"Maafkan saya!" Suara lemah yang diiringi isakan dan linangan air mata itu terlontar dari mulut Arash. "Saya malu bahkan untuk sekedar menyebutkan namanya! Karena kebodohan saya, saya harus melukai wanita sebaik dirinya!" Tak kuasa, akhirnya isakan itu terdengar pilu dan menyayat hati. Ustadz Hasan menatap dengan tatapan menerawang. Selama ini, ia selalu melihat Arash, bahkan saat tengah orang lain tertidur. Menangis, meratapi dan selalu mengatakan bahwa semoga bisa mati setelah bertemu dengan wanita yang selama ini dicarinya. Sayangnya, Ustadz Hasan tak pernah bertanya dan ingin tahu siapa sosok wanita yang dimaksud. Pun, Arash terlihat gigih membuat ia yakin bahwa Arash bisa memperjuangkan semuanya.Dan kini, baru ia tahu bahwa wanita yang dimaksud dari santri kesayangannya adalah muridnya sendiri. Murid yang pernah dia temui empat tahun yang lalu saat mengisi pengajian di sebuah taman kota."Saya tidak tahu apa yang harus saya lakuk
Rumah mewah dengan nuansa putih tulang dan bertiang besar tengah dipenuhi oleh daun-daun yang merambat hingga dindingnya. Rumput liar dan pepohonan yang rimbun membuat tempat itu nampak horor bagi siapapun yang melihat. Daun kering yang terbang di tiup angin menyentuh sorban laki-laki yang telah lima tahun meninggalkannya."Tomo! Dimana mereka?" tanya Arash yang menatap menembus daun merambat menghiasi rumah mewahnya yang setelah bertahun-tahun tak terpenghuni. "Mereka telah kembali ke tempat masing-masing, Bang eh ustadz!" Sahut Tomo gugup dan segan. Hanya dia yang masih bisa Arash hubungi karena nomor miliknya yang Arash ingat, pun tertulis didalam kitab yang merupakan sesuatu yang Arash candu hingga kini."Maafkan saya, lima tahun telah meninggalkan kalian!" ucap Arash dengan menoleh ke arah Tomo, ada haru yang tak bisa ia ungkapan dengan kata-kata. "Saya bahkan tidak menyangka bahwa kalian akan tetap setia!""Selama ini, kami setia Bang! Kami tak melupakan Abang, hanya saja kami
"Syukurlah! Tetap hati-hati jangan sampai suaminya tahu!" Perintah Arash saat ia menerima kabar dari Bean jika sembako yang dititipkan telah sampai tujuan."Baik, Bang!" Jawab Bean bersemangat. "Tapi, Bang. Saya tak melihat dia dan suaminya, hanya ibunya dan anak laki-laki!" "Mungkin dia sedang di kamarnya, Atau mungkin suaminya tengah memenuhi undangan!!" Sanggah Arash cepat. Ia mengerjapkan mata sesaat, meskipun tak mungkin ia mendapatkan Aisha kembali. Maka, setidaknya akan memberikan nafkah pada putranya. Selama lima tahun itu, bahkan Restaurant C@ Cahaya Anugerah tak Aisha terima. Arash tak bisa bayangkan, bagaimana anak kandungnya mendapatkan makanan? Mungkinkah dari Faruq_ laki-laki yang konon akan jadi suami Aisha. Dan Arash yakin, mereka kini telah menikah dan anak yang dulu masih didalam perut Aisha, sudah memiliki Adek kecil.. Tanpa ia ketahui, bahwa sejak itu mantan istrinya terombang-ambing. Harus diusir dari keluarga, kehilangan
Itu istri saya!" Tunjuk Faruq saat Rumanah keluar dari mobil. Ya, wanita itu terduduk di kursi sambil terus mengusap wajahnya agar tidak basah. Tapi, lagi-lagi air mata itu sulit ditahan. Menerobos kelopak mata, merembes di pipinya hingga hijab lebar itu basah.Arash menatap haru pada wanita yang berjalan mendekat ke arahnya. Bukan, itu bukan Aisha. Itu wanita asing yang berhijab tapi tak menggunakan niqab. Tubuhnya tiba-tiba merasa tak bertulang.Jadi? Selama ini, Aisha tak menikah dengan Faruq?"Mari, ustadz!" Pamit Rumanah sopan. Ia mengangguk dan sedikit menunduk setelah tangannya mengamit tangan sang suami erat. Mengajak suaminya untuk melanjutkan perjalanan yang terjeda.."Saya harap, yang kau lihat sekarang, cukup menjelaskan bahwa Aisha hanya milikmu!" Bisik Faruq. Kemudian, melenggang pergi sambil menggandeng tangan Rumanah mesra. Meninggalkan Arash yang masih berdiri mematung،, mencerna kabar yang baru
Matanya terbelalak saat melihat sosok yang berdiri tegap. Sorban menyampir di bahunya, peci putih yang memiliki ukiran bahasa Arab diujungnya serta sarung bercorak batik sampai tumit menambah kesan kegagahan dan ketampanan."Mas Arash?" Pekik Aisha terkejut.Dua mata beriris coklat itu menatap lekat, tepat pada bola mata hitam Arash. Empat mata dari dua jiwa itu terkunci dalam sebuah tatapan yang menyiratkan begitu banyak kerinduan yang mendalam.Dunia seolah berhenti berputar dan hanya ada mereka berdua. Ya, seperti hanya ada mereka berdua. Halnya nabi Adam dan Siti Hawa. Bola Mata hitam Arash mulai mengenang dan airnya menganak sungai dipelupuk mata. Sama halnya Aisha, iris mata coklat itu telah terhalang dinding kaca yang semakin lama, semakin menebal dan luruh membasahi pipinya tanpa ia sadari.Dua jiwa dua rasa tertaut dalam tatapan yang mengunci seolah mereka saling menyelam.Sedangkan, U
"Pergilah, Nak. Ummi meridhoi. Meskipun, ummi tidak akan sekedar untuk membantumu!" Dengan lirih dan sedikit mengangkat kepala. Ummi Rasyidah menatap sang mantan preman itu dengan penuh harap.Bukan karena melihat Arash yang sudah berubah menjadi lebih baik. Tapi, lebih dari pada nasib Rayyan. Cucu satu-satunya yang terlahir tanpa sosok ayah. Bagaimana kalau kelak anaknya mempertanyakan? Pun, Aisha tak memiliki surat pernikahan, juga surat perceraian. Ia tak sanggup menyaksikan cucunya kelak bertanya sosok ayah, jika mengatakan telah bercerai, tak ada buku pernikahan yang tentunya tak memiliki buku surat perceraian juga. Bukankah itu sangat malang?"Terima kasih, ummi. Ridha ummi yang Arash harapkan kini," Arash mencium tangan sang wanita yang telah melahirkan wanita sebaik dan secantik Aisha. Wanita yang memiliki tekad kuat serta keteguhan hati.Ia melangkah, meninggalkan rumah yang lebih sempit dan sederhana. Namun
"Memangnya kenapa, Dek?" Fahmi yang terkesiap atas permintaan Nurma yang tiba-tiba. Segera memindahkan makanan yang telah tertata di atas meja sehingga tangannya bisa terulur. "Kita belum makan!""Enggak kok, Mas! Aku sudah kenyang!" Jawab Nurma segera memangku anaknya yang berusia lima tahun itu."Tapi, Dek!" Sanggahan Fahmi laksana harapan yang terbang ke awan berhembus angin kehampaan. Nurma, wanita yang telah ia nikahi atas dasar tanggung jawab karena ada janin yang dikandungnya, janin yang tak diketahui entah siapa ayahnya, telah melenggang pergi.Sehingga, mau tau tidak. Fahmi bangkit dan mengejar sang istri yang bersikap aneh tiba-tiba.Sedangkan dipojok ruangan, Mata Faruq menelisik saat ia melihat orang yang sedari tadi menatap ke arahnya, dengan tatapan ketakutan."Tunggu disini, Dek!" Pintanya pada Rumanah, Namun matanya tak lepas terus menatap wanita yang berlari dikejar pasangannya. "Gerry,
________"Apa?" Sontak ratusan pasang mata menatap nyalang ke arah Faruq, sehingga mengakibatkan tanpa menunggu lama. Bugeman bertubi-tubi melayang di wajah lelaki yang merupakan mantan calon suami Aisha.Bugh!Bugh!PlakPlakBugh!Hantaman demi hantaman terus diberikan pada Faruq hingga terhuyung dan mulutnya keluar darah. Warga- warga yang sedari tadi memasang kamera termasuk yang hanya melihat, melayangkan hantaman serta pukulan tanpa perasaan. Membuat Faruq yang masih terkejut dan tanpa persiapan terus terpental, serta babak belur dan tanpa benteng pertahanan.Rumanah yang sedari tadi diam menunggu sang suami di restauran pun, segera bangkit saat mendengar keributan bahkan teriakan dan serangan. membuat ia syok saat melihat suaminya telah terhuyung lemah. Segera ia berlari sekuat tenaga."Mas?" Teriaknya lantang." Hentikan kalian semua!"