Sebuah sentuhan di bahu Jordie membangunkan Jordie dari lamunannya. Dia menoleh dan tampak Tasya melemparkan senyuman manis padanya.“Kak Rey, kamu terlihat capek. Mau istirahat sebentar?” ajak Tasya. Dia tersenyum lembut pada Jordie. “Aku juga mau istirahat. Kakiku sakit karena heels yang kukenakan terlalu longgar ukurannya.”Tasya memijat-mijat pergelangan kaki kanannya. Dia menunduk sebentar lantas ekor matanya melirik ke arah Jordie.Wajah Jordie menoleh ke arah lain. Dia mengangguk menyetujui usulan dari Tasya.Tasya tersenyum tipis. Dia menoleh ke arah fotografer sambil mengacungkan tangan kanannya.“Kami mau istirahat dulu,” ucap Tasya. “Capek.”“Oke. Setengah jam ya? Cukup, kan?” balas si fotografer.“Iya, cukup,” sahut Tasya.Dia melingkarkan tangan kanannya ke lengan kiri Jordie. Hal itu membuat Jordie tersentak kaget.“Um, Tasya—““Bantu aku jalan ya, Kak Rey,” ucap Tasya lembut. Dia melirik ke arah kaki kanannya lagi. “Aku butuh sandaran. Aku kesulitan berjalan.”Mau tak m
Semalaman suntuk Jordie latihan skenario yang sudah dipersiapkan oleh Pak Michael. Hakim terus memberikan arahan pada Jordie sebisanya.“Gimana?” Jordie menatap wajah Hakim dengan pandangan penasaran. “Udah oke, kan? Udah kelihatan meyakinkan?”Hakim mengusap-usap dagunya. Keningnya berkerut memikirkan penilaian yang tepat untuk Jordie.“Gimana? Jangan diem aja kamu, Kim. Penting ini!” imbuh Jordie. Dia terus berusaha mendesak Hakim agar memberikan jawaban pasti.Sekarang jarum jam pendek sudah menunjukkan angka satu. Jujur saja, Jordie sudah mulai mengantuk. Dia ingin segera cepat istirahat agar besok pagi tetap bisa fit dalam bekerja.“Sudah oke kok,” ujar Hakim. Dia menyembulkan senyuman lebar. “Kita ulangi sekali lagi. Aku akan merekamnya dan mengirimkannya pada Pak Michael. Setelah itu, kita istirahat.”“Oke,” sahut Jordie dengan penuh semangat.Mereka kembali mengulangi simulasi seperti skenario yang sudah diberikan Pak Michael. Setelah simulasi selesai, Hakim mengirimkan video
Hari yang dinanti telah tiba. Jordie bersiap diri untuk menemui para pengedar narkoba yang sudah membuat janji dengannya."Die, kamu yakin mau keluar sendirian aja?" tanya Hakim. Dia menatap cemas Jordie."Santai, Kim. Kan polisi udah tahu. Mereka sudah full team buat jaga aku. Aku hanya perlu ke tempat ketemuan dan kasih peluang polisi buat tangkap mereka," jelas Jordie. Dia mengenakan Hoodie hitamnya.Di luar, hujan baru saja turun. Suhu udara dingin. Sebenarnya suasana seperti ini paling enak digunakan untuk tidur. Apalagi, sekarang sudah mendekati pukul dua dini hari.Jordie mengenakan sarung tangan hitam. Dia menyimpan sebuah silet di dalam sarung tangan hitam itu untuk berjaga-jaga.“Kim, kamu pantau dari CCTV ya? Jangan lupa beritahu polisi agar segera mendekat saat aku sudah bertemu dengan si pengedar narkoba itu,” pesan Jordie.“Good luck ya!” ujar Hakim. Dia memeluk Jordie sejenak dan menepuk-nepuk punggungnya. Bagaimanapun, Jordie adalah teman sekaligus mitra kerjanya. Dia
“Sebentar ya, Tasya,” ucap Jordie.“Ah, iya. Silakan,” tutur Tasya dengan wajah yang selalu dipenuhi dengan senyuman.Jordie mengangkat telepon dari Michael. Dia menerima panggilan itu dengan menjaga jarak dari Tasya. Tentu agar Tasya tak mencuri dengar isi teleponnya.“Jordie, kamu di mana sekarang?” tanya Pak Michael. Nada bicaranya terdengar seperti orang yang cemas.“Aku di taman apartemen, Pak,” jawab Jordie. “Kenapa ya? Aku masih jogging.”“Oh, syukurlah,” ucap Pak Michael lega.“Ada apa, Pak? Sepertinya ada sesuatu yang buruk ya?” tebak Jordie blak-blakan. Dia memang kurang bisa menahan rasa penasarannya. Apalagi, dia sudah mengenal baik Pak Michael.Suara desahan Pak Michael terdengar. “Jordie, aku minta maaf sebelumnya,” ucap Pak Michael sendu.“Kenapa mendadak minta maaf? Ada masalah apa?” balas Jordie. Jantungnya langsung berdetak lebih cepat dari biasanya saking penasaran.Pak Michael menceritakan bahwa pencarian salah satu pengedar narkoba yang kabur semalam gagal. Polisi
“LEPASKAN DIA!” teriak Jordie. “Dia sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan masalah kita.”Si pengedar narkoba itu menyunggingkan senyuman licik. “Kau pikir aku bakal peduli?” balas si pengedar narkoba itu dengan santainya. “Kau sendiri yang duluan mengkhianatiku. Tak masalah jika aku melukai pacarmu ini.”“Di-dia bukan pacarku!” ucap Jordie. Dia gemetaran dan bingung. Otaknya berusaha mencari jalan untuk membuat si pengedar narkoba itu mau melepaskan Tasya.“Bukan pacar tapi sarapan bersama. Kau pikir aku ini idiot?” timpal si pengedar narkoba dengan suara membentak. Dia menggerakkan pisaunya seolah-olah akan menggores pipi Tasya. “Apa perlu aku melukai sedikit saja pipi indah ini? Aku rasa kau tidak akan peduli karena dia bukanlah pacarmu.”Si pengedar narkoba itu menatap bengis dan tersenyum mengejek ke arah Jordie. Tangan Jordie mengepal erat menahan amarahnya.“Jangan lakukan itu! Kau tidak akan mendapatkan keuntungan apapun,” ucap Jordie. Dia mencoba menenangkan diri dan lawa
“Berhasil!” seru Jordie dalam hati saat dia sudah berhasil memutuskan tali yang mengikat pergelangan tangannya. Dia pun segera melepaskan tali itu dan memutuskan tali yang mengikat kakinya.Dia menyebarkan pandangan ke sekitaran. Ada tumpukan kayu di belakang ruangan. Langkah Jordie bergegas ke sana. Tangannya meraih satu buah kayu yang solid kekuatannya dan membawanya sebagai senjata.Jordie mengecek apakah alat pendeteksi keberadaan dirinya masih berfungsi. Pihak kepolisian menaruhnya di bagian dalam sabuk celananya.Dia menghela napas alatnya berfungsi. Dia menekan panggilan untuk memberikan pesan bahwa dia butuh pertolongan secepatnya sesuai dengan kode yang telah disepakati dengan pihak kepolisian yang bertugas. Setelah itu, Jordie mencoba keluar dari ruang itu dan mencari tempat persembunyian yang aman.Ada sebuah jendela kayu. Di sana ada beberapa lubang untuk mengintip. Jordie mengintip lewat lubang itu. Dia memeriksa apakah ada orang yang berjaga di sekitaran sana.Sunyi. Dia
Jordie sebenarnya tidak ingin membukakan pintu untuk Tasya. Namun, wajah Tasya terlihat memelas dan jujur saja Jordie merasa kasihan saat melihatnya."Siapa, Die?" tegur seseorang mengagetkan Jordie dadi lamunannya. Jordie menoleh dan terkaget karena Hakim ternyata ikutan terbangun.Hakim menguap dan menggaruk-garuk kepalanya. Langkahnya berjalan menuju ke arah Jordie."Jam segini kok pencet-pencet bel rumah orang deh," decak Hakim. Wajahnya berkerut sebal. Tanda bahwa dia terganggu dengan suara bel pintu apartemen yang terus berbunyi tiada henti."Tasya," jawab Jordie."Heh? Tasya?" bola mata Hakim membulat lebar saking kagetnya. Dia ikut mengintip dari kamera pengintai dari dalam apartemen."Bener, kan?" timpal Jordie."Eh, bener!" ujar Hakim masih syok. "Ngapain dia di sini jam segini? Ini bakal bikin gosip yang nggak bener deh.""Makanya belum aku bukain, Kim," tutur Jordie. "Kita baru selesai masalah sama pengedar narkoba. Sekarang jangan sampai kena masalah lagi. Hidup kita mala
"Pak Michael, aku nggak mau pacaran dengan Tasya," ujar Jordie saat Tasya dan manajernya sudah pergi."Aku juga tidak setuju dengan usulan itu," timpal Pak Michael. "Makanya, tadi aku bilang kalau aku meminta waktu untuk membicarakan ini dengan agensi."Jordie menghela napas panjang. Ada sedikit kelegaan dalam hatinya karena Pak Michael sepemikiran dengannya."Coba kamu bicarakan baik-baik dengan Tasya, Jordie. Kamu yakinkan dia bahwa kecemasannya itu bisa menghilang meski tanpa kamu di sisinya," ucap Pak Michael. "Kamu memelas padanya. Siapa tahu hatinya luluh dan dia mau berusaha sembuh dengan mandiri.""Baik, Pak. Aku akan coba melakukannya sesuai dengan saran Bapak," timpal Jordie.Pak Michael menghabiskan minumnya. Dia menatap Jordie dan Hakim bergantian."Aku percayakan semuanya pada kalian. Aku bakal ada rapat di Singapura dan Jepang satu minggu ini," terang Pak Michael. "Kita akan melakukan komunikasi lewat rapat online.""Iya, Pak," sahut Jordie dan Hakim nyaris bersamaan.Pa
Seharian Hakim dan Jordie hanya mengurusi packing barang untuk dibawa konser ke Bali dan memantau perkembangan berita di media sosial. Sampai malam hari, tidak ada berita apapun tentang Aster dan Reynold. Artinya, tidak ada yang tahu tentang kejadian saat Jordie dan Aster berciuman.“Sementara waktu kita aman,” ujar Hakim. “Aku cuma berani menyimpulkan hal ini saja karena memang nggak ada berita tentang kamu.”Jordie mengangguk paham. Hatinya lega karena memang tak ada yang mengekorinya. Dia lega karena Aster tidak akan diganggu oleh para fans garis keras Reynold.“Sekarang kamu bisa istirahat tenang, Die. Besok kita langsung ke Bali,” terang Hakim.“Iya,” sahut Jordie.Dia kembali ke kamarnya. Tangan Jordie mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Aster. Hatinya ingin s
Sebuah peluk erat merengkuh tubuh Aster dengan hangat. Ciuman yang menyentuh bibirnya semakin dalam. Hati Aster berdesir aneh. Rasanya seperti begitu dekat dengan Rey.Aster segera mendorong dada Rey menjauh darinya. Rasa bersalahnya muncul karena dia berciuman dengan pria lain selain Jordie.Buru-buru Aster mendorong dada Rey. Tangannya bergerak otomatis menampar pipi Rey sekeras mungkin untuk menyadarkan Rey.Jordie terkesiap kaget mendapatkan tamparan itu. Dia ternganga dan tersadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah.“Minggir!” Aster kembali mendorong Rey. Dia merasa jijik pada dirinya sekarang. Tangannya bergerak mengusap bibirnya yang baru saja dicium Rey.Sepasang mata Aster memanas. Dia bisa merasakan air yang menggenangi matanya. Dia segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju tenda tem
“Maaf ya! Kamu pasti udah lama nunggu ya?” sapa Jordie. Dia baru saja keluar dari hotel dan masuk ke dalam mobil Aster.“Nggak masalah kok,” jawab Aster. “Duduk sini. Mau sarapan bareng nggak? Kita cari yang anget-anget gitu.”Jordie duduk di kursi kemudi. Dia mengenakan seat belt-nya. “Yang anget-anget? Mau bubur ayam?” tawar Jordie. Dia mulai mengemudikan mobil Aster.“Boleh deh. Soto Bandung juga enak,” tutur Aster. “Gorengan, batagor, ketupat sayur, lotek. Enak semua tuh.”Tawa Jordie terdengar. Aster memang paling suka makan dan dia tak bisa menghentikan hobi Aster itu.“Kenapa ketawa?” Aster menoleh dan menatap Jordie dengan pandangan heran.“Pantes sih kalau kamu kerja di bidang kuliner. Soalnya kamu suka banget sama makanan,” tutur Jordie.“Oh, itu rupanya,” Aster tersenyum simpul. “Aku kira gara-gara aku malu-malu
“Ruth, bangun, Ruth,” Hakim mengetuk-ngetuk pintu kamar Ruth.Dia berniat untuk mengajak Ruth jalan pagi. Mengingat, kemarin malam, mereka memang sudah berencana untuk jalan-jalan santai bersama.“Kim, kenapa ganggu si Teteh?” tanya Ibu Hakim. Dia mengerutkan keningnya menatap anak laki-lakinya mengetuk-ngetuk pintu kamar tamu dimana Ruth tidur pulas.“Ini, Bu. Kan kemarin janjian mau jalan-jalan pagi ke sungai deket rumah. Tapi, Ruth kayaknya belum bangun gitu,” terang Hakim pada sang ibu.“Kamu ini masa’ ngajak jalan-jalan si Teteh ke sungai. Apa nggak kasihan?” balas Ibu Hakim terheran. “Teteh kan nggak ada hobi mancing kayak kamu. Nanti bukannya seneng, malah kesurupan di sana.”“Bu, kan bisa mandi di sana. Airnya bagus lho. Nggak harus manc
“Gimana, Ruth?” Hakim menemani Ruth mengobrol di teras rumah saat usai makan malam.“Aku kenyang banget,” ujar Ruth. Dia mengusap-usap perutnya dengan senyuman lebar di wajahnya. “Ibumu pandai masak ya?”“Aku juga ikut masak tadi,” timpal Hakim. Dia sedikit pamer kemampuannya pada Ruth. Mungkin saja Ruth akan memujinya juga.“Benarkah? Eh, tapi kan kamu punya geprek ayam ya? Pasti masakanmu memang enak,” tutur Ruth. Dia tersenyum dan memuji kemampuan memasak Hakim juga.Hati Hakim berbunga-bunga mendengarkan pujian Ruth. Bahkan, Ruth memuji usaha geprek ayamnya.“Kamu udah mampir ke sana nggak?” tanya Hakim.Ruth menggelengkan kepala. “Aster dan Rey sibuk, kan? Aku nggak mungkin ajak Dio. Dia mana mau makan di tempat pinggiran seperti itu,” Ruth tersenyum getir. Dia menghela napas panjang dan berat. “Apa aku putus sama Dio aja ya?”Hakim te
“Namanya siapa?” tanya Ibu Hakim. Perempuan yang sudah beruban dan berambut pendek di bawah telinga itu memandangi Ruth dengan tatapan lamat-lamat.Pandangannya memang sudah mengabur karena faktor usia. Ditambah lagi, akhir-akhir ini dia juga sering sakit-sakitan sampai Hakim harus cuti kerja selama satu minggu.“Ruth, Tante,” jawab Ruth. Dia tersenyum tipis pada Ibu Hakim.“Cantik ya? Mirip sama orangnya,” puji Ibu Ruth. Dia tersenyum ramah pada Ruth.Hati Ruth lega mendengarkan ucapan Ibu Hakim. Dia pikir dia akan disambut dengan buruk. Nyatanya, semua itu hanyalah pikirannya yang terlalu overthinking.“Ayo masuk! Pasti capek. Makasih ya udah mau beliin banyak oleh-oleh,” Ibu Hakim menggandeng lengan Ruth. Dia mengajak Ruth masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi rua
“Ini minum dulu, Rey,” Aster duduk di sisi Reynold. Dia memberikan gelas teh jahe untuk pria itu.Jordie menerimanya. Dia tersenyum dan berterima kasih pada Aster. Dia memang ingin minum yang hangat-hangat karena Lembang masih tetap dingin meski sekarang sudah memasuki waktu tengah hari.“Makanannya belum dateng ya?” gumam Jordie sambil menyesapi teh jahenya.“Katanya ada macet gitu tadi pagi, jadinya bahan makanan di tempat catering sampai agak siang,” terang Aster. “Kayaknya ada kecelakaan gitu.”Wajah Aster tampak sendu. “Untung ya kita tadi aman-aman aja waktu jalan-jalan,” pungkas Aster penuh dengan kelegaan.“Kita kan jalan kaki. Lagian, aku bakal selalu jaga kamu kok,” balas Jordie. Dia tersenyum tipis pada Aster.“Makasih ya,” Aster tersenyum lega mendengarkan perkataan Reynold. “Oya, kamu tadi kocak banget waktu mau nangkep ayam. Kok bisa sih k
“Sekarang kita udah sampai di penangkaran rusa,” tutur Hakim. Dia menggandeng Ruth melangkah masuk usai menyerahkan karcis.Mereka berhenti untuk membeli wortel. Setelah itu, mereka melangkah membagikan wortel-wortel di keranjang kecil pada para rusa yang hidup liar bebas di alam luas.“Rusa-rusanya besar ya!” seru Ruth. Dia agak takut jika nantinya disepak oleh rusa-rusa itu. Tanduk-tanduknya juga tajam.“Iya, kita habiskan dulu wortelnya di rute berpagar ini sambil aku fotoin kamu ya?” terang Hakim.“Kita foto berdua aja sih,” balas Ruth.Hakim sedikit terkaget dengan ucapan Ruth. Namun, dia senang mendengarnya karena Ruth mau berfoto dengannya.“Nggak apa-apa nih foto berdua?” tanya Hakim.Ruth menganggukkan kepala. Dia mengeluarkan
Senyuman Aster dan Jordie tak bisa berhenti meski mereka sudah masuk ke kamar masing-masing. Mereka menikmati momen olahraga bersama dan tiba di vila tepat waktu.Jordie memilih langsung mandi dang anti pakaian. Dia tak sabar ikut sarapan bersama dengan para kru. Bagaimanapun, saat sarapan dia bisa bersosialisasi seperti pesan Pak Michael dan bisa mengobrol akrab dengan Aster tanpa perlu takut ketahuan paparazzi. Ini seperti sekali mendayung dua tiga pulau terlewati.“Aku nggak tahu Aster pakai pakaian apa hari ini,” gumam Jordie. Dia ingin kembali terlihat serasi saat berpakaian bersama dengan Aster. Namun, kali ini dia tak bisa mengintip dari jendela balkon seperti kemarin.Jordie memutuskan mengenakan pakaian bernuansa putih biru. Lagipula, syuting variety show memang selalu lebih santai secara outfit dibandingkan dengan syuting iklan atau film.Setelah berganti pakaian, Jordie berlari ke ruang makan dan menyapa para staff. Hal ini sudah me