Malamnya Agatha tidak bisa tidur setelah mendengar ucapan Rafka padanya. Ia terus membalik badannya mencoba menemukan posisi tidur yang nyaman untuknya, tetapi pikirannya tidak bisa tenang. Agatha terkejut saat Rafka menarik dan mendekap tubuhnya. “Ada apa?” tanya Rafka dengan suara parau dan matanya yang masih terpejam.“Nggak ada apa-apa. Aku cuma sudah tidur aja, mungkin karena kebanyakan minum kopi tadi,” jawab Agatha sambil memandang wajah tampan Rafka. “Kamu minum kopi?” tanya Rafka.“Iya, memangnya kenapa?” tanya Agatha kemudian.“Setahu aku kamu nggak bisa minum kopi.”“Mungkin selama ini aku terlalu sibuk dan jarang menemui kamu sampai aku nggak menyadari perubahan-perubahan kecil kamu,” sambung Rafka sambil mengeratkan pelukannya.“Apa aku terlalu berbeda dari Adiva yang kamu tahu?” tanya Agatha dengan pelan. Entah Rafka mendengarnya atau tidak.“Apa aku boleh tanya sesuatu?” tanya Agatha lagi.“Apa pun … aku akan coba menjawabnya,” balas Rafka.“Aku mau kamu menjawabnya d
Siangnya, Agatha pergi ke rumah sakit diantar oleh David. Ia sama sekali tidak dapat menolak Rafka yang sibuk mengirimkan pesan kepadanya hampir setiap beberapa menit sekali. Setelah menjalani pemeriksaan menyeluruh karena permintaan Rafka, Agatha keluar sambil membawa kertas hasil tes yang menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu serius yang terjadi dengannya dan kini ketakutannya mengenai dirinya tengah mengandung juga sudah hilang. Baru saja keluar dari depan pintu ponsel Agatha berdering dan menemukan nama Rafka di layar ponselnya. Jarinya langsung mengusap ikon panggilan berwarna hijau itu.“Gimana hasilnya?” tanya Rafka ysng terdengar dari sambungan telepon.“Hasilnya … udah keluar,” balas Agatha yang berniat untuk bermain-main dengan Rafka.“Adiva please! Apa kata dokter?” tanya Rafka dengan suara dengar khawatir.“Dokter bilang kalau … aku boleh pulang,” jawab Agatha dengan menahan senyumannya. “Adiva!” panggil Rafka beberapa kali. Sementara Agatha terdiam saat melihat pria yang
Agatha terbangun saat merasakan seseorang memanggil namanya beberapa kali. Ia mengerjapkan matanya dan melihat Mira berdiri di samping tempat tidurnya.“Ini sudah jam makan malam, Nyonya.”“Kami sudah menyiapkan semuanya,” sambung Mira.“Apa Rafka sudah pulang?” tanya Agatha lalu duduk dan bersandar di ujung tempat tidur.“Belum, tapi Tuan Rafka menyuruh saya untuk menyiapkan makan malam dan memastikan Nyonya tidak telat makan,” jawab Mira.“Panggil saja saya Adiva,” ujar Agatha.“Maaf … tapi saya tidak berani,” balas Mira.“Kalau gitu saya nggak mau makan malam,” pungkas Agatha.“Baik, Mbak Adiva. Saya rasa saya bisa memanggil anda begitu,” ujar Mira sambil menundukkan kepalanya.Agatha tersenyum sebelum melanjutkan ucapannya. “Kalau begitu saya mandi dulu, nanti saya akan langsung ke bawah setelahnya.”Mira menganggukan kepalanya. “Kalau butuh sesuatu katakan saja pada saya,” kata Mira. Setelah Mira keluar, Agatha masuk ke dalam kamar mandi untuk berendam dan menyegarkan tubuhnya s
Keesokan paginya, Agatha terbangun dan tidak menemukan Rafka di sampingnya. Tak lama para pelayan mengetuk pintu lalu masuk. “Kami sudah menyiapkan sarapan, Nyonya … eh maksud saya Mbak Adiva,” ujar Mira sementara para pelayan di belakangnya tengah sibuk membuka tirai jendela.“Apa Rafka ada?” tanya Agatha.“Tuan Rafka sudah berangkat ke kantor sejak tadi,” jawab Mira.“Apa dia bilang sesuatu?” tanya Agatha lagi.“Tuan bilang akan kembali untuk makan malam bersama,” balas Mira sementara Agatha hanya mengangguk.“Baiklah, lima belas menit lagi saya akan turun,” ujar Agatha.Setelah para pelayan pergi Agatha menatap ponselnya dan betapa kecewanya saat tidak ada satu pun notifikasi pesan dari Rafka. Agatha melemparkan ponselnya dengan kesal lalu masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa menit kemudian ia keluar lalu memeriksa ponselnya yang berdering. Ia mengernyitkan dahinya saat sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal menghubunginya. Agatha membuka pesan tersebut dan matanya melebar sa
Rafka mengejar Agatha lalu memeluknya dari belakang dan menaruh kepalanya di bahu Agatha.“Sampai kapan pun aku nggak akan pernah menceraikan kamu, sekarang kita saling mencintai dan nggak ada yang lebih penting daripada itu,” jelas Rafka.Tubuh Agatha menegang, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. “Tapi aku nggak bisa selamanya terus hidup seperti ini. Aku ingin bebas melakukan apapun yang aku suka dan aku juga mau semua orang tahu aku hidup,” balas Agatha. “Aku lelah disembunyikan seolah aku ini penjahat dan berbahaya untuk orang lain,” sambung Agatha sementara Rafka menggelengkan kepalanya.“Nggak … itu nggak benar,” gumam Rafka.“Beri aku waktu sedikit lagi, secepatnya aku akan membereskan semua ini dan kita akan bersama,” lanjut Rafka lalu membalik tubuh Agatha.“Mungkinkah kita akan bersama kalau kamu tahu siapa aku sebenarnya?” tanya Agatha dalam hatinya. “Aku kasih kamu dua bulan, kalau kamu belum bisa menyelesaikan ini lebih baik kita bercerai,” balas Agatha tanpa berani
Hari-hari berlalu, selama satu bulan ini banyak dihabiskan Agatha dengan berbagai kegiatan. Hari demi hari tampak sekali perubahan dalam dirinya. Seperti halnya yang kegiatan memasak yang sedang ia lakukan saat ini.“Aduh biar saya saja yang masak, Nyonya. Nanti kalau jari Nyonya terluka lagi bagaimana?” ujar Laras, pelayan yang selama ini mengajari Agatha memasak.“Saya baik-baik saja, Bi. Jangan terlalu khawatir, lagipula ini bukan hal besar. Saya mau belajar beberapa masakan ini dan menunjukkannya sama Rafka kalau dia sudah kembali nanti,” jelas Agatha dengan antusias saat membayangkan Rafka memuji masakannya.“Sekali lagi deh, Bi. Kalau saya belum bisa masaknya saya pasrah,” sambung Agatha sambil menangkup tangannya di depan dada.\Setelah satu jam masakan yang Agatha buat pun selesai. Ia langsung meminta Laras mencicipi masakannya.“Wah, ini sudah enak Nyonya. Saya rasa Tuan akan suka,” ucap Laras.“Serius Bi … Bibi nggak bohong kan untuk nyenengin saya?” tanya Agatha sambil ters
Keesokan harinya Agatha melakukan aktivitas seperti biasanya. Kini ia tengah memilih pakaian yang akan digunakan untuk menyambut Rafka saat pulang nanti. Agatha berpikir bahwa ia akan menganggap semuanya baik-baik saja. Agatha memilih untuk melupakan masalah pertunangan Rafka dengan Kiara.“Tenang, Tha. Nggak boleh stres … nggak boleh stres … kamu harus menikmati semua momen dengan Rafka selagi bisa,” gumam Agatha kepada dirinya sendiri.Saat sedang asyik memilih pakaian terdengar suara ketukan pintu.“Ya, masuk!” seru Agatha.“Saya ingin memberi tahu kalau bahan-bahan yang Nyonya pesan sudah datang dan sudah saya siapkan di dapur,” ujar Rara.“Baik, Ra. Sebentar l
“Sebenarnya kita akan pergi ke mana?” tanya Agatha. “Nanti anda akan mengetahuinya,” balas pria berkaca mata hitam dengan dingin. Lama-kelamaan Agatha merasakan dirinya mulai mengantuk dan akhirnya ia tertidur selama perjalanan. Ketika bangun ia menyadari tubuhnya tidak dapat bergerak karena terikat tali. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan melihat sekitar dan menemukan dirinya berada di sebuah ruangan yang gelap. Agatha berteriak beberapa kali sampai ia mendengar suara kaki yang tengah melangkah ke arahnya.“Siapa kalian? Kenapa kalian melakukan ini? tanya Agatha dengan berteriak.Tidak ada jawaban selama beberapa detik lalu tak lama lampu mulai menyala tetapi Agatha belum bisa melihat orang yang menghampirinya karena ia memakai masker dan juga kacamata hitam.“Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan?” tanya Agatha lagi.Wanita itu melepas masker dan kacamatanya membuat mata Agatha melebar sempurna saat melihat seorang wanita yang sangat mirip dengannya tengah berdiri menghadap