Setelah itu, gua tersebut kembali hening. Sejenak, Jalamangkara menghentikan langkah, ia tampak kaget ketika melihat sesosok makhluk yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Namun, makhluk itu tampak ketakutan saat berpapasan dengan Jalamangkara, dan langsung berlari kencang meninggalkan Jalamangkara.
'Apakah makhluk itu merupakan sesosok siluman?' kata Jalamangkara bertanya-tanya dalam hati.
Lantas, ia pun kembali melanjutkan langkahnya menyusuri gua tersebut sesuai yang diperintahkan oleh Ki Lembu. Jalamangkara sedikit mempercepat langkahnya hendak mengikuti makhluk yang sudah menampakkan diri di hadapannya.
Tidak lama kemudian, Jalamangkara sudah berada di tempat yang dituju. Tampak seorang pria bertubuh kurus terkapar di mulut gua tersebut.
"Ya, Dewata agung! Siapa orang itu?" desis Jalamangkara.
Dengan penuh kewaspadaan, ia langsung melangkah menghampiri orang tersebut.
"Aku harus memastikan bahwa orang itu masih hidup atau sudah m
Saat itu, Panglima Pandu dan kedua kawannya sudah memasuki hutan yang biasa menjadi tempat Jalamangkara melakukan pencarian bahan obat-obatan. Ia bersama Reksa Pati dan Wandalika melakukan pencarian ke pelosok-pelosok hutan dan bertanya ke setiap penduduk yang tengah beraktivitas mencari kayu di dalam hutan tersebut."Apakah kalian melihat Jalamangkara?" tanya Panglima Pandu kepada seorang penduduk yang ia temui di tengah hutan itu."Ki Jalamangkara yang tinggal bersama rama Panglima?" jawab orang tersebut balas bertanya kepada Panglima Pandu."Benar, Ki," sahut Panglima Pandu."Kami tidak melihat Ki Jalamangkara, Panglima. Sedari pagi kami di hutan ini, dan tidak bertemu dengan siap pun termasuk Ki Jalamangkara."Kemudian, seorang pria paruh baya melangkah menghampiri Panglima Pandu."Mohon maaf, Panglima. Kemarin pagi aku melihatnya, Ki Jalamangkara tengah berada di saung Ki Warka," terang pria paruh baya itu."Tidak ada, Ki. Menuru
Kedua pemuda itu tampak semringah, kemudian langsung memperkenalkan diri mereka kepada Jalamangkara."Perkenalkan, aku Marta dan ini kawanku namanya Jawira. Kami bekerja dengan Ki Adeng pemilik rumah ini sebagai buruh pencari kayu di hutan."Jalamangkara tersenyum lebar, kemudian berkata, "Aku Jalamangkara, aku tinggal di desa sebelah. Senang rasanya bisa berkenalan dengan kalian para pemuda baik.""Ki Sanak tinggal di rumah Ki Wira Karma, 'kan?" sahut Jawira balas bertanya sambil menatap wajah Jalamangkara.Jalamangkara tersenyum lebar. Lalu menjawab pertanyaan dari pemuda tersebut, "Benar sekali. Tapi ... kenapa kau tahu semua tentang aku?" Jalamangkara balas bertanya sambil mengerutkan keningnya.Jawira pun tersenyum dan langsung menjawab lirih pertanyaan dari Jalamangkara, "Kami tahu dari kepala dusun, kebetulan Ki Adeng pun mengenali Ki Wira Karma.""Maksudmu kepala dusun itu Ki Bayu Merta?""Benar, Ki Sanak. Ki Bayu Merta sangat
Setelah berlalunya Marta dan Jawira, para pemuda yang sudah membantu Panglima Pandu dalam melakukan pencarian terhadap Jalamangkara, langsung pamit kepada Wira Karma dan semua yang ada di rumah tersebut."Mohon maaf, Paman. Kami mohon undur diri sekarang, karena kami akan kembali melakukan pekerjaan di ladang," ucap salah seorang di antara keenam pemuda itu."Terima kasih banyak atas kepedulian kalian terhadap Jalamangkara. Kalian adalah para pemuda yang baik yang sudah rela mengorbankan waktu kalian demi membantu kami, semoga cita-cita yang kalian impikan segera terwujud," kata Wira Karma tersenyum lebar."Iya, Paman. Terima kasih atas doanya."Para pemuda itu menjura kepada Wira Karma, kemudian langsung pamit dan berlalu dari rumah tersebut.Sementara itu, Wandalika dan Reksa Pati, langsung melakukan perbincangan dengan Panglima Pandu di beranda rumah tersebut. Ada banyak hal yang disampaikan oleh Panglima Pandu kepada kedua sahabatnya itu, terut
Di tengah gentingnya wilayah perbatasan dengan berbagai teror yang dilakukan oleh para pemberontak.Hari itu, Patih Rangga Dipta dikejutkan oleh kabar hilangnya ratusan senjata yang tersimpan di dalam gudang persenjataan. Diduga kuat, senjata-senjata tersebut telah raib dicuri orang dari kelompok pemberontak pada malam hari ketika para prajurit penjaga tengah dalam keadaan lengah."Kalian harus bertanggung jawab atas hilangnya persenjataan tersebut. Cari pelakunya dan segera masukkan ke dalam penjara! Aku yakin, para pelakunya masih berkeliaran di desa-desa yang ada di wilayah kepatihan ini!" tegas sang patih berkata di hadapan para prajurit seniornya."Baik, Gusti Patih. Kami akan segera melakukan penyelidikan terkait kasus ini, dan kami pun bersedia untuk bertanggung jawab sepenuhnya!" tegas salah seorang prajurit senior yang dipercaya sebagai pemimpin para prajurit penjaga gudang persenjataan tersebut.Setelah itu, Patih Rangga Dipta langsung memerinta
Seminggu kemudian....Panglima Pandu mendapatkan perintah langsung dari sang raja, untuk segera berangkat ke wilayah kepatihan Merba Tirta. Prabu Surya Darma Wihesa merasa bahwa Panglima Pandu sudah waktunya turun tangan untuk membantu Panglima Durga."Ini adalah waktu yang tepat untukmu berangkat ke wilayah konflik. Aku percaya bahwa kau pasti akan dapat meredam ketegangan di sana!" ujar sang raja berbicara penuh kesungguhan kepada Panglima Pandu.Panglima Pandu menjura kepada sang raja, kemudian berkata, "Hamba siap melaksanakan titah Gusti Prabu, dan hamba akan segera berangkat ke wilayah perbatasan."Raja tersenyum lebar menatap wajah Panglima Pandu. Lalu, ia bangkit dari duduknya."Wahai para petinggi istana!" seru sang raja sambil mengangkat sebelah tangannya.Mendengar seruan dari sang penguasa kerajaan tersebut. Maka, secara serentak para petinggi istana dan dewan kehormatan istana langsung bangkit secara bersamaan, termasuk Panglima
Di lain tempat, tepatnya di istana kepatihan Merba Tirta. Dua pelaku pencurian senjata di gudang persenjataan istana kepatihan, tampak seperti menyesali perbuatan mereka.Rasyudita dan Ramalaka berteriak-teriak, memohon pengampunan kepada sang patih agar mereka segera dibebaskan. Dan mereka menyatakan diri akan membongkar segala rahasia kelompok mereka."Gusti Patih! Ampuni kami! Kami akan membongkar rahasia para pemberontak jika kami dikeluarkan dari ruangan ini!" teriak Ramalaka sambil memukul-mukul jeruji besi ruangan tersebut.Meskipun demikian, teriakan itu tidak mungkin dapat didengar oleh siapa pun, termasuk oleh para prajurit penjaga ruang penjara tersebut. Suara keras dari Ramalaka hanya membuat gaduh ruangan tersebut.Dinding ruangan penjara rahasia itu terbuat dari beton kuat dan tebal, para penjaga di pintu penjara rahasia hanya berjaga di luar saja, dan mereka tidak mungkin mendengar suara apa pun dari dalam ruangan tersebut."Prajurit
Dengan demikian, pertikaian di ruang penjara tersebut, sudah tidak dapat dihindari lagi. Para tahanan itu langsung mengadakan pertarungan satu lawan satu dalam menghadapi kedua pendekar sombong yang sudah membuat kegaduhan di dalam penjara tersebut.Pertarungan pertama, Rasyudita menghadapi salah seorang tahanan yang tadi sempat adu mulut dengan dirinya. Sementara yang lain hanya menonton menunggu giliran untuk melakukan pertarungan berikutnya.Seketika, ruangan penjara itu berubah menjadi arena pertandingan. Mereka tampak leluasa dalam melakukan pergerakan demi pergerakan di dalam ruangan itu. Karena ruangan tersebut berukuran cukup luas."Bagaimana kalau kita bunuh saja mereka!" bisik salah seorang tahanan menyarankan kepada kawannya."Jangan! Jika kita membunuh kedua pendekar itu, maka kita akan mendapatkan hukuman yang lebih berat lagi, apa kau tidak mau segera keluar dari ruangan ini?" sahut kawannya.Pria itu hanya mengangguk dan kembali meny
Dengan adanya peristiwa terbunuhnya empat orang prajurit penjaga penjara. Tentu, akan menjadikan citra prajurit kepatihan akan semakin buruk di mata para pengamat politik di wilayah tersebut.Kabar kematian empat orang prajurit tersebut, sudah terdengar oleh telinga sang raja. Sehingga, ia pun segera meminta pendapat dari para dewan kehormatan istana."Kasus ini akan menjadi kasus terburuk di sepanjang sejarah. Sudah barang tentu akan menghilangkan kepercayaan dari rakyat kerajaan ini, terutama rakyat yang ada di wilayah perbatasan," ujar sang penasihat istana berbicara di hadapan sang raja dan maha patihnya.Prabu Surya Darma Wihesa mengerutkan kening, lantas berpaling ke arah Mpu Mandalika. Lalu, sang raja pun berkata, "Bagaimana menurut, Penasihat? Apakah kita harus segera bertindak tegas atau menunggu waktu yang tepat?" tanya sang raja meminta pendapat kepada sang penasihat istana."Mohon maaf sebelumnya, Gusti Prabu. Hamba hanya menyarankan saja agar