Rafka tidur membelakangi Agatha, sepertinya pria itu masih kesal dengan percakapan yang mereka bicarakan. Agatha hanya menghela nafas panjang sambil menatap punggung Rafka dan beri langit-langit kamarnya. Gadis itu berusaha untuk tidur tetapi tidak bisa karena pikirannya terasa sangat penuh. Akhirnya Agatha memutuskan untuk pergi ke kamar Riana. Agatha melangkah masuk lalu menyibak selimut dan langsung masuk ke dalamnya untuk memeluk Riana. Ia menenggelamkan wajahnya di dada Riana sambil memejamkan matanya perlahan. Berada dipelukan Riana adalah hal ternyaman yang pernah Agatha rasakan. Agatha membuka matanya perlahan saat merasakan jari-jari tangan Riana mengusap punggungnya. “Ada yang bisa Ibu bantu?” tanya Riana dengan lembut.“Ibu bisa baca pikiran aku ya?” tanya Agatha masih dengan posisinya yang memeluk Riana erat. “Ada apa, sayang?” Kini tangan Riana beralih membelai rambut Agatha.“Aku bingung, Bu. Nggak tau harus bagaimana?” “Bingung soal apa?” tanya Riana.Agatha terdiam
Agatha kembali ke kamarnya setelah percakapannya dengan Riana. Ia menatap punggung Rafka lalu mulai mendekat dan memeluknya dari belakang. Agatha dapat merasakan aroma parfum Rafka yang menyeruak ke dalam indra penciumannya. Tak lama, ia ikut terlelap tidur.Keesokan paginya, Agatha bangun dan menemukan Rafka sudah tidak ada di sampingnya. Ia mendengus pelan sambil menarik selimutnya berniat untuk kembali tidur. Namun, sebuah tangan menghentikannya. Agatha terkesiap lalu membuka matanya perlahan dan melihat Rafka yang tengah menatapnya. Dengan rambut basah yang menetes ke bawah pipinya. “Morning.” Rafka tersenyum saat melihat wajah Agatha yang cemberut.Agatha menatap bagian tubuh atas Rafka yang tidak mengenakan apapun. Menyadari hal itu Rafka tersenyum nakal sambil mengedipkan matanya.“Suka liatnya?” tanya Rafka kemudian. Sementara Agatha langsung memalingkan wajahnya. Agatha mengganti posisinya menjadi duduk. “Kamu udah nggak marah?” tanya Agatha.“Aku lagi nunggu David bawa
Setelah Rafka berangkat kerja, Agatha memutuskan untuk menyegarkan dirinya lalu berganti pakaian. Agatha melangkah keluar menuju meja makan dan menemukan Bella tengah terburu-buru dengan pakaian yang sudah rapi. “Ibu di mana?” tanya Agatha.“Ibu ke toko pagi tadi,” balas Bella sambil memakai kaos kaki dan duduk di sofa.“Kamu mau ke mana?” tanya Agatha lagi membuat Bella menghela napas.“Aku mau berangkat kerja,” jawab Bella.“Kerja apa? Memang kamu nggak kuliah?” tanya Agatha sambil menatap Bella.Bella hanya menggelengkan kepalanya sebelum menjawab. “Nggak, mau ambil tahun depan aja,” ujar Bella lalu mengambil tas miliknya.“Kenapa memangnya?” tanya Agatha dengan penasaran.“Aduh udah ya! Nanti lagi aja kalau mau introgasi. Bisa-bisa aku telat!” seru Bella lalu mengambil sepatu dan memakainya sementara Agatha hanya menganggukan kepalanya lalu pergi ke dapur.Beberapa menit kemudian sesudah sarapan Agatha kembali ke kamar karena merasa bosan. Ia berbaring di atas ranjang sambil mem
Cuaca mulai menggelap saat Agatha meninggalkan tempat itu, entah sudah berapa menit ia berdiri di sisi jalan namun belum ada satu kendaraan pun yang lewat. Sialnya, ia juga lupa membawa ponselnya. Agatha menghela napas kasar beberapa kali ketika rintik hujan mulai turun dan ia memilih berdiri di bawah pohon yang cukup besar sambil menatap jalanan yang banyak dikelilingi pepohonan dan jarang dilewati oleh kendaraan. Lokasi tempat itu memang cukup jauh dari perumahan warga sekitar. Agatha menundukkan kepalanya sambil sesekali mengusap kedua tangannya yang terasa dingin karena terkena hembusan angin yang bercampur dengan derasnya air hujan. Agatha merasa takut saat mendengar kilatan petir yang sesekali terdengar nyaring di telinganya. “Oh shit!” umpat Agatha sambil menutup telinganya saat kembali mendengar gemuruh petir yang menggelegar.Agatha mulai menutup matanya ketika merasakan seseorang berdiri di hadapannya. Ia membuka kedua matanya perlahan lalu mengangkat kepalanya. Agatha te
Setelah makan malam, Jonathan langsung mengantar Agatha kembali ke rumah Riana.“Yakin berhenti di sini?” tanya Jonathan sambil menatap perumahan di sekelilingnya.“Iya, rumah Ibu aku nggak terlalu jauh dari sini,” balas Agatha sambil menunjuk beberapa rumah yang ada di depannya.“Takut suami kamu marah?” tanya Jonathan lagi sementara Agatha langsung menggelengkan kepalanya. “Aku cuma nggak mau dia salah paham aja sih sebenarnya,” jawab Agatha yang dibalas dengan anggukan oleh Jonathan.“Okay kalau gitu hati-hati, Tha. Kalau ada sesuatu jangan sungkan bilang sama aku,”pungkas Jonathan dengan tersenyum lembut.“Sekali lagi thank ya, Jo,” ujar Agatha sambil turun dari mobil lalu menoleh ke arah Jonathan dan ikut tersenyum.Agatha melangkah pergi dan mulai menjauh dari tempat mobil Jonathan berhenti. Sesampainya di rumah, ia langsung membuka pintu dan menemukan Riana, Bella, dan Rafka tengah menunggunya dengan wajah cemas. “Maaf ya aku pergi nggak kasih kabar soalnya tadi ….” Sebelum A
Agatha terbangun dan segera melihat sekelilingnya. Ia melihat jam di kamarnya sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Agatha melihat ponselnya dan menemukan pesan dari Rafka yang mengatakan akan pulang lambat malam ini. Agatha memilih melanjutkan tidurnya yang terasa kurang karena aktivitas malamnya yang ia lakukan bersama dengan Rafka.Siangnya, Agatha bersiap untuk keluar. Hari ini ia berencana untuk pergi ke apotek untuk membeli obat pencegah kehamilan. Karena biar bagaimanapun hubungannya dengan Rafka mungkin hanya sementara. Agatha tidak ingin menambah kerumitan di antara mereka kalau saja dia sampai hamil.Setelah membayar Agatha segera memasukan pil itu ke dalam tas dan berjalan keluar. Ia memutuskan untuk menemui Riana di toko rotinya yang tidak jauh dari sana.“Halo, Bu,” sapa Agatha sambil menepuk pundak Riana dengan lembut.“Hai, sayang.” Riana tersenyum melihat Agatha.“Kamu sudah makan?” tanya Riana kemudian yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Riana.“Aku ke sini ma
Malamnya Agatha tidak bisa tidur setelah mendengar ucapan Rafka padanya. Ia terus membalik badannya mencoba menemukan posisi tidur yang nyaman untuknya, tetapi pikirannya tidak bisa tenang. Agatha terkejut saat Rafka menarik dan mendekap tubuhnya. “Ada apa?” tanya Rafka dengan suara parau dan matanya yang masih terpejam.“Nggak ada apa-apa. Aku cuma sudah tidur aja, mungkin karena kebanyakan minum kopi tadi,” jawab Agatha sambil memandang wajah tampan Rafka. “Kamu minum kopi?” tanya Rafka.“Iya, memangnya kenapa?” tanya Agatha kemudian.“Setahu aku kamu nggak bisa minum kopi.”“Mungkin selama ini aku terlalu sibuk dan jarang menemui kamu sampai aku nggak menyadari perubahan-perubahan kecil kamu,” sambung Rafka sambil mengeratkan pelukannya.“Apa aku terlalu berbeda dari Adiva yang kamu tahu?” tanya Agatha dengan pelan. Entah Rafka mendengarnya atau tidak.“Apa aku boleh tanya sesuatu?” tanya Agatha lagi.“Apa pun … aku akan coba menjawabnya,” balas Rafka.“Aku mau kamu menjawabnya d
Siangnya, Agatha pergi ke rumah sakit diantar oleh David. Ia sama sekali tidak dapat menolak Rafka yang sibuk mengirimkan pesan kepadanya hampir setiap beberapa menit sekali. Setelah menjalani pemeriksaan menyeluruh karena permintaan Rafka, Agatha keluar sambil membawa kertas hasil tes yang menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu serius yang terjadi dengannya dan kini ketakutannya mengenai dirinya tengah mengandung juga sudah hilang. Baru saja keluar dari depan pintu ponsel Agatha berdering dan menemukan nama Rafka di layar ponselnya. Jarinya langsung mengusap ikon panggilan berwarna hijau itu.“Gimana hasilnya?” tanya Rafka ysng terdengar dari sambungan telepon.“Hasilnya … udah keluar,” balas Agatha yang berniat untuk bermain-main dengan Rafka.“Adiva please! Apa kata dokter?” tanya Rafka dengan suara dengar khawatir.“Dokter bilang kalau … aku boleh pulang,” jawab Agatha dengan menahan senyumannya. “Adiva!” panggil Rafka beberapa kali. Sementara Agatha terdiam saat melihat pria yang