Artha menahan rasa pilu dalam hatinya, lalu memalingkan pandangannya dan berjalan terhuyung-huyung ke rumah sakit Lilia.Setelah mendengar alasan Artha menemuinya, Lilia sontak terkejut.Dia pikir Reo sudah menyerah setelah putus darinya, ternyata pria itu sudah menyusun rencana bagaimana memenjarakan Yuno."Kuharap kamu bisa menghadiri persidangan antara klienku dan Yuno yang akan diadakan sebentar lagi."Artha menyadari Lilia yang terlihat kebingungan dan ragu, ekspresinya sontak menjadi lebih suram."Dari ekspresimu, kayaknya kamu nggak mau menggugat Yuno, ya?"Lilia menggelengkan kepalanya. Bukannya dia tidak mau, tetapi karena dia merasa tidak mungkin bisa memenangkan gugatan itu.Siapa itu Yuno?Memangnya dia adalah orang yang mudah untuk dikalahkan?"Kalau memang kamu nggak mau, suruh Dokter Reo untuk mencabut gugatannya. Jangan membuang-buang waktuku."Artha tidak tahu soal masa lalu Lilia dengan Yuno. Dia mengira Lilia sebenarnya ingin melindungi Yuno, jadi dia tidak mau repot
Di gedung Grup Lionel. Jihan baru saja kembali ke ruangannya setelah selesai rapat dengan perwakilan lintas negara.Dia mengklik komputernya, lalu melihat email tentang panggilan dari pengadilan.Saat dia hendak mengklik email tersebut, Jefri langsung membuka pintu ruangannya dan bergegas berjalan menghampiri."Kak Jihan, Artha bilang Jeana menggugat Kakak dan Kak Wina atas tuduhan penculikan cucunya? Kakak sudah terima panggilannya dari pengadilan?"Jihan yang baru saja menerima panggilan itu pun balas mengangguk kecil."Kamu sudah masuk ke kantorku tanpa mengetuk, gaji satu bulanmu kupotong."Jefri pikir Jihan setidaknya akan panik mengetahui dia digugat. Ternyata yang ada dalam pikiran Jihan adalah memotong satu bulan gaji Jefri?"Kak Jihan, Jeana itu menyewa pengacara yang secara mendunia dikenal nggak pernah kalah dalam kasus gugatan kayak gini! Apa Kak Jihan nggak takut nggak bisa menang?"Tidak pernah ada yang namanya "tidak bisa menang" dalam kamus hidup Jihan."Kalau kamu lagi
Jefri pun keluar dari kantor presdir, lalu menelepon Artha dan bertanya sahabatnya itu sedang di mana. Artha pun mengirimkan alamat lapangan golf kepada Jefri.Sesampainya di sana, Jefri melihat Artha yang sedang duduk di bawah payung sambil mengenakan kacamata hitam dan masker. Sahabatnya itu sedang menatap orang di kejauhan sana.Jika mengikuti arah pandangan Artha, terlihatlah Andrew yang mengajari Aulia cara mengayunkan bola."Dia bisa bermain golf."Artha berkomentar tanpa mengangkat kepalanya.Namun, Jefri langsung paham. Dia menarik kursi dan duduk di sebelah Artha."Pasti Andrew yang ingin mengajari."Ini adalah trik yang biasanya digunakan kaum pria untuk memikat wanita. Mengajari cara mengayunkan bola dan sengaja berkontak fisik supaya mangsa mereka segera terjerat.Jefri pikir Andrew adalah pria baik-baik, bukan tipe orang yang akan memandang wanita hanya dari wajah."Adikmu yang minta diajari."Artha balas menengadah dan mengedikkan dagunya ke arah Aulia."Mereka bertaruh d
"Terima kasih," kata Artha. Lalu, dia menatap Aulia dan Andrew lagi sambil bertanya, "Apa menurutmu mereka bisa mencetak hole in one?"Tepat pada saat itu, terdengar pekikan gembira Aulia. Saking senangnya, gadis itu sampai melompat-lompat. "Wah, Tuan Muda Andrew hebat banget! Beneran masuk!"Andrew yang berdiri di belakangnya pun memasukkan satu tangan ke dalam sakunya sambil terkekeh menatap lapangan golf. "Tuh, aku sudah membantumu menghemat 10 miliar. Gimana kamu mau berterima kasih kepadaku?""Sebagai balas budi sudah mengajariku selama dua hari ini, gimana kalau kuajak main bungee jumping?" tanya Aulia sambil tersenyum lebar.Andrew menatap Aulia yang bertubuh mungil dan kurus itu dengan saksama. "Wah, aku nggak tahu kalau Nona Aulia ternyata suka olahraga ekstrem kayak gitu."Aulia yang memakai topi bisbol memiringkan kepalanya dan tersenyum manis. "Aku juga nggak suka, tapi ada yang sering mengajakku main kayak gitu ...."Aulia mendadak teringat sesuatu, senyumannya memudar.An
Sandy mengajak teman-temannya untuk bermain golf sekalian untuk memperkenalkan Sara kepada mereka, tetapi ternyata malah bertemu Jefri di sini.Sandy refleks menggenggam tangan Sara. Sara yang awalnya tidak melihat Jefri pun langsung mengikuti arah pandangan Sandy.Di depan lapangan golf berwarna hijau itu, tampaklah seorang pria yang mengenakan pakaian kasual berwarna putih dan topi bisbol. Pria itu memegang tongkat golf dan berdiri diam di bawah payung.Setiap kali bertemu dengan Jefri saat sedang berkencan dengan Sandy, Jefri pasti akan langsung memutar arah dan berjalan pergi. Sara tahu Jefri akan melakukan hal yang sama kali ini, jadi dia segera memalingkan pandangannya."Yuk kita ganti baju di ruang ganti."Sara berniat menyeret Sandy ke ruang ganti, tetapi arah ruang ganti kebetulan berada di belakang Jefri. Mereka mau tidak mau harus berjalan melewati Jefri terlebih dulu.Sara mengumpulkan segenap tekadnya, lalu menarik Sandy dan berjalan melewati Jefri.Sara pikir Jefri akan m
Begitu Sara keluar dari ruang ganti, sosok Jefri sudah tidak terlihat.Sara pun menghela napas lega, lalu berjalan menuju ke arah Sandy.Sandy mengajak Sara bertemu dengan teman-temannya, mereka mengobrol dengan cukup akrab.Saat keluar dari kamar mandi, Sara secara kebetulan mendengar ada yang sedang menggosipkannya di depan Sandy."Dokter Sandy, apa orang tuamu setuju kamu berpacaran dengan wanita yang mengelola klub malam? Itu 'kan profesi yang nggak begitu formal?""Aduh, kamu ini kurang informasi. Pacarnya Dokter Sandy bukan cuma pemilik klub malam, dia juga sudah pernah menikah satu kali, tapi cerai.""Hah? Wah, aku nggak tahu kalau dia sudah bercerai. Apa dia sudah punya anak?""Entahlah. Ada yang bilang punya, tapi dipukulin. Mungkin dia memberikan anak itu kepada mantan suaminya? Lagian 'kan dia cantik banget. Dia pasti mengandalkan wajahnya untuk memikat hati para orang kaya ...."Gosip itu benar-benar tidak enak didengar.Sandy biasanya akan membela Sara, tetapi hari ini dia
Aulia yang sudah selesai bermain dan hendak berganti pakaian pun secara kebetulan melihat semua ini. Dia segera menghampiri Jefri."Kak, Kakak nggak apa-apa?"Jefri mengulurkan tangannya."Tolong aku."Saat meraih tangan kakaknya, Aulia bisa merasakan betapa dinginnya jemari Jefri dan betapa lunglainya tubuh pria itu.Mata Jefri tampak berkaca-kaca, sorot tatapannya terlihat suram."Kakak ...."Aulia bergumam, dia bisa merasakan betapa menyakitkannya perasaan Jefri saat ini. Hati Aulia ikut terasa sakit, jadi Aulia memeluk Jefri erat-erat.Begitu melihat Artha tidur bersama wanita lain, Aulia memiliki reaksi yang sama seperti Jefri.Dia pernah mencintai Artha dan kakaknya juga sangat mencintai Sara sekarang. Sayangnya, Sara pada akhirnya memilih orang lain.Aulia tidak bisa menilai siapa yang benar dan siapa yang salah, karena orang yang ditemui Sara mirip dengan orang yang ditemuinya.Satu-satunya perbedaan adalah kakaknya benar-benar jatuh cinta pada Sara ....Dengan kata lain, sekar
Sara pun menatap Jefri dengan marah."Kamu sebenarnya mau apa, sih?"Jefri mengambil sebotol air dari samping mobil, lalu membuka tutupnya dan membasahi tisu. Setelah itu, dia bergerak mendekat dan menindih tubuh Sara, lalu memegangi wajah wanita itu dengan satu tangan.Tangan Jefri yang satu lagi pun menyeka bibir merah Sara dengan tisu ...."Aku mau mengelapnya sampai bersih supaya nggak ada sisa laki-laki lain ....""Dasar gila!"Sara memalingkan kepalanya untuk menghindar, tetapi Jefri memegangi dagunya sehingga dia tidak bisa bergerak.Jefri benar-benar mabuk, matanya tampak sangat merah. Meskipun begitu, tenaganya kuat sekali. Dia terus menggosok bibir Sara.Seolah-olah dengan cara ini dia bisa menghilangkan jejak Sandy sekaligus menghapus ingatannya ...."Sudah bersih, Sara. Ayo mulai lagi denganku, ya?"Sara yang semula meronta pun mendadak merasa seperti ada yang menghantam hatinya.Dia mengangkat tangannya menyentuh wajah Jefri dengan mata yang berkaca-kaca."Maaf, aku nggak
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je