Reno tidak menyangka jika keputusannya tetap mempertahankan Halimah justru menjadi boomerang buat dirinya sendiri.
Anggun yang dianggap hanya menggertaknya ternyata benar-benar mengajukan gugatan cerai itu. Bahkan ia rela kehilangan nama baiknya saat media tahu tentang rencana perceraiannya.
Malam itu, selepas balik dari rumah Anggun, Reno mencari akal agar Anggun membatalkan gugatannya. Pengacara yang dibawanya pun tidak main-main.
"Gimana kalau Pak Riswan memenangkan gugatan di pengadilan?" batin Reno. Ia tahu betul, bagaimana track record sang pengacara.
Hari yang dinanti pun tiba. Reno pun memilih datang memenuhi panggilan sidang perdana gugatan cerai yang diajukan Anggun. Ia ingin. berjuang mempertahankan rumah tangganya dengan Anggun.
Di dalam persidangan Reno dan Anggun kembali bertemu. Keduanya saling pandang. Bukan tatapan penuh cinta, tetapi tatapan kebenci
Reno tidak menyangka jika keputusannya tetap mempertahankan Halimah justru menjadi boomerang buat dirinya sendiri.Anggun yang dianggap hanya menggertaknya ternyata benar-benar mengajukan gugatan cerai itu. Bahkan ia rela kehilangan nama baiknya saat media tahu tentang rencana perceraiannya.Malam itu, selepas balik dari rumah Anggun, Reno mencari akal agar Anggun membatalkan gugatannya. Pengacara yang dibawanya pun tidak main-main."Gimana kalau Pak Riswan memenangkan gugatan di pengadilan?" batin Reno. Ia tahu betul, bagaimana track record sang pengacara.Hari yang dinanti pun tiba. Reno pun memilih datang memenuhi panggilan sidang perdana gugatan cerai yang diajukan Anggun. Ia ingin. berjuang mempertahankan rumah tangganya dengan Anggun.Di dalam persidangan Reno dan Anggun kembali bertemu. Keduanya saling pandang. Bukan tatapan penuh cinta, tetapi tatapan kebenci
Pagi itu Nindya pun mulai kembali kesadarannya. Wanita yang baru saja menjalani proses operasi Caesar pun perlahan pulih. Saat matanya terbuka, Nindya pun menanyakan keadaan anaknya."Sara, anak mbak gimana?" tanya Nindya dengan suara yang masih lemah."Anak mbak masih di kamar bayi. Dia cantik mbak, kayak mbak," ujar Sara tersenyum. Nindya pun nampak bahagia ketika mendengar jika anaknya terlahir sehat dan cantik tanpa kekurangan apapun.Namun, hanya sesaat kebahagiaan Nindya. Secara tergesa seorang perawat pun datang mengabarkan berita buruk itu."Bu Nindya, maaf, anak ibu hilang. Barusan saya ke kamar bayi untuk memandikan bayi-bayi di sana, tapi anak ibu hilang," ucap si perawat dengan wajah panik."Apa, hilang? Anakku ...." ucap Nindya dengan suara bergetar Nindya seketika seperti tidak bertenaga lagi. Pandangannya mulai kabur dan tidak bis
Reno terus berusaha membujuk Anggun agar mau melakukan barter dengannya. Jika Anggun mengembalikan anaknya bersama Nindya, maka ia siap melakukan apapun untuk Anggun.Walau harus menceraikan Halimah. Karena Reno tak ingin masuk penjara. Sepertinya Pras tidak main-main dengan ancamannya. Pagi itu Nindya pun mulai kembali kesadarannya. Wanita yang baru saja menjalani proses operasi Caesar pun perlahan pulih. Saat matanya terbuka, Nindya pun menanyakan keadaan anaknya."Sara, anak mbak gimana?" tanya Nindya dengan suara yang masih lemah."Anak mbak masih di kamar bayi. Dia cantik mbak, kayak mbak," ujar Sara tersenyum. Nindya pun nampak bahagia ketika mendengar jika anaknya terlahir sehat dan cantik tanpa kekurangan apapun.Namun, hanya sesaat kebahagiaan Nindya. Secara tergesa seorang perawat pun datang mengabarkan berita buruk itu.&
Reno benar-benar terpuruk. Bukan hanya soal perceraiannya dengan Anggun dan tidak mendapatkan harta sepeserpun dari gono-gini, tapi Reno harus mengembalikan semua harta yang pernah diberikan oleh Anggun padanya dan kedua orang tuanya."Reno, Mama sama Papa nggak mau tahu ya. Kamu selesaikan semua ini. Kamu yang memulai, kamu juga yang harus mengakhirinya," pekik Papa Reno."Tapi, Pa?""Reno, kalau gini, lebih baik kamu pilih Anggun daripada Halimah. Iya sih, dia sedang mengandung anakmu juga, tapi kalau udah gini, gimana?" timpal Mama Reno ketus."Udah, Ma. Tinggalin aja dia. Biarkan dia selesaikan masalahnya sendiri," ujar Papa Reno yang langsung menarik tangan istrinya meninggalkan Reno sendiri di ruang persidangan."Ah, shit!"Reno akhirnya mengambil gawai di saku celananya. Ia mencoba menghubungi sebuah nomor,tapi ternyata ....
Kondisi kesehatan Mama Luthfi mulai drop lagi. Ia pun jatuh pingsan dan bergegas dibawa Luthfi ke rumah sakit tempat di mana selama ini sang Mama menjalani pengobatannya."Dok, tolong Mama saya. Dia pingsan di rumah," ucap Luthfi dengan panik. Sang Mama akhirnya dibawa ke ruang UGD untuk ditangani lebih lanjut.Luthfi pun menunggu dengan cemas di ruang tunggu. Hanya seorang diri. Luthfi dan Mamanya memang hanya tinggal berdua. Tidak ada sanak famili. Bahkan keluarga Ayahnya pun menghilang entah ke mana sejak ia kecil.[Hallo, Bos. Luthfi sedang membawa Mamanya ke rumah sakit Permata. Mamanya pingsan dan kondisinya lemah. Apa yang harus kita lakukan?]Seorang pria bertubuh atletis itu menghubungi seseorang. Pria itu duduk tidak jauh dari Luthfi duduk. Ia memang sengaja ditugaskan Anggun mengawasi sang sahabat.[Apa, drop lagi?] Anggun di ujung te
Nindya masih berada di dalam kamar khusus di sebuah rumah sakit jiwa. Dalam pengawasan seorang dokter yang dipercaya oleh Pras. Namun, tanpa disadari oleh Pras, jika Nindya sesungguhnya sudah sembuh."Terimakasih atas bantuannya, Dokter Femmy," ucap Nindya saat sang dokter datang menghampirinya.di dalam kamar khusus itu."Sama-sama, Nindya."Nindya dan Reno memang sudah bercerai. Namun, cinta Nindya masih begitu kuat. Rasa cintanya pada Reno tak bisa ia hilangkan begitu saja. Nindya sengaja menjalankan rencana ini demi mencari tahu di mana keberadaan anaknya. Benarkah Reno dalang dibalik hilangnya sang putri atau Anggun yang masih sakit hati dan menyimpan dendam padanya."Aku harus bisa menemukan di mana keberadaan putriku. Jika sampai aku menemukan bukti kalau Reno terlibat, aku pastikan dia tidak akan bisa menyentuh anakku lagi," batin Nindya
Anggun tetap dengan keputusannya. Dia akan tetap menjaga dan mempertahankan Ghania menjadi putri angkatnya. Ia tak lagi memperdulikan nasihat Luthfi yang memintanya mengembalikan Ghania.pada Nindya. Agar wanita itu bisa kembali pulih."Tidak, Luthfi. Aku minta maaf, aku nggak bisa memenuhi keinginan kamu kali ini. Aku minta maaf ...." ucap Anggun yang langsung bangkit, berjalan keluar kamar.Anggun dan Luthfi kini kembali ke ruang tamu. Kedua sahabat itu memilih mengalihkan pembicaraan. Luthfi paham bagaimana karakter Anggun. Mungkin Anggun butuh waktu menata hatinya kembali."Anggun, sebaiknya aku pulang saja ke rumahku yang lama. Aku nggak enak dan takut jika Reno atau tetangga kamu beranggapan lain tentang aku dan Mama di sini," ucap Luthfi. Ia pun memutuskan pergi."Kamu mau pulang ke mana, Fi? Aku tahu, rumah lama kamu sudah dijual kan? Kamu mau kembali ke kontrakan?" cecar Anggun m
Halimah kini tinggal di sebuah rumah peninggalan kedua orang tuanya. Bersama kedua putrinya buah cintanya dengan Reno, Halimah hidup dalam kesederhanaan. Halimah merasakan ketenangan di saat semua orang masih berkutat dengan dendamnya.Namun, suatu hari, kehadiran seorang wanita muda berusia 17 tahun, mengubah semuanya. Gadis remaja itu datang menemuinya dan membawa sebuah kabar tentang Reno. Gadis bernama Putri itu diminta Reno mencari keberadaan sang istri."Saya bersyukur, akhirnya bisa menemukan kalian, Kak," ucap Putri saat Halimah membukakan pintu rumahnya."Kamu siapa?" tanya Halimah. Halimah akhirnya mempersilakan gadis belia itu masuk ke rumahnya yang sederhana."Maaf, kita nggak pernah kenal. Ada keperluan apa, kamu datang menemui saya?" tanya Halimah yang tak suka berbasa-basi dengan orang yang tak dikenalnya itu."Saya orang yang diminta Reno mencari Kak
Beberapa tahun kemudianReno dan Pras kini telah sukses dengan kariernya masing-masing. Hidupnya tidak lagi dijalanan. Tidak lagi kelaparan apalagi kedinginan saat hujan, kepanasan saat terik matahari menyala.Dalam sebuah acara para pengusaha, Reno akhirnya bertemu dengan Anggun. Anggun tidak mengenali Reno, yang pernah dianggapnya sebagai kakak dan lama hidup bersama. Sedangkan Reno, langsung mengenalinya saat pertama kali berkenalan."Anggun? Dia anak om Panca?" batin Reno.Reno pun mengambil langkah, tanpa ingin membuang waktu ia langsung menjalin kedekatan di acara itu. Hingga komunikasi mereka pun terus berlanjut dan semakin dekat. Hingga beberapa tahun kemudian, Anggun dan Reno sepakat bertunangan."Hah, tunangan? Kamu serius, Anggun?" Para sahabat baik Anggun kaget. Ini di luar logika mereka. Anggun yang dikenal sangat hati-hati dan tidak mudah percaya kenapa begitu mudah mengambil keputusan besar di hidupnya, sebuah pernikahan. Dan lebih membuat sahabat Anggun itu tak perca
Tidak ada hal yang paling menyakitkan saat mendapatkan kabar duka itu. Sendirian ia mendatangi rumah sakit di daerah puncak itu. Tidak ada satupun keluarga yang mendampinginya. Tidak ada satupun anggota keluarganya yang tersisa Sesampainya di rumah sakit, Anggun langsung diantar menuju kamar jenazah. Di sana ia membuka kain penutup berwarna putih itu. Kedua orangtuanya, juga kedua saudaranya.Anggun histeris. Hatinya hancur. Dunia seakan runtuh. Tapi kenyataan ini harus ia hadapi sendirian. Tanpa sanak keluarga. Anggun yang belum genap 20 tahun itu harus merasakan semuanya, mana kala rencananya melanjutkan studi ke Amerika harus ia kubur dalam."Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri? Kenapa nggak ajak aku juga, Pa, Ma? Mas, kenapa harus aku sendiri yang hidup?" Rintihan itu memilukan. Para polisi itu pun mencoba menenangkan Anggun. Namun, lagi-lagi mereka gagal. Anggun tetap histeris. Tidak tahu, apakah ia sanggup menjalani hidup ke depannya sendiri. Tanpa siapapun.Tidak lama da
POV NISSASebulan sudah gadis berusia 15 tahun itu mengalami koma panjang. Hingga akhirnya, kini tubuh itu mulai bergerak, menandakan sebuah kemajuan.Perlahan gadis itu mulai membuka matanya. Ia melihat sekeliling, kepalanya yang masih pusing. Pandangannya pun masih belum jelas. Ia mencoba melihat orang di sekitarnya yang selama ini setia menunggu kesembuhannya.Matanya kini mulai jelas melihat. Ia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya. Namun, tidak ada hal yang membuatnya ingat mengapa kini ia berada di ranjang rumah sakit kamar VVIP."Kalian siapa?" tanya Nissa pada sepasang suami istri itu. Arjuna dan Balqis saling pandang. Ada kebahagiaan terpancar di wajah Balqis. Akhirnya, orang yang ditabrak suaminya itu tanpa sengaja kini akhirnya tersadar."Alhamdulillah. Akhirnya dia sadar, Mas. Nak, nama kamu siapa? Kami senang, akhirnya kamu sudah sadar. Keluarga kamu pasti susah mencari keberadaan kamu," ujar Balqis."Namaku?"Nissa mulai berpikir, mencoba mengingat siapa
Sore itu tiba-tiba Pras dan Nissa diusir dari rumah papinya. Kedua anak remaja itu hanya bisa pasrah. Mereka pun memutuskan pergi meninggalkan rumah yang banyak meninggalkan kenangan indah itu. Baru beberapa langkah, tiba-tiba hujan deras.turun. Pras pun langsung mengajak adiknya ke sebuah gubuk kecil berlantai kayu.'Mas, kita mau ke mana? Mereka kok jahat banget ya?" ucap Nissa terisak."Kamu sabar dulu ya dek.'Malam itu terpaksa keduanya bermalam di gubuk reot itu. Tidak ada pilihan lain kecuali menetap. Di luar hujan masih sangat deras. Pras dan Nissa akhirnya memutuskan tidur sejenak, karena sudah sangat kelelahan. Meraka sudah sangat kelelahan berjalan. Pras akhirnya terbangun. Ia melirik ke arah adiknya yang masih terlelap. Saat melihatnya menggigil, Pras pun langsung mengeceknya dan benar saja jika adiknya itu demam tinggi.'Astaghfirullah! Nissa, kamu demam tinggi. Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan?" gumam Pras. Airmatanya pun menetes. Tidak tahu, apa yang harus dil
Sintia mulai keras menolak kehadiran keluarga Acha di rumahnya. Dia tidak ingin terjadi hal buruk pada ketiga anaknya hanya demi menyelamatkan anak si pembunuh."Aku udah capek ya, Mas, berdebat terus. Sekarang gini aja deh, kamu silakan pilih. Aku dan anak-anak atau mereka???" ucap Sintia lantang."Sin, jangan seperti ini. Aku tidak mungkin memilih. Aku ya pasti memilih kalian. Tapi, pikirkan Reno. Dia masih kecil untuk hidup di luar," tutur Panca."Kamu tahu sendiri kan, sejak kasus ini ke publish kedua adik Acha itu kena PHK dan sampai detik ini, tidak ada satupun perusahaan yang mau menerima mereka.""Di mana hati nurani kamu? Kamu pernah kan, diposisi seperti mereka? Dan di saat itu hanya Himawan yang mau membantu! Kamu tidak ada empati sedikitpun sama anak yang sudah pernah menolong kamu???" pekik Panca.Panca mulai hilang kesabaran. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk istrinya itu agar tetap membiarkan Reno dan keluarga Acha itu bertahan di rumahnya."Sekarang kamu p
Sejak hari itu keluarga Acha tinggal dikediaman Panca dan Sintia. Sintia awalnya menolak, tapi akhirnya ia hanya pasrah dengan keputusan suaminya. Sintia hanya meminta penjagaan lebih ketat di rumah maupun saat anak-anaknya ataupun anak Acha dan Himawan bersekolah. Panca pun akhirnya menyetujui syarat yang diajukan istrinya itu.Tidak seperti hari-hari biasanya, Sintia merasakan perasaan tidak enak. Ia pun memutuskan.menemani anak-anak ke sekolah.Di tengah perjalanan ponselnya kembali berdering. Sebuah nama memanggil. Benar saja dugaan Sintia. Kali ini ancaman Harris tidaklah main-main."Halo, cantik. Gimana kabarmu? Kamu sepertinya tidak mengindahkan ancamanku ya? Kamu pikir, aku main-main??" Harris terlihat tenang, tapi pikirannya cuma satu. Menghancurkan siapapun yang menghalanginya melenyapkan nyawa keluarga Acha yang tersisa."Atau kamu butuh bukti??""Tunggu! Apa yang mau kamu lakukan? Tolong, jangan sakiti anak-anak!""Jangan atur aku!!!"Harris tidak main-main. Di tengah pe
Waktu berjalan begitu cepat. Sudah beberapa bulan setelah kematian Himawan dan Acha harus merasakan dinginnya lantai penjara. Hinaan dan caci maki dirasakan Acha di dalam sel. Beberapa tahanan bahkan membully hingga melakukan kekerasan padanya. Dan kini, yang tersisa darinya hanya sebuah penyesalan. Ya, Acha menyesal. Ia sadar, bahkan kini anaknya harus merasakan penderitaan yang tidak pernah terbayangkan oleh mereka.Malam itu, ketika ketiga anak Acha tengah tertidur pulas di kamarnya masing-masing, ada beberapa pria berbadan besar datang dan mengobrak-abrik rumahnya.Malam itu hanya ada ibu Acha yang menemani. Sedangkan kedua adik Acha tengah keluar kota untuk urusan pekerjaan. Sang nenek tidak dapat berbuat banyak saat Nissa, anak bungsu Himawan dan Acha dibawa oleh pria-pria itu.Entah siapa yang menyuruh mereka. Rumah itu sudah hancur, beberapa barang telah dihancurkan. Tapi anehnya, tidak ada satu pun barang yang diambil. Ini jelas bukan perampokan biasa. Tapi mungkin sebuah aj
Acara pemakaman Cindy pun sudah usai. Berita itu begitu cepat tersebar. Keluarga pun mendapatkan cibiran dari teman, tetangga dan semua yang mengenalnya. Tidak ada satupun kata dukungan, justru hinaan yang diterima keluarga Acha."Ini memalukan. Cindy telah merusak semuanya. Dasar perempuan terkutuk!" Caci maki itu akhirnya keluar dari adik beradik Cindy, termasuk ibu Acha.Namun, anak-anak Cindy yang mulai beranjak dewasa pun tidak terima mendengar hinaan dan sumpah serapah itu. Begitupun suami Cindy yang telah dikhianati, ia tetap pasang badan membela almarhumah istrinya."Mbak, cukuplah. Hentikan semua ini. Bagaimanapun Cindy itu adiknya mbak. Ini juga bukan sepenuhnya kesalahan Cindy. Himawan juga salah. Menantu mbak juga laki-laki terkutuk!" balas Harris, suami Cindy."Harris, Harris, kamu masih membela istri laknat begitu? Di mana harga diri kamu???" tutur ibu Acha sinis."Mbak, saya mungkin laki-laki bodoh. Tidak punya harga diri atau apalah terserah kalian. Tapi dia istri saya
Tidak terbersit dibenak Acha untuk melenyapkan nyawa suami dan sahabatnya. Apalagi dengan cara yang tergolong sadis. Tapi rasa sakit hati dan dendamnya membuat Acha gelap mata. "Apa yang pertama kali anda lakukan?" tanya Rifat. "Saya meminta suami saya berhenti di jalan Ardipura. Tepat di depan taman Angkasa. Dan .... ""Selanjutnya?"Wajah Acha kembali tertunduk. Tubuh mungilnya bergetar, ada banyak luka yang masih ia coba sembunyikan. Beberapa saat ia pun kembali menangis. Terisak dan seketika ia tertawa. "Mbak Acha, kamu baik-baik saja?" tanya Rifat. Ia mulai khawatir dengan mental terduga pelaku kasus yang sedang ditanganinya itu."Mbak Acha, bisa kita lanjutkan?"Hening ....Pandangan mata itu kembali nanar. Diam dan akhirnya ia mulai bercerita kembali setiap detik waktu yang ia habiskan malam itu."Aku meminta Mas Mawan berhenti. Saat itu juga banyak pedagang berjualan di depan pintu masuk taman. Aku meminta suamiku membeli beberapa cemilan dan minuman. Saat dia pergi, aku l