Kenzo masih teringat jelas, saat gadis itu yang secara tiba - tiba menonjok wajahnya dengan sangat keras saat Ia sedang memegangi wajah cantik itu mendekat ke wajahnya. Rupanya pilihan itu hanya di gunakan sebagai candaannya saja.
Kenzo yang mengira itu adalah pilihan yang sesungguhnya merasa sedang di permainkan olehnya. Ia pun mengambil ponsel di saku dan mulai berkaca di depan layarnya, terlihatlah sudut bibirnya yang agak membiru dengan sedikit darah yang mulai agak mengental.
Aluna hanya memainkan jari - jari tangganya, merasa tak bersalah dan pergi dengan tenang menuju ke rak yang tak jauh dari tempatnya berada.
Masih dalam keadaan yang tak memungkinkan, Ia malah menyuruh Kenzo untuk cepat - cepat membantunya merapikan buku. Dan berkata bahwa pilihannya sudah di tentukan dan juga di kabulkan.
Mata Kenzo bergerak cepat ke arah kiri dan kanan, masih bingung. Ternyata pilihan itu adalah sebuah tonjokan dekat bibir yang tadi ia berikan.
Entahlah... Kenzo merasa sudah di permainkan oleh Aluna. Ia seakan tak berdaya menghadapi gadis itu dengan logika. Apakah harus menggunakan kekerasan?
***"Sakit bego! Pelan - pelan napa?" celetuk Kenzo kepada gadis cantik di hadapannya.
"Udah pelan banget ini. Mau di gimanain lagi? Apa mau aku kasih tambahan ke yang satunya lagi biar tambah bonyok dan jontor ntu mulut?!" Balas Aluna yang kini sedang mengobati luka sang pria dengan kapas yang di lumuri obat anti bacteri bermerek dettol di botolnya.
"Enggak lah, dikira gue bantal guling yang buat latihan tinju apa?! Main tonjok - tonjok aja!" protes Kenzo sambil memegangi area dagunya yang sedikit sakit.
Aluna semakin memperdalam tepukan kapas ber anti - biotik tersebut dengan kasar. Yang menimbulkan suara "Plek! plek!" seperti seorang ibu yang sedang menampleki bokong anaknya dengan sendal jepit obral harga sepuluh ribuan dapet 5 karena menghilangkan tupperwear kesayangannya emaknya. Ia sengaja membuat Kenzo kesakitan hanya untuk melihatnya merasakan siksaan karena perbuatan lancangnya!
Sang pria ingin marah, tapi setelah melihat wajah cantik Aluna, ia serasa terhipnotis begitu saja. Hanya terdiam dan mulai aktif kembali ketika mendengar ada suara.
"Lihat sekeliling lo donk Ken," Pinta Aluna sambil menepuk bahu sang pria.
"Hmm... Udah. Terus kenapa?" jawabnya dengan santuy.
"Lah masih nanya nih bocah. Hadeuhh... Lu tadi udah lihat dan baca tulisan di depan pintu ini kan?!" Aluna mulai mengerucutkan bibir mungilnya, sebal.
"Tau, tadi gue baca Unit Kesehatan Sekolah alias UKS kan?" sahut Kenzo.
"Nah! Akhirnya lo tau juga! Ini baru namanya anak yang baik dan pintar." puji Aluna kepadanya sambil menyunggingkan senyuman.
"Jangan senyam - senyum kayak gitu ke gue! Gue nggak suka! Senyuman lo itu asem kek jeruk!" seru Kenzo menatap mata Aluna dalam. Padahal, sekarang Ia sedang merasakan ada bunga mawar indah sedang bermekaran di hatinya.
Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung mengomelinya dengan ocehan bak sales panci pasaran. Sudah berisik, menggangu pula. Bertubi - tubi Aluna mencubit perutnya dengan lembut dan mulai tertawa bersama.
Ceklek...
Bunyi knop pintu yang tak asing di dengar, membuat kami semua terdiam. Perlahan namun pasti, kami segera mengamati. Siapa sosok yang berada di balik pintu itu?
Hingga seseorang pun muncul dengan atasan putih dan bawahan abu - abu, sama persis seperti yang Aluna kenakan sekarang. Yang berbeda hanya Ia menggunkan celana panjang, sedangkan Aluna menggunakan rok pendek selutut.
Ia langsung menghampiri Aluna, memperhatikannya dari bawah kaki hingga ke atas kepala. Tidak ada yang lecet ataupun terluka. Hanya saja pakaian Aluna sedikit kotor karena debu, bekas membersihkan gudang tadi. Ia langsung menepuk - nepuk bahu Aluna, mencoba menghilangkan debu yang masih menempel di bajunya.
Seseorang itu terlihat begitu khawatir terhadap Aluna. Ia bergegas pergi setelah mendengar kabar bahwa Aluna sakit dan harus di bawa ke UKS sekolah.
Aluna menatapnya dengar datar. "Ada perlu apa Den?" Tanya Aluna kepada seseorang di depannya itu. Yah... Dia adalah Raden, sang ketua kelas.
"Lah tadi kata temen - temen loh sakit?" Tanya balik Raden padanya.
"Oh.. itu yang sakit bukan gue kali, tapi si onoh tuh." Jari Aluna menunjuk ke kasur dekat dirinya, yang di atasnya terdapat pria tampan dengan bibir yang sedikit penyok.
"Dia Siapa?"
"Kenalin nama gue Kenzo Mahendra anak dar- " putus sudah ucapan Kenzo, setelah Raden memotong perkataannya.
"Gue tanyanya ke Aluna bukan elo bego!" celetuk Raden yang membuatnya diam sejenak.
"Iye ye gue tau, Btw mau apa lo ke sini?" Tuding Kenzo yang membuat Raden berpikir keras.
"Yah.. gu gu- e kan Ketua kelas di kelasnya Aluna. Jadi, wajar donk?" Balas Kenzo sedikit gugup, lalu menghembuskan nafasnya dengan lega.
Kenzo hanya menjawab dengan isyarat dagu yang di anggukkan dan berbicara "Ouwooo" seperti Tarzan.
"Dia itu anak baru di sekolah ini Den, anak pindahan katanya." jawab Aluna membalas pertanyaan yang Raden lontarkan beberapa menit yang lalu. Ia mengetahui kalau Kenzo adalah anak pindahan, karena mendengar sedikit pembicaraan antara Kenzo dan Pak Darpo di gerbang sekolahan pagi tadi.
Sedangkan Raden diam tak menjawab, lalu menarik tangan Aluna menjauh pergi dari ruangan itu. Kenzo yang melihatnya langsung menarik tangan Aluna yang sebelah. Kenzo dan Raden saling bertatap mata, seperti seekor elang yang sedang mencari mangsa.
Aluna menatap bergantian wajah mereka, terlihat aura keributan terpancar. Ia mencoba melepaskan gengaman tangan mereka satu per satu, namun nihil. Usahanya hanya sia - sia saja karena cengkraman mereka terlalu kuat baginya.
Terjadilah adegan tarik - menarik yang sudah Aluna sangka. Membuat Aluna merintih kesakitan sampai menimbulkan luka kemerahan di pergelangan tangan putihnya. Sia - sia saja ia berteriak kencang ke kuping mereka. Kalau akhirnya, tetap tak di gubris sama sekali.
"Lepasin gue! Kalian apa - apaan sih? udah kayak anak kecil aja!" Titah Aluna kepada mereka.
"Aluna ikut sama gue!!" Ucap Kenzo kepada Raden.
"Nggak Aluna harus ikut sama gue ke kelas!!" Balas Raden berteriak.
Kenzo dan Raden tak memperdulikannya. Mereka hanya ingin membawa sang empu pergi bersamanya. Aluna yang semakin tidak tahan dengan sikap mereka, langsung menumbuk satu persatu kaki mereka dengan sepatu sneakers putih kesayangannya.
Jerit seorang setan yang kepanasan mereka keluarkan, membuat Aluna tersenyum dan pergi meninggalkannya begitu saja. Sedangakan Kenzo dan Raden, mereka malah beradu mulut dengan riang. Yang terdengar dari kejauahan seperti suara kicauan banyak burung di ladang.
Mereka terdiam dan mulai sadar bahwa Aluna sudah tidak ada di tempat mereka berada. Kenzo dengan sigap langsung pergi mencari keberadaannya. Baru saja ia melangkah, tangan kirinya di cekal oleh seseorang. Siapa lagi kalau bukan Raden?
"Lo mau kemana?" ucap Raden yang masih memegangi tangan Kenzo dengan erat.
"Bukan urusan Lo!" sahut Kenzo, menjawab dengan malas.
Belum sempat membalas, Raden tiba - tiba mendengar ada suara orang yang memanggil namanya, Ia pun langsung menoleh dan berkeliling mata mencoba mencari di mana sumber suaranya berada. Kenzo yang melihat ada sedikit celah langsung melepaskan cekalan tangan Raden dari tangannya.
Ia berjalan santai kemudian berlari, takut Raden akan menyusul dirinya. Sedangkan orang yang memanggil nama Raden, ialah Guntur. Teman SMP nya dulu yang sekarang melanjutkan sekolah di SMA yang sama. Namun, berbeda jurusan. Raden mengambil jurusan IPA sedangkan Guntur mengambil jurusan IPS.
"Lo di panggil guru BK tuh Den," kata Guntur kepada Raden.
"Emang ada masalah apa?" tanya Raden penasaran.
"Enggak tau. Gue cuma di suruh manggil lo aja. Ayok cepet! Nanti gue lagi yang kena omel!" Seru Guntur berlari sambil menggandeng tangan Raden.
***
"Aduh... sakit banget nih tangan gue. Mana ada bekasnya lagi." Rintih Aluna smbil memegangi pergelangan tangannya yang berwarna merah.
Ia masih memejamkan mata, menahan rasa sakit dengan duduk di kursi sebagai sandarannya. Terdengar pula suara langkah kaki dari kejauhan. Tapi, ia hiraukan dan tetap melanjutkan untuk menutup mata. Memulai untuk tidur.
Pintu terbuka dan menampakakan sesosok bayangan hitam. Bayangan itu berjalan mendekatinya.
Pintu terbuka dan menampakkan sesosok bayangan hitam. Bayangan itu berjalan mendekatinya dan menempelkan jari telunjuknya ke hidung gadis itu. Sosok itu menghembuskan nafas lega. Ia mengira bahwa Aluna sudah mati karenanya."Kenzo Mahendra! Ngapain lo ke sini?" Ucap Aluna tiba - tiba yang membuat Kenzo tersentak kaget dan mundur beberapa langkah."Udah tau aja ternyata. Gue nyariin lo dari tadi. Dan baru nemu lo di sini. Klo mau sembunyi itu yah ke taman, ke perpus atau nggak ke kelas gitu? Lah, ini malahan ke gudang. Aneh!" Cerocos Kenzo panjang lebar dan memandangi sekitar tempatnya berada."Terserah gue! Lagian kita kan masih belum selesai ngebersihin gudangnya pe'ak." Jawab Aluna kesal.Kotak P3K tergeletak di samping badan Aluna. Ia mengeryitkan dahi, seakan bertanya 'Siapa yang menaruhnya di sini?' Kenzo menarik kursi dari tengah ruangan sampai ke dekat Aluna. Memegang tangan nya dan mulai mengobati luka Aluna dengan obat yang ada di kot
'Darah' itulah yang ia lihat di kaki mungil Aluna. Kenzo bergegas menanyakan hal ini kepadanya, namun belum sempat Ia bertanya Aluna lebih dulu mengatakannya."Kaki gue kayak gini karena lo tau nggak! Saat lo lagi deketin kursi itu ke gue, Lo terlalu mepet sampe nggak nyadar klo kaki gue malah jadi tumpuan di kursinya itu tau!" amarah Aluna kini makin memuncak."Makannya tadi gue nangis itu bukan gara - gara terharu lihat lo ngobatin tangan gue, tapi karena hal itu." Sambung Aluna yang masih merintih kesakitan dengan jari telunjuk ia hadapkan ke wajah pria itu.Sakit. Sangat sakit. Itulah perasaan yang Kenzo alami saat ini. Kenapa hari pertama sekolah, ia harus di hadapkan dengan banyaknya masalah?Padahal di hari pertama, Ia sudah membayangakan akan bertemu dengan para gadis cantik yang akan digoda nya nanti.Namun, hal itu tidak terjadi dan malah berbanding terbalik dengan pemikiranya. Naas, ia harus bertemu dengan gadis c
"Brengsek!" cetus Keysha sambil melihat punggung Raden yang semakin menjauh darinya.***Raden tiba di tempat perjanjian, tapi tidak ada siapapun disana. Ia pergi lagi mencari temannya itu, sampai baju seragam sekolahnya menjadi basah. Raden yang kelelahan akhirnya hanya bisa pasrah.Berkeliling sudah, melepon juga ia sudah ia lakukan. Namun, tak ada juga kabar dari teman yang ditunggu nya.Seakan usaha yang di buatnya membuahkan hasil, Guntur pun tiba - tiba datang menyelonong di hadapannya dengan napas yang masih tersengal sengal."Den.. Raden.. lu di tungguin dari tadi kenapa nggak dateng - dateng sih?! Malah enak enakan di sini!" protes Guntur kepada Raden yang tengah duduk di bawah pohon hijau yang rindang."Iih malah nyolot ni anak! Gue tuh yah... udah nungguin elo dari tadi! Lo nya aja yang nggak dateng ke sini!" Sarkasnya dengan tegas."Malahan Gue yang nyariin lo, tapi lo nya aja yang ngilang entah kemana?!"
"Itukan gambarmu belum selesai, hanya separuhnya saja yang dibuat, tolong gambar keseluruhannya yah biar bapak bisa mengerti gambarmu itu," ucap guru itu kepala anak di depannya."Apa bapak nggak marah kalo aku lanjut nge - gambar?" celetuk anak itu kepadanya."Buat apa bapak marah?! toh juga gambarmu itu bagus!" seru guru itu sembari mengelus kepala sang anak dengan lembut.Satu persatu kaki guru itu mulai meninggalkan ruangan putih dengan aksen minimalis beserta anak itu didalamya.Dangan langkah yang mantap, guru itu masuk ke ruangan berlogo pria di pintunya.Keran yang tadi ia nyalakan masih mengeluarkan air dengan biasanya, ketika guru itu menutup dan ingin menyalakannya kembali, tak ada apapun yang dikeluarkannya. Satu tetes pun sama sekali tak tersisa!Awan putih yang tadinya terang sekarang gelap secara tiba - tiba, tak lupa juga mengeluarkan suara yang terdengar indah, namun menyayat telingan dengan kilatan cahaya surga.
Melihat ember yang penuh dengan air aku langsung mencelupkan wajahku ke dalamnya. Aku semakin berteriak kesakitan, karena ternyata air di ember itu adalah air panas bukan air biasa.Ku kira kepulan asap di atas ember itu adalah dinginya es di salju! Tapi aku salah mengiranya. Hal itu membuat wajahku semakin amburadul bagaikan jalan aspal yang seribu tahun lamanya tak di renovasi.Seorang anak kecil yang baik hati memberikan ku sebuah botol air mineral. Aku membuka tutupnya, tapi tak ada apapun yang keluar. Hanya udara kosong berbau yang ku lihat.Yah.. itu hanya botolnya sajaBotolnya saja ja ja ja ja ja ~Botolnya saja ja ja ja ja ja ja ~Sudah jangan terlalu ambil hati. Positif thinking aja, mungkin airnya sudah di buat cebok anak itu.Eh canda cebok!Aku mengatakannya karena aku mencium bau pesing di dalam botolnya."Apa mungkin ini untuk wadah pipisnya tadi?" gumamku dalam hati. Karena saat
Gadis itu hanya mengeluarkan suara seperti raungan singa, namun tak di gubris sama sekali olehnya.Suara seperti apa lagi yang harus ia keluarkan?"Aha!" sambung gadis itu, ia seperti menemukan ide cemerlang dalam otaknya.Wadah makanan khas rumah sakit dan obat yang berada di dekat dirinya langsung ia lemparkan ke lantai, yang membuat suara seperti gesekan antara perabotan rumah tangga."Krinting - krinting... brak! brak!"Senyumnya dengan hati yang sangat gembira.Sedangkan orang yang berada tak jauh dari sampingnya itu pun langsung terbangun karena kaget saat mendengarnya.Ia dengan cepat membuka mata benjodnya, melihat ke kanan dan ke kiri. Dan dia menemukan seorang gadis itu yang tak jauh darinya."ALUNAAA! ngapain loh kayak gitu sih? kayak nggak ada kerjaan lain aja!" jerit pria itu dengan suara yang agak serak."Emang klo gue nggak ada kerjaan kenapa? Gue juga udah dari tadi ngebangun
Raden mulai membuka kotak P3K di tangannya. Dia mencari minyak urut atau semacamnya dan mulai mengoleskannya pada kaki mungilnya Bella."Den!" panggil Bella."Iya kenapa?" balas Raden dengan singkat sambil memijat kaki orang yang memanggilnya."Lo udah tau, klo Aluna masuk rumah sakit?" tanya Bella dengan sedikit keraguan."Aluna masuk rumah sakit? Yang bener? Kapan masuknya? Kenapa bisa masuk rumah sakit? Dia di rawat di rumah sakit mana sekarang Bell! Kok dia nggak bilang sama gue!"Bertubi - tubi pertanyaan Raden lontarkan tanpa jeda, yang membuat Bella bingung harus menjawab yang mana dulu pertanyaannya."Tenang Den... Gue juga belum bisa kasih kepastian ke elo, karena gue juga baru denger itu semua dari pembicaraan temen pas gue mau ke kelas tadi."Mereka bilang, klo Aluna masuk rumah sakit karena kecelakaan," jelasnya dengan tenang tanpa tergesa - gesa."Pantesan dari kemarin gue teleponin dia, tap
"Butuh waktu berapa lama agar Kenzo bisa secepatnya mati sus?"Kenzo dengan cepat menyautinya. "Heh! Maksudnya lo apaan ngomong kayak gitu hah! Lo ngedoain gue cepet ya!""Siapa yang bilang? Kuping lo budeg atau gimana sih? Kayaknya harus dikerokin dulu tuh kupingnya biar bersih! Orang gue bilang 'butuh waktu berapa lama biar lo cepat pulih kok!' Klo nggak percaya tanya aja sama. susternya!""Ya kan sus?"Aluna mengedipkan satu matanya pada si suster agar mau membatunya terlepas dari omelan Kenzo. Si suster hanya mengangguk pelan."Iyah. Bener kok kak Ken. Tadi kak Aluna emang bilang begitu,"Mendengar jawaban dari si suster Kenzo langsung terdiam untuk berpikir.'"Apa bener gue udah mulai budeg? Masa iya gue budeg? Ahh... enggak lah. Nggak mungkin!" Kenzo menggeleng - gelengkan kepalanya."Suster pasti bo'ong kan? Saya nggak budeg loh sus! Saya sering dateng ke rumah sakit satu minggu sekali buat ngecek kesehatan telinga
****Badan Aluna mulai lengket karena dari kemarin belum sempat mandi sama sekali, dirinya hanya pergi ke toilet hanya untuk mencuci muka dan buang air kecil saja di sana. Sekarang ia merasakan kalau ada sebuah kain yang basah tengah menempel di tangannya.Aluna membuka mata abu - abu nya, matanya menatap lekat orang itu. "Oh.. suster. Kamu benar - benar mengagetkanku," ia pun mengucek matanya yang tak sakit.Ternyata dia baru bangun dari lamuannya tadi, sambil melamun dan menutup mata itulah kebiasaan Aluna."Maaf yah kak Luna,""Sus! kapan perban di wajah saya ini bakalan di buka?! dan kapan saya sembuh! " panggilan Kenzo sukses membuat suster itu pun akhirnya menoleh."Nih bocah sewot awat sih! Gue tonjok Lo!" jawab Aluna menimpalinya.Suster itu hanya terkekeh melihat kelakuan mereka berdua. "Nanti setelah kak Aluna yah. Banyakin istirahat dan minum obat secara teratur aja Kak Ken, jangan lupa jaga pola mak
Sebelum mengusapnya, ia terlebih dahulu memindahakan kursinya. Dari yang awalnya berada di sebelah kanan sekarang berada di sebelah kirinya Aluna.Ia memang sengaja memindahakan kursi itu agar Kenzo melihat dia dan juga Aluna sedang melakukan adegan romantis ini."Ngapain juga lo pindah sih Den?" tanya Aluna."Eh! Di bibir lo ada apa tuh Lun?" tanpa menjawab pertanyaan darinya, ia dengan cepat langsung mengusap sisa bubur itu.Kenzo yang sedang makan dengan lahapnya perlahan melirik mereka berdua. Terlihat aura kebahagiaan yang Aluna pancarkan dari wajahnya.Padahal ekspresi itu adalah ekspresi yang diinginkan Kenzo selama ini, namun malah di renggut duluan oleh si Raden."Ekhem! Ekhem! Ekheeeeumm! Aduh, aduh, kayaknya udah mulai kena korona nih! Gatel banget nih tenggorokannya," ucapnya pada dirinya sendiri dengan suara yang keras sembari mengelus - elus lehernya dengan tangan."Kayaknya lo harus masuk ruang i
Ketika mencari kursi, dia baru menyadari kalau ada orang asing yang ikut tinggal di ruangan ini bersama dengan Aluna.Ia pun menarik kursi yang sudah ditemukannya dan duduk di sebelah kanan Aluna. Ia ingin agar Aluna tak terlalu takut dengan orang yang berada di sampingnya itu.Menurutnya, orang itu terlihat jahat karena memakai perban di wajahnya.Ia juga berdalih bahwa orang itu memiliki niat yang tak baik kepada Aluna.Sungguh dia adalah pria yang sangat baik bukan?Baru saja ia ingin menanyakan sesuatu kepada Aluna, tapi suster terlalu cepat datang ke ruangan itu.Suster itu membawa dorongan berbahan alumunium beberapa tingkat, yang berisi makanan, minuman dan beberapa snack di tiap tingkatnya.Suster itu kaget karena melihat ada orang lain di ruangan itu selain Aluna dan Kenzo.Dengan cepat ia menyuruh orang itu untuk pergi, namun orang itu mengatakan kalau dia adalah kakak dari keluarga pasien yang
"Butuh waktu berapa lama agar Kenzo bisa secepatnya mati sus?"Kenzo dengan cepat menyautinya. "Heh! Maksudnya lo apaan ngomong kayak gitu hah! Lo ngedoain gue cepet ya!""Siapa yang bilang? Kuping lo budeg atau gimana sih? Kayaknya harus dikerokin dulu tuh kupingnya biar bersih! Orang gue bilang 'butuh waktu berapa lama biar lo cepat pulih kok!' Klo nggak percaya tanya aja sama. susternya!""Ya kan sus?"Aluna mengedipkan satu matanya pada si suster agar mau membatunya terlepas dari omelan Kenzo. Si suster hanya mengangguk pelan."Iyah. Bener kok kak Ken. Tadi kak Aluna emang bilang begitu,"Mendengar jawaban dari si suster Kenzo langsung terdiam untuk berpikir.'"Apa bener gue udah mulai budeg? Masa iya gue budeg? Ahh... enggak lah. Nggak mungkin!" Kenzo menggeleng - gelengkan kepalanya."Suster pasti bo'ong kan? Saya nggak budeg loh sus! Saya sering dateng ke rumah sakit satu minggu sekali buat ngecek kesehatan telinga
Raden mulai membuka kotak P3K di tangannya. Dia mencari minyak urut atau semacamnya dan mulai mengoleskannya pada kaki mungilnya Bella."Den!" panggil Bella."Iya kenapa?" balas Raden dengan singkat sambil memijat kaki orang yang memanggilnya."Lo udah tau, klo Aluna masuk rumah sakit?" tanya Bella dengan sedikit keraguan."Aluna masuk rumah sakit? Yang bener? Kapan masuknya? Kenapa bisa masuk rumah sakit? Dia di rawat di rumah sakit mana sekarang Bell! Kok dia nggak bilang sama gue!"Bertubi - tubi pertanyaan Raden lontarkan tanpa jeda, yang membuat Bella bingung harus menjawab yang mana dulu pertanyaannya."Tenang Den... Gue juga belum bisa kasih kepastian ke elo, karena gue juga baru denger itu semua dari pembicaraan temen pas gue mau ke kelas tadi."Mereka bilang, klo Aluna masuk rumah sakit karena kecelakaan," jelasnya dengan tenang tanpa tergesa - gesa."Pantesan dari kemarin gue teleponin dia, tap
Gadis itu hanya mengeluarkan suara seperti raungan singa, namun tak di gubris sama sekali olehnya.Suara seperti apa lagi yang harus ia keluarkan?"Aha!" sambung gadis itu, ia seperti menemukan ide cemerlang dalam otaknya.Wadah makanan khas rumah sakit dan obat yang berada di dekat dirinya langsung ia lemparkan ke lantai, yang membuat suara seperti gesekan antara perabotan rumah tangga."Krinting - krinting... brak! brak!"Senyumnya dengan hati yang sangat gembira.Sedangkan orang yang berada tak jauh dari sampingnya itu pun langsung terbangun karena kaget saat mendengarnya.Ia dengan cepat membuka mata benjodnya, melihat ke kanan dan ke kiri. Dan dia menemukan seorang gadis itu yang tak jauh darinya."ALUNAAA! ngapain loh kayak gitu sih? kayak nggak ada kerjaan lain aja!" jerit pria itu dengan suara yang agak serak."Emang klo gue nggak ada kerjaan kenapa? Gue juga udah dari tadi ngebangun
Melihat ember yang penuh dengan air aku langsung mencelupkan wajahku ke dalamnya. Aku semakin berteriak kesakitan, karena ternyata air di ember itu adalah air panas bukan air biasa.Ku kira kepulan asap di atas ember itu adalah dinginya es di salju! Tapi aku salah mengiranya. Hal itu membuat wajahku semakin amburadul bagaikan jalan aspal yang seribu tahun lamanya tak di renovasi.Seorang anak kecil yang baik hati memberikan ku sebuah botol air mineral. Aku membuka tutupnya, tapi tak ada apapun yang keluar. Hanya udara kosong berbau yang ku lihat.Yah.. itu hanya botolnya sajaBotolnya saja ja ja ja ja ja ~Botolnya saja ja ja ja ja ja ja ~Sudah jangan terlalu ambil hati. Positif thinking aja, mungkin airnya sudah di buat cebok anak itu.Eh canda cebok!Aku mengatakannya karena aku mencium bau pesing di dalam botolnya."Apa mungkin ini untuk wadah pipisnya tadi?" gumamku dalam hati. Karena saat
"Itukan gambarmu belum selesai, hanya separuhnya saja yang dibuat, tolong gambar keseluruhannya yah biar bapak bisa mengerti gambarmu itu," ucap guru itu kepala anak di depannya."Apa bapak nggak marah kalo aku lanjut nge - gambar?" celetuk anak itu kepadanya."Buat apa bapak marah?! toh juga gambarmu itu bagus!" seru guru itu sembari mengelus kepala sang anak dengan lembut.Satu persatu kaki guru itu mulai meninggalkan ruangan putih dengan aksen minimalis beserta anak itu didalamya.Dangan langkah yang mantap, guru itu masuk ke ruangan berlogo pria di pintunya.Keran yang tadi ia nyalakan masih mengeluarkan air dengan biasanya, ketika guru itu menutup dan ingin menyalakannya kembali, tak ada apapun yang dikeluarkannya. Satu tetes pun sama sekali tak tersisa!Awan putih yang tadinya terang sekarang gelap secara tiba - tiba, tak lupa juga mengeluarkan suara yang terdengar indah, namun menyayat telingan dengan kilatan cahaya surga.
"Brengsek!" cetus Keysha sambil melihat punggung Raden yang semakin menjauh darinya.***Raden tiba di tempat perjanjian, tapi tidak ada siapapun disana. Ia pergi lagi mencari temannya itu, sampai baju seragam sekolahnya menjadi basah. Raden yang kelelahan akhirnya hanya bisa pasrah.Berkeliling sudah, melepon juga ia sudah ia lakukan. Namun, tak ada juga kabar dari teman yang ditunggu nya.Seakan usaha yang di buatnya membuahkan hasil, Guntur pun tiba - tiba datang menyelonong di hadapannya dengan napas yang masih tersengal sengal."Den.. Raden.. lu di tungguin dari tadi kenapa nggak dateng - dateng sih?! Malah enak enakan di sini!" protes Guntur kepada Raden yang tengah duduk di bawah pohon hijau yang rindang."Iih malah nyolot ni anak! Gue tuh yah... udah nungguin elo dari tadi! Lo nya aja yang nggak dateng ke sini!" Sarkasnya dengan tegas."Malahan Gue yang nyariin lo, tapi lo nya aja yang ngilang entah kemana?!"