Jordie benar-benar ingin memeluk tubuh Aster sekarang. Dia ingin mendekapnya dan mengusap-usap punggung Aster dengan penuh cinta.
Sayangnya, dia sungguh-sungguh tak bisa melakukannya. Dia hanya bisa diam terpaku mendengarkan keluh-kesah Aster dan menggenggam jemari tangannya yang diisi oleh pasir putih. Dia harus menulikan batinnya agar tidak terbawa perasaan. Dia benar-benar menyedihkan.Aster masih menangis. Dia sudah terlanjur menunjukkan semua sisi lemahnya di depan Reynold. Perasaan yang sudah meluap tak bisa dihentikan dengan mudahnya. Apalagi, Aster selalu berusaha memendamnya sekuat mungkin.Hati kecil Aster berharap jika Reynold yang di sisinya adalah Jordie. Meskipun hanya sekadar khayalan, dia akan sangat bahagia jika khayalannya itu berubah menjadi kenyataan.Jordie menggerakkan tangan kanannya dan mengusap-usap punggung Aster. Dia pikir tak masalah jika hanya mengusap punggung Aster. Setidaknya dia bisa memberikan dukungan secara moral pada Aster lewat u"Kak Aster!" Sakura yang sedang bersantai di teras rumah menikmati sarapannya terkaget melihat Aster digendong oleh Jordie. Dia langsung menaruh mangkok makannya di meja. Langkahnya berlari secepat kilat menghampiri Aster."Aduh, Kakak kenapa ini? Luka di sebelah mana?" cerocos Sakura. Wajahnya menyiratkan kecemasan besar.Aster tersenyum tipis. "Aku hanya terkilir dikit. Dikompres sama kasih salep juga bakal sembuh kok," jawab Aster."Ya udah. Aku siapin obat sama kasur dulu," sahut Sakura. Dia langsung cekatan mengurusi Aster. "Rey, ikut aku.""Iya," jawab Jordie.Jordie melangkah ke dalam hunian yang disewa oleh Aster dan dua saudari kembarnya selama mereka bekerja di Osaka. Sebuah rumah mungil dengan bangunan yang kental dengan nuansa pedesaan. Bahkan, Jordie bisa melihat ada sayuran dan daging yang sengaja dikeringkan dengan digantung atas atap."Ini kamarku," Aster menunjukkan kamarnya yang ada di dekat ruang tengah. "Nggak kukunci."Jordie mengangg
Jordie termangu. Dia tak bisa membayangkan jika harus tur konser bersama dengan Dio. Sejujurnya, sampai sekarang, Jordie masih tak bisa satu pemikiran dengan Dio. Mau dilihat dari sudut pandang apapun, Jordie tak bisa memaklumi perilaku Dio.“Die, kok ngelamun?” tegur Hakim. Dia menatap heran sahabatnya itu.Jordie menggelengkan kepala. Tanpa dia sadari, dia sudah melamun. Padahal, dia harus mengurangi kebiasaan melamunnya itu.“Kamu bisa kesambet kalau sering ngelamun lho, Die,” beritahu Hakim. “Santai saja, Die. Kalau kamu ada masalah, kamu langsung kasih tahu aku aja. Kita harus saling berbagi beban agar hidup kita lebih mudah.”Hakim tidak ingin Jordie merasa sendiri. Dia berusaha meyakinkan Jordie bahwa dia bisa diandalkan oleh Jordie di saat-saat sulit.Senyuman tipis Jordie muncul di wajah. “Iya, Kim. Aku cuma bayangin nggak enaknya kalau harus tur sama Dio,” ungkap Jordie jujur. “Kamu tahu kan gimana tingkah Dio? Aku takut kalau dia bakal lakuin hal-hal menyebalkan kayak pas d
“Kamu mau kutraktir makan nggak?” tanya Jordie.Dia pikir dia akan sulit bertemu dengan Aster lagi nantinya. Karena itulah, dia mengambil keputusan untuk mentraktir Aster. Dengan begitu, dia bisa berduaan dengan Aster lebih lama.“Kamu nggak perlu traktir aku,” tutur Aster sungkan. Dia tak mengharapkan apapun dari Jordie.“Anggap saja traktiran perayaan kesuksesan acara pertama kita,” ujar Jordie. “Kita kan nggak tahu kapan kita bakal kerja bareng lagi. Mau ya?”Aster menatap ragu. Meski begitu, kepalanya akhirnya mengangguk mengiyakan tawaran Jordie.Jordie mengajak Aster makan di sebuah kedai ramen di dekat pasar. Di sana, mereka duduk di bagian luar kedai dan menikmati makanan yang ada di sana.“Gimana? Enak ya?” ujar Jordie. Dia suka dengan r
“Bingkisan dari mana, Die?” sapa Hakim saat Jordie sudah sampai di rumah.“Aster,” jawab Jordie.Hakim sedikit syok mendengar jawaban Jordie. “Serius?” tanya Hakim sekali lagi. “Bukannya kamu mau jauhin dia?"Jordie menggelengkan kepala. "Ini itu buat ganti pakaianku yang baru sake," ujar Jordie. Dia mengingatkan Hakim tentang kejadian Aster yang meneleponnya saat sedang mabuk."Aku ngerti," ucap Hakim penuh pemahaman. "Die, aku mau ke Tokyo malam ini. Kamu di sini sendirian nggak apa-apa, kan?""Malam ini? Apa nggak bisa ditunda aja?" balas Jordie. "Aster dan saudaranya juga pergi ke Tokyo. Kamu mending temenin aku ikut acara penutupan.""Kamu nggak bohong, kan?" timpal Hakim. Dia masih menatap Jordie dengan pandangan tak percaya."Orang tua mereka mam
“Ayah terlalu berlebihan deh,” ujar Lily dengan tawa manisnya. “Aku kan udah punya pacar. Kak Aster juga udah punya tunangan. Sakura mana mau nikah sama orang Indonesia. Dia kan cita-citanya dapet orang luar negeri.”“Nah, bener itu kata Kak Lily,” imbuh Sakura secepat kilat. Dia mendukung ucapan Lily agar Galen tak lagi membahas tentang kejelekan masa lalu Reynold.Aster memilih diam. Dia tak berani bicara karena Galen sedang marah. Dia tahu persis seperti apa amarah ayahnya. Apalagi, dia masih memiliki masalah tentang keberadaan Jordie saat ini. Jujur saja, Aster tak mau ayahnya membahas tentang Jordie. Hatinya masih pilu karena Jordie sama sekali mengabaikan dirinya usai membelikan dia rumah.“Aster, bagaimana denganmu?” tanya Galen. Dia menatap anak perempuannya yang sedari tadi lebih b
Aster terdiam. Dia tak mampu menjawab ucapan Sakura.“Sakura! Bunda udah siapin makan buat Aster nih,” teriak Lisa senang. Perempuan tua itu tak tahu jika Aster sudah bangun.Percakapan Aster dengan Sakura terhenti. Pandangan Aster menoleh ke Lisa. Hatinya tersentuh melihat sang bunda membawakan nampan berisi makanan penuh. Padahal, semalam dia sudah mengajak bundanya bertengkar hebat.“Eh, Aster udah bangun,” ujar Lisa. Dia tersenyum lembut pada anak perempuannya itu. “Udah mandi belum? Makan dulu ya? Kamu belum sarapan.”“Aku udah mandi, Bunda,” jawab Aster dengan suara seraknya. Pandangannya sedikit menunduk. Rasa malu muncul di dalam hatinya.Lisa menaruh nampan makanan di meja. Dia mengambil kursi dan duduk di dekat Aster. “Mau Bunda suapin?” tanya Lis
Aster memandangi wajah Reynold. Dia mulai merasa ragu tapi beberapa orang memang memiliki pemikiran bahwa anak harus berbakti pada orang tua. Apalagi, sistem pendidikan dan budaya di Indonesia mengajarkan pemikiran itu sejak anak berada dalam kandungan.Kepala Aster mengangguk. “Maaf ya. Pikiranku agak kacau,” ujar Aster. Lagi-lagi dia memang harus menyalahkan dirinya sendiri karena semua permasalahan bersumber dari pola pemikiran dan perasaan galaunya.“Aster, kamu jangan bicara seperti itu. Kamu nggak melakukan hal buruk kok. Lagipula, kita hanya mengobrol santai. Kita nggak lagi bertengkar, kan?” timpal Jordie. Dia menatap Aster dengan perasaan bersalah. Hatinya sedih juga karena dia malah membuat Aster kacau.Aster mengulas senyuman hambar. Dia memandangi Reynold. Pikirannya teringat tentang komentar orang tua
“Kalian ngobrol apa?” sapa Ruth. Dia merangkul Jordie dan DIo dari belakang. Seperti biasa, senyuman Ruth merekah dengan lebar dan sempurna.Jordie segera melepaskan rangkulan Ruth. Selain dia berusaha menghargai Hakim yang naksir Ruth, dia juga tak suka dirangkul oleh perempuan asing. Bahkan, jika bukan karena pekerjaan, dia tak akan mau berfoto model atau syuting dengan artis perempuan.“Ruth, kamu rangkul Dio aja,” ujar Jordie. Dia menjaga jarak antara dirinya dan Ruth.Ruth menatap Jordie dengan pandangan sedih. “Rey, lama-lama kamu mirip seperti anak pesantren,” cibir Ruth.Dia memang tahu jika Reynold disuruh agensi menjaga citra diri. Namun, untuk pergaulan di kalangan artis yang mudah melakukan sentuhan fisik, Reynold jadi mirip anak pondok pesantren yang baru lulus.&ldqu
Seharian Hakim dan Jordie hanya mengurusi packing barang untuk dibawa konser ke Bali dan memantau perkembangan berita di media sosial. Sampai malam hari, tidak ada berita apapun tentang Aster dan Reynold. Artinya, tidak ada yang tahu tentang kejadian saat Jordie dan Aster berciuman.“Sementara waktu kita aman,” ujar Hakim. “Aku cuma berani menyimpulkan hal ini saja karena memang nggak ada berita tentang kamu.”Jordie mengangguk paham. Hatinya lega karena memang tak ada yang mengekorinya. Dia lega karena Aster tidak akan diganggu oleh para fans garis keras Reynold.“Sekarang kamu bisa istirahat tenang, Die. Besok kita langsung ke Bali,” terang Hakim.“Iya,” sahut Jordie.Dia kembali ke kamarnya. Tangan Jordie mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Aster. Hatinya ingin s
Sebuah peluk erat merengkuh tubuh Aster dengan hangat. Ciuman yang menyentuh bibirnya semakin dalam. Hati Aster berdesir aneh. Rasanya seperti begitu dekat dengan Rey.Aster segera mendorong dada Rey menjauh darinya. Rasa bersalahnya muncul karena dia berciuman dengan pria lain selain Jordie.Buru-buru Aster mendorong dada Rey. Tangannya bergerak otomatis menampar pipi Rey sekeras mungkin untuk menyadarkan Rey.Jordie terkesiap kaget mendapatkan tamparan itu. Dia ternganga dan tersadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah.“Minggir!” Aster kembali mendorong Rey. Dia merasa jijik pada dirinya sekarang. Tangannya bergerak mengusap bibirnya yang baru saja dicium Rey.Sepasang mata Aster memanas. Dia bisa merasakan air yang menggenangi matanya. Dia segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju tenda tem
“Maaf ya! Kamu pasti udah lama nunggu ya?” sapa Jordie. Dia baru saja keluar dari hotel dan masuk ke dalam mobil Aster.“Nggak masalah kok,” jawab Aster. “Duduk sini. Mau sarapan bareng nggak? Kita cari yang anget-anget gitu.”Jordie duduk di kursi kemudi. Dia mengenakan seat belt-nya. “Yang anget-anget? Mau bubur ayam?” tawar Jordie. Dia mulai mengemudikan mobil Aster.“Boleh deh. Soto Bandung juga enak,” tutur Aster. “Gorengan, batagor, ketupat sayur, lotek. Enak semua tuh.”Tawa Jordie terdengar. Aster memang paling suka makan dan dia tak bisa menghentikan hobi Aster itu.“Kenapa ketawa?” Aster menoleh dan menatap Jordie dengan pandangan heran.“Pantes sih kalau kamu kerja di bidang kuliner. Soalnya kamu suka banget sama makanan,” tutur Jordie.“Oh, itu rupanya,” Aster tersenyum simpul. “Aku kira gara-gara aku malu-malu
“Ruth, bangun, Ruth,” Hakim mengetuk-ngetuk pintu kamar Ruth.Dia berniat untuk mengajak Ruth jalan pagi. Mengingat, kemarin malam, mereka memang sudah berencana untuk jalan-jalan santai bersama.“Kim, kenapa ganggu si Teteh?” tanya Ibu Hakim. Dia mengerutkan keningnya menatap anak laki-lakinya mengetuk-ngetuk pintu kamar tamu dimana Ruth tidur pulas.“Ini, Bu. Kan kemarin janjian mau jalan-jalan pagi ke sungai deket rumah. Tapi, Ruth kayaknya belum bangun gitu,” terang Hakim pada sang ibu.“Kamu ini masa’ ngajak jalan-jalan si Teteh ke sungai. Apa nggak kasihan?” balas Ibu Hakim terheran. “Teteh kan nggak ada hobi mancing kayak kamu. Nanti bukannya seneng, malah kesurupan di sana.”“Bu, kan bisa mandi di sana. Airnya bagus lho. Nggak harus manc
“Gimana, Ruth?” Hakim menemani Ruth mengobrol di teras rumah saat usai makan malam.“Aku kenyang banget,” ujar Ruth. Dia mengusap-usap perutnya dengan senyuman lebar di wajahnya. “Ibumu pandai masak ya?”“Aku juga ikut masak tadi,” timpal Hakim. Dia sedikit pamer kemampuannya pada Ruth. Mungkin saja Ruth akan memujinya juga.“Benarkah? Eh, tapi kan kamu punya geprek ayam ya? Pasti masakanmu memang enak,” tutur Ruth. Dia tersenyum dan memuji kemampuan memasak Hakim juga.Hati Hakim berbunga-bunga mendengarkan pujian Ruth. Bahkan, Ruth memuji usaha geprek ayamnya.“Kamu udah mampir ke sana nggak?” tanya Hakim.Ruth menggelengkan kepala. “Aster dan Rey sibuk, kan? Aku nggak mungkin ajak Dio. Dia mana mau makan di tempat pinggiran seperti itu,” Ruth tersenyum getir. Dia menghela napas panjang dan berat. “Apa aku putus sama Dio aja ya?”Hakim te
“Namanya siapa?” tanya Ibu Hakim. Perempuan yang sudah beruban dan berambut pendek di bawah telinga itu memandangi Ruth dengan tatapan lamat-lamat.Pandangannya memang sudah mengabur karena faktor usia. Ditambah lagi, akhir-akhir ini dia juga sering sakit-sakitan sampai Hakim harus cuti kerja selama satu minggu.“Ruth, Tante,” jawab Ruth. Dia tersenyum tipis pada Ibu Hakim.“Cantik ya? Mirip sama orangnya,” puji Ibu Ruth. Dia tersenyum ramah pada Ruth.Hati Ruth lega mendengarkan ucapan Ibu Hakim. Dia pikir dia akan disambut dengan buruk. Nyatanya, semua itu hanyalah pikirannya yang terlalu overthinking.“Ayo masuk! Pasti capek. Makasih ya udah mau beliin banyak oleh-oleh,” Ibu Hakim menggandeng lengan Ruth. Dia mengajak Ruth masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi rua
“Ini minum dulu, Rey,” Aster duduk di sisi Reynold. Dia memberikan gelas teh jahe untuk pria itu.Jordie menerimanya. Dia tersenyum dan berterima kasih pada Aster. Dia memang ingin minum yang hangat-hangat karena Lembang masih tetap dingin meski sekarang sudah memasuki waktu tengah hari.“Makanannya belum dateng ya?” gumam Jordie sambil menyesapi teh jahenya.“Katanya ada macet gitu tadi pagi, jadinya bahan makanan di tempat catering sampai agak siang,” terang Aster. “Kayaknya ada kecelakaan gitu.”Wajah Aster tampak sendu. “Untung ya kita tadi aman-aman aja waktu jalan-jalan,” pungkas Aster penuh dengan kelegaan.“Kita kan jalan kaki. Lagian, aku bakal selalu jaga kamu kok,” balas Jordie. Dia tersenyum tipis pada Aster.“Makasih ya,” Aster tersenyum lega mendengarkan perkataan Reynold. “Oya, kamu tadi kocak banget waktu mau nangkep ayam. Kok bisa sih k
“Sekarang kita udah sampai di penangkaran rusa,” tutur Hakim. Dia menggandeng Ruth melangkah masuk usai menyerahkan karcis.Mereka berhenti untuk membeli wortel. Setelah itu, mereka melangkah membagikan wortel-wortel di keranjang kecil pada para rusa yang hidup liar bebas di alam luas.“Rusa-rusanya besar ya!” seru Ruth. Dia agak takut jika nantinya disepak oleh rusa-rusa itu. Tanduk-tanduknya juga tajam.“Iya, kita habiskan dulu wortelnya di rute berpagar ini sambil aku fotoin kamu ya?” terang Hakim.“Kita foto berdua aja sih,” balas Ruth.Hakim sedikit terkaget dengan ucapan Ruth. Namun, dia senang mendengarnya karena Ruth mau berfoto dengannya.“Nggak apa-apa nih foto berdua?” tanya Hakim.Ruth menganggukkan kepala. Dia mengeluarkan
Senyuman Aster dan Jordie tak bisa berhenti meski mereka sudah masuk ke kamar masing-masing. Mereka menikmati momen olahraga bersama dan tiba di vila tepat waktu.Jordie memilih langsung mandi dang anti pakaian. Dia tak sabar ikut sarapan bersama dengan para kru. Bagaimanapun, saat sarapan dia bisa bersosialisasi seperti pesan Pak Michael dan bisa mengobrol akrab dengan Aster tanpa perlu takut ketahuan paparazzi. Ini seperti sekali mendayung dua tiga pulau terlewati.“Aku nggak tahu Aster pakai pakaian apa hari ini,” gumam Jordie. Dia ingin kembali terlihat serasi saat berpakaian bersama dengan Aster. Namun, kali ini dia tak bisa mengintip dari jendela balkon seperti kemarin.Jordie memutuskan mengenakan pakaian bernuansa putih biru. Lagipula, syuting variety show memang selalu lebih santai secara outfit dibandingkan dengan syuting iklan atau film.Setelah berganti pakaian, Jordie berlari ke ruang makan dan menyapa para staff. Hal ini sudah me