"Kami sudah memaafkanmu, sebaiknya kau segera pergi dari hadapan kami!" usir Radipati.
"Kau ini bersikap sangat kasar, tidak seperti kawanmu ini," jawab Wiriatami sedikit berpaling ke arah Rangga Wihesa.
Rangga Wihesa tersenyum lebar, dan langsung duduk kembali di tempat semula.
"Pendekar tampan! Aku pamit," pungkas Wiriatami mengarah kepada Rangga Wihesa.
Rangga hanya tersenyum dingin sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian, ia langsung memanggil sang pemilik warung makan tersebut, "Ki! Kemarilah!"
Pria paruh baya itu bergegas melangkah menghampiri Rangga Wihesa. "Ada apa, Den?" tanya pria paruh baya itu.
"Mohon maaf atas kegaduhan yang telah kami buat, Aki tenang saja! Semua kerusakan ini akan aku ganti.
"Iya, Den."
Dengan demikian, Rangga Wihesa langsung memberikan beberapa keping uang kepada pemilik warung. Setelah itu, ia dan Radipati langsung pamit dan berlalu dari warung tersebut.
"Kita akan akan singgah
Di barak prajurit yang ada di wilayah perbatasan antara wilayah kerajaan Genda Yaksa dengan wilayah kerajaan Purba Yaksa, Panglima Durga dan para prajuritnya sudah bersiap menyambut kedatangan para prajurit kerajaan Genda Yaksa yang dipimpin oleh Senapati Pandu.Diperkirakan mereka akan tiba di barak tersebut pada sore harinya. Dua orang prajurit utusan Senapati Pandu, saat itu sudah lebih dulu tiba di barak tersebut. Mereka menyampaikan permintaan Senapati Pandu kepada Panglima Durga agar segera memerintahkan para prajuritnya untuk menyiapkan tempat bagi ratusan prajurit yang akan segera tiba di barak itu."Aku rasa, barak yang ada di ujung timur cukup untuk menampung ratusan prajurit," ujar Panglima Durga di sela perbincangannya dengan dua orang prajurit utusan Senapati Pandu."Menurut Senapati Pandu, jika barak tidak cukup tidak apa-apa. Para prajurit yang baru datang nanti bisa mendirikan perkemahan di sekitar halaman barak, Panglima," kata prajurit itu bers
Senapati Pandu dan Panglima Durga serta beberapa orang prajurit senior terus berbincang-bincang hingga menjelang senja. Setelah itu, Panglima Durga mengajak Senapati Pandu dan para prajurit pengawalnya untuk makan bersama. Makanan tersebut telah disediakan oleh para pelayan yang bekerja di barak tersebut. "Mohon maaf, Senapati. Sebaiknya kit makan dulu! Para pelayan sudah menyiapkan makanan untuk kita," kata Panglima Durga. "Baiklah, Panglima. Terima kasih sebelumnya." Panglima Durga hanya tersenyum, lalu bangkit dari duduknya. Begitu juga dengan Senapati Pandu, ia bangkit dan langsung mengajak keempat prajurit pengawalnya untuk ikut makan dengannya. Usai makan, Senapati Pandu mengajak Panglima dan keempat prajurit pengawal pribadinya untuk menengok para prajurit yang sudah menempati barak yang ada di ujung timur dari barak utama para prajurit kerajaan Genda Yaksa. Setibanya di barak yang dituju, Senapati Pandu langsung meminta kepada para pra
Demikianlah, maka Reksa Pati langsung mengurungkan niatnya untuk membunuh dua orang pria tersebut. Ia pun segera mundur beberapa langkah ke belakang."Sebaiknya kalian pergi dari hadapanku!" usir Reksa Pati. "Jika tidak, maka aku akan segera membinasakan kalian!" sambung Reksa Pati penuh ancaman."I—iya, Ki Sanak. Kami akan segera pergi dari tempat ini," jawab salah seorang dari mereka.Dua orang pria itu langsung bangkit, kemudian lari meninggalkan tempat tersebut. Mereka tampak ketakutan sekali terhadap Reksa Pati yang sudah menaklukkan mereka dalam pertarungan tersebut.Setelah jauh dari lokasi keberadaan Reksa Pati dan Senapati Pandu, kedua orang itu menghentikan langkah mereka."Aku pikir mereka adalah para pendekar biasa. Ternyata, mereka memiliki ilmu bela diri yang sangat tinggi. Kita hampir dibunuhnya," desis salah seorang dari kedua pria itu, napasnya terengah-engah."Iya, beruntung pendekar yang duduk di kudanya masih bersik
Reksa Pati menjura hormat kepada Senapati Pandu seraya berkata, "Izinkan aku untuk menghadapi mereka!""Silahkan! Tapi jangan di tempat ini!" jawab Senapati Pandu.Dengan demikian, Reksa Pati langsung menantang kedua pendekar itu untuk bertarung dengan dirinya di sebuah tempat terbuka yang ada di sebelah Utara dari tempat tersebut."Kalian ikut aku! Kita bertarung di tempat yang luas!" Reksa Pati meloncat tinggi dan terbang bagaikan seekor burung meluncur deras ke arah Utara dari tempat tersebut.Dua orang pendekar itu tampak tercengang dan kaget melihat pemandangan seperti itu. Meskipun demikian, mereka tetap siap dalam menghadapi Reksa Pati, mereka langsung berlari ke arah Utara mengejar Reksa Pati yang sudah lebih dulu tiba di tempat tersebut.Semua orang yang ada di tempat arena perjudian sabung ayam, tampak tertarik melihat pergerakan Reksa Pati yang terbang sangat cepat menuju sebuah tempat yang ada di sebelah Utara dari tempat itu."H
Pria itu, berpaling ke arah Ki Romut, lantas menyahut, "Kata mbok pemilik warung, pemuda itu datang bersama kawannya dari kepatihan Merba Yaksa."Lantas, kawannya yang ada di belakang pria itu menyahut, "Tapi, melihat jurus-jurus yang ia pergunakan, aku yakin bahwa pemuda itu berasal dari kuta utama Dalam Genda. Kepandaiannya ilmu silat yang dia gunakan sama persis dengan jurus miliki para pendekar dari golongan Tapak Sakti."Ki Romut menarik napas dalam-dalam, pandangannya kembali terarah kepada Reksa Pati yang tengah bertarung melawan Ki Sora. Saat itu, Reksa Pati sudah menguasai jalannya pertarungan tersebut. Tampak jelas, Ki Sora mulai kewalahan menghadapi serangan dari Reksa Pati.Ki Romut terus memandangi gerak-gerik Reksa Pati di tengah arena pertarungan. 'Siapakah gerangan orang dari golongan Tapak Sakti yang sudah mendidik pemuda itu hingga memiliki kesaktian yang luar biasa?' kata Ki Romut dalam hati.Seorang pria lainnya yang tengah me
Reksa Pati geleng-geleng kepala, kemudian berkata, "Ternyata kuta ini jauh lebih parah dari kuta utama Dalam Genda. Di sini banyak sekali lokasi hiburan malam dan pusat perjudian.""Memang seperti ini keadaan di kuta ini, kuta ini menjadi tempat yang nyaman bagi para pria hidung belang dan juga para bandar judi. Mereka datang dari daerah-daerah yang ada di wilayah perbatasan hanya untuk berjudi dan mencari wanita-wanita cantik untuk diajak kencan," sahut Senapati Pandu sambil tersenyum-senyum.Beberapa saat kemudian, ketika hari telah berubah gelap. Senapati Pandu bangkit dan segera membayar makanan dan minuman kepada sang pemilik warung."Terima kasih ya, Den. Kalian sudah singgah di warung Mbok," ucap wanita paruh baya itu bersikap ramah terhadap Senapati Pandu dan Reksa Pati."Iya, Mbok. Kami pamit ya, Mbok.""Kalian mau ke mana lagi, Den?""Kami hendak ke tempat hiburan itu," sahut Senapati Pandu mengarahkan pandangannya ke arah bangunan
Pria itu pun tersenyum, kemudian langsung melangkah berlalu dari hadapan wanita tersebut. Setelah itu, wanita tersebut memalingkan wajah ke arah Senapati Pandu dan Reksa Pati, ia tersenyum manis lalu melangkah menghampiri kedua pemuda tampan yang tengah duduk di pojok ruangan tempat hiburan itu."Para wanita muda di tempat ini berpenampilan menarik dan sangat seksi. Tapi sayang sekali, mereka memilih dunia malam seperti ini," desis Reksa Pati sambil terus memandangi langkah wanita yang hendak menghampirinya.Setibanya di hadapan Senapati Pandu dan Reksa Pati, wanita tersebut langsung duduk di samping sang senapati.Dia tersenyum manis menatap wajah sang senapati. Seakan-akan tengah menebar pesona agar Senapati Pandu tertarik kepadanya."Selamat malam, Pendekar tampan," ucap wanita itu, tak henti-hentinya menebar pesona.Senapati Pandu hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, memberikan respon baik terhadap wanita tersebut."Kalian tidak min
Pria paruh baya itu, terus menatap tajam wajah Nirla Karna. Lalu berkata, "Perlu kau ketahui, kenapa mereka itu membunuh kedua sahabatmu! Karena kedua sahabatmu itu telah membuat kegaduhan dan berusaha untuk mencelakai orang-orang yang ada di tempat hiburan ini."Nirla Karna hanya diam saja, ia tidak berani menyela perkataan dari pria paruh baya itu. Sejatinya, Nirla Karna sudah mengetahui kelinuhungan ilmu kanuragan yang dimiliki oleh pria paruh baya itu, sehingga dirinya tidak berani berkata apa-apa lagi."Sudah sewajarnya para petugas keamanan di tempat ini menyingkirkan mereka. Karena jika tidak, maka mereka akan melakukan tindakan sewenang-wenang dan bahkan akan membunuh orang-orang yang berkunjung ke tempat ini!" tegas Ki Banda menuturkan kejadian yang sebenarnya."Maafkan aku, Ki," ucap Nirla Karna menundukkan kepala di hadapan pria paruh baya itu."Tidak semudah itu kau meminta maaf, kau harus bertanggung jawab atas kematian kedua orang keamanan i
Demikianlah, maka para prajurit itu langsung mundur dan menjauh dari posisi Senapati Pandu. Namun, meskipun demikian, beberapa orang di antara mereka tetap mengawal Senapati Pandu dari jarak sekitar lima tombak. Sementara para prajurit lainnya masih tetap melakukan serangan terhadap orang-orang dari kelompok pemberontak.Senapati Pandu langsung melompat ke arah Rangga Wihesa yang sedang bertarung sengit melawan Andaresta dan Ki Kusumo.Sebagian dari pasukan pemberontak saat itu sudah berhamburan ke ujung hutan untuk menyelamatkan diri dari serbuan para prajurit kerajaan Genda Yaksa.Pertempuran hari itu, benar-benar berjalan dengan begitu sengit. Pasukan Genda Yaksa tidak mau memberikan luang sedikit pun untuk para pemberontak beristirahat. Mereka terus digempur habis-habisan.Dalam pertarungan tersebut, Rangga Wihesa benar-benar merasakan tubuhnya bagaikan menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan Andaresta dan Ki Kusumo. Itulah sebabnya, maka ia tidak mempunyai pilihan lain daripada m
Dengan demikian, pasukan yang dipimpin oleh Rangga Wihesa langsung berjalan bersama-sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Senapati Pandu.Ketika para prajurit itu sudah tiba di tengah lembah. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan dari semak-semak yang ada di hutan tersebut, kemudian keluar sekelompok orang dengan mengenakan pakaian serba hitam.Secara serentak, mereka langsung melakukan serangan terhadap para prajurit kerajaan."Lawan mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" seru Senapati Pandu menghunus pedangnya dan langsung membantu para prajuritnya melakukan perlawanan terhadap orang-orang tersebut Dengan demikian, para prajurit kerajaan Genda Yaksa langsung menggempur kelompok tersebut.Hanya beberapa menit saja, pertempuran itu telah berubah bentuk menjadi sebuah pertempuran yang begitu sengit."Apa yang Senapati katakan memang benar, para pelaku teror itu ternyata ada hubungannya dengan kelompok Andaresta," desis Rangga Wihesa yang baru saja berhasil menjatuhkan beberapa orang
Melihat pemandangan seperti itu, Rangga Wihesa dan para perwira senior saling berpandangan. Mereka tampak senang sekali, karena Mustika Sari sudah mulai membuka diri tentang perasaannya terhadap Senapati Pandu. Meskipun belum sepenuhnya terbuka.Namun hal itu, sudah dapat diartikan oleh Rangga Wihesa dan para perwira senior, bahwa sesungguhnya rasa suka dan rasa cinta dalam diri kesatria wanita itu sudah tumbuh semakin subur saja."Ya, sudah. Kalau memang demikian, kau dan pasukanmu tetap berada di lapis kedua, sementara aku dan Mustika Sari memimpin pasukan di barisan terdepan!""Nah, ini baru formasi yang bagus," sahut Rangga Wihesa sedikit bergurau kepada Senapati Pandu.Setelah selesai berbicara panjang lebar dengan sang senapati, Rangga Wihesa dan para perwira senior langsung pamit dan undur dari hadapan Senapati Pandu dan juga Mustika Sari."Kenapa kau masih ada di sini? Apakah kau tidak kembali ke tendamu?" tanya Senapati Pandu memandangi wajah Mustika Sari."Izinkan malam ini
Dengan demikian, Senapati Pandu memutuskan untuk menghentikan penyisiran tersebut. Ia meminta agar para prajuritnya beristirahat sejenak dengan mendirikan tenda-tenda perkemahan di tengah hutan itu. Karena penelusuran tersebut tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi, mengingat waktu yang sudah semakin sore, dan sebentar lagi hutan tersebut akan gelap gulita."Sebentar lagi hari akan mulai gelap, sebaiknya kalian dirikan tenda di sini. Untuk sementara kita hentikan dulu penyisiran hari ini, esok pagi baru kita akan kembali melanjutkannya!" perintah sang senapati kepada para prajuritnya."Baik, Gusti Senapati," jawab mereka serentak.Kemudian, para prajurit itu langsung mendirikan puluhan tenda di sebuah padang rumput yang ada di tengah-tengah hutan belantara itu. Mustika Sari pun langsung mengatur anak buahnya untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi para prajurit yang ikut dalam rombongan tersebut.Para prajurit wanita dengan dibantu puluhan orang prajurit pria langsung menyiapkan dapur
Setibanya di barak, Senapati Pandu dan Ki Bastari tercengang ketika mendengar keterangan dari Panglima Durga dan Rangga Wihesa yang menyatakan bahwa salah seorang prajurit yang ikut dengan mereka hampir saja binasa karena pengaruh sihir dari para penjahat itu."Sudah jelas sekali, mereka tidak dapat dipandang rendah. Terbukti bahwa mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa," desis Senapati Pandu sambil menerawang jauh ke depan. Sorot matanya yang tajam menembus kegelapan malam di sekitaran barak tersebut."Selain itu jumlah mereka tidak sedikit, mereka sangat banyak dan berjumlah ratusan," ujar Panglima Durga."Besok siapkan 300 prajurit panah api, kita akan menyisir lokasi hutan yang ada di selatan sana!" tegas Senapati Pandu memberikan perintah."Apakah hamba ikut juga, Gusti Senapati?" tanya Ki Bastari dengan sikap hormatnya."Ki Bastari dan Panglima Durga tetap di sini! Ki Bastari mulai saat ini menjadi panglima prajurit mendampingi Panglima Durga, biarkan Rangga Wishesa da
Namun, setelah sekian lamanya mereka melakukan pencarian. Tak ada seorang pun yang mereka temui di hutan itu."Sudah menjelang pagi, sebaiknya kita kembali ke barak!" ajak Mustika Sari kepada para prajurit yang ikut dengannya."Baik, Nyai," jawab para prajurit itu secara bersamaan.Dengan demikian, maka Mustika Sari dan para prajurit tersebut langsung melangkah untuk keluar dari hutan tersebut, mereka hendak kembali ke barak.Sementara itu, rombongan Panglima Durga dan Rangga Wihesa masih tetap melanjutkan pencarian, bahkan mereka sudah berada di kedalaman hutan belantara itu hampir mendekati wilayah kerajaan Purba Yaksa."Kalian sudah pasti kelelahan, sebaiknya kita istirahat saja dulu!" kata Rangga Wihesa memberikan saran kepada lima orang prajurit yang ikut serta dalam pencarian tersebut.Salah seorang prajurit menyahut, "Baik, Raden."Demikianlah, maka mereka pun langsung beristirahat sejenak. Karena perjalanan dari barak menuju ke ujung hutan itu, bukanlah jarak yang dekat. Selai
Demikianlah, maka Panglima Durga langsung memilih enam orang prajurit yang ia percaya memiliki kemampuan tinggi dibandingkan para prajurit lainnya untuk ikut dengannya bersama Rangga Wihesa dalam melakukan penyisiran ke dalam hutan tempat pelarian para pelaku serangan itu. "Kalian harus membawa obor!" pinta sang panglima. "Baik, Panglima," sahut salah seorang dari keenam prajurit itu. Setelah menyalakan lima obor, keenam orang prajurit itu langsung melangkah mengikuti Panglima Durga dan Rangga Wihesa. Senapati Pandu dan para perwira senior lainnya hanya berdiri memandangi langkah Rangga Wihesa dan Panglima Durga serta enam orang prajurit yang sudah berjalan menuju ke arah hutan yang berada di depan barak pasukan kerajaan Genda Yaksa. Setelah itu, Senapati Pandu menghimbau kepada para prajurit yang bertugas menjaga keamanan di pintu gerbang area barak tersebut, agar mereka waspada dan jangan lengah. "Kalian harus waspada dan tidak boleh lengah! Karena ada kemungkinan para pelaku l
Setelah melakukan perjalanan selama tujuh hari tujuh malam, akhirnya Rangga Wihesa bersama Ki Bastari tiba di barak prajurit kerajaan Genda Yaksa. Mereka tiba pada malam hari, kedatangannya langsung disambut hangat oleh Senapati Pandu dan Panglima Durga beserta para perwira senior yang kebetulan tengah berkumpul di beranda barak. Senapati Pandu dan para perwira senior yang bertugas di barak tersebut langsung memberi hormat kepada kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari dengan membungkukkan badan dan merangkapkan kedua telapak tangan mereka secara bersamaan. Begitu juga yang dilakukan oleh para perwira senior, secara serentak mereka menjura kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari. Setelah itu, Senapati Pandu langsung mempersilakan Rangga Wihesa dan Ki Bastari untuk duduk. Dengan demikian, Rangga Wihesa dan Ki Bastari langsung duduk di atas tikar pandan yang digelar di beranda barak tersebut. Setelah duduk, Rangga Wihesa langsung memperkenalkan Ki Bastari kepada Senapati Pandu dan para perw
Pagi harinya .... Sebelum matahari terbit, Rangga Wihesa langsung pamit kepada Widiarti Puja dan juga kepada Patih Wira Karma serta para petinggi istana kepatihan kuta Dalam Genda. Setelah pamit, ia langsung melangkah menuju pintu gerbang istana kepatihan, kuda yang hendak ditungganginya dituntun oleh seorang prajurit yang mengikutinya dari belakang. Ketika sudah berada di hadapan para prajurit penjaga keamanan istana, Rangga Wihesa berpesan, "Selama aku pergi ke wilayah perbatasan, kalian harus hati-hati dalam menjaga keamanan istana kepatihan!" "Baik, Gusti Pangeran. Hamba akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan titah ini!" tegas salah seorang pimpinan prajurit keamanan itu sambil menjura. Rangga Wihesa tersenyum lebar, kemudian langsung naik ke atas kuda, dan memacu derap langkah kudanya meninggalkan istana kepatihan menuju perbatasan tempat ribuan prajurit sedang bertugas mengamankan wilayah tersebut dari gangguan kelompok-kelompok pemberontak. Untuk menuju ke tempat yang