Mata gadis itu berkaca-kaca dan berbinar ketika senyumnya muncul. “Mau, Tuan! Mau! Saya akan bekerja untuk Tuan!” Dia bersemangat menerima tawaran Juna.Bekerja pada penyelamatnya, tentu ini hal yang masuk akal, bukan?“Jangan panggil tuan, panggil saja pak.” Juna bersikap santai sambil mengeluarkan uang dan kartu nama dari dompetnya. “Ini, gunakan ini untuk pulang. Besok temui aku di kantorku ini. Bilang ke resepsionis sambil menunjukkan kartu namaku ini ke dia bahwa kau sudah punya janji denganku.”Gadis itu mengembalikan uang Juna dan tetap menerima kartu namanya. “Terima kasih, Pak! Selamat malam!” Dia membungkuk lagi ke Juna dan Teguh, lalu berlari keluar untuk pulang menggunakan angkutan umum.Juna dan Teguh saling berpandangan dan tersenyum.“Bocah zaman kini penuh semangat darah muda.” Teguh sambil terkekeh.“Saya setuju dengan Pak Teguh, ha ha!” Juna menimpali.Saat mereka melangkah keluar dari tempat karaoke, langit sudah berubah hitam pekat dengan hiasan bulan serta bintang
Juna, Teguh, dan orang-orang di restoran sederhana itu sama-sama terkejut dengan seruan wanita paruh baya itu.‘Aku menghamili seorang gadis? Kenapa aku tak tahu itu?’ Juna membatin di hatinya.Sementara, wanita paruh baya itu semakin keras memberontak dari tarikan mantan gadis LC yang merupakan putrinya.“Ma! Sudah! Jangan mempermalukan diri sendiri di sini! Mama ngawur!” Mantan gadis LC tadi masih terus menarik-narik lengan ibunya yang keras kepala.“Aku sedang memperjuangkan harga diri dan masa depanmu di sini! Mempermalukan apanya?” Ibu si gadis mantan LC melotot ke putrinya dan menyentakkan lengan sehingga dirinya bisa terbebas.Dengan berjalan cepat, ibu si gadis mantan LC segera mendatangi meja tempat Juna dan Teguh duduk.“Masih bisa enak-enakan di sini makan hotpot, heh?” Ibu si gadis mantan LC memarahi Juna sebelum tangannya menyambar teko teh panas di meja, hendak menyiramkan ke Juna.Namun, apakah itu mungkin terjadi dilakukan pada bekas panglima kuat dari era kuno?Sett!
Si ibu menoleh ke Juna dengan pandangan linglung, “Ka—Kamu sudah menerima dia di kantormu? Jadi, kamu—oh, maksudku, Anda … pemilik perusahaan?”Juna tersenyum melihat perubahan panggilan untuknya dari si ibu.“Ibu, duduklah terlebih dahulu. Tentu tak baik berdiri terus begitu untuk Anda dan putri Anda yang sedang hamil.” Juna menunjuk dengan sopan ke dua kursi kosong di meja mereka.Maka, dengan sikap sungkan dan malu, si ibu menarik Kezia untuk menerima tawaran duduk dari Juna.Kezia duduk di sebelah Juna, sedangkan si ibu di sebelah Teguh.“Pelayan!” Teguh memanggil pelayan. “Tolong berikan 2 piring lagi. Tambah juga dagingnya.”Sebagai orang yang bertanggung jawab pada hidangan di meja, tentu teguh paham apa yang harus dia lakukan.Kezia dan ibunya pun ikut makan meski dengan rasa sungkan karena tadi mereka sudah membuat keributan.“P—Pak Juna, maafkan saya.” Ibunya Kezia sudah mengetahui nama Juna dari Teguh. “Saya ini orang kampung, minim tata krama. Maaf kalau saya tadi kasar da
Kezia justru kesal mendengar ucapan ibunya. “Mama ini apaan, sih? Membuatku malu saja di depan calon bosku!” Kemudian sambil bersungut-sungut, dia masuk ke kamarnya.Namun, si ibu masih saja mengejar dan ikut masuk ke kamar untuk memberikan berbagai bujukan bernada sama: menjadi pacar Juna, si bos.Ketika Kezia sedang berada di bawah bujuk dan persuasi level memaksa dari ibunya, Juna saat ini sedang bersama Anika, menikmati waktu berdua mereka di penthouse.“Rasanya sepi nggak ada mbak-mbak yang menemani aku.” Anika menatap sekeliling yang terasa sunyi saat duduk bersama Juna di ruang tengah.“’Kan ada aku, Sayang.” Juna mendekatkan bibirnya ke wajah Anika sambil setengah berbisik.“Mas ini ….” Anika tersipu dan menjauhkan sedikit wajahnya dari Juna yang sedang terkekeh.“Aku sudah pindahkan mereka di apartemen yang aku beli murah dari Hamid. Sebenarnya beberapa apartemen di sana aku ingin berikan ke kamu dan Rafa.” Juna menyampaikan rencana itu sambil meraih jemari Anika untuk dia ma
“Harghhh … mmrrghh ….” Juna masih menggeram sembari menahan sakit di kepalanya.Menyaksikan pria tercintanya dalam kondisi aneh dan kesakitan begitu, bagaimana mungkin Anika tidak langsung berpikiran, ‘Ini tulahku! Ini kesialan yang melingkupi aku. Aku sudah membawa celaka ke Mas Janu!’Juna memicingkan mata menahan sakit di kepala yang mendadak berdenyut hebat dan melihat Anika di depannya yang sudah terduduk dan menangis tanpa suara.“Nik … Sayang, jangan menangis.” Juna menahan sakit sambil meraih Anika untuk dia peluk.“Mas Janu pasti kena tulah aku, ya ‘kan? Hiks! Mas Janu … lihat, benar, ‘kan? Aku ini cuma bawa sial untuk siapa pun pasanganku, hiks!” Anika menangis di dada Juna pada akhirnya.“Tidak, Nik. Bukan karena itu.” Juna kini mengerti kenapa Anika menangis.Sebenarnya dia terharu dengan Anika menangis untuknya ketika melihat dia kesakitan. Di merasa sangat dicintai oleh wanita terkasihnya. Bukankah itu membahagiakan?Sementara itu, Anika menggeleng dan masih tersedu-sedu
Anika seperti mendengar suara Juna memanggilnya, tapi dia tak yakin. “Mas Janu memanggil aku? Tapi kenapa? Untuk apa? Ah, aku mungkin berhalusinasi.”Namun, tak berselang lama, Hartono keluar dari kamarnya dan menyeru ke Anika di lantai bawah, “Anika! Cepat naik! Juna membutuhkan kamu!”Kepala Anika menengadah ke selasar lantai atas, mendapati ayah mertua Juna berteriak panik padanya.“O—Ohh, baiklah, Pak!” Anika pun tidak ragu lagi.Dia bergegas lari menaiki anak tangga karena Juna membutuhkan dia, entah mengenai apa, yang penting dia datang dulu untuk kekasih tercinta.“Erghhh!” Juna masih berjuang menyalurkan energi murni dia melalui dahi Rafa.Ketika dia melihat Anika sudah datang di ambang pintu kamar Hartono, Juna memanggil, “Nik! Kemari, Nik! Bantu aku!”Anika tidak berpikir apa pun selain menuruti pria terkasih. Dia mendekat ke Juna.“Pegangi dan tahan tangan Rafa sambil kamu salurkan energi murni kamu ke dia melalui tangannya!” Juna memberi arahan.Lekas saja Anika melakukan
“Kalian pasti memberikan restu, ‘kan?” Juna menatap Wenti dan Hartono bergantian. “Aku sudah menganggap kalian orang tuaku sendiri. Kalian adalah pengganti ibu dan bapakku.”Kini gantian Juna yang menggunakan kalimat semacam itu kepada Hartono untuk menekan Hartono.Pertama-tama, Wenti menoleh dulu ke suaminya, seakan tak enak jika bicara mendahului sang suami.Hartono paham istrinya pasti menyetujui Anika menjadi bagian dari keluarga mereka.Maka, setelah menghela napas, Hartono berujar, “Ya, kami merestui kalian.”Alangkah plong hati Juna mendengar secara langsung Hartono mengucapkan itu tanpa dia perlu memaksa, tanpa harus berdebat sengit seperti sebelumnya.“Terima kasih, Pa, Ma. Kalian memang keluarga terbaikku.” Juna bangkit dari sofa untuk memeluk ayah dan ibu mertuanya.Rafa ikut gembira, dia tertawa senang sambil bertepuk tangan setelah melepaskan pelukannya ke Anika. Gelak tawa bocah itu sungguh menceriakan siapa pun yang melihatnya.“Sepertinya putra kita juga sangat merest
Juna mendengus geli dan berkata, “Sekarang aku dibilang kaya? Ke mana ucapan aku ini miskin, lelaki tidak becus, lelaki sok hebat, sok , lelaki mokondo, menumpang duit wanita, menjanjikan omong kosong, bocah bau kencur sok berlagak, disuruh bangun jangan mimpi, seenaknya klaim apartemen punya teman. Pfftt!”Mendengar apa yang dijabarkan Juna, kerabat mendiang suami Anika diam seketika, merasa malu karena mereka lebih mengedepankan cemoohan tanpa mencari tahu.“Kalau aku ini cuma bocah tak becus dan miskin, bagaimana aku bisa menginjak kalian?” Juna semakin menyukai momen di mana dia bisa membalas orang lain yang menginjak dia dengan menggilas mereka sekaligus.Kakak mendiang suami Anika terpaksa bersuara, “Lebih baik kita hentikan saling sindir begitu. Alangkah lebih baik kita berdamai. Kita lakukan ini demi Anika.”“Demi Anika? Ha ha ha!” Juna sampai tertawa lepas. “Oh ya, minggu depan, aku menikah dengan Anika. Kalau kalian ingin datang, aku akan berikan undangan ke kalian.”Mendeng
Juna dan ketiga istrinya mengangguk. “Kami akan berusaha untuk itu, Ma. Terus doakan kami agar selalu memiliki hal baik.” Juna menanggapi Wenti. Kemudian, keningnya berkerut, “Ma, apakah Mama akhir-akhir ini sering cepat lelah dan mual?” “Eh, kok tahu?” Wenti terhenyak kaget. Namun, kemudian dia sadar bahwa putra angkatnya ini bukan manusia sembarangan. “Selamat, Ma!” Juna maju untuk memberikan pelukan tulus ke Wenti. Anika dan Shevia paham makna ucapan Juna dan mereka bergantian mengucapkan selamat pula sambil memeluk Wenti. “Eh? Mama kenapa?” Rinjani belum paham. “Mama sudah hamil lagi, Kak.” Shevia menjelaskan. Di antara mereka, Rinjani memang yang paling hebat jika itu mengenai intuisi bisnis, tapi dia payah dalam aspek lainnya yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Wenti menanggapinya dengan senyum simpul dan sedikit malu-malu. *** “Ya ampun, lihat mereka! Sungguh keluarga besar yang ramai.” Seseorang menahan pekikannya ketika melihat Juna dan keluarga kecil dia tu
“Ya ampun, lucu sekali dia! Cantiknya ….” Rinjani sambil menggendong bayinya, dia menoleh ke bayi Shevia.“Dedek bayinya Kak Rin juga ganteng, tuh!” Shevia menunjuk bayi di gendongan Rinjani dengan dagunya.Mereka saling memuji bayi milik madu masing-masing.“Mbak Anika masih menyusui anaknya, yah?” tanya Shevia setelah dia berhasil menidurkan bayinya.“Iya. Masih di kamar. Semua anaknya tenang sekali, jarang menangis. Benar-benar bayi kalem seperti ibunya.” Rinjani mengomentari anak kembar Anika.Kemudian, pintu depan terbuka dan masuklah Juna yang baru pulang dari kantornya.“Mana jagoan-jagoanku?” tanya Juna sambil mendekat ke mereka dan mulai mencium bayi-bayinya di gendongan ibunya masing-masing. “BIntang … umcchh! Wulan … umchh! Sudah wangi semua!”“Lah ini anakku masa sih dipanggil jagoan?” Shevia sambil mengangkat sedikit bayi perempuan di gendongannya.“Lho, dia ini nantinya seorang jagoan wanita! Menjadi perempuan kuat yang akan melindungi orang tertindas dan menebar kebajik
“Wah, gedungmu begitu wow sekali, Jun!” Rinjani menatap gedung baru Juna. Matanya berkeliling menelisik semua interior di sana.“Ini juga berkat bantuanmu.” Juna berkata di dekat telinga Rinjani.“Kok aku?” tanya Rinjani sambil menjauhkan kepalanya dari Juna untuk menatap suaminya dari jarak yang tepat.“Kamu kira aku tidak tahu kalau kau mengirim investor gadungan untuk membantu pendanaan untuk gedung ini, hm?” Juna sambil mencubit lembut pinggang Rinjani.Karena sudah ketahuan begitu, Rinjani hanya bisa tertawa. Shevia dan Anika di sebelahnya tersenyum.Siang ini, mereka baru saja mengadakan peresmian gedung baru apartemen Juna yang besar dan spektakuler. Meski bukan merupakan apartemen paling wah dan nomor satu di Samanggi, namun tetap mencuri perhatian publik karena dimiliki oleh pengusaha muda dengan berbagai gonjang-ganjing isu di belakangnya.Isu paling sering dibicarakan publik mengenai Juna belakangan ini tentu saja tidak lain dan tak bukan adalah mengenai ketiga istrinya yan
“Hah? Om Fer yakin dengan berita yang Om terima?” tanya Juna saat dia berbicara dengan pengacaranya, Ferdinand, di telepon. “Sangat yakin, Jun! Periksa saja ke rutan kejaksaan. Oh, atau untuk lebih akuratnya, datang saja ke rumahnya, pasti sedang ramai di sana.” Ferdinand menyahut dari seberang. Juna tak bisa berkata-kata. Dia segera mengakhiri teleponnya dengan si pengacara. “Ada apa, Jun?” tanya Rinjani dengan wajah ingin tahu. “Berita apa? Ada berita apa dari Om Fer?” Dia semakin mendekat ke Juna di sofa ruang tengah. Anika datang sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir wedang cokelat jahe dan camilan buatannya seperti kue pukis dan bakwan jagung. “Bobby meninggal tadi sore.” Juna berkata sambil menatap Anika dan Rinjani secara bergantian. “Hah?!” pekik Rinjani karena terlalu kaget dengan berita yang diucapkan suaminya. Juna mengangguk ke istrinya. “Ada apa? Siapa yang meninggal?” Shevia keluar dari kamarnya karena suara pekikan Rinjani terdengar hingga ke telinganya.
“Ti—Tidak begitu! Ular sialan!” geram Nyai Mirah dan dia mulai mengejar Nyai Wungu yang melarikan diri sambil tertawa melengking meledek permaisuri Ki Amok itu.Kemudian, Ki Amok memanggil Nyai Mirah untuk pulang bersamanya ke istana mereka. Nyai Mirah segera berdiri melayang di sebelah Ki Amok dengan wajah merona menyebabkan kulitnya semakin memerah.“Kami pulang dulu. Nanti jika Mirah dibutuhkan lagi oleh istrimu, panggil saja, tak apa, tapi itu harus benar-benar gawat. Kalian pasti mengerti maksudku, ‘kan?” Ki Amok berkata ke Juna yang masih membopong Anika.‘Ya, ya, ya, aku paham. Intinya kami tidak boleh mengganggu kemesraan kalian berdua kecuali sangat gawat darurat.’ Juna membatin menanggapi Ki Amok.“Ya, kami paham, Ki. Terima kasih, sekali lagi untuk Anda dan pasukan, juga terima kasih pada Nyai Mirah atas bantuannya.” Juna mengangguk sebagai tanda dia menghargai mereka.Kemudian, kereta kencana Ki Amok pun pergi dari sana.Juna menoleh ke Nyai Wungu dan bertanya, “Apakah Nya
‘Apakah Dewi Salwapadmi menyaksikan aku dan Nik … bercinta selama ini?’ Juna memiliki pemikiran demikian. Ya ampun, Juna mendadak saja super malu jika mengingat seperti apa dia memesumi Anika selama ini. Belum lagi tingkah dia saat menggauli Anika. Dia bertanya-tanya, apakah itu disaksikan dan juga dirasakan sang dewi? Mendadak saja senyum lebar dan menahan geli dari Dewi Salwapadmi muncul saat dia bertutur ke Juna, “Jangan khawatir mengenai itu, Tuan Panglima. Aku selama ini tertidur di raga Anika dan mulai terbangkitkan ketika bertarung melawan mantan istrimu.” Mendengar ucapan Dewi Salwapadmi melalui mulut Anika, Juna merasa sangat lega sekaligus malu karena pikirannya ternyata bisa dibaca sang dewi. “A—Ah, iya, baiklah, Ndoro Dewi. Terima kasih penjelasannya.” Juna sedikit merona karena malu. Kemudian, Dewi Salwapadmi menoleh ke Nyai Mirah, dia berkata, “Nyai Mirah, aku sungguh tersentuh dengan pengabdianmu yang luar biasa pada ndoro putrimu ini. Tingkah lakumu sejak dulu jug
“Semua sudah usai?” Juna terengah-engah sambil menanyakan itu pada dirinya sendiri meski itu sebuah gumaman rendah. Anika bergegas terbang ke suaminya dan menyebelahinya di angkasa. Sedangkan Juna mulai merasakan armor yang melingkupi tubuhnya mulai memudar hilang secara perlahan. “Mas … semua sudah selesai. Pertarungan telah Mas menangkan.” Anika tersenyum lembut. Benar, semua sudah usai. Segala ancaman bahaya dan mimpi buruk yang pernah ditakutkan Anika, yang telah menjadi momok baginya selama beberapa minggu ini sekarang lenyap. Seakan batu besar yang mengimpit dada Anika, kini telah terangkat dengan kematian Lexus. Juna menengok ke istrinya sembari dia ikut tersenyum. “Kita yang memenangkan ini, Nik. Kita. Bukan aku saja. Kau, dan semua yang lainnya.” Tentu saja dia tidak boleh mengambil semua kredit yang ada. Bergegas, tangan Juna meraih Anika untuk memeluk wanita itu sembari hatinya berucap syukur pada semesta dan penciptanya yang telah memberikan restu sehingga dia bisa m
“Hm?” Juna mendadak saja merasakan dirinya menjadi lebih bertenaga, energi murninya melonjak tinggi.Setelah dia berpikir cepat, dia merasakan adanya energi dari Shevia dan Rinjani.‘Ternyata mereka.’ Juna tersenyum setelah memahami dari mana energi tambahan untuknya datang secara tak terduga.Saat ini, pedang di tangan Juna menebas tegas ke depan sehingga dengan cepat menyebabkan udara mengalir berputar mengakibatkan munculnya pusaran udara hanya dari ayunan pedang tersebut.Wusshh!Kibasan pedang Juna memicu beberapa ledakan bunyi memekakkan telinga ketika gelombang udara yang tadinya hanya memunculkan pusaran angin, kini berubah menjadi badai, menyapu udara di sekitar Lexus.Energi petir beserta angin badai dari kibasan pedang Juna menyerbu ke Lexus, bagaikan ular raksasa membuka mulutnya hendak menelan Lexus untuk mengunyahnya menjadi ketiadaaan.“Jangan harap semudah itu!” seru Lexus ketika dia juga mengibaskan pedang api hitam di tangannya sehingga energi api miliknya bertabraka
“Jangan sombong dulu, manusia bangs4t!” teriak Lexus pada Juna. “Jangan kau kira karena kau memiliki zirah itu maka kau bisa sekuat aku!”Lexus merobek udara hampa dan mengempaskan angin panas yang bisa membakar kulit manusia biasa dengan segera meski hanya dari hempasan anginnya saja.Juna tidak gentar meski fisik Lexus sudah semirip iblis. Dia memiliki banyak dendam terhadap sosok di depannya. “Kau yang akan berakhir mengenaskan, Lexus!”Zirah di tangan Juna mengumpulkan energi murni yang kini bermuatan energi keilahian.Dhuaarr!Ketika pukulan Juna bertabrakan dengan tinju iblis Lexus, mereka berdua sama-sama terdorong ke belakang. Tapi Juna lekas menerjang maju lagi, tak memberi kesempatan Lexus untuk menarik napas berikutnya.“Kau sudah tak sabar mati, hah?” teriak Lexus sambil mendorongkan energi iblisnya ke arah Juna.Tangan berzirah Juna menangkap kepalan tangan Lexus dan mendorongnya ke samping agar dia bisa menyarangkan tinju di tangan lain ke tubuh Lexus.Dhaakk!Betapa kag