Senapati Pandu segera meraih perbekalan makanan yang ia bawa dari barak. Kemudian, langsung melangkah dan duduk di bebalean yang ada di beranda saung tersebut sambil membuka perbekalan makanan yang ia bawa.
"Mustika!" panggil Senapati Pandu lirih.
"Iya, Senapati," sahut Mustika bergegas keluar dari dalam saung dan segera menghampiri sang senapati yang sudah menunggunya untuk makan bersama.
"Makanlah dulu! Aku bawa banyak makanan," kata Senapati Pandu berpaling ke arah Mustika Sari.
"Baik, Senapati." Mustika Sari langsung duduk di hadapan sang senapati. Ia tampak canggung dan malu-malu makan bersama dengan sang kesatria yang sangat dikaguminya itu.
'Tidak kusangka dan tidak kuduga sebelumnya, aku bisa duduk dan makan bersama dengan seorang kesatria tampan yang selama ini aku kagumi,' kata Mustika Sari dalam hati.
Senapati Pandu diam-diam terus memperhatikan gerak-gerik dan sikap wanita cantik yang ada di hadapannya. Dalam benaknya pu
Mendengar suara tertawa itu, Senapati Pandu tampak kaget dan segera berpaling ke arah tempat kemunculannya. Tampak seorang pendekar tengah berdiri di atas tebing yang ada di pinggiran sungai tersebut."Siapa kau? Turunlah!" teriak Senapati Pandu meluruskan pandangannya ke arah pendekar tersebut."Baiklah, Senapati." Pendekar itu langsung meluncur terbang ke bawah menghampiri sang senapati yang berdiri tegak di tepi sungai.Tiba-tiba saja, pendekar itu berubah wujud menjadi sesosok makhluk berwajah merah menyeramkan. Ia mendarat sempurna di hadapan sang senapati. Makhluk itu tertawa sambil bertulak pinggang, "Hahaha...!"'Kenapa wujudnya berubah menjadi sesosok siluman?' kata Senapati Pandu dalam hati.Senapati Pandu menghela napas dalam-dalam, lantas bertanya kepada makhluk tersebut, "Siapa kau ini, tiba-tiba muncul dan merubah wujud hingga seperti ini? Apakah kau ingin menggangguku?!" bentak Senapati Pandu tampak gusar dan merasa heran.
Senapati Pandu dan Mustika Sari saling berpandangan, mereka sama sekali tidak mengenali pemuda tersebut."Sebaiknya kau ikut saja dengan kami untuk menghadap sang raja di alam siluman! Sekalian ajak kekasihmu ini!" kata pemuda itu. "Kalau kau berubah pikiran, sudah tentu aku akan ingat persahabatan yang lalu, untuk menjamin keselamatan jiwamu," sambungnya disertai suara tertawa keras.Meskipun demikian, Senapati Pandu tidak lantas mempercayai perkataan dari pemuda itu. Demikian pula dengan Mustika Sari, ia tampak ragu dan sungguh tidak mempercayai ucapan pemuda tersebut."Aku yakin mereka bertiga ini adalah tiga para siluman jahat. Sudah barang tentu kedatangan mereka membawa tipu muslihat untuk kita, kau jangan percaya, Senapati!" bisik Mustika Sari penuh kecurigaan.Senapati Pandu hanya menganggukkan kepala pelan, tatapan matanya yang tajam terus mengamati gerak-gerik pemuda itu dan juga dua sosok siluman yang ada di belakangnya.'Aku harus m
Di tempat terpisah, tepatnya di kuta utama Dalam Genda. Panglima Rangga Wihesa pamit kepada Patih Wira Karma untuk mengunjungi desa Barangbang yang dulu merupakan tempat tinggalnya bersama Ki Durkakira dan Lasmana yang kini sudah tinggal di istana kerajaan. Dalam kesempatan itu, Panglima Rangga Wihesa menyempatkan diri untuk berkunjung ke kediaman Widiarti Puja—kekasih Rangga Wihesa. Namun, setibanya di kediaman sang kekasih, Panglima Rangga Wihesa tampak terheran-heran dengan sikap Widiarti Puja yang secara tiba-tiba berubah. Seakan-akan, Widiarti Puja tidak mempedulikan kehadiran Panglima Rangga Wihesa yang jauh-jauh datang untuk menyempatkan diri berjumpa dengan kekasihnya itu. "Ada apa denganmu, Widiarti?" tanya Panglima Rangga Wihesa lirih. "Apakah ada yang salah dengan kehadiranku?" sambungnya penuh rasa penasaran. Widiarti Puja menarik napas dalam-dalam, lantas membalikan badan menghadap ke arah Panglima Rangga Wihesa. Sikapnya terlihat jelas penuh ket
Mendengar perkataan dari pemuda tersebut, Widiarti Puja dan Panglima Rangga Wihesa terkaget-kaget, lantas Widiarti Puja kembali bertanya kepada Randu, "Sungguh! Kau tidak bohong?" Dua bola matanya menatap tajam wajah Randu, antara percaya dan ragu."Iya, Widiarti. Aku tidak berbohong, sebentar lagi jasadnya akan dibawa ke rumah ini. Para penduduk sudah mengevakuasi jasad Sokara," jawab Randu tampak bersungguh-sungguh."Kakang Sokara...!" Jerit tangis pun pecah seketika. Dunia seakan-akan menjadi gelap, tanah yang ia pihak pun terasa lembek, hampa dan kosong ketika mengetahui bahwa kakak kandung satu-satunya telah tewas.Widiarti Puja menangis histeris meratapi kematian sang kakak yang beberapa waktu lalu menghilang entah ke mana? Widiarti Puja tidak mengetahui kepergian Sokara, karena Sokara tidak pamit kepadanya ketika berangkat dari rumah. Kini, sang kakak ditemukan sudah dalam kondisi tak bernyawa, tentu hal tersebut membuat Widiarti Puja sangat sedih dan mer
Pagi harinya, Panglima Rangga Wihesa sudah kembali ke istana kepatihan. Sementara Widiarti Puja masih berada di kediamannya bersama beberapa prajurit pengawal yang ditugaskan oleh Panglima Rangga Wihesa untuk mengawal kekasihnya itu.Setibanya di istana kepatihan, Panglima Rangga Wihesa langsung menghadap sang patih yang kala itu tengah berada di pendapa bersama Jalamangkara dan Damara."Sampurasun, Paman," ucap Panglima Rangga Wihesa lirih."Rampes," jawab Patih Wira Karma dan kedua penasihat setianya itu.Panglima Rangga Wihesa langsung menjura Patih Wira Karma, Damara, dan juga Jalamangkara. Setelah itu, sang patih langsung memerintahkannya untuk segera duduk."Silahkan duduk, Raden!" ucap Patih Wira Karma lirih."Terima kasih, Paman," jawab Panglima Rangga Wihesa langsung duduk bersebelahan dengan Jalamangkara."Bagaimana dengan keadaan Widiarti Puja, Raden?" tanya Patih Wira Karma memulai perbincangannya dengan sang panglima.
Senapati Pandu tersenyum lebar menatap wajah Mustika Sari. Lantas, ia menjawab dengan lirih, "Benar, Mustika. Kita berangkat berdua saja, karena ini merupakan sebuah penyelidikan rahasia. Tidak boleh mengerahkan banyak orang untuk melakukannya." "Senapati memang tampan dan sangat cerdas," desis mestika Sari, ia berbicara refleks tanpa disadari ucapannya itu membuat Senapati Pandu tersanjung. Mendengar perkataan dari Mustika Sari, Senapati Pandu mengangkat alis tinggi. dia benar-benar merasa tersanjung dengan ucapan seorang wanita yang baru dikenalnya itu. "Kau ini berkata apa, Mustika?" tanya sang senapati tersenyum-senyum memandangi wajah Mustika Sari. 'Ya, ampun! Ternyata aku keceplosan berbicara,' kata Mustika Sari dalam hati. Melihat Mustika Sari hanya diam, Senapati Pandu pun kembali bertanya, "Kenapa kau diam? Apakah kau menyesal sudah berkata demikian?" "Maaf, Senapati. Aku hanya bergurau saja," jawab Mustika Sari berkelit. "Kau bergurau?" Senapati Pandu tak henti-hentiny
Setibanya di pendapa barak, prajurit itu langsung menghampiri Senapati Pandu yang tengah berbincang dengan Panglima Durga dan beberapa orang prajurit senior.Lalu, prajurit itu segera melaporkan tentang kedatangan pendekar yang mengaku dirinya bernama Ronggo Pati kepada sang senapati."Benarkah dia mengaku sebagai Ki Ronggo Pati?" tanya Senapati Pandu menanggapi laporan prajuritnya"Benar, Gusti Senapati.""Lantas apa yang kalian lakukan terhadap Ki Ronggo?""Kami menghadangnya, kemudian kami bertarung dengannya."Senapati Pandu menghela napas dalam-dalam, lalu bertanya lagi, "Apakah kalian sudah menghajarnya?" Senapati Pandu meluruskan pandangannya ke wajah prajurit tersebut."Iya, Gusti Senapati. Kami sudah menghajar pendekar itu," jawab sang prajurit bersikap hormat terhadap sang senapati. Ia berkata dengan sejujurnya, mengakui bahwa dia dan kawan-kawannya sudah melakukan tindakan tegas terhadap Ronggo Pati."Aku mengenalnya, kenapa kalian menghajar Ki Ronggo Pati?""Maafkan hamba,
Pagi harinya, sebelum berangkat dalam misi penyelidikan terhadap para pemberontak yang ada di wilayah tersebut. Senapati Pandu dan Mustika Sari terlebih dahulu menemui Ronggo Pati di baraknya. Senapati Pandu dan Mustika Sari hanya berbicara sebentar saja dengan Ronggo Pati. Setelah itu, Senapati Pandu langsung menyerahkan wewenang kepada Panglima Durga untuk menerangkan tugas kepada Ronggo Pati yang sudah secara sukarela hendak bergabung dengan pasukan kerajaan Purba Yaksa. "Aku serahkan semua tugas di barak ini kepada Panglima Durga. Jika ada hal yang ingin kau pertanyakan, jangan sungkan bertanya kepada beliau!" ucap Senapati Pandu di sela perbincangannya dengan Ringgo Pati dan Panglima Durga. "Baik, Gusti Senapati," ucap Ronggo Pati menjura hormat kepada sang senapati. Kemudian, ia melirik ke arah Panglima Durga. "Panglima atur saja semua pasukan yang ada di sini! Tapi ingat ... jangan melakukan serangan terlebih dahulu! Jika mereka menyerang barulah bertindak!" tegas Senapati P
Demikianlah, maka para prajurit itu langsung mundur dan menjauh dari posisi Senapati Pandu. Namun, meskipun demikian, beberapa orang di antara mereka tetap mengawal Senapati Pandu dari jarak sekitar lima tombak. Sementara para prajurit lainnya masih tetap melakukan serangan terhadap orang-orang dari kelompok pemberontak.Senapati Pandu langsung melompat ke arah Rangga Wihesa yang sedang bertarung sengit melawan Andaresta dan Ki Kusumo.Sebagian dari pasukan pemberontak saat itu sudah berhamburan ke ujung hutan untuk menyelamatkan diri dari serbuan para prajurit kerajaan Genda Yaksa.Pertempuran hari itu, benar-benar berjalan dengan begitu sengit. Pasukan Genda Yaksa tidak mau memberikan luang sedikit pun untuk para pemberontak beristirahat. Mereka terus digempur habis-habisan.Dalam pertarungan tersebut, Rangga Wihesa benar-benar merasakan tubuhnya bagaikan menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan Andaresta dan Ki Kusumo. Itulah sebabnya, maka ia tidak mempunyai pilihan lain daripada m
Dengan demikian, pasukan yang dipimpin oleh Rangga Wihesa langsung berjalan bersama-sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Senapati Pandu.Ketika para prajurit itu sudah tiba di tengah lembah. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan dari semak-semak yang ada di hutan tersebut, kemudian keluar sekelompok orang dengan mengenakan pakaian serba hitam.Secara serentak, mereka langsung melakukan serangan terhadap para prajurit kerajaan."Lawan mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" seru Senapati Pandu menghunus pedangnya dan langsung membantu para prajuritnya melakukan perlawanan terhadap orang-orang tersebut Dengan demikian, para prajurit kerajaan Genda Yaksa langsung menggempur kelompok tersebut.Hanya beberapa menit saja, pertempuran itu telah berubah bentuk menjadi sebuah pertempuran yang begitu sengit."Apa yang Senapati katakan memang benar, para pelaku teror itu ternyata ada hubungannya dengan kelompok Andaresta," desis Rangga Wihesa yang baru saja berhasil menjatuhkan beberapa orang
Melihat pemandangan seperti itu, Rangga Wihesa dan para perwira senior saling berpandangan. Mereka tampak senang sekali, karena Mustika Sari sudah mulai membuka diri tentang perasaannya terhadap Senapati Pandu. Meskipun belum sepenuhnya terbuka.Namun hal itu, sudah dapat diartikan oleh Rangga Wihesa dan para perwira senior, bahwa sesungguhnya rasa suka dan rasa cinta dalam diri kesatria wanita itu sudah tumbuh semakin subur saja."Ya, sudah. Kalau memang demikian, kau dan pasukanmu tetap berada di lapis kedua, sementara aku dan Mustika Sari memimpin pasukan di barisan terdepan!""Nah, ini baru formasi yang bagus," sahut Rangga Wihesa sedikit bergurau kepada Senapati Pandu.Setelah selesai berbicara panjang lebar dengan sang senapati, Rangga Wihesa dan para perwira senior langsung pamit dan undur dari hadapan Senapati Pandu dan juga Mustika Sari."Kenapa kau masih ada di sini? Apakah kau tidak kembali ke tendamu?" tanya Senapati Pandu memandangi wajah Mustika Sari."Izinkan malam ini
Dengan demikian, Senapati Pandu memutuskan untuk menghentikan penyisiran tersebut. Ia meminta agar para prajuritnya beristirahat sejenak dengan mendirikan tenda-tenda perkemahan di tengah hutan itu. Karena penelusuran tersebut tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi, mengingat waktu yang sudah semakin sore, dan sebentar lagi hutan tersebut akan gelap gulita."Sebentar lagi hari akan mulai gelap, sebaiknya kalian dirikan tenda di sini. Untuk sementara kita hentikan dulu penyisiran hari ini, esok pagi baru kita akan kembali melanjutkannya!" perintah sang senapati kepada para prajuritnya."Baik, Gusti Senapati," jawab mereka serentak.Kemudian, para prajurit itu langsung mendirikan puluhan tenda di sebuah padang rumput yang ada di tengah-tengah hutan belantara itu. Mustika Sari pun langsung mengatur anak buahnya untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi para prajurit yang ikut dalam rombongan tersebut.Para prajurit wanita dengan dibantu puluhan orang prajurit pria langsung menyiapkan dapur
Setibanya di barak, Senapati Pandu dan Ki Bastari tercengang ketika mendengar keterangan dari Panglima Durga dan Rangga Wihesa yang menyatakan bahwa salah seorang prajurit yang ikut dengan mereka hampir saja binasa karena pengaruh sihir dari para penjahat itu."Sudah jelas sekali, mereka tidak dapat dipandang rendah. Terbukti bahwa mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa," desis Senapati Pandu sambil menerawang jauh ke depan. Sorot matanya yang tajam menembus kegelapan malam di sekitaran barak tersebut."Selain itu jumlah mereka tidak sedikit, mereka sangat banyak dan berjumlah ratusan," ujar Panglima Durga."Besok siapkan 300 prajurit panah api, kita akan menyisir lokasi hutan yang ada di selatan sana!" tegas Senapati Pandu memberikan perintah."Apakah hamba ikut juga, Gusti Senapati?" tanya Ki Bastari dengan sikap hormatnya."Ki Bastari dan Panglima Durga tetap di sini! Ki Bastari mulai saat ini menjadi panglima prajurit mendampingi Panglima Durga, biarkan Rangga Wishesa da
Namun, setelah sekian lamanya mereka melakukan pencarian. Tak ada seorang pun yang mereka temui di hutan itu."Sudah menjelang pagi, sebaiknya kita kembali ke barak!" ajak Mustika Sari kepada para prajurit yang ikut dengannya."Baik, Nyai," jawab para prajurit itu secara bersamaan.Dengan demikian, maka Mustika Sari dan para prajurit tersebut langsung melangkah untuk keluar dari hutan tersebut, mereka hendak kembali ke barak.Sementara itu, rombongan Panglima Durga dan Rangga Wihesa masih tetap melanjutkan pencarian, bahkan mereka sudah berada di kedalaman hutan belantara itu hampir mendekati wilayah kerajaan Purba Yaksa."Kalian sudah pasti kelelahan, sebaiknya kita istirahat saja dulu!" kata Rangga Wihesa memberikan saran kepada lima orang prajurit yang ikut serta dalam pencarian tersebut.Salah seorang prajurit menyahut, "Baik, Raden."Demikianlah, maka mereka pun langsung beristirahat sejenak. Karena perjalanan dari barak menuju ke ujung hutan itu, bukanlah jarak yang dekat. Selai
Demikianlah, maka Panglima Durga langsung memilih enam orang prajurit yang ia percaya memiliki kemampuan tinggi dibandingkan para prajurit lainnya untuk ikut dengannya bersama Rangga Wihesa dalam melakukan penyisiran ke dalam hutan tempat pelarian para pelaku serangan itu. "Kalian harus membawa obor!" pinta sang panglima. "Baik, Panglima," sahut salah seorang dari keenam prajurit itu. Setelah menyalakan lima obor, keenam orang prajurit itu langsung melangkah mengikuti Panglima Durga dan Rangga Wihesa. Senapati Pandu dan para perwira senior lainnya hanya berdiri memandangi langkah Rangga Wihesa dan Panglima Durga serta enam orang prajurit yang sudah berjalan menuju ke arah hutan yang berada di depan barak pasukan kerajaan Genda Yaksa. Setelah itu, Senapati Pandu menghimbau kepada para prajurit yang bertugas menjaga keamanan di pintu gerbang area barak tersebut, agar mereka waspada dan jangan lengah. "Kalian harus waspada dan tidak boleh lengah! Karena ada kemungkinan para pelaku l
Setelah melakukan perjalanan selama tujuh hari tujuh malam, akhirnya Rangga Wihesa bersama Ki Bastari tiba di barak prajurit kerajaan Genda Yaksa. Mereka tiba pada malam hari, kedatangannya langsung disambut hangat oleh Senapati Pandu dan Panglima Durga beserta para perwira senior yang kebetulan tengah berkumpul di beranda barak. Senapati Pandu dan para perwira senior yang bertugas di barak tersebut langsung memberi hormat kepada kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari dengan membungkukkan badan dan merangkapkan kedua telapak tangan mereka secara bersamaan. Begitu juga yang dilakukan oleh para perwira senior, secara serentak mereka menjura kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari. Setelah itu, Senapati Pandu langsung mempersilakan Rangga Wihesa dan Ki Bastari untuk duduk. Dengan demikian, Rangga Wihesa dan Ki Bastari langsung duduk di atas tikar pandan yang digelar di beranda barak tersebut. Setelah duduk, Rangga Wihesa langsung memperkenalkan Ki Bastari kepada Senapati Pandu dan para perw
Pagi harinya .... Sebelum matahari terbit, Rangga Wihesa langsung pamit kepada Widiarti Puja dan juga kepada Patih Wira Karma serta para petinggi istana kepatihan kuta Dalam Genda. Setelah pamit, ia langsung melangkah menuju pintu gerbang istana kepatihan, kuda yang hendak ditungganginya dituntun oleh seorang prajurit yang mengikutinya dari belakang. Ketika sudah berada di hadapan para prajurit penjaga keamanan istana, Rangga Wihesa berpesan, "Selama aku pergi ke wilayah perbatasan, kalian harus hati-hati dalam menjaga keamanan istana kepatihan!" "Baik, Gusti Pangeran. Hamba akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan titah ini!" tegas salah seorang pimpinan prajurit keamanan itu sambil menjura. Rangga Wihesa tersenyum lebar, kemudian langsung naik ke atas kuda, dan memacu derap langkah kudanya meninggalkan istana kepatihan menuju perbatasan tempat ribuan prajurit sedang bertugas mengamankan wilayah tersebut dari gangguan kelompok-kelompok pemberontak. Untuk menuju ke tempat yang