Laju perjalanan semakin lama, makin membuat jantung Alice berdebar kuat. Beberapa hal membahagiakan sudah sedikit banyak tergambar di benak Alice.Mungkinkah Luis telah menyiapkan makan malam romantis untuk mereka berdua ... atau ada hal lain?“Luis, kamu tidak ingin memberitahuku sedikit saja tentang tujuan kita?”“Ini kejutan. Mana mungkin aku memberitahumu.”“Ih, menyebalkan.”Bibir merah Alice mengerucut sebal, dan hal itu ditangkap oleh lensa mata tajam Luis yang lantas mengulas senyum gemas.Kecepatan mobil mewah ini sudah terasa melemah, dan kian tak memiliki getaran kecepatan lagi. Embusan napas hangat menerpa lembut telinga Alice, yang reflek membuat sang pemilik memiringkan kepala geli.“Luis, apa yang kamu lakukan?” tanya Alice yang berusaha mendorong bahu sang suami, tapi sayangnya, gerakan itu tak membuahkan hasil.Luis tersenyum tampan melihat respon pada tubuh candu sang istri. Warna memerah pada telinga dan wajah Alice sudah membuat Luis hampir tak tahan untuk
“Jangan menangis lagi. Aku bersumpah akan membawa putra kita dengan selamat.”“Luis, aku ikut pergi bersamamu.”Luis meraih sisi pipi sang istri lantas mengusap lembut di sana. “Kau dengar apa yang dikatakan penculik tadi? Kau harus tetap di rumah ini. Biarkan ini menjadi urusanku.”“Sampai mati pun, aku tidak akan membiarkan mereka menyakiti putra kita. Ini janjiku padamu,” tambah Luis bersungguh-sungguh sembari membawa satu tangan sang istri untuk diletakan di depan dada. Merasakan degub jantung Luis berdetak lebih cepat, membuat tangis tergugu Alice tak bisa lagi tertahan. Wanita itu benar-benar dalam masa terpuruk saat ini. Alice tahu jika akan banyak kemungkinan terburuk setelah Luis meninggalkan Alice di sini.Apakah ia masih bisa merasakan degub jantung hangat ini atau justru ....“Tidak. Aku tidak mau menunggumu di sini, Luis. Aku ingin selalu bersamamu. Penjahat itu pasti sudah menyiapkan jebakan untukmu,aku tidak percaya dia hanya menginginkan uang.” Anggap saja Ali
“Hugo, kamu tidak mungkin akan menyakitiku bukan?” Sepasang lutut Alice sudah benar-benar bergetar lemas tak bertenaga. Ia tak mengira jikalau Hugo akan bertindak sejauh ini. Bahkan, sampai menyakiti Paman Rose hanya demi mendapatkan informasi tentang dirinya. “Tentu tidak, tapi aku akan membuatmu bersenang-senang sebelum aku memberikanmu pada keluarga Delano.” Napas Alice makin tercekat mendengar perkataan Hugo. Ada apa dengan keluarga Delano, kenapa mereka menginginkan Alice? Apakah sebelum ini, Alice sempat tak sengaja menyinggung keluarga kaya raya tersebut? “Sekarang bagaimana keadaan Paman Rei? Kamu jangan keterlaluan, Hugo! Kamu sangat tahu kalau Rose hanya memiliki pamannya di kota ini, bagaimana bisa kamu begitu tega menyakiti Paman Rei?!” Kepala Alice menggeleng tak percaya, jika Hugo dengan tanpa hati mampu menyakiti lelaki yang pernah memberi makan dan tempat tinggal. Sebenarnya iblis dari mana yang merasuki otak Hugo hingga menjadi rusak seperti ini? “Anak buahku
“Brengsek kamu, Hugo!” “Umpatlah aku terus. Aku senang mendengar suara seksimu itu, Alice. Sekarang, layani aku. Aku ingin mencicipi tubuh indahmu itu,” tambah lelaki culas itu yang langsung meraih tubuh ramping Alice, lantas dibanting kasar di atas tempat tidur yang sudah teracak berantakan oleh ulah pemberontakan Alice tadi. Bug! Tubuh Alice memantul untuk kedua kali di sana. Di detik itu juga, suara robekan kain terdengar begitu menyeramkan di telinga Alice. Hugo menyobek kasar pakaian wanita itu sembari menelan kasar ludahnya. “Tubuhmu semakin indah, Alice. Lihat ini ....” Telapak tangan besar Hugo meremas kasar dada Alice yang terpampang menggoda di depan mata Hugo yang begitu tampak kelaparan, “jangan menolak, Alice. Aku yakin kau akan menikmati sentuhanku.” “Brengsek kamu, Hugo! Aku tidak akan sudi disentuh olehmu!” Plak! Sebuah tamparan kencang menjatuhkan pipi Alice ke sisi kiri. Di saat itu juga, wajah dengan rasa kebas menyakitkan dipaksa terangkat saat jemari Hugo m
“Tuan Luis, mereka datang.” “Cepat keluar sesuai rencana.” Luis membalas dengan mata tajam tak berpindah sedikit pun dari kaca mobil sisi tubuhnya. Langit telah gelap, angin mendadak begitu kencang. Tiba-tiba hati Luis tak tenang. Entah karena apa, tapi fokusnya benar-benar sedang sedikit kacau saat ini. Frans menoleh cemas pada sang tuan yang mendadak terdengar menggeram dengan tangan menekan dada. “Apa yang terjadi pada, Tuan Muda? Apa perlu saya bawa Tuan ke rumah sakit?” “Bodoh! Istri dan putraku sekarang berada di bawah ancaman, dan kau memintaku bersantai di rumah sakit? Ingin kupenggal kepalamu?” “... dadaku tiba-tiba sesak. Kau keluarlah dulu. Aku akan menyusulmu sebentar lagi.” Perkataan dan omelan Luis membawa anggukan kepala takut-takut Frans yang bergerak patuh. Sebelum benar-benar dipenggal, lebih baik Frans memilih jalan aman. Kabur. Empat koper hitam sudah terlihat dibawa keluar oleh anak buah keluarga Pietro dari mobil lain. Frans pun ikut bergegas keluar. Lela
Dua penculik tadi telah bangkit berdiri, dan berjalan sembari sesekali mengerang bercampur desisan mendekati keberadaan para koper uang. Satu persatu koper uang mulai diperiksa dengan sorot mata penuh keserakahan. Begitu pun dengan tumpukan uang dolar dari atas ke tumpukan paling bawah, yang tanpa sadar mereka tengah berada dalam rencana Luis. Setelah lamanya memastikan seluruh uang-uang di sana, dua orang itu bangkit berdiri lantas kembali berjalan mendekati sang ketua. “Kita bisa segera pergi, Bos. Mereka ternyata menuruti perintah kita,” bisik salah satu dari dua orang itu. Tambahan anggukan dari mereka berdua membawa senyum sumringah sang ketua. Sebuah tepuk tangan tunggal membawa seorang dari komplotan mereka muncul dari sebuah mobil dengan memanggul dua tubuh anak kecil dengan kepala yang ditutupi kain hitam. “Katamu kau hanya tiga orang, hah?!” sengit Frans ingin maju mengayun kepalan tangan, tapi dengan cepat ditahan Luis, yang membuat Frans mau tak mau kembali melangkah
Luis juga melepaskan tali yang mengikat tangan dua bocah yang sepertinya memang seumuran dengan sang putra.Tangan lelaki tampan itu mengusap lembut puncak kepala keduanya, yang seketika langsung menangis kencang.“Hiksss ... terima kasih, Paman Baik. Aku sangat takut pada paman-paman jahat tadi.”“Bokong kami terus dipukul oleh paman jahat tadi kalau kami sampai menangis dan bersuara. Jadi kami tidak berani menangis. Hiksss! Mamaaaa!”“Ya sama-sama, kalian sekarang sudah aman, sebentar lagi kalian akan bertemu orang tua kalian.”“... bawa dua anak ini ke mobil. Dan antar ke kantor polisi. Frans, seret tubuh anak buah Hendrick untuk menemui putraku. Pastikan dia tidak boleh mati, kalau mati aku akan membunuh seluruh keluarganya.” Lanjut Luis langsung membalik tubuh, dan berjalan tergesa ke arah mobil setelah Frans kembali mengangguk paham akan tugasnya.“Doa anti bujang lapuk apanya, kalian saja sudah jadi daging panggang!” cibir Frans sebelum meninggalkan tempat itu. Dia me
“Gerald, ini Daddy! Gerald!” “... kau di mana, Gerald?” “GERALD!” Sejauh apa pun Luis bergerak menghancurkan seisi rumah tua terbengkalai ini dan berteriak sekencang apa pun, nyatanya sang putra kandung tak ada di mana pun. Para anak buah Tuan Hendrick sudah lebih dulu mengamankan Gerald dan Aline, setelah mendapat laporan jikalau salah satu anak buah yang diperintah memata-matai Luis telah ditangkap. “Gerald, ... Ini Daddy, kau ada di mana? Daddy, mohon jawab Daddy!” ulang Luis yang berteriak kian lemah, penuh nada kefrustrasian. Ia merasa tak berdaya sebagai seorang ayah, yang lagi dan lagi, harus gagal menyelamatkan darah dagingnya. “Tuan Luis, saya menemukan ini ... pensil elektrik milik Tuan Kecil!” Kepala tertunduk Luis langsung terangkat saat mendengar suara sang asisten pribadi, “sepertinya Tuan Kecil sengaja menjatuhkan pensil ini untuk memberitahu kita, kalau Tuan Kecil memang sempat disekap di tempat ini.” Frans berhenti tepat di depan Luis. Lelaki itu menyerahkan pe