“Hrrnghh!” Juna lekas dorongkan energi murni dia di tangan yang terjulur ke depan ke salah satu makhluk astral yang menerjang ke arahnya.Energi murni itu ternyata bisa dihindari si makhluk astral dan dia menggoreskan kuku tajamnya ke Juna.“Hah!” Juna berkelit sebisanya.Namun, karena jarak mereka terlalu dekat, maka masih ada sabetan energi tajam dari makhluk astral itu yang mengenai Juna.“Sial!” Juna menatap ke lengan luarnya yang memiliki kabut kecil hitam di sana.Pertarungan dengan makhluk astral memang bukan seperti pertarungan dengan manusia yang memiliki darah dan daging yang solid.Jika dengan makhluk astral, maka pertarungannya adalah secara energi.“Sakit, brengsek!” umpat Juna sambil menatap geram ke makhluk astral yang berhasil melukainya.Dia lekas menembakkan beberapa energi murni dia ke makhluk astral tadi yang terus berkelit menghindarinya.“Brengsek! Susah sekali!” Juna semakin geram.Sementara itu, 2 makhluk astral lainnya sudah berhasil meluluhlantakkan pagar gai
“Mas Janu!” Anika memang susah melupakan nama asli Juna di era lampau. Dia berlari keluar mencari Juna.Sedangkan Rafa, dia memberi isyarat ke ibunya agar dibawa mengikuti Anika. Wenti segera menggendongnya.Di balkon samping ….“Haarkkhh!” Juna sudah terengah-engah dengan tangan memegang dadanya.Ada sedikit bekas darah mengalir di sudut mulutnya yang sudah dia elap dengan tangan.‘Sial!’ gerutu Juna sambil melirik ke lengan dan area tulang rusuk di bawah dada.Di sana ada kabut warna hitam melintang horizontal membentuk seperti bekas tebasan. Ya, itu luka dia yang diberikan kedua makhluk astral yang mengeroyoknya.“Whiii kikk kikk kikk!” Si jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter tertawa keras sambil terbang lalu-lalang di depan Juna.Sedangkan jin siluman burung berkepala manusia terus mengepakkan sayapnya dan terus menerjang Juna, mencoba menambahkan luka
“Mas Janu! Aku ikut denganmu!” Anika bersikeras mendampingi suaminya.Mereka sudah susah payah menyatukan cinta, jiwa, dan raga dalam era modern ini, maka tak mungkin Anika sudi berpisah lagi dengan Juna.“Sayang, kamu baru saja pulih.” Juna mencoba menasehati istrinya.Sebagai pria yang teramat mencintai Anika, mana sanggup dia melihat jika nantinya Anika terluka lagi?Namun, Anika menggelengkan kepala dengan tegas dan menatap serius ke suaminya sambil berkata, “Aku harus ikut! Mas, kita ini suami dan istri, apa kau lupa?”Anika mungkin lemah lembut dan gampang mengalah di hari-hari biasa, tapi ketika ini menyangkut keselamatan Juna, dia akan keras kepala melebihi batu karang.“Baiklah.” Juna tak berdaya jika Anika sudah menginginkan sesuatu. “Rafa, tolong tangani yang di sini, yah!”“Ayy!” Rafa menyahut seperti paham saja apa yang diinginkan Juna. Suaranya lucu dan menggemaskan.Juna diikuti Anika, berlari ke ruang tengah dan mereka duduk bersila berdampingan sambil bergandengan tan
“Rasakan!” Juna berteriak, “Musnahlah!” Dia masih memberikan semburan energi murni yang tersisa miliknya untuk ditembakkan secara gila-gilaan ke jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter itu.Bisa terlihat dengan jelas secara astral, jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter makin meraung kesakitan karena dia tertahan oleh energi ilahi Anika sedangkan dirinya dibombardir energi murni Juna.“Arrrrgghhhh! Bajingan kaliaaann!”Si jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter menyeru penuh kebencian.Kepalanya yang diserang Juna, mulai terkikis dan rusak, menampilkan sosoknya yang makin jelek mengerikan.Hingga kemudian, muncul grim reaper di dekat jin tua berwujud wanita bergaun putih setinggi 6 meter dan dia berkata ke Juna, “Biarkan aku mengurus dari sini.”Hanya perkataaan singkat itu saja dan sabit besar yang dibawa grim reaper itu menyambar jin tua berwujud wanita b
“Hah? Penjaga malam ada yang meninggal?” Juna menyeru kaget mendapatkan berita dari Saini.Anika dan Wenti sama-sama menunjukkan raut wajah terkejut ketika mendengar dari Juna.“Aku sudah bertanya ke rekan-rekan di sana, katanya orang itu mendadak melompat dari lantai 6 ketika sedang patroli rutin, dan disaksikan oleh rekan lainnya di sana!” Saini menambahkan.Sudah seperti ini, apakah Juna masih bisa tenang dan akan memeriksa besok pagi saja? Tentu tidak bisa.“Oke, Pak Saini, terima kasih atas laporan Anda. Aku akan ke sana secepatnya. Tolong diurus dulu ini dan itunya sebelum saya hadir.” Juna kemudian menyudahi telepon usai mengatakan itu ke Saini.Kemudian, ponsel digenggam kuat-kuat oleh Juna yang geregetan. Dia sangat yakin, sejuta persen yakin, bahwa kejadian meninggalkan salah satu penjaga malam di gedung baru yang hampir rampung itu pasti ada kaitannya dengan serangan jin-jin tua yang juga terjadi di ge
“Hm, melompat karena melihat hantu, yah?” Juna mengulang sambil dahinya berkerut mendalam.Dari hasil penerawangan dia tadi pun jenazah pria tadi menunjukkan aura ketakutan, tapi dia tak menyangka karena ulah makhluk astral yang terus mendesak dengan teror menakuti si korban.Juna membatin, ‘Ini sudah tidak bisa ditolerir! Aku harus lekas mencari dalangnya!’Baru saja Juna mendapatkan rincian kronologi kejadian dari Saini, ponselnya bergetar di saku kemejanya.“Ya?” Juna menerima panggilan itu di tempat itu juga karena susah berdiri dan berjalan untuk menyingkir sejenak dari Saini dan yang lainnya. “Hah?”Di seberang sana, si penelepon berucap mengulang perkataan sebelumnya, “Benar, Pak! Penjaga gudang mendadak saja seperti orang gila dan menyerang rekan-rekannya. Ini dia sudah diamankan dengan diikat.”Astaga, Juna ingin sekali berteriak. Kenapa serangan untuknya begitu berturutan
“Tentu, Mas! Tentu saja boleh! Tidak mungkin tidak boleh!” Istri tercinta Juna ini menjawab dengan cepat ketika suaminya meminta energi padanya.Anika yang memegangi lengan Juna, mulai menyalurkan energi chakranya ke Juna. Aliran energi yang hangat dan menenangkan segera terasa oleh Juna, masuk melalui setiap titik-titik chakra di tubuhnya.“Aku akan mulai.” Juna berkata ke lelaki di depannya.Sambil berdiri, Juna menaruh tapak tangan kanan dia ke puncak kepala lelaki yang sudah lemas dan pasrah tak bisa melawan itu.Mata Juna terpejam dan semua orang di ruangan itu terdiam, tak ada yang berani bersuara, hanya saling pandang saja antara mereka. Tentu mereka saling mempertanyakan apa yang sedang dilakukan bos mereka ini.“Hm ….” Juna masuk ke memori pekerjanya itu dan melihat kelebatan dan kilasan cepat bagaikan kilat, bagaikan lampu blitz.Semua kejadian tadi di gudang perusahaan ini mulai disusun J
“Aku merasa orang payah tak berguna kalau begini. Maaf merepotkan kalian semua.” Juna sambil menggertakkan gigi yang dia gigit.Dia tidak menyangka akan berada di tahap selemah ini dalam hidupnya. Ternyata benar kata orang: “di atas langit masih ada langit”. Dia tidak bisa selalu merasa jumawa karena ternyata dia bukan yang paling hebat.“Mas, jangan begitu. Mas adalah segalanya bagiku, yang paling luar biasa untukku.” Anika memompa mental suaminya agar Juna tidak merasa terpuruk.Menatap haru ke sang istri, Juna mengelus sayang pipi Anika sambil tersenyum. Dia melihat ke Rafa dan Wenti yang memandangnya dengan penuh keyakinan.“Karena kalian sudah memercayaiku seperti ini, maka aku harus berusaha yang terbaik hingga akhir!” Semangat juang Juna mulai berkobar, menyala tinggi hingga memenuhi seluruh sanubarinya.Oleh sebab itu, sambil Juna masih berbaring dengan memeluk Rafa di atas dadanya, dia berkon
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag