Pagi harinya, Senapati Pandu pamit kepada Panglima Durga dan para pengawalnya untuk berangkat ke sebuah desa yang berada di ujung timur wilayah perbatasan kerajaan Genda Yaksa.
"Senapati hendak berangkat sendirian saja, atau perlu aku temani?" tanya Reksa Pati meluruskan pandangannya ke arah Senapati Pandu yang duduk bersebelahan dengan Panglima Durga.
"Tidak usah, Reksa! Aku mau berangkat sendirian saja. Aku ingin menyelidiki terlebih dahulu tentang keberadaan kelompok Andaresta sebelum kita melakukan serangan terhadap mereka," jawab Senapati Pandu bangkit dari duduknya.
Reksa Pati hanya mengangguk sambil menjura kepada sang senapati. Demikian pula dengan Panglima Durga dan para prajurit senior lainnya. Kemudian, Senapati Pandu berpaling ke arah kudanya. "Rabuta!" teriak sang senapati.
Kuda tersebut tampak patuh dan nurut kepada majikannya itu, Rabuta segera berlari menghampiri Senapati Pandu, dan berdiri di hadapan sang majikannya tersebut.
Reksa
Sementara itu, pria paruh baya yang sedari tadi mengikuti sang senapati, terus mengamati gerak-gerik Senapati Pandu dan kedua pria yang menghadang perjalanannya. Pria paruh baya itu berada di balik pohon besar tidak jauh dari lokasi Senapati Pandu dan kedua orang tersebut."Hai, Anak muda! Apakah kau memiliki kemampuan bela diri?" tanya pria itu menatap tajam wajah sang senapati."Mohon maaf, Ki Sanak. Aku hanya pemuda biasa saja, aku tidak banyak memiliki ilmu kanuragan," jawab Senapati Pandu bersikap rendah hati."Tidak apa-apa, Anak muda! Yang terpenting kau memiliki kemampuan bela diri meskipun hanya sedikit," ucap pria itu mulai bersikap baik terhadap Senapati Pandu.Senapati Pandu sudah paham akan maksud kedua pria tersebut, mereka menganggap bahwa sang senapati merupakan target mereka yang hendak diajak untuk bergabung dengan kelompok pemberontak pimpinan Ki Kusumo dan Andaresta.Satu orang lainnya ikut menghampiri Senapati Pandu, kemudian i
Seiring dengan munculnya suara bentakan tersebut. Meluncur seorang pria mengenakan jubah hitam, terbang melayang keluar dari semak belukar langsung menghampiri Senapati Pandu. Dari sebelah selatan pun telah muncul barisan para pendekar, terdiri dari 10 orang.Masing-masing dari mereka bersenjatakan pedang, siap menggempur pertahanan Senapati Pandu. Mereka langsung maju dan mengambil posisi mengurung Senapati Pandu yang masih tampak bersikap tenang."Kau tentu kaget dengan kehadiranku, Anak muda!" bentak pria berjubah hitam itu langsung mendarat sempurna di hadapan sang senapati.Pria yang mengenakan jubah hitam itu adalah Wirkada pendekar senior yang menjadi kepercayaan Ki Kusumo. Dan pria paruh baya yang berada di balik pohon besar itu adalah Ki Bintara yang sengaja mengikuti Senapati Pandu sedari awal masuk ke dalam hutan tersebut."Celaka!" desis Ki Bintara yang sedari tadi menyaksikan pertarungan Senapati Pandu dengan dua orang pendekar yang menghadan
Dengan sorot mata dingin, Ki Bintara terus menyaksikan pertempuran hebat itu. Tapi dalam hatinya tumbuh sebuah perasaan yang tidak dapat dikatakan.'Para pendekar itu seharusnya berada di pihak kerajaan Genda Yaksa bukan di pihak pemberontak. Sangat disayangkan sekali,' ucap pria paruh baya itu dalam hati.Sejatinya, Ki Bintara memiliki kedudukan tinggi di dunia persilatan yang ada di wilayah itu. Seharusnya, ia pun bisa saja turut campur dalam persoalan tersebut untuk melerai pertikaian itu. Namun pertarungan tersebut sudah tidak dapat terelakkan lagi, karena kedua belah pihak tidak mungkin ada yang mau mengalah.Para pendekar itu tak ada henti-hentinya terus melakukan serangan terhadap Senapati Pandu dan Mustika Sari. Serangan itu merupakan serangan yang terhebat dan ganas sekali yang dilakukan oleh mereka.Beberapa saat kemudian, terdengar suara angin bergemuruh menyibak pohon-pohon yang ada di sekitar hutan tersebut, kemudian meluncur sebuah
Mustika Sari diam sejenak, lalu menjawab pertanyaan dari sang senapati, "Aku pernah bertemu dengan Senapati di arena sabung ayam yang ada di kuta Duri Kepa."Senapati Pandu mengerutkan keningnya sambil terus memandangi wajah Mustika Sari. "Sungguhkah?" tanya sang senapati tampak ragu."Benar, Senapati. Jujur saja, semenjak itu aku terus mencari tahu tentang diri Senapati. Hingga pada akhirnya, aku mendatangi kediaman Ki Romut hanya untuk sekadar mencari informasi tentang Senapati," jawab Mustika Sari menuturkan.Senapati Pandu tersenyum lebar menyimak penuturan dari pendekar wanita berwajah cantik itu. Ia berpikir bahwa Mustika Sari sangat cocok jika diangkat menjadi seorang pemimpin prajurit wanita yang ada di barak. Saat itulah, muncul sebuah gagasan dalam diri Senapati Pandu untuk membentuk pasukan khusus wanita yang nantinya akan bertugas di barak prajurit dalam membantu keperluan para prajurit kerajaan.Apa yang ada dalam pikiran Senapati Pandu, terb
Senapati Pandu segera meraih perbekalan makanan yang ia bawa dari barak. Kemudian, langsung melangkah dan duduk di bebalean yang ada di beranda saung tersebut sambil membuka perbekalan makanan yang ia bawa."Mustika!" panggil Senapati Pandu lirih."Iya, Senapati," sahut Mustika bergegas keluar dari dalam saung dan segera menghampiri sang senapati yang sudah menunggunya untuk makan bersama."Makanlah dulu! Aku bawa banyak makanan," kata Senapati Pandu berpaling ke arah Mustika Sari."Baik, Senapati." Mustika Sari langsung duduk di hadapan sang senapati. Ia tampak canggung dan malu-malu makan bersama dengan sang kesatria yang sangat dikaguminya itu.'Tidak kusangka dan tidak kuduga sebelumnya, aku bisa duduk dan makan bersama dengan seorang kesatria tampan yang selama ini aku kagumi,' kata Mustika Sari dalam hati.Senapati Pandu diam-diam terus memperhatikan gerak-gerik dan sikap wanita cantik yang ada di hadapannya. Dalam benaknya pu
Mendengar suara tertawa itu, Senapati Pandu tampak kaget dan segera berpaling ke arah tempat kemunculannya. Tampak seorang pendekar tengah berdiri di atas tebing yang ada di pinggiran sungai tersebut."Siapa kau? Turunlah!" teriak Senapati Pandu meluruskan pandangannya ke arah pendekar tersebut."Baiklah, Senapati." Pendekar itu langsung meluncur terbang ke bawah menghampiri sang senapati yang berdiri tegak di tepi sungai.Tiba-tiba saja, pendekar itu berubah wujud menjadi sesosok makhluk berwajah merah menyeramkan. Ia mendarat sempurna di hadapan sang senapati. Makhluk itu tertawa sambil bertulak pinggang, "Hahaha...!"'Kenapa wujudnya berubah menjadi sesosok siluman?' kata Senapati Pandu dalam hati.Senapati Pandu menghela napas dalam-dalam, lantas bertanya kepada makhluk tersebut, "Siapa kau ini, tiba-tiba muncul dan merubah wujud hingga seperti ini? Apakah kau ingin menggangguku?!" bentak Senapati Pandu tampak gusar dan merasa heran.
Senapati Pandu dan Mustika Sari saling berpandangan, mereka sama sekali tidak mengenali pemuda tersebut."Sebaiknya kau ikut saja dengan kami untuk menghadap sang raja di alam siluman! Sekalian ajak kekasihmu ini!" kata pemuda itu. "Kalau kau berubah pikiran, sudah tentu aku akan ingat persahabatan yang lalu, untuk menjamin keselamatan jiwamu," sambungnya disertai suara tertawa keras.Meskipun demikian, Senapati Pandu tidak lantas mempercayai perkataan dari pemuda itu. Demikian pula dengan Mustika Sari, ia tampak ragu dan sungguh tidak mempercayai ucapan pemuda tersebut."Aku yakin mereka bertiga ini adalah tiga para siluman jahat. Sudah barang tentu kedatangan mereka membawa tipu muslihat untuk kita, kau jangan percaya, Senapati!" bisik Mustika Sari penuh kecurigaan.Senapati Pandu hanya menganggukkan kepala pelan, tatapan matanya yang tajam terus mengamati gerak-gerik pemuda itu dan juga dua sosok siluman yang ada di belakangnya.'Aku harus m
Di tempat terpisah, tepatnya di kuta utama Dalam Genda. Panglima Rangga Wihesa pamit kepada Patih Wira Karma untuk mengunjungi desa Barangbang yang dulu merupakan tempat tinggalnya bersama Ki Durkakira dan Lasmana yang kini sudah tinggal di istana kerajaan. Dalam kesempatan itu, Panglima Rangga Wihesa menyempatkan diri untuk berkunjung ke kediaman Widiarti Puja—kekasih Rangga Wihesa. Namun, setibanya di kediaman sang kekasih, Panglima Rangga Wihesa tampak terheran-heran dengan sikap Widiarti Puja yang secara tiba-tiba berubah. Seakan-akan, Widiarti Puja tidak mempedulikan kehadiran Panglima Rangga Wihesa yang jauh-jauh datang untuk menyempatkan diri berjumpa dengan kekasihnya itu. "Ada apa denganmu, Widiarti?" tanya Panglima Rangga Wihesa lirih. "Apakah ada yang salah dengan kehadiranku?" sambungnya penuh rasa penasaran. Widiarti Puja menarik napas dalam-dalam, lantas membalikan badan menghadap ke arah Panglima Rangga Wihesa. Sikapnya terlihat jelas penuh ket
Demikianlah, maka para prajurit itu langsung mundur dan menjauh dari posisi Senapati Pandu. Namun, meskipun demikian, beberapa orang di antara mereka tetap mengawal Senapati Pandu dari jarak sekitar lima tombak. Sementara para prajurit lainnya masih tetap melakukan serangan terhadap orang-orang dari kelompok pemberontak.Senapati Pandu langsung melompat ke arah Rangga Wihesa yang sedang bertarung sengit melawan Andaresta dan Ki Kusumo.Sebagian dari pasukan pemberontak saat itu sudah berhamburan ke ujung hutan untuk menyelamatkan diri dari serbuan para prajurit kerajaan Genda Yaksa.Pertempuran hari itu, benar-benar berjalan dengan begitu sengit. Pasukan Genda Yaksa tidak mau memberikan luang sedikit pun untuk para pemberontak beristirahat. Mereka terus digempur habis-habisan.Dalam pertarungan tersebut, Rangga Wihesa benar-benar merasakan tubuhnya bagaikan menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan Andaresta dan Ki Kusumo. Itulah sebabnya, maka ia tidak mempunyai pilihan lain daripada m
Dengan demikian, pasukan yang dipimpin oleh Rangga Wihesa langsung berjalan bersama-sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Senapati Pandu.Ketika para prajurit itu sudah tiba di tengah lembah. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan dari semak-semak yang ada di hutan tersebut, kemudian keluar sekelompok orang dengan mengenakan pakaian serba hitam.Secara serentak, mereka langsung melakukan serangan terhadap para prajurit kerajaan."Lawan mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" seru Senapati Pandu menghunus pedangnya dan langsung membantu para prajuritnya melakukan perlawanan terhadap orang-orang tersebut Dengan demikian, para prajurit kerajaan Genda Yaksa langsung menggempur kelompok tersebut.Hanya beberapa menit saja, pertempuran itu telah berubah bentuk menjadi sebuah pertempuran yang begitu sengit."Apa yang Senapati katakan memang benar, para pelaku teror itu ternyata ada hubungannya dengan kelompok Andaresta," desis Rangga Wihesa yang baru saja berhasil menjatuhkan beberapa orang
Melihat pemandangan seperti itu, Rangga Wihesa dan para perwira senior saling berpandangan. Mereka tampak senang sekali, karena Mustika Sari sudah mulai membuka diri tentang perasaannya terhadap Senapati Pandu. Meskipun belum sepenuhnya terbuka.Namun hal itu, sudah dapat diartikan oleh Rangga Wihesa dan para perwira senior, bahwa sesungguhnya rasa suka dan rasa cinta dalam diri kesatria wanita itu sudah tumbuh semakin subur saja."Ya, sudah. Kalau memang demikian, kau dan pasukanmu tetap berada di lapis kedua, sementara aku dan Mustika Sari memimpin pasukan di barisan terdepan!""Nah, ini baru formasi yang bagus," sahut Rangga Wihesa sedikit bergurau kepada Senapati Pandu.Setelah selesai berbicara panjang lebar dengan sang senapati, Rangga Wihesa dan para perwira senior langsung pamit dan undur dari hadapan Senapati Pandu dan juga Mustika Sari."Kenapa kau masih ada di sini? Apakah kau tidak kembali ke tendamu?" tanya Senapati Pandu memandangi wajah Mustika Sari."Izinkan malam ini
Dengan demikian, Senapati Pandu memutuskan untuk menghentikan penyisiran tersebut. Ia meminta agar para prajuritnya beristirahat sejenak dengan mendirikan tenda-tenda perkemahan di tengah hutan itu. Karena penelusuran tersebut tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi, mengingat waktu yang sudah semakin sore, dan sebentar lagi hutan tersebut akan gelap gulita."Sebentar lagi hari akan mulai gelap, sebaiknya kalian dirikan tenda di sini. Untuk sementara kita hentikan dulu penyisiran hari ini, esok pagi baru kita akan kembali melanjutkannya!" perintah sang senapati kepada para prajuritnya."Baik, Gusti Senapati," jawab mereka serentak.Kemudian, para prajurit itu langsung mendirikan puluhan tenda di sebuah padang rumput yang ada di tengah-tengah hutan belantara itu. Mustika Sari pun langsung mengatur anak buahnya untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi para prajurit yang ikut dalam rombongan tersebut.Para prajurit wanita dengan dibantu puluhan orang prajurit pria langsung menyiapkan dapur
Setibanya di barak, Senapati Pandu dan Ki Bastari tercengang ketika mendengar keterangan dari Panglima Durga dan Rangga Wihesa yang menyatakan bahwa salah seorang prajurit yang ikut dengan mereka hampir saja binasa karena pengaruh sihir dari para penjahat itu."Sudah jelas sekali, mereka tidak dapat dipandang rendah. Terbukti bahwa mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa," desis Senapati Pandu sambil menerawang jauh ke depan. Sorot matanya yang tajam menembus kegelapan malam di sekitaran barak tersebut."Selain itu jumlah mereka tidak sedikit, mereka sangat banyak dan berjumlah ratusan," ujar Panglima Durga."Besok siapkan 300 prajurit panah api, kita akan menyisir lokasi hutan yang ada di selatan sana!" tegas Senapati Pandu memberikan perintah."Apakah hamba ikut juga, Gusti Senapati?" tanya Ki Bastari dengan sikap hormatnya."Ki Bastari dan Panglima Durga tetap di sini! Ki Bastari mulai saat ini menjadi panglima prajurit mendampingi Panglima Durga, biarkan Rangga Wishesa da
Namun, setelah sekian lamanya mereka melakukan pencarian. Tak ada seorang pun yang mereka temui di hutan itu."Sudah menjelang pagi, sebaiknya kita kembali ke barak!" ajak Mustika Sari kepada para prajurit yang ikut dengannya."Baik, Nyai," jawab para prajurit itu secara bersamaan.Dengan demikian, maka Mustika Sari dan para prajurit tersebut langsung melangkah untuk keluar dari hutan tersebut, mereka hendak kembali ke barak.Sementara itu, rombongan Panglima Durga dan Rangga Wihesa masih tetap melanjutkan pencarian, bahkan mereka sudah berada di kedalaman hutan belantara itu hampir mendekati wilayah kerajaan Purba Yaksa."Kalian sudah pasti kelelahan, sebaiknya kita istirahat saja dulu!" kata Rangga Wihesa memberikan saran kepada lima orang prajurit yang ikut serta dalam pencarian tersebut.Salah seorang prajurit menyahut, "Baik, Raden."Demikianlah, maka mereka pun langsung beristirahat sejenak. Karena perjalanan dari barak menuju ke ujung hutan itu, bukanlah jarak yang dekat. Selai
Demikianlah, maka Panglima Durga langsung memilih enam orang prajurit yang ia percaya memiliki kemampuan tinggi dibandingkan para prajurit lainnya untuk ikut dengannya bersama Rangga Wihesa dalam melakukan penyisiran ke dalam hutan tempat pelarian para pelaku serangan itu. "Kalian harus membawa obor!" pinta sang panglima. "Baik, Panglima," sahut salah seorang dari keenam prajurit itu. Setelah menyalakan lima obor, keenam orang prajurit itu langsung melangkah mengikuti Panglima Durga dan Rangga Wihesa. Senapati Pandu dan para perwira senior lainnya hanya berdiri memandangi langkah Rangga Wihesa dan Panglima Durga serta enam orang prajurit yang sudah berjalan menuju ke arah hutan yang berada di depan barak pasukan kerajaan Genda Yaksa. Setelah itu, Senapati Pandu menghimbau kepada para prajurit yang bertugas menjaga keamanan di pintu gerbang area barak tersebut, agar mereka waspada dan jangan lengah. "Kalian harus waspada dan tidak boleh lengah! Karena ada kemungkinan para pelaku l
Setelah melakukan perjalanan selama tujuh hari tujuh malam, akhirnya Rangga Wihesa bersama Ki Bastari tiba di barak prajurit kerajaan Genda Yaksa. Mereka tiba pada malam hari, kedatangannya langsung disambut hangat oleh Senapati Pandu dan Panglima Durga beserta para perwira senior yang kebetulan tengah berkumpul di beranda barak. Senapati Pandu dan para perwira senior yang bertugas di barak tersebut langsung memberi hormat kepada kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari dengan membungkukkan badan dan merangkapkan kedua telapak tangan mereka secara bersamaan. Begitu juga yang dilakukan oleh para perwira senior, secara serentak mereka menjura kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari. Setelah itu, Senapati Pandu langsung mempersilakan Rangga Wihesa dan Ki Bastari untuk duduk. Dengan demikian, Rangga Wihesa dan Ki Bastari langsung duduk di atas tikar pandan yang digelar di beranda barak tersebut. Setelah duduk, Rangga Wihesa langsung memperkenalkan Ki Bastari kepada Senapati Pandu dan para perw
Pagi harinya .... Sebelum matahari terbit, Rangga Wihesa langsung pamit kepada Widiarti Puja dan juga kepada Patih Wira Karma serta para petinggi istana kepatihan kuta Dalam Genda. Setelah pamit, ia langsung melangkah menuju pintu gerbang istana kepatihan, kuda yang hendak ditungganginya dituntun oleh seorang prajurit yang mengikutinya dari belakang. Ketika sudah berada di hadapan para prajurit penjaga keamanan istana, Rangga Wihesa berpesan, "Selama aku pergi ke wilayah perbatasan, kalian harus hati-hati dalam menjaga keamanan istana kepatihan!" "Baik, Gusti Pangeran. Hamba akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan titah ini!" tegas salah seorang pimpinan prajurit keamanan itu sambil menjura. Rangga Wihesa tersenyum lebar, kemudian langsung naik ke atas kuda, dan memacu derap langkah kudanya meninggalkan istana kepatihan menuju perbatasan tempat ribuan prajurit sedang bertugas mengamankan wilayah tersebut dari gangguan kelompok-kelompok pemberontak. Untuk menuju ke tempat yang