itu keluar.”Sesudah mengucapkan itu, Juna bergegas keluar dari sana dan menuju ke mobilnya sendiri. Dia harus segera mendatangi tempat sampah tempat kartu milik si oknum tadi dibuang.“Juna! Hei, Juna sialan!” Lenita terus saja memanggil suaminya tapi malah diabaikan. Kesal, dia mengentak-entakkan kakinya yang tidak terluka dan dipapah ibunya kembali ke kamar.“Nit, lebih baik kamu segera daftarkan saja gugatan perceraianmu kalau dia tidak punya nyali menceraikanmu.” Leila membujuk putrinya sambil mereka duduk bersama di tep
Usai mengatakan itu, Juna lekas menatap raut wajah Heru.“Hah? Apakah Bapak hendak menceraikan istri?” Heru terkejut, tapi ada kilatan di matanya. Ini tertangkap indera tajam Juna yang diaktifkan menggunakan prana.“Ya, Pak. Menurutmu bagaimana? Apakah ini merupakan keputusan buruk?” Juna terus memperhatikan reaksi dan respon Heru. Dia memajukan tubuh ke depan, bersikap serius.“Wah, kalau itu … bagaimana, yah?” Heru malah bersikap canggung dan ada senyum tertahan di wajahnya. Dia bahkan sempat menggaruk belakang kepalanya, mungkin karena gugup, tak meyangka akan mendapatkan pertanyaan semacam itu dari Juna.“Kenapa, Pak? Apakah sebaiknya jangan saja, yah?” Juna makin lekat menatap Heru. Ini membuat si asisten makin gugup.“Itu … yah, kalau menurut Bapak perceraian memang harus ditempuh karena sudah tidak ada lagi keharmonisan, tentu itu bukan jalan buruk.” Heru menjawab sambil menahan senyumnya.“Tapi sepertinya papanya Lenita tak mau kalau aku bercerai dari putrinya.” Juna seperti e
Heru makin merasa nyalinya mengempis dan dia tak berani menatap Juna. Aura besar Juna terlalu menekan dia, membuatnya merasa sangat kecil di hadapan sang bos.Sembari memeriksa isi ponsel Heru, si empunya masih terus berlutut, tak berani berdiri jika belum ada perintah berdiri dari Juna.Mata Juna berbinar menemukan banyak bukti kejahatan Heru yang ternyata sudah menumpuk selama ini dan terlewat dari pemeriksaannya.Juna menertawakan kebodohannya yang terlalu fokus pada orang jauh padahal di dekatnya justru merupakan salah satu pengkhianat berat.Iblis dan setan memang menakutkan, tapi yang paling menakutkan justru hati manusia. Heru yang bersikap sangat sopan di depannya, ternyata menyimpan banyak kebusukan yang menusuk dia dari belakang sejak dulu saat Arjuna masih hidup.“Lebih baik kau yang menceritakan sendiri, atau harus aku yang meminta penyelidik untuk melakukannya?” tanya Juna pada Heru. “Konsekuensi yang akan kamu terima tentu saja berbeda, tergantung pilihanmu. Maka dari it
Lenita tergagap dengan perubahan adegan yang ada. Dia yang awalnya mengira akan mendapatkan kemesraan sentuhan intim dari Juna, mendadak harus kehilangan itu ketika suaminya bertanya mengenai luka di kakinya.Meskipun sebal, tapi ada sekelumit suka cita di hatinya karena suaminya yang akhir-akhir ini susah ditangani menjadi perhatian sampai menanyakan kondisi kakinya.“Ungh … kadang masih sakit.” Lenita tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bermanja. Wajahnya dibuat senelangsa mungkin.Jangan dipikir Juna tidak paham apa yang ada di pikiran Lenita. Bukankah saat ini pun dia sedang bermain-main dengan sang istri? Sepertinya Lenita tidak menyadari itu.“Oh? Masih sakit?” Juna semakin tegak dalam duduknya di sebelah Lenita yang berbaring. “Coba kulihat dulu seperti apa kondisinya!”Lenita membiarkan saja ketika Juna menggapai kakinya yang terluka dan membuka perban di sana.Juna melihat luka di telapak kaki Lenita sudah mulai menutup. Dia menyentuh pelan.“Auwh!” Lenita berlagak memekik
Namun, setelahnya merebahkan Lenita di dalam bathtub, nyatanya, Juna meninggalkan sang istri di sana.Lenita melongo hingga mulutnya membentuk huruf O. Sebelum dia bertanya, suaminya sudah berbicara terlebih dahulu.“Aku masih ada banyak kerjaan, Len. Nanti aku akan ke sini kalau kau sudah selesai. Aku ke perpustakaan dulu, yah!” Kemudian, Juna tersenyum dan menutup pintu kamar mandi.Lenita memukul air di bathtub. Kesal sekali rasanya ketika dia sudah di ambang keberhasilan tapi ternyata gagal!Tak sampai setengah jam, Juna kembali ke kamar mandi dan melihat Lenita berdiri di bawah shower.“Oh? Kamu sudah bisa bangun sendiri dari bathtub, Len?” Juna berlagak terkejut, padahal dia sudah tahu bahwa kaki istrinya sebenarnya sudah baik-baik saja.“Aku … aku berjuang tadi! Kau ini suami yang tidak bertanggung jawab! Bukannya mengurus istri yang sedang sakit begini, malah pekerjaan melulu yang kau pentingkan!” Lenita menggunakan suara merajuk manja untuk melemahkan Juna.“Baiklah, baiklah,