Pada sore itu, Rangga Wihesa dan Radipati tengah berhadapan dengan seorang pria paruh baya tidak dikenal di sebuah desa yang ada di pinggiran kuta utama Dalam Genda.
Rangga Wihesa dan Radipati tengah melakukan tindakan tegas terhadap seorang pria paruh baya yang mereka anggap sebagai seorang pendekar penyusup dari kelompok pemberontak pimpinan Ki Kusumo.
"Sebaiknya kau diam saja! Biarkan aku yang akan menghadapi pendekar ini!" pinta Rangga Wihesa kepada Radipati.
Dengan demikian, Radipati segera mundur beberapa langkah untuk memberikan ruang bagi Rangga Wihesa dalam menghadapi pria paruh baya itu.
"Aku rasa, sangat tidak tepat sekali jika Ki Sanak memaksa diri untuk masuk ke wilayah kuta ini!" bentak Rangga Wihesa.
"Tunggu dulu! Dengarkan penjelasanku!" pinta pria paruh bay itu.
Namun, Rangga Wihesa sudah tidak mau mendengar perkataan dari pria paruh baya tersebut. Sehingga dirinya langsung mengerahkan kekuatan untuk melancarkan serang
Menjelang malam, Rangga Wihesa, Radipati, dan Ki Durpala sudah tiba di barak tempat tinggal Wira Karma. Kedatangan mereka disambut hangat oleh Wira Karma dan semua yang ada di barak tersebut."Sampurasun, Paman," ucap Rangga Wihesa menjura kepada Wira Karma, Jalamangkara, dan Damara serta Senapati Pandu yang saat itu sedang berkumpul di beranda barak tersebut."Rampes," jawab mereka serentak."Lihatlah, Paman! Siapakah yang datang ini?" kata Ranga Wihesa berpaling ke arah Ki Durpala yang berdiri di sampingnya."Durpala?!" Wira Karma bangkit, dua bola matanya terus memandangi wajah Ki Durpala yang sudah berdiri di hadapannya."Iya, Wira. Aku Durpala sahabat lamamu," sahut Ki Durpala tersenyum lebar."Senang sekali bisa berjumpa denganmu Durpala." Wira Karma tampak bahagia sekali menyambut kedatangan kawan lamanya itu.Ki Durpala balas tersenyum dan langsung memeluk erat tubuh kawannya. "Kau dari dulu selalu bernasib baik, dan beruntung
Pagi harinya, menjelang matahari terbit. Para prajurit sudah berkumpul di halaman istana kerajaan Genda Yaksa, mereka bersiap untuk mengamankan acara pelantikan Wira Karma menjadi seorang pemimpin di wilayah kuta utama Dalam Genda. Di depan istana kerajaan, sudah hadir ribuan penduduk dari berbagai kadipaten yang ada di wilayah kuta utama Dalam Genda. Mereka datang pagi-pagi buta. Bahkan ada di antara mereka yang datang malam harinya dan menginap di depan istana, karena ingin menghadiri acara tersebut, meskipun mereka tidak mendapatkan izin masuk ke dalam istana kerajaan. Namun, mereka sangat antusias dalam menyambut pemimpin baru mereka. "Aku sangat bahagia mendengar kabar bahwa Ki Wira akan menjadi seorang pemimpin kita," desis salah seorang penduduk yang sudah ada di antara ribuan penduduk lainnya yang sudah memenuhi halaman depan istana. "Ya, aku pun demikian. Semoga Ki Wira bisa memberikan yang terbaik untuk kita semua," sah
Tiga hari setelah menjabat sebagai Patih, Wira Karma langsung menugaskan para prajuritnya untuk melakukan penyelidikan terkait kasus pembunuhan terhadap tiga orang penduduk yang ada di sebuah desa tidak jauh dari istana kepatihan kuta utama Dalam Genda."Apakah kau yakin, jika pelaku pembunuhan itu merupakan para pendekar dari kelompok pemberontak?" tanya Patih Wira Karma kepada Damara yang kini menjabat sebagai dewan kehormatan kuta utama Dalam Genda untuk istana kerajaan."Aku pikir bukan mereka pelakunya," jawab Damara lirih."Lantas siapa pelakunya yang kau curigai, Damara?" tanya Patih Wira Karma menatap wajah sahabat baiknya itu."Orang dalam di pemerintahan kadipaten Luhur!" jawab Damara tampak yakin sekali. "Sebaiknya, Patih tugaskan Wandalika untuk menyelidiki kasus tersebut! Aku yakin, Wandalika mampu menjalankan tugas dengan baik!" sambung Damara memberikan saran kepada sang patih.Patih Wira Karma terdiam sejenak, seakan-akan tengah men
Mendengar tantangan dari pendekar itu, Wandalika menjawab sambil tertawa dingin."Aku peringatkan kepada kalian wahai para pendekar Teratai Emas! Aku Wandalika seorang punggawa kerajaan Genda Yaksa, aku bukanlah orang pengecut yang mudah kalian hina!" seru Wandalika tampak semakin gusar melihat sikap jemawa para pendekar itu. "Aku siap bertarung dengan kalian! Aku tidak peduli apa akibatnya yang akan terjadi lagi!"Rangga Wihesa tercengang mendengar perkataan dari Wandalika, ia tampak kagum akan keberanian kawannya itu dalam menghadapi empat orang pendekar yang memiliki kemampuan tinggi dalam hal ilmu kanuragan.Salah seorang dari mereka yang bernama Ki Jonggrang mendongakkan kepala sambil tertawa lepas, "Hahaha!""Kau telah membuat kekacauan di klenteng ini, hingga puluhan murid-muridku tewas di tanganmu, Andaresta! Apa kau masih belum puas dan berani masuk lagi untuk kedua kalinya? Apa kau berpikir kami akan diam saja?! bentak Ki Jonggrang penuh kegusar
Sejatinya, Wandalika hanya bermaksud hendak membela diri saja. Setelah berhasil mengalahkan lawannya, ia langsung mundur dua langkah, kemudian langsung meloncat tinggi dan mendarat sempurna di hadapan Rangga Wihesa dan Rara Wulan. "Hebat sekali kau, Wanda," puji Rangga Wihesa tersenyum lebar menatap wajah kawannya yang baru saja mengalahkan dua orang pendekar Teratai Emas. Baru saja ia menginjakkan kaki, serangan tersebut kembali datang dari dua orang pendekar lainnya. Kali ini, Rara Wulan yang langsung bertindak menghalau serangan dua orang pendekar itu. Rara Wulan berputar-putar di atas udara sambil tertawa nyaring. Seakan-akan mengejek dua orang lawannya itu, kemudian melayang turun ke tanah. Tiba-tiba saja, dua orang pendekar datang lagi menghampiri kawan mereka yang tengah berhadap-hadapan dengan gadis cantik itu. "Hai, Gadis kecil! Kau sebaiknya mundur saja, jangan ikut campur dalam urusan ini! Apakah kau tidak sayang dengan nyawamu?" bentak sal
Mendengar seruan dari Rangga Wihesa, seketika itu Rara Wulan langsung menghentikan tindakannya. Ia mundur beberapa langkah ke belakang. Namun, dua orang pendekar lainnya justru balas melakukan serangan terhadap Rara Wulan, mereka jengkel melihat kawannya terluka para oleh gadis itu. Dua orang pendekar itu kembali menyerang dengan menggunakan tipu serangannya yang selama ini pertama kali digunakan, namun dengan sangat cepat Rangga Wihesa maju untuk melindungi Rara Wulan. Dengan gerakan yang sangat cepat Rangga Wihesa telah melakukan serangan terhadap dua pendekar tersebut. "Berhati-hatilah, Kakang!" teriak Rara Wulan mengkhawatirkan keselamatan Rangga Wihesa. Rangga Wihesa sedikit berpaling dan tersenyum lebar ke arah Rara Wulan. Kemudian kembali menggempur pertahanan para pendekar tersebut. Ternyata serangannya ini mengandung kekuatan yang sangat luar biasa hebat. Ki Jonggrang menjadi korban pertama keganasan jurus yang dikeluarkan oleh Rangga Wihesa.
Hari itu, Senapati Pandu tengah melakukan penelusuran di wilayah perbatasan kerajaan Genda Yaksa dengan wilayah kerajaan Purba Yaksa.Tiba di jalan setapak yang di arah kirinya terdapat tebing tinggi, Senapati Pandu menghentikan langkah kudanya. Kemudian memberikan isyarat kepada pasukannya dengan mengangkat tangan tinggi agar para prajurit berhenti sejenak.Jaka Tira segera memacu derap langkah kudanya mendekati sang senapati. Lalu bertanya, "Ada apa, Senapati?"Senapati Pandu berpaling ke arah Jaka Tira, lalu menjawab lirih, "Di tempat ini, kita harus berhati-hati! Ada kemungkinan bahaya sedang mengancam kita!"Setelah itu, Senapati Pandu kembali memacu derap langkah kudanya. Baru beberapa langkah saja kudanya berlari, Senapati Pandu kembali memperlambat laju kudanya. Ia bersikap penuh kewaspadaan dan sangat berhati-hati dalam melewati jalur tersebut."Kita sudah masuk ke dalam wilayah kedaulatan kerajaan Purba Yaksa, kalian bersiaplah untuk meng
Senapati melihat jelas pergerakan seorang pria mengenakan penutup wajah di balik pohon besar yang ada di samping rumah tersebut. Senapati Pandu yakin bahwa orang itu merupakan anak buah Bahu Sujiwo yang tengah ia buru di desa tersebut. Orang tersebut sengaja membunuh pria paruh baya itu, agar tidak menunjukkan tempat tinggal Ki Bahu Sujiwo.Para prajurit langsung berlarian mengejar pelaku yang telah melepaskan anak panahnya hingga menewaskan pria paruh baya yang tengah dimintai keterangan oleh sang senapati.Beberapa warga yang menyaksikan detik-detik kematian pria paruh baya itu, segera menghampiri dan langsung mengangkat tubuh pria paruh baya itu, dan segera dibaringkan di atas bebalean rumah tersebut."Siapa keluarga pria paruh baya ini?" tanya Senapati Pandu kepada para penduduk tersebut.Para penduduk itu hanya diam saja, seakan-akan mereka takut dengan kehadiran Senapati Pandu dan
Demikianlah, maka para prajurit itu langsung mundur dan menjauh dari posisi Senapati Pandu. Namun, meskipun demikian, beberapa orang di antara mereka tetap mengawal Senapati Pandu dari jarak sekitar lima tombak. Sementara para prajurit lainnya masih tetap melakukan serangan terhadap orang-orang dari kelompok pemberontak.Senapati Pandu langsung melompat ke arah Rangga Wihesa yang sedang bertarung sengit melawan Andaresta dan Ki Kusumo.Sebagian dari pasukan pemberontak saat itu sudah berhamburan ke ujung hutan untuk menyelamatkan diri dari serbuan para prajurit kerajaan Genda Yaksa.Pertempuran hari itu, benar-benar berjalan dengan begitu sengit. Pasukan Genda Yaksa tidak mau memberikan luang sedikit pun untuk para pemberontak beristirahat. Mereka terus digempur habis-habisan.Dalam pertarungan tersebut, Rangga Wihesa benar-benar merasakan tubuhnya bagaikan menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan Andaresta dan Ki Kusumo. Itulah sebabnya, maka ia tidak mempunyai pilihan lain daripada m
Dengan demikian, pasukan yang dipimpin oleh Rangga Wihesa langsung berjalan bersama-sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Senapati Pandu.Ketika para prajurit itu sudah tiba di tengah lembah. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan dari semak-semak yang ada di hutan tersebut, kemudian keluar sekelompok orang dengan mengenakan pakaian serba hitam.Secara serentak, mereka langsung melakukan serangan terhadap para prajurit kerajaan."Lawan mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" seru Senapati Pandu menghunus pedangnya dan langsung membantu para prajuritnya melakukan perlawanan terhadap orang-orang tersebut Dengan demikian, para prajurit kerajaan Genda Yaksa langsung menggempur kelompok tersebut.Hanya beberapa menit saja, pertempuran itu telah berubah bentuk menjadi sebuah pertempuran yang begitu sengit."Apa yang Senapati katakan memang benar, para pelaku teror itu ternyata ada hubungannya dengan kelompok Andaresta," desis Rangga Wihesa yang baru saja berhasil menjatuhkan beberapa orang
Melihat pemandangan seperti itu, Rangga Wihesa dan para perwira senior saling berpandangan. Mereka tampak senang sekali, karena Mustika Sari sudah mulai membuka diri tentang perasaannya terhadap Senapati Pandu. Meskipun belum sepenuhnya terbuka.Namun hal itu, sudah dapat diartikan oleh Rangga Wihesa dan para perwira senior, bahwa sesungguhnya rasa suka dan rasa cinta dalam diri kesatria wanita itu sudah tumbuh semakin subur saja."Ya, sudah. Kalau memang demikian, kau dan pasukanmu tetap berada di lapis kedua, sementara aku dan Mustika Sari memimpin pasukan di barisan terdepan!""Nah, ini baru formasi yang bagus," sahut Rangga Wihesa sedikit bergurau kepada Senapati Pandu.Setelah selesai berbicara panjang lebar dengan sang senapati, Rangga Wihesa dan para perwira senior langsung pamit dan undur dari hadapan Senapati Pandu dan juga Mustika Sari."Kenapa kau masih ada di sini? Apakah kau tidak kembali ke tendamu?" tanya Senapati Pandu memandangi wajah Mustika Sari."Izinkan malam ini
Dengan demikian, Senapati Pandu memutuskan untuk menghentikan penyisiran tersebut. Ia meminta agar para prajuritnya beristirahat sejenak dengan mendirikan tenda-tenda perkemahan di tengah hutan itu. Karena penelusuran tersebut tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi, mengingat waktu yang sudah semakin sore, dan sebentar lagi hutan tersebut akan gelap gulita."Sebentar lagi hari akan mulai gelap, sebaiknya kalian dirikan tenda di sini. Untuk sementara kita hentikan dulu penyisiran hari ini, esok pagi baru kita akan kembali melanjutkannya!" perintah sang senapati kepada para prajuritnya."Baik, Gusti Senapati," jawab mereka serentak.Kemudian, para prajurit itu langsung mendirikan puluhan tenda di sebuah padang rumput yang ada di tengah-tengah hutan belantara itu. Mustika Sari pun langsung mengatur anak buahnya untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi para prajurit yang ikut dalam rombongan tersebut.Para prajurit wanita dengan dibantu puluhan orang prajurit pria langsung menyiapkan dapur
Setibanya di barak, Senapati Pandu dan Ki Bastari tercengang ketika mendengar keterangan dari Panglima Durga dan Rangga Wihesa yang menyatakan bahwa salah seorang prajurit yang ikut dengan mereka hampir saja binasa karena pengaruh sihir dari para penjahat itu."Sudah jelas sekali, mereka tidak dapat dipandang rendah. Terbukti bahwa mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa," desis Senapati Pandu sambil menerawang jauh ke depan. Sorot matanya yang tajam menembus kegelapan malam di sekitaran barak tersebut."Selain itu jumlah mereka tidak sedikit, mereka sangat banyak dan berjumlah ratusan," ujar Panglima Durga."Besok siapkan 300 prajurit panah api, kita akan menyisir lokasi hutan yang ada di selatan sana!" tegas Senapati Pandu memberikan perintah."Apakah hamba ikut juga, Gusti Senapati?" tanya Ki Bastari dengan sikap hormatnya."Ki Bastari dan Panglima Durga tetap di sini! Ki Bastari mulai saat ini menjadi panglima prajurit mendampingi Panglima Durga, biarkan Rangga Wishesa da
Namun, setelah sekian lamanya mereka melakukan pencarian. Tak ada seorang pun yang mereka temui di hutan itu."Sudah menjelang pagi, sebaiknya kita kembali ke barak!" ajak Mustika Sari kepada para prajurit yang ikut dengannya."Baik, Nyai," jawab para prajurit itu secara bersamaan.Dengan demikian, maka Mustika Sari dan para prajurit tersebut langsung melangkah untuk keluar dari hutan tersebut, mereka hendak kembali ke barak.Sementara itu, rombongan Panglima Durga dan Rangga Wihesa masih tetap melanjutkan pencarian, bahkan mereka sudah berada di kedalaman hutan belantara itu hampir mendekati wilayah kerajaan Purba Yaksa."Kalian sudah pasti kelelahan, sebaiknya kita istirahat saja dulu!" kata Rangga Wihesa memberikan saran kepada lima orang prajurit yang ikut serta dalam pencarian tersebut.Salah seorang prajurit menyahut, "Baik, Raden."Demikianlah, maka mereka pun langsung beristirahat sejenak. Karena perjalanan dari barak menuju ke ujung hutan itu, bukanlah jarak yang dekat. Selai
Demikianlah, maka Panglima Durga langsung memilih enam orang prajurit yang ia percaya memiliki kemampuan tinggi dibandingkan para prajurit lainnya untuk ikut dengannya bersama Rangga Wihesa dalam melakukan penyisiran ke dalam hutan tempat pelarian para pelaku serangan itu. "Kalian harus membawa obor!" pinta sang panglima. "Baik, Panglima," sahut salah seorang dari keenam prajurit itu. Setelah menyalakan lima obor, keenam orang prajurit itu langsung melangkah mengikuti Panglima Durga dan Rangga Wihesa. Senapati Pandu dan para perwira senior lainnya hanya berdiri memandangi langkah Rangga Wihesa dan Panglima Durga serta enam orang prajurit yang sudah berjalan menuju ke arah hutan yang berada di depan barak pasukan kerajaan Genda Yaksa. Setelah itu, Senapati Pandu menghimbau kepada para prajurit yang bertugas menjaga keamanan di pintu gerbang area barak tersebut, agar mereka waspada dan jangan lengah. "Kalian harus waspada dan tidak boleh lengah! Karena ada kemungkinan para pelaku l
Setelah melakukan perjalanan selama tujuh hari tujuh malam, akhirnya Rangga Wihesa bersama Ki Bastari tiba di barak prajurit kerajaan Genda Yaksa. Mereka tiba pada malam hari, kedatangannya langsung disambut hangat oleh Senapati Pandu dan Panglima Durga beserta para perwira senior yang kebetulan tengah berkumpul di beranda barak. Senapati Pandu dan para perwira senior yang bertugas di barak tersebut langsung memberi hormat kepada kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari dengan membungkukkan badan dan merangkapkan kedua telapak tangan mereka secara bersamaan. Begitu juga yang dilakukan oleh para perwira senior, secara serentak mereka menjura kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari. Setelah itu, Senapati Pandu langsung mempersilakan Rangga Wihesa dan Ki Bastari untuk duduk. Dengan demikian, Rangga Wihesa dan Ki Bastari langsung duduk di atas tikar pandan yang digelar di beranda barak tersebut. Setelah duduk, Rangga Wihesa langsung memperkenalkan Ki Bastari kepada Senapati Pandu dan para perw
Pagi harinya .... Sebelum matahari terbit, Rangga Wihesa langsung pamit kepada Widiarti Puja dan juga kepada Patih Wira Karma serta para petinggi istana kepatihan kuta Dalam Genda. Setelah pamit, ia langsung melangkah menuju pintu gerbang istana kepatihan, kuda yang hendak ditungganginya dituntun oleh seorang prajurit yang mengikutinya dari belakang. Ketika sudah berada di hadapan para prajurit penjaga keamanan istana, Rangga Wihesa berpesan, "Selama aku pergi ke wilayah perbatasan, kalian harus hati-hati dalam menjaga keamanan istana kepatihan!" "Baik, Gusti Pangeran. Hamba akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan titah ini!" tegas salah seorang pimpinan prajurit keamanan itu sambil menjura. Rangga Wihesa tersenyum lebar, kemudian langsung naik ke atas kuda, dan memacu derap langkah kudanya meninggalkan istana kepatihan menuju perbatasan tempat ribuan prajurit sedang bertugas mengamankan wilayah tersebut dari gangguan kelompok-kelompok pemberontak. Untuk menuju ke tempat yang