Gerakannya sangat cepat, sehingga sang senapati tidak dapat menghindari serangan tersebut. Satu sentuhan kaki kiri Warnaka hinggap dengan sempurna di bagian dada sang senapati, akibatnya tubuh Senapati Pandu terpental beberapa tombak ke belakang.
"Hahaha!" Warnaka tertawa lepas merayakan keberhasilannya yang sudah menjatuhkan Senapati Pandu dengan mudah.
Senapati Pandu menatap wajah Warnaka sambil meringis menahan sakit. 'Kemampuan bela diri yang dimiliki oleh pria itu sangat hebat sekali,' kata Senapati Pandu dalam hati.
Meskipun demikian, Senapati Pandu dan Reksa Pati sudah melakukan perlawanan dengan baik terhadap para pendekar itu. Mereka sudah dapat mengimbangi kekuatan para pendekar dari kelompok pemberontak itu. Meskipun, kemampuan yang dimiliki oleh kedua orang tersebut di atas kemampuan yang dimiliki oleh Senapati Pandu dan Reksa Pati.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara aneh dari dalam perkebunan yang ada di pinggiran jalan tersebut
Setelah berkata demikian, Senapati Pandu langsung memejamkan matanya. Tiba-tiba tubuhnya memutar kencang dan melesat deras ke atas dengan diiringi suara angin yang bergemuruh, lalu tubuh Senapati Pandu kembali meluncur ke bawah, dan langsung menerjang Raspata yang sudah bersiap hendak hendak melakukan serangan terhadap sang senapati.Belum sempat melakukan pergerakan, Raspata sudah mendapatkan pukulan yang sangat keras dari Senapati Pandu, telak mengenai kepalanya. Sehingga ia pun kembali jatuh ke tanah dengan luka yang sangat parah, kepala Raspata hancur sebagian, dan nyawanya pun sudah tidak dapat tertolong lagi. Raspata mengembuskan napas terakhirnya karena pukulan tenaga dalam yang sangat dahsyat dari Senapati Pandu.Warnaka yang hendak turun tangan menyerang Senapati Pandu tampak ragu dan gentar, ketika menyaksikan kejadian itu. Ia hanya berdiri ternganga sambil terus memperhatikan gerak-gerik Senapati Pandu.'Ya, Dewata! Betapa saktinya punggawa itu,'
Ki Rondu dan Warnaka tampak sudah bersiap menghadapi tantangan dari sang prajurit pengawal itu. Demikian pula dengan Jenang, ia sudah melakukan ancang-ancang untuk melanjutkan kembali pertarungan mereka dengan Senapati Pandu dan Reksa Pati."Apakah kau yang akan lebih dulu maju?" tanya Warnaka mengarah kepada Jenang.Jenang menarik napas dalam-dalam, ia tak lantas menjawab pertanyaan tersebut. Dalam benaknya berpikir, 'Jika aku menghadapi mereka seorang diri, tidak mungkin aku akan bisa mengalahkan mereka. Terpaksa aku harus bergabung dengan dua pendekar ini.'"Hai! Kenapa kau diam?" bentak Warnaka.Dengan demikian, Jenang langsung menyahut, "Sebaiknya kita gempur mereka secara bersama-sama, agar kita cepat mengakhiri hidup kedua punggawa itu! Setelah itu, barulah kita bersaing untuk mendapatkan kepala mereka!" jawab Jenang bersikap sinis terhadap Warnaka dan Ki Rondu."Baiklah, jika itu yang kau inginkan," sahut Warnaka.Demikianla
Kedua punggawa kerajaan itu, kembali melanjutkan perjalanan mereka berpacu kencang meninggalkan desa tersebut. Tiba di sebuah hutan yang berada di wilayah kademangan Suradana, Senapati Pandu dan Reksa Pati langsung menghentikan laju kuda mereka. "Sebentar lagi akan gelap, sebaiknya kita beristirahat sejenak di hutan ini!" kata Senapati Pandu langsung turun dari kudanya. "Kita lanjutkan perjalanan esok pagi saja! Aku sudah kelelahan," sambung sang senapati. "Baiklah, kita harus membuat saung untuk tempat tidur kita malam ini!" sahut Reksa Pati turun dari kudanya. Setelah turun dari kudanya, Senapati Pandu langsung membuka bekal makanan yang dibelinya di sebuah warung sebelum mereka masuk ke dalam hutan tersebut. "Makanlah dulu, Reksa! Nanti saja membuat saungnya setelah kita makan!" ajak Senapati Pandu mengarah kepada Reksa Pati yang sudah menebang pohon bambu yang ada di sekitaran tempat terseb
Keesokan harinya....Senapati Pandu langsung berangkat dari istana menuju kediaman Ki Durkakira di sebuah desa yang ada di pinggiran wilayah kademangan Suradana, dengan maksud hendak menyampaikan pesan Prabu Surya Darma Wihesa yang meminta Ki Durkakira untuk tinggal di istana. Karena sang raja berkeinginan untuk mengangkat Ki Durkakira sebagai penasihat istana mendampingi Mpu Mandalika.Senapati Pandu memacu derap langkah kudanya dengan kecepatan tinggi agar segera tiba di tempat tujuan."Hiya! Hiya!"Rabuta berlari sangat kencang meluncur deras dari Kuta utama Dalam Genda menuju wilayah perbatasan kepatihan Merba Yaksa.Setelah tiba di kediaman Ki Durkakira—gurunya Rangga Wihesa, Senapati Pandu langsung turun dari kudanya dan melangkah menuju beranda rumah yang berdiri kokoh di pinggiran hutan yang ada di ujung desa tersebut. Kemudian, Senapati Pandu langsung mengucapkan salam, "Sampurasun.""Rampes," sahut sang pemilik rumah bergegas
Sepulangnya dari kediaman Ki Durkakira, Senapati Pandu langsung beristirahat di beranda barak sembari menikmati sejuknya udara sore.Saat itu, Wira Karma, Damara, dan Jalamangkara sedang tidak ada di barak. Mereka masih beraktivitas di ladang tidak jauh dari lokasi barak tersebut."Susah lama aku tidak bertemu dengan Puri Andini, dan juga Puji Saraswati. Bagaimana keadaan mereka sekarang?" desis Senapati Pandu dalam kesendiriannya.Tampak dari kejauhan Wandalika dan Reksa Pati tengah berjalan menuju barak tempat Senapati Pandu sedang beristirahat. Setibanya di hadapan sang senapati, kedua prajurit itu langsung menjura hormat."Silahkan duduk!" ucap Senapati Pandu lirih."Terima kasih, Senapati," jawab kedua prajurit itu serentak.Meskipun mereka itu memiliki hubungan dekat dengan Senapati Pandu—sebagai sahabat baik. Namun, sikap Reksa Pati dan Wandalika sangat hormat terhadap sang senapati, karena jabatan yang disandang oleh sahabatnya
Belum sempat Senapati Pandu menjawab perkataan dari Reksa Pati, Wira Karma, Damara, dan Jalamangkara saat itu sudah tiba di barak. Mereka baru saja pulang dari ladang yang ada di area belakang barak tersebut."Ramaku sudah datang, sebaiknya kau diam! jangan bicara masalah Puri Andini lagi!" bisik Senapati Pandu meminta agar Reksa Pati tidak membahas tentang Puri Andini.Sebagimana yang sudah diketahui oleh Senapati Pandu, bahwa ayahnya itu sudah menyetujui hubungannya dengan Puji Saraswati. Sehingga, ia tidak mau jika ayahnya marah karena tahu dirinya menyukai Puri Andini."Iya, Senapati tenang saja!" sahut Reksa Pati langsung menutup rapat mulutnya.Wira Karma dan Damara duduk di samping Senapati Pandu, sementara Jalamangkara sudah masuk ke dalam barak."Rama kira, kau ini belum kembali ke sini," kata Wira Karma lirih."Aku tidak lama berada di kediaman Ki Durkakira, hanya menyampaikan pesan sang raja saja, Rama," jawab Senapati Pandu bersi
Pada sore itu, Rangga Wihesa dan Radipati tengah berhadapan dengan seorang pria paruh baya tidak dikenal di sebuah desa yang ada di pinggiran kuta utama Dalam Genda. Rangga Wihesa dan Radipati tengah melakukan tindakan tegas terhadap seorang pria paruh baya yang mereka anggap sebagai seorang pendekar penyusup dari kelompok pemberontak pimpinan Ki Kusumo. "Sebaiknya kau diam saja! Biarkan aku yang akan menghadapi pendekar ini!" pinta Rangga Wihesa kepada Radipati. Dengan demikian, Radipati segera mundur beberapa langkah untuk memberikan ruang bagi Rangga Wihesa dalam menghadapi pria paruh baya itu. "Aku rasa, sangat tidak tepat sekali jika Ki Sanak memaksa diri untuk masuk ke wilayah kuta ini!" bentak Rangga Wihesa. "Tunggu dulu! Dengarkan penjelasanku!" pinta pria paruh bay itu. Namun, Rangga Wihesa sudah tidak mau mendengar perkataan dari pria paruh baya tersebut. Sehingga dirinya langsung mengerahkan kekuatan untuk melancarkan serang
Menjelang malam, Rangga Wihesa, Radipati, dan Ki Durpala sudah tiba di barak tempat tinggal Wira Karma. Kedatangan mereka disambut hangat oleh Wira Karma dan semua yang ada di barak tersebut."Sampurasun, Paman," ucap Rangga Wihesa menjura kepada Wira Karma, Jalamangkara, dan Damara serta Senapati Pandu yang saat itu sedang berkumpul di beranda barak tersebut."Rampes," jawab mereka serentak."Lihatlah, Paman! Siapakah yang datang ini?" kata Ranga Wihesa berpaling ke arah Ki Durpala yang berdiri di sampingnya."Durpala?!" Wira Karma bangkit, dua bola matanya terus memandangi wajah Ki Durpala yang sudah berdiri di hadapannya."Iya, Wira. Aku Durpala sahabat lamamu," sahut Ki Durpala tersenyum lebar."Senang sekali bisa berjumpa denganmu Durpala." Wira Karma tampak bahagia sekali menyambut kedatangan kawan lamanya itu.Ki Durpala balas tersenyum dan langsung memeluk erat tubuh kawannya. "Kau dari dulu selalu bernasib baik, dan beruntung
Demikianlah, maka para prajurit itu langsung mundur dan menjauh dari posisi Senapati Pandu. Namun, meskipun demikian, beberapa orang di antara mereka tetap mengawal Senapati Pandu dari jarak sekitar lima tombak. Sementara para prajurit lainnya masih tetap melakukan serangan terhadap orang-orang dari kelompok pemberontak.Senapati Pandu langsung melompat ke arah Rangga Wihesa yang sedang bertarung sengit melawan Andaresta dan Ki Kusumo.Sebagian dari pasukan pemberontak saat itu sudah berhamburan ke ujung hutan untuk menyelamatkan diri dari serbuan para prajurit kerajaan Genda Yaksa.Pertempuran hari itu, benar-benar berjalan dengan begitu sengit. Pasukan Genda Yaksa tidak mau memberikan luang sedikit pun untuk para pemberontak beristirahat. Mereka terus digempur habis-habisan.Dalam pertarungan tersebut, Rangga Wihesa benar-benar merasakan tubuhnya bagaikan menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan Andaresta dan Ki Kusumo. Itulah sebabnya, maka ia tidak mempunyai pilihan lain daripada m
Dengan demikian, pasukan yang dipimpin oleh Rangga Wihesa langsung berjalan bersama-sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Senapati Pandu.Ketika para prajurit itu sudah tiba di tengah lembah. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan dari semak-semak yang ada di hutan tersebut, kemudian keluar sekelompok orang dengan mengenakan pakaian serba hitam.Secara serentak, mereka langsung melakukan serangan terhadap para prajurit kerajaan."Lawan mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" seru Senapati Pandu menghunus pedangnya dan langsung membantu para prajuritnya melakukan perlawanan terhadap orang-orang tersebut Dengan demikian, para prajurit kerajaan Genda Yaksa langsung menggempur kelompok tersebut.Hanya beberapa menit saja, pertempuran itu telah berubah bentuk menjadi sebuah pertempuran yang begitu sengit."Apa yang Senapati katakan memang benar, para pelaku teror itu ternyata ada hubungannya dengan kelompok Andaresta," desis Rangga Wihesa yang baru saja berhasil menjatuhkan beberapa orang
Melihat pemandangan seperti itu, Rangga Wihesa dan para perwira senior saling berpandangan. Mereka tampak senang sekali, karena Mustika Sari sudah mulai membuka diri tentang perasaannya terhadap Senapati Pandu. Meskipun belum sepenuhnya terbuka.Namun hal itu, sudah dapat diartikan oleh Rangga Wihesa dan para perwira senior, bahwa sesungguhnya rasa suka dan rasa cinta dalam diri kesatria wanita itu sudah tumbuh semakin subur saja."Ya, sudah. Kalau memang demikian, kau dan pasukanmu tetap berada di lapis kedua, sementara aku dan Mustika Sari memimpin pasukan di barisan terdepan!""Nah, ini baru formasi yang bagus," sahut Rangga Wihesa sedikit bergurau kepada Senapati Pandu.Setelah selesai berbicara panjang lebar dengan sang senapati, Rangga Wihesa dan para perwira senior langsung pamit dan undur dari hadapan Senapati Pandu dan juga Mustika Sari."Kenapa kau masih ada di sini? Apakah kau tidak kembali ke tendamu?" tanya Senapati Pandu memandangi wajah Mustika Sari."Izinkan malam ini
Dengan demikian, Senapati Pandu memutuskan untuk menghentikan penyisiran tersebut. Ia meminta agar para prajuritnya beristirahat sejenak dengan mendirikan tenda-tenda perkemahan di tengah hutan itu. Karena penelusuran tersebut tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi, mengingat waktu yang sudah semakin sore, dan sebentar lagi hutan tersebut akan gelap gulita."Sebentar lagi hari akan mulai gelap, sebaiknya kalian dirikan tenda di sini. Untuk sementara kita hentikan dulu penyisiran hari ini, esok pagi baru kita akan kembali melanjutkannya!" perintah sang senapati kepada para prajuritnya."Baik, Gusti Senapati," jawab mereka serentak.Kemudian, para prajurit itu langsung mendirikan puluhan tenda di sebuah padang rumput yang ada di tengah-tengah hutan belantara itu. Mustika Sari pun langsung mengatur anak buahnya untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi para prajurit yang ikut dalam rombongan tersebut.Para prajurit wanita dengan dibantu puluhan orang prajurit pria langsung menyiapkan dapur
Setibanya di barak, Senapati Pandu dan Ki Bastari tercengang ketika mendengar keterangan dari Panglima Durga dan Rangga Wihesa yang menyatakan bahwa salah seorang prajurit yang ikut dengan mereka hampir saja binasa karena pengaruh sihir dari para penjahat itu."Sudah jelas sekali, mereka tidak dapat dipandang rendah. Terbukti bahwa mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa," desis Senapati Pandu sambil menerawang jauh ke depan. Sorot matanya yang tajam menembus kegelapan malam di sekitaran barak tersebut."Selain itu jumlah mereka tidak sedikit, mereka sangat banyak dan berjumlah ratusan," ujar Panglima Durga."Besok siapkan 300 prajurit panah api, kita akan menyisir lokasi hutan yang ada di selatan sana!" tegas Senapati Pandu memberikan perintah."Apakah hamba ikut juga, Gusti Senapati?" tanya Ki Bastari dengan sikap hormatnya."Ki Bastari dan Panglima Durga tetap di sini! Ki Bastari mulai saat ini menjadi panglima prajurit mendampingi Panglima Durga, biarkan Rangga Wishesa da
Namun, setelah sekian lamanya mereka melakukan pencarian. Tak ada seorang pun yang mereka temui di hutan itu."Sudah menjelang pagi, sebaiknya kita kembali ke barak!" ajak Mustika Sari kepada para prajurit yang ikut dengannya."Baik, Nyai," jawab para prajurit itu secara bersamaan.Dengan demikian, maka Mustika Sari dan para prajurit tersebut langsung melangkah untuk keluar dari hutan tersebut, mereka hendak kembali ke barak.Sementara itu, rombongan Panglima Durga dan Rangga Wihesa masih tetap melanjutkan pencarian, bahkan mereka sudah berada di kedalaman hutan belantara itu hampir mendekati wilayah kerajaan Purba Yaksa."Kalian sudah pasti kelelahan, sebaiknya kita istirahat saja dulu!" kata Rangga Wihesa memberikan saran kepada lima orang prajurit yang ikut serta dalam pencarian tersebut.Salah seorang prajurit menyahut, "Baik, Raden."Demikianlah, maka mereka pun langsung beristirahat sejenak. Karena perjalanan dari barak menuju ke ujung hutan itu, bukanlah jarak yang dekat. Selai
Demikianlah, maka Panglima Durga langsung memilih enam orang prajurit yang ia percaya memiliki kemampuan tinggi dibandingkan para prajurit lainnya untuk ikut dengannya bersama Rangga Wihesa dalam melakukan penyisiran ke dalam hutan tempat pelarian para pelaku serangan itu. "Kalian harus membawa obor!" pinta sang panglima. "Baik, Panglima," sahut salah seorang dari keenam prajurit itu. Setelah menyalakan lima obor, keenam orang prajurit itu langsung melangkah mengikuti Panglima Durga dan Rangga Wihesa. Senapati Pandu dan para perwira senior lainnya hanya berdiri memandangi langkah Rangga Wihesa dan Panglima Durga serta enam orang prajurit yang sudah berjalan menuju ke arah hutan yang berada di depan barak pasukan kerajaan Genda Yaksa. Setelah itu, Senapati Pandu menghimbau kepada para prajurit yang bertugas menjaga keamanan di pintu gerbang area barak tersebut, agar mereka waspada dan jangan lengah. "Kalian harus waspada dan tidak boleh lengah! Karena ada kemungkinan para pelaku l
Setelah melakukan perjalanan selama tujuh hari tujuh malam, akhirnya Rangga Wihesa bersama Ki Bastari tiba di barak prajurit kerajaan Genda Yaksa. Mereka tiba pada malam hari, kedatangannya langsung disambut hangat oleh Senapati Pandu dan Panglima Durga beserta para perwira senior yang kebetulan tengah berkumpul di beranda barak. Senapati Pandu dan para perwira senior yang bertugas di barak tersebut langsung memberi hormat kepada kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari dengan membungkukkan badan dan merangkapkan kedua telapak tangan mereka secara bersamaan. Begitu juga yang dilakukan oleh para perwira senior, secara serentak mereka menjura kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari. Setelah itu, Senapati Pandu langsung mempersilakan Rangga Wihesa dan Ki Bastari untuk duduk. Dengan demikian, Rangga Wihesa dan Ki Bastari langsung duduk di atas tikar pandan yang digelar di beranda barak tersebut. Setelah duduk, Rangga Wihesa langsung memperkenalkan Ki Bastari kepada Senapati Pandu dan para perw
Pagi harinya .... Sebelum matahari terbit, Rangga Wihesa langsung pamit kepada Widiarti Puja dan juga kepada Patih Wira Karma serta para petinggi istana kepatihan kuta Dalam Genda. Setelah pamit, ia langsung melangkah menuju pintu gerbang istana kepatihan, kuda yang hendak ditungganginya dituntun oleh seorang prajurit yang mengikutinya dari belakang. Ketika sudah berada di hadapan para prajurit penjaga keamanan istana, Rangga Wihesa berpesan, "Selama aku pergi ke wilayah perbatasan, kalian harus hati-hati dalam menjaga keamanan istana kepatihan!" "Baik, Gusti Pangeran. Hamba akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan titah ini!" tegas salah seorang pimpinan prajurit keamanan itu sambil menjura. Rangga Wihesa tersenyum lebar, kemudian langsung naik ke atas kuda, dan memacu derap langkah kudanya meninggalkan istana kepatihan menuju perbatasan tempat ribuan prajurit sedang bertugas mengamankan wilayah tersebut dari gangguan kelompok-kelompok pemberontak. Untuk menuju ke tempat yang