Pria itu pun tersenyum, kemudian langsung melangkah berlalu dari hadapan wanita tersebut. Setelah itu, wanita tersebut memalingkan wajah ke arah Senapati Pandu dan Reksa Pati, ia tersenyum manis lalu melangkah menghampiri kedua pemuda tampan yang tengah duduk di pojok ruangan tempat hiburan itu.
"Para wanita muda di tempat ini berpenampilan menarik dan sangat seksi. Tapi sayang sekali, mereka memilih dunia malam seperti ini," desis Reksa Pati sambil terus memandangi langkah wanita yang hendak menghampirinya.
Setibanya di hadapan Senapati Pandu dan Reksa Pati, wanita tersebut langsung duduk di samping sang senapati.
Dia tersenyum manis menatap wajah sang senapati. Seakan-akan tengah menebar pesona agar Senapati Pandu tertarik kepadanya.
"Selamat malam, Pendekar tampan," ucap wanita itu, tak henti-hentinya menebar pesona.
Senapati Pandu hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, memberikan respon baik terhadap wanita tersebut.
"Kalian tidak min
Pria paruh baya itu, terus menatap tajam wajah Nirla Karna. Lalu berkata, "Perlu kau ketahui, kenapa mereka itu membunuh kedua sahabatmu! Karena kedua sahabatmu itu telah membuat kegaduhan dan berusaha untuk mencelakai orang-orang yang ada di tempat hiburan ini."Nirla Karna hanya diam saja, ia tidak berani menyela perkataan dari pria paruh baya itu. Sejatinya, Nirla Karna sudah mengetahui kelinuhungan ilmu kanuragan yang dimiliki oleh pria paruh baya itu, sehingga dirinya tidak berani berkata apa-apa lagi."Sudah sewajarnya para petugas keamanan di tempat ini menyingkirkan mereka. Karena jika tidak, maka mereka akan melakukan tindakan sewenang-wenang dan bahkan akan membunuh orang-orang yang berkunjung ke tempat ini!" tegas Ki Banda menuturkan kejadian yang sebenarnya."Maafkan aku, Ki," ucap Nirla Karna menundukkan kepala di hadapan pria paruh baya itu."Tidak semudah itu kau meminta maaf, kau harus bertanggung jawab atas kematian kedua orang keamanan i
Demikianlah, Senapati Pandu dan Reksa Pati. Memutuskan untuk menginap di padepokan Ki Banda, dan akan melakukan perjalanan pulang ke barak pada esok harinya.Setibanya di padepokan milik Ki Banda, Senapati Pandu dan Reksa Pati disambut hangat oleh ratusan murid padepokan tersebut. Mereka tampak senang ketika melihat kedatangan gurunya bersama dua orang pemuda yang mereka anggap sebagai dua orang pendekar tamu kehormatan sang guru."Biarkan kuda kalian kami masukan me dalam kandang!" kata salah seorang murid Ki Banda bersikap ramah terhadap Senapati Pandu dan Reksa Pati."Silahkan!" sahut Senapati Pandu mempersilakan kepada murid tersebut untuk membawa kudanya dan kuda Reksa Pati ke dalam kandang yang ada di belakang padepokan itu.Setelah itu, Senapati Pandu dan Reksa Pati langsung duduk bersama di sebuah pendapa yang ada di halaman padepokan tersebut. Jamuan makanan dan minuman langsung dihidangkan oleh para murid padepokan tersebut. Mereka tampak senang
Demikianlah, Senapati Pandu dan Reksa Pati langsung bergerak dengan serentak keluar dari padepokan itu, mereka terbang melayang mengikuti jejak Ki Banda menuju alas Kepa yang berada di sebelah selatan bukit Kepa—pusat hiburan malam di kuta kecil itu.Itu merupakan sebuah kesempatan yang paling baik bagi Senapati Pandu dan Reksa Pati, dalam menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Terutama mengenai serentetan peristiwa teror yang dilakukan oleh para pendekar dari kelompok pemberontak, dan untuk membuktikan perkataan dari Ki Dongga tentang kematian Andaresta, maka Senapati Pandu dan Reksa Pati tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu begitu saja."Kita kejar mereka, Reksa!" teriak Senapati Pandu melayang di udara."Iya, Senapati." Reksa Pati mempercepat gerakannya untuk mengejar sang senapati yang meluncur deras di hadapannya.Dengan pergerakan yang sangat cepat, mereka mengikuti jejak dua pendekar paruh baya itu, yang sudah lebih dulu menuju ke alas Kepa.
Ketika Senapati Pandu dan Reksa Pati sudah melangkah hendak masuk ke dalam rumah tersebut. Tanpa terduga, dua orang pendekar tiba-tiba datang, mereka meloncat sambil menyabetkan pedang ke arah Senapati Pandu dan Reksa Pati. Sabetan pedang tersebut berhasil melukai pergelangan tangan Reksa Pati, hingga menyebabkan luka yang sangat lebar dan mengeluarkan banyak darah."Bertahanlah, Reksa!" kata Senapati Pandu."Iya, Senapati," sahut Reksa Pati sambil meringis menahan rasa pedih dan sakit dari lukanya tersebut.Senapati bergerak cepat, balas melakukan serangan terhadap dua orang pendekar itu. Ia menghajar telak perut kedua lawannya itu dengan mengerahkan kekuatan tenaga dalam yang sangat tinggi. Sehingga kedua pendekar itu terjatuh."Apakah kalian termasuk para pendekar dari kelompok pemberontak?" tanya Senapati Pandu bernada tinggi."Kau tidak perlu tahu siapa kami!" jawab salah seorang dari kedua pendekar itu bersikap angkuh meskipun sudah mengalami
Di istana kerajaan, saat itu tengah berlangsung sidang istimewa yang digelar oleh sang raja dengan para petinggi istana. Termasuk Wira Karma—ayah Senapati Pandu yang sudah resmi diangkat oleh sang raja menjadi anggota dewan kehormatan istana bersama Damara."Hari ini ... aku sengaja mengumpulkan semua para petinggi istana, karena ada hal penting yang ingin aku bahas bersama," ujar Prabu Surya Darma Wihesa meluruskan pandangannya ke arah para petinggi kerajaan yang hadir di ruangan tersebut."Pada kesempatan ini, aku ingin meminta persetujuan kepada semua yang hadir di ruangan ini. Terkait rencanaku yang hendak mengangkat adikku sebagai patih di kuta utama Dalam Genda menggantikan Patih Dwiroka yang sedang dalam kondisi sakit keras," tutur sang raja menambahkan."Mohon maaf, Gusti Prabu. Bukannya hamba tidak menyetujui jika Raden Rangga Wihesa menjadi seorang patih, namun kita harus menilai terlebih dahulu kemampuan Raden Rangga Wihesa terlebih dahulu! Meng
Selain itu, sang raja pun telah melakukan perbincangan penting dengan para petinggi istana kerajaan untuk mengangkat Wira Karma sebagai patih di wilayah kuta utama Dalam Genda, menggantikan Patih Dwiroka yang saat itu sudah tidak mampu lagi melanjutkan tugasnya sebagai pemimpin di wilayah kuta utama. Karena dirinya mengalami sakit keras yang dideritanya sejak satu tahun silam, sehingga ia pun mengundurkan diri secara hormat kepada sang raja.Kabar tersebut ternyata sudah sampai ke telinga Senapati Pandu, ia sangat bangga dan merasa bahagia atas kepercayaan yang telah diberikan oleh Prabu Surya Darma Wihesa kepada Wira Karma—ayahandanya."Aku rasa ... sebaiknya Senapati pulang terlebih dahulu ke istana! Jangan sia-siakan momentum baik ini, tentu Ki Wira akan senang jika Senapati hadir dalam acara pelantikan dirinya sebagai seorang patih baru," ujar Panglima Durga menyarankan.Senapati Pandu terdiam sejenak, ia tengah menilai kalimat-kalimat yang terlontar d
Keesokan harinya....Senapati Pandu dan Reksa Pati sudah melakukan perjalanan untuk kembali ke istana. Karena tujuh hari ke depan akan ada acara penting di istana kerajaan Genda Yaksa, yakni pelantikan Wira Karma sebagai patih di wilayah kuta utama Dalam Genda."Sebenarnya ada acara apa yang hendak Senapati hadiri di istana? Kenapa mendadak sekali?" tanya Reksa Pati sambil memacu kudanya sejajar dengan Rabuta—kuda yang ditunggangi oleh sang senapati.Senapati Pandu sedikit memperlambat laju kudanya. Lantas berpaling ke arah Reksa Pati, kemudian menjawab pertanyaan dari pengawalnya itu, "Tujuh hari lagi, ramaku akan dilantik menjadi seorang patih menggantikan posisi Patih Dwiroka yang sudah mengundurkan diri karena mengalami sakit yang berkepanjangan."Reksa Pati tampak terkejut mendengar perkataan dari Senapati Pandu. "Sungguh?! Senapati tidak bergurau?"Senapati Pandu tersenyum lebar sambil terus memacu Rabuta—kuda kesayangannya. Ia ti
Reksa Pati tampak geram mendengar perkataan dari pria yang ada di hadapannya itu."Jika kau tidak menyingkirkan diri dari hadapan kami, maka aku sendiri yang akan menyingkirkanmu dari tempat ini!" bentak Reksa Pati penuh kegusaran. Sorot matanya yang tajam terus menatap wajah pria yang ada di hadapannya."Lakukan saja, Prajurit!" tantang pria tersebut sambil tertawa dingin."Bedebah kau!" Reksa Pati membentak keras penuh kegusaran. "Kau jangan bersikap jemawa di hadapanku! Karena aku tidak mungkin akan takut terhadapmu," sambung Reksa Pati.Ia dan Senapati Pandu berkeinginan untuk segera menolong seorang pria paruh baya yang tengah dianiaya oleh beberapa orang tidak dikenal itu. Meskipun mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan pria paruh baya itu, akan tetapi Senapati Pandu dan Reksa Pati memiliki kewajiban untuk membantunya. Walau bagaimanapun, pria paruh baya itu merupakan rakyat kerajaan Genda Yaksa yang wajib dilindungi."Sudah aku katak
Demikianlah, maka para prajurit itu langsung mundur dan menjauh dari posisi Senapati Pandu. Namun, meskipun demikian, beberapa orang di antara mereka tetap mengawal Senapati Pandu dari jarak sekitar lima tombak. Sementara para prajurit lainnya masih tetap melakukan serangan terhadap orang-orang dari kelompok pemberontak.Senapati Pandu langsung melompat ke arah Rangga Wihesa yang sedang bertarung sengit melawan Andaresta dan Ki Kusumo.Sebagian dari pasukan pemberontak saat itu sudah berhamburan ke ujung hutan untuk menyelamatkan diri dari serbuan para prajurit kerajaan Genda Yaksa.Pertempuran hari itu, benar-benar berjalan dengan begitu sengit. Pasukan Genda Yaksa tidak mau memberikan luang sedikit pun untuk para pemberontak beristirahat. Mereka terus digempur habis-habisan.Dalam pertarungan tersebut, Rangga Wihesa benar-benar merasakan tubuhnya bagaikan menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan Andaresta dan Ki Kusumo. Itulah sebabnya, maka ia tidak mempunyai pilihan lain daripada m
Dengan demikian, pasukan yang dipimpin oleh Rangga Wihesa langsung berjalan bersama-sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Senapati Pandu.Ketika para prajurit itu sudah tiba di tengah lembah. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan dari semak-semak yang ada di hutan tersebut, kemudian keluar sekelompok orang dengan mengenakan pakaian serba hitam.Secara serentak, mereka langsung melakukan serangan terhadap para prajurit kerajaan."Lawan mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" seru Senapati Pandu menghunus pedangnya dan langsung membantu para prajuritnya melakukan perlawanan terhadap orang-orang tersebut Dengan demikian, para prajurit kerajaan Genda Yaksa langsung menggempur kelompok tersebut.Hanya beberapa menit saja, pertempuran itu telah berubah bentuk menjadi sebuah pertempuran yang begitu sengit."Apa yang Senapati katakan memang benar, para pelaku teror itu ternyata ada hubungannya dengan kelompok Andaresta," desis Rangga Wihesa yang baru saja berhasil menjatuhkan beberapa orang
Melihat pemandangan seperti itu, Rangga Wihesa dan para perwira senior saling berpandangan. Mereka tampak senang sekali, karena Mustika Sari sudah mulai membuka diri tentang perasaannya terhadap Senapati Pandu. Meskipun belum sepenuhnya terbuka.Namun hal itu, sudah dapat diartikan oleh Rangga Wihesa dan para perwira senior, bahwa sesungguhnya rasa suka dan rasa cinta dalam diri kesatria wanita itu sudah tumbuh semakin subur saja."Ya, sudah. Kalau memang demikian, kau dan pasukanmu tetap berada di lapis kedua, sementara aku dan Mustika Sari memimpin pasukan di barisan terdepan!""Nah, ini baru formasi yang bagus," sahut Rangga Wihesa sedikit bergurau kepada Senapati Pandu.Setelah selesai berbicara panjang lebar dengan sang senapati, Rangga Wihesa dan para perwira senior langsung pamit dan undur dari hadapan Senapati Pandu dan juga Mustika Sari."Kenapa kau masih ada di sini? Apakah kau tidak kembali ke tendamu?" tanya Senapati Pandu memandangi wajah Mustika Sari."Izinkan malam ini
Dengan demikian, Senapati Pandu memutuskan untuk menghentikan penyisiran tersebut. Ia meminta agar para prajuritnya beristirahat sejenak dengan mendirikan tenda-tenda perkemahan di tengah hutan itu. Karena penelusuran tersebut tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi, mengingat waktu yang sudah semakin sore, dan sebentar lagi hutan tersebut akan gelap gulita."Sebentar lagi hari akan mulai gelap, sebaiknya kalian dirikan tenda di sini. Untuk sementara kita hentikan dulu penyisiran hari ini, esok pagi baru kita akan kembali melanjutkannya!" perintah sang senapati kepada para prajuritnya."Baik, Gusti Senapati," jawab mereka serentak.Kemudian, para prajurit itu langsung mendirikan puluhan tenda di sebuah padang rumput yang ada di tengah-tengah hutan belantara itu. Mustika Sari pun langsung mengatur anak buahnya untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi para prajurit yang ikut dalam rombongan tersebut.Para prajurit wanita dengan dibantu puluhan orang prajurit pria langsung menyiapkan dapur
Setibanya di barak, Senapati Pandu dan Ki Bastari tercengang ketika mendengar keterangan dari Panglima Durga dan Rangga Wihesa yang menyatakan bahwa salah seorang prajurit yang ikut dengan mereka hampir saja binasa karena pengaruh sihir dari para penjahat itu."Sudah jelas sekali, mereka tidak dapat dipandang rendah. Terbukti bahwa mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa," desis Senapati Pandu sambil menerawang jauh ke depan. Sorot matanya yang tajam menembus kegelapan malam di sekitaran barak tersebut."Selain itu jumlah mereka tidak sedikit, mereka sangat banyak dan berjumlah ratusan," ujar Panglima Durga."Besok siapkan 300 prajurit panah api, kita akan menyisir lokasi hutan yang ada di selatan sana!" tegas Senapati Pandu memberikan perintah."Apakah hamba ikut juga, Gusti Senapati?" tanya Ki Bastari dengan sikap hormatnya."Ki Bastari dan Panglima Durga tetap di sini! Ki Bastari mulai saat ini menjadi panglima prajurit mendampingi Panglima Durga, biarkan Rangga Wishesa da
Namun, setelah sekian lamanya mereka melakukan pencarian. Tak ada seorang pun yang mereka temui di hutan itu."Sudah menjelang pagi, sebaiknya kita kembali ke barak!" ajak Mustika Sari kepada para prajurit yang ikut dengannya."Baik, Nyai," jawab para prajurit itu secara bersamaan.Dengan demikian, maka Mustika Sari dan para prajurit tersebut langsung melangkah untuk keluar dari hutan tersebut, mereka hendak kembali ke barak.Sementara itu, rombongan Panglima Durga dan Rangga Wihesa masih tetap melanjutkan pencarian, bahkan mereka sudah berada di kedalaman hutan belantara itu hampir mendekati wilayah kerajaan Purba Yaksa."Kalian sudah pasti kelelahan, sebaiknya kita istirahat saja dulu!" kata Rangga Wihesa memberikan saran kepada lima orang prajurit yang ikut serta dalam pencarian tersebut.Salah seorang prajurit menyahut, "Baik, Raden."Demikianlah, maka mereka pun langsung beristirahat sejenak. Karena perjalanan dari barak menuju ke ujung hutan itu, bukanlah jarak yang dekat. Selai
Demikianlah, maka Panglima Durga langsung memilih enam orang prajurit yang ia percaya memiliki kemampuan tinggi dibandingkan para prajurit lainnya untuk ikut dengannya bersama Rangga Wihesa dalam melakukan penyisiran ke dalam hutan tempat pelarian para pelaku serangan itu. "Kalian harus membawa obor!" pinta sang panglima. "Baik, Panglima," sahut salah seorang dari keenam prajurit itu. Setelah menyalakan lima obor, keenam orang prajurit itu langsung melangkah mengikuti Panglima Durga dan Rangga Wihesa. Senapati Pandu dan para perwira senior lainnya hanya berdiri memandangi langkah Rangga Wihesa dan Panglima Durga serta enam orang prajurit yang sudah berjalan menuju ke arah hutan yang berada di depan barak pasukan kerajaan Genda Yaksa. Setelah itu, Senapati Pandu menghimbau kepada para prajurit yang bertugas menjaga keamanan di pintu gerbang area barak tersebut, agar mereka waspada dan jangan lengah. "Kalian harus waspada dan tidak boleh lengah! Karena ada kemungkinan para pelaku l
Setelah melakukan perjalanan selama tujuh hari tujuh malam, akhirnya Rangga Wihesa bersama Ki Bastari tiba di barak prajurit kerajaan Genda Yaksa. Mereka tiba pada malam hari, kedatangannya langsung disambut hangat oleh Senapati Pandu dan Panglima Durga beserta para perwira senior yang kebetulan tengah berkumpul di beranda barak. Senapati Pandu dan para perwira senior yang bertugas di barak tersebut langsung memberi hormat kepada kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari dengan membungkukkan badan dan merangkapkan kedua telapak tangan mereka secara bersamaan. Begitu juga yang dilakukan oleh para perwira senior, secara serentak mereka menjura kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari. Setelah itu, Senapati Pandu langsung mempersilakan Rangga Wihesa dan Ki Bastari untuk duduk. Dengan demikian, Rangga Wihesa dan Ki Bastari langsung duduk di atas tikar pandan yang digelar di beranda barak tersebut. Setelah duduk, Rangga Wihesa langsung memperkenalkan Ki Bastari kepada Senapati Pandu dan para perw
Pagi harinya .... Sebelum matahari terbit, Rangga Wihesa langsung pamit kepada Widiarti Puja dan juga kepada Patih Wira Karma serta para petinggi istana kepatihan kuta Dalam Genda. Setelah pamit, ia langsung melangkah menuju pintu gerbang istana kepatihan, kuda yang hendak ditungganginya dituntun oleh seorang prajurit yang mengikutinya dari belakang. Ketika sudah berada di hadapan para prajurit penjaga keamanan istana, Rangga Wihesa berpesan, "Selama aku pergi ke wilayah perbatasan, kalian harus hati-hati dalam menjaga keamanan istana kepatihan!" "Baik, Gusti Pangeran. Hamba akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan titah ini!" tegas salah seorang pimpinan prajurit keamanan itu sambil menjura. Rangga Wihesa tersenyum lebar, kemudian langsung naik ke atas kuda, dan memacu derap langkah kudanya meninggalkan istana kepatihan menuju perbatasan tempat ribuan prajurit sedang bertugas mengamankan wilayah tersebut dari gangguan kelompok-kelompok pemberontak. Untuk menuju ke tempat yang