Tanpa meminta izin terlebih dahulu, Caroline langsung masuk ke dalam mobil Arthur, dan duduk di sebelahnya.
"Tolong bawa aku pergi bersamamu," pinta Caroline.
Arthur memandang aneh ke arah wanita yang sedang duduk di sampingnya.
"Turun dari mobilku!" bentak Arthur
"Tidak, aku akan tetap di sini."
"Dasar wanita gila."
"Kumohon tuan tolong bawa aku bersamamu."
"Kenapa?"
"Aku merasa aman jika berada di dekatmu."
"Lantas?"
"Tolonglah bawa aku bersamamu, aku bisa bekerja di rumahmu, aku bisa melakukan apa saja asal kau mau menampungku di rumahmu," ucap Caroline dengan nada memohon.
"Apa kau tidak takut melihatku."
"Hahaha," tawa Caroline.
"Bagaimana mungkin aku akan takut pada pria setampan kamu tuan."
"Aku bukan manusia, seperti yang kau pikir."
"Sudahlah tuan, aku tak perduli itu, meskipun kau vampir sekalipun, aku akan tetap ikut denganmu."
"Kenapa kau tidak pulang saja ke rumahmu, bukankah ada keluarga yang sedang menunggumu di rumah."
"Aku tak ingin pulang ke rumah, semenjak Ibu meninggal, aku merasa sudah tak punya keluarga lagi," ucap Caroline.
"Ayahmu?"
"Setelah Ibu meninggal, Ayahku menikah lagi, sejak saat itulah dia sudah tak memperhatikanku lagi, bahkan dia seperti melupakan keberadaanku, Ayah lebih sering menghabiskan waktunya dengan Istri dan anak tirinya," tutur Caroline yang mulai terisak.
"Malang sekali nasibmu."
"Tolong bawa aku bersamamu."
"Apa kau yakin akan ikut bersamamu, aku bukan orang baik, apa kau tak takut jika tinggal bersamaku."
"Setidaknya kau tak mungkin menyakitiku."
"Apa kau tak takut jika mengetahui identitas asliku, sekali lagi ku peringatkan jangan ikut denganku, aku bukan manusia kau dalam bahaya jika ikut denganku."
"Aku juga bukan manusia," sahut Caroline sambil terkekeh.
"Aku tidak bercanda," jawab Arthur, sorot matanya menandakan keseriusan.
"Kalau kau bukan manusia lantas aku apa, lihatlah kita sama, kau punya dua tangan, aku juga punya, kau punya dua kaki, aku juga punya, kau punya dua mata, aku juga punya, tak mungkin jika kau bukan manusia!"
"Jangan kaget, jika suatu saat kau akan mengetahui sosok asliku yang sebenarnya."
"Tentu tuan tampan."
"Jangan panggil aku tuan."
"Lalu aku harus memanggilmu apa, namamu saja aku tidak tahu."
"Panggil saja aku Arthur."
"Baiklah Arthur, perkenalkan namaku."
"Caroline Aliezta Daniele," potong Arthur.
"Apa, darimana kau bisa tahu namaku?" tanya Caroline yang nampak heran.
"Itu tidak penting."
"Apa kamu penggemar rahasiaku."
"Siapa yang tidak tau namamu di kampus, semua orang selalu membicarakanmu."
"Kau," tunjuk Caroline.
"Ya, kita bersekolah di universitas yang sama."
"Wow… sesuatu yang sangat kebetulan sekali."
Sepanjang perjalanan Caroline terus saja berbicara, meskipun kadang sesekali dia menguap, sampai akhirnya tertidur di dalam mobil.
"Hey bangun kita sudah sampai," ucap Arthur datar.
"Di mana kita?" tanya Caroline yang terlihat bingung melihat keadaan di sekitarnya.
Dipandangnya sekeliling tak terlihat ada rumah maupun gedung, sejauh mata memandang yang terlihat hanya deretan pohon pinus yang menjulang tinggi.
Dilihatnya kastil tua di hadapannya, Caroline sempat bingung karena setaunya di Arcadia tak ada bangunan seperti ini.
"Ini rumahku, apa kamu merasa aneh dengan tempat tinggalku?"
"Ya, setahuku di Arcadia tak ada kastil, sebenernya kita ada dimana?"
"Kita masih berada di Arcadia, tapi kita berada di dimensi yang berbeda," jelas Arthur.
"Bagaimana bisa."
"Bukankah sudah kubilang aku bukan manusia sepertimu, Apa kau merasa takut berada di duniaku? Jika kau takut aku bisa mengantarkanmu pulang ke rumahmu."
Caroline termenung mendengar penuturan Arthur.
"Tidak, aku akan tetap di sini, jika aku pulang ke rumah pun percuma, karena tak ada yang menghargaiku di sana."
"Baiklah, ayo kita masuk."
Tiba-tiba pintu kastil terbuka dengan sendirinya, Caroline tampak terpesona dengan apa yang dilihatnya.
"Wow… amazing!" seru Caroline.
"Ini seperti istana di negeri dongeng, aku pikir kastil hanya ada di negeri dongeng, apa kau seorang pangeran, bolehkah aku menjadi tuan putrinya?" tanya Caroline sambil berdecak kagum.
Untuk pertama kalinya Arthur membawa manusia masuk ke dalam kastilnya, para iblis mulai membicarakan Arthur.
"Bagaimana mungkin dia membawa manusia ke sini!" seru salah satu iblis.
"Jangan sampai Arthur terjebak cinta dengan manusia itu," ucap Ares
"Kau harus menyingkirkan wanita itu Ares, jangan sampai wanita itu membawa pengaruh buruk pada Arthur."
"Jangan bertindak gegabah, kita lihat dulu, sebenarnya apa tujuan Arthur membawa gadis itu kemari."
"Kau jangan sampai lengah Ares, terus pantau gerak gerik gadis itu, aku takut dia bisa mempengaruhi Arthur."
"Kalian tenanglah, Arthur sudah tak punya hati, perasaannya juga telah mati, dia tak mungkin jatuh cinta pada manusia itu, di otaknya hanya ada amarah dan dendam."
"Apa kau pernah dengar kalau cinta sejati bisa mengalahkan segalanya."
"Hahaha… cinta sejati, kau pikir ini negeri dongeng."
Caroline duduk di sofa, sorot matanya terus mengitari sekeliling, dia sangat kagum dengan arsitektur kastil Arthur.
Dua orang pria sedang duduk di balkon, dengan raut wajah yang terlihat sangat cemas sambil menghisap cerutu, mereka sedang membicarakan suatu masalah yang bisa mengancam kelangsungan hidup mereka."Ada apa kau datang menemuiku?""Ada yang ingin aku sampaikan kepadamu.""Apa? sepertinya sangat penting?""Apa kau sudah melihat berita hari ini?""Tidak, aku tak pernah sempat melihat berita, sangat tidak penting jika aku harus melihat berita, tak ada untungnya bagiku.""Setiap minggu selalu saja ada korban pembunuhan, tak tanggung pelakunya membantai satu keluarga hingga tak ada yang tersisa, yang memb
Dua orang pria berjubah hitam sedang berdiri memperhatikan kerumunan penduduk dari balik pohon, mereka menyeringai jahat melihat reaksi para penduduk yang mudah terhasut dengan ucapan Jhon, ternyata dengan mudahnya mereka bisa mengecoh penduduk."Cepat katakan Jhon siapa orangnya, kami sudah tak sabar ingin memberi pelajaran kepada manusia-manusia laknat, yang telah merenggut nyawa anak kami.""Kalian tenanglah dulu.""Tidak, kami sudah tak sabar ingin menghajar orangnya!""Cepat katakan siapa orangnya Jhon, tolong jangan membuat kami semakin penasaran."Para penduduk terus berteriak meminta penjelasan dari si pria yang sedang dikendalikan pikirannya.
Setelah puas melihat isi kastil, Caroline mulai merasa lelah."Arthur apa ku boleh melihat kamar yang akan aku tempati?" tanya Caroline."Tentu saja, ayo, ikuti aku," ajak Arthur.Arthur mulai berjalan melewati lorong dan menaiki anak tangga, diikuti dengan Caroline yang mengekor di belakangnya, tibalah mereka di sebuah pintu kamar yang sudah usang, Arthur langsung membukakan pintu untuk Caroline."Silahkan ini kamarmu, aku harap kau jangan bertindak gegabah selama tinggal di sini, dan satu lagi jangan pernah berani keluar saat malam hari di kastil ini, karena akan sangat berbahaya untuk manusia sepertimu.""Banyak banget aturannya."
Caroline terkejut, melihat pria asing yang berdiri di hadapannya."Siapa kau? Bagaimana caramu masuk kemari? Apa kau pencuri ? Jangan berani macam-macam atau aku akan teriak agar orang-orang di sini akan menghajarmu!" ancam Caroline, dia memberondong beberapa pertanyaan kepada sosok lelaki yang berdiri di hadapannya."Hey, tenanglah nona, jangan panik, tak sedikitpun aku mempunyai niat jahat terhadapmu.""Siapa kau?" tanya Caroline."Kau tak perlu tahu namaku, yang pasti aku masih salah satu penghuni kastil ini.""Ada apa kau datang ke kamarku?""Aku hanya ingin memperingatkanmu, agar menjaga jarak
Caroline berdiri tepat di hadapan Arthur, lagi dan lagi muncul perasaan aneh di hati Arthur, dia nampak terpesona melihat kecantikan Caroline."Selamat malam Arthur," sapa Caroline."Iya," jawab Arthur singkat."Maaf, telah membuatmu menunggu," ujar Caroline."Duduklah." Arthur mempersilahkan Caroline untuk duduk."Wow.. banyak sekali hidangannya, siapa yang memasak makanan sebanyak ini?""Luna.""Siapa Luna, apa dia memasak semua ini sendiri?""Iya, dia yang memasak semua makanan
Pagi ini Arthur dan Caroline berangkat ke kampus bersama, lagi dan lagi selama di perjalanan Caroline sangat mengantuk, hingga dia tertidur di mobil."Bangun, sebentar lagi kita sampai," tegur Arthur, sambil menepuk pundak Caroline."Hoams.. masa sih udah nyampe, perasaan baru juga tadi naik mobil." Perlahan Caroline membuka matanya, sambil menggeliat."Lihat saja di depanmu,""Eh.. ko bisa, kita kok udah nyampe di depan gerbang, kenapa nggak bangunin dari tadi, mana berantakan banget ini rambut, muka juga kucel gara-gara tadi ketiduran," gerutu Caroline.Mobil masuk ke pelataran parkiran kampus, saat semua mata tertuju pada mobil Arthur yang baru datang.
"Kemana sih si cowok es batu, lama amat, pegel nih lama-lama berdiri."Karena terlalu lama menunggu Arthur, Caroline merasa kakinya sangat pegal, akhirnya dia memutuskan untuk duduk di teras, dekat parkiran sambil menunggu Arthur, tiba-tiba muncul Bastian dengan mobil sportnya."Ayo naik, biar aku antar kamu pulang," ajak Bastian."Nggak ah, makasih," tolak Caroline."Lagi nungguin siapa emang di situ? Udah ayo naik aja, yang lain juga udah mulai pada pulang, nggak takut memang di situ sendirian?""Gpp, duluan aja Bas, aku lagi nungguin teman," sanggah Caroline.Bastian melajukan mobilnya, tak lama
Ternyata diam-diam Bastian mengikuti Caroline, dia terus memantau kemana mobil itu membawa Caroline."Itu dia, Caroline pergi sama siapa? Kok mukanya kaya baru ngeliat?" Bastian bertanya-tanya dalam hati.Mobil yang ditumpangi Caroline berhenti di sebuah cafe, yang diketahui bastian adalah tempat Caroline bekerja, Bastian memarkirkan mobilnya cukup jauh dari lokasi cafe, agar tak ada yang mencurigainya.Caroline turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam cafe."Kok dia cuma sendirian, mana cowok yang berani ngasih tumpangan buat Caroline, makin penasaran aja, siapa sih orangnya?"Cukup lama bastian menunggu, akhirnya munculah Caroline dari dalam cafe, nam
Mata Arthur terus melihat setiap sisi ruangan, dia merasa seperti ada sesuatu yang sedang memperhatikan mereka, perasaannya menjadi tidak enak, dia tidak sadar kalau ada sepasang mata yang sedang memperhatikan gerak gerik mereka."Ada sesuatu yang janggal di tempat ini."Arthur mengedarkan pandangannya, sorot mata Arthur bak elang yang sedang mencari mangsa, Arron menyenggol bahu Ayahnya."Dad," bisik Arron kepada Arthur."Kenapa?""Aku merasakan ada suatu energi yang cukup besar di rumah ini," ujar Arron, mencoba mengeluarkan apa yang dia rasakan dari tadi."kamu juga bisa merasakan kekuatan itu?"
"Iya aku Caroline, siapa kamu? Apakah kamu mengenalku?" tanya Caroline, dia merasa heran karena wanita tua itu bisa mengetahui namanya."Aku kangen banget sama kamu, selama ini kamu kemana aja?""Maaf sepertinya anda salah orang." Caroline melepas dengan lembut pelukan wanita tua itu."Tidak, aku tidak mungkin salah orang, aku sangat yakin kamu adalah Caroline, sahabatku yang pernah menghilang dulu," tuturnya."Siapa nama anda? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?""Ini aku Berta, dulu kita pernah bekerja bersama di sebuah cafe," jelas wanita tua di hadapan Caroline, yang mengaku sebagai Berta sahabat lamanya."Berta Patty, itukah kau!" Teriak Caroline tidak percaya, antara senang dan sedih bercampur menjadi bahagia, mereka saling berpelukan."Kenapa keadaan kamu sekarang seperti ini, kenapa kamu terlihat seperti seorang manula?" tanya
"Katakan pada Momy, dimana Leo, serigala itu sudah Momy anggap seperti keluarga kita, dia sangat berjasa bagi Momy, di saat Momy terjebak di dunia antah berantahf ini, dialah yang selalu setia menemani Momy." Caroline terus bertanya tentang Leo kepada Arron.Arron menceritakan semuanya kepada Caroline."Aku masih tidak menyangka kalau Leo, ternyata adalah seorang ksatria," ucap Caroline."Sudah, tidak baik membicarakan orang lain, sayang duduklah, ada satu hal yang ingin aku bicarakan.""Jangan mengalihkan pembicaraan, jawab dulu pertanyaanku dimana Leo?" tanya Caroline, dengan muka yang masam."Apa kalian ingin kembali ke dunia manusia?" tanya Arthur
Caroline menatap lekat suami dan putranya, mereka bagai pinang dibelah dua, sangat mirip, layaknya seorang adik kakak."Bagaimana perjalanan kalian?" tanya Caroline membuka obrolan."Banyak hal baru yang aku temukan, aku mendapat banyak pelajaran," jawab Arron, sambil meneguk segelas air jeruk hangat."Pelajaran apa yang kamu dapatkan Putraku?""Kepercayaan, persahabatan, dan sakitnya perpisahan.""Tapi kamu sangat berani, Dady sangat bangga memiliki putra sepertimu, 17 tahun Dady menunggumu, hingga tibalah waktunya kini, kita dipertemukan kembali di tempat yang indah ini, itu semua berkat keberanianmu, Arron." Arthur memuji keberanian Arron, sambil mengelu
"Secepat itu kau melupakan aku Arron.""Tunggu dari nada bicaramu ,aku rasanya sangat familiar dan sering mendengarnya."Arron terus mencoba mengingat siapa pemilik suara tersebut, sedangkan pemuda tampan di hadapannya, tetap tenang dengan senyuman yang selalu menghiasi bibirnya."Hey bocah, apa kamu masih tidak bisa mengenaliku?" tanya pemuda itu dengan senyuman yang sedikit mengejek."Leo, iya aku yakin kamu Leo, sahabatku," seru Arron, sambil memeluk Cerberus yang kini telah berganti wujud menjadi manusia, dahulu dia adalah seorang ksatria, yang dikutuk oleh Lucifer menjadi seekor serigala, beruntung dia bertemu dengan Arthur, sehingga dia dikaruniai beberapa kekuatan oleh Arthur.
Saat hendak mundur Arron menabrak sesuatu di belakangnya, saat dia menengok kebelakang, ternyata anak buah Lucifer telah mengepung mereka.Dengan senyuman licik para iblis itu mengolok-olok Arron "Mau lari kemana kau kelinci kecil.""Cerberus itukah kau? Lama tidak jumpa, ternyata kau masih sama seperti yang dulu, masih terlihat bodoh dan culun," ledeknya kepada Cerberus.Cerberus mendengus kesal, dia merasa risih jika mendengar ada orang yang berani mengejek namanya."Lihatlah, sepertinya dia marah." Gelak tawa mereka saling bersahutan."Jangan suka merendahkan orang lain, tidak baik," cetus Arron, dia mengeluarkan pedang cahaya miliknya.Para iblis langsung mundur beberapa langkah, ketika melihat Aaron mengeluarkan pedang cahaya, mereka seperti ketakutan, dan itu berhasil memunculkan ide di kepala Arron.Dengan bantuan dari pedang cahay
Setelah lama mencari, akhirnya Arron berhasil menemukan Siren, dan berhasil membebaskannya dari cengkeraman anak buah Gladiator."Apa kamu terluka?" tanya Arron kepada Siren."Tidak, beruntung tadi kamu segera datang menolongku, di mana Alex?" tanya Siren, matanya terus mencari keberadaan Cerberus."Dia sedang bertarung dengan Gladiator," jelas Arron."Ayo cepat, kita harus segera menolong Alex, Gladiator bukanlah tandingannya," ungkap Siren, dia terlihat sangat panik setelah mendengar Cerberus sedang bertarung dengan Gladiator.Setelah mereka sampai di permukaan, mereka melihat Cerberus sedang mengerang kesakitan."Alex!" teriak Siren histeris, karena melihat keadaan Cerberus yang sangat memprihatinkan."Hahahha." Tawa Gladiator menggema di sekitar danau, membuat burung-burung yang sedang bertengger berterbangan karena takut.&nbs
"Leo, awas!" Teriak Arron, memperingatkan Cerberus.Beruntung Cerberus tidak lengah, dengan sigap dia bisa mengelak dari serangan aligator."Arron, lebih baik kita segera naik ke permukaan, terlalu berbahaya jika kita terus di dalam air." Leo memberi saran kepada Arron, agar segera naik ke atas.Saat sedang berenang menuju ke atas permukaan, tak sengaja Cerberus seperti melihat sekelebat wajah Siren, dia di ikat dan ditawan oleh dua ekor buaya yang menuntunnya, saat hendak berbalik menghampiri siluet yang mirip dengan Siren, Cerberus hampir saja kena gigitan dari aligator yang hendak menyerangnya. Beruntung ada Arron yang dengan sigap menolongnya."Leo, jangan lengah, apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Arron, sam
"Hati-hati Siren, siapa tahu di dalam air ada aligator yang sedang bersiap ingin menerkammu," goda Cerberus, kepada Siren yang sedang asik berenang di dalam air."Alex ayo turun, airnya sangat sejuk, rasanya aku enggan untuk beranjak dari dalam air," ajak Siren, kepada Cerberus yang sedang duduk di bawah pohon, sambil menggaruk badannya."Tidak, aku sedang tidak berminat untuk mandi," tolak Cerberus sambil menggelengkan kepalanya."Dasar jorok, bilang saja kalau kamu malas," cibir Siren, dengan riang dia berenang kesana kemari sambil menyemprotkan air ke arah Cerberus."Jahil sekali kamu Siren, awas saja kamu!""Dasar anjing jadi-jadian pemarah," ledek Sire