Pintu menjeblak terbuka dan terdengar napas terkesiap di belakang Aymo dan Rémy. Praka Kemal Idris yang muncul. “Ayo keluar, tetap waspada dan hati-hati.” Seketika hembusan napas lega terdengar di dalam ruangan. Bahu Edo dan Katon melemas. Dengan segera mereka mengkoordinasi anggota timnya bersama Aymo dan Rémy. Beta Dua dan Charlie Tiga diperintah Alpha Satu untuk keluar terlebih dahulu mengikuti Praka Kemal Idris. Mereka membawa sebagian relawan dan anak-anak. Alpha Satu sendiri bersama Delta Empat bertahan di dalam ruangan bunker sampai dengan semua anggota tim relawan, Zena dan para pengungsi keluar. Zena berhenti di pintu dan membiarkan para pengungsi remaja dibawa relawan-relawan wanita yang lain. “Kamu tidak apa-apa?” tanyanya perhatian ke arah Katon. Bagaimanapun, Katon yang merelakan dirinya keluar paling akhir dari gedung serba guna dan Zena melihat gedung yang meledak di belakang Katon, wajar jika sekarang ia bertanya khawatir pada rekan pengajarnya tesebut. “Aku oke,
Perang yang terjadi di Tigray melibatkan dua negara yang cukup kuat di Afrika, yaitu Sudan dan Ethiopia. Perang ini disebabkan oleh pertikaian kedua negara yang saling klaim atas sebuah wilayah yang bernama Tigray. Sudan yang awalnya memulai pertikaian dengan mengklaim bahwa 90 persen wilayah Tigray merupakan wilayah mereka. Dalam merespons hal tersebut, Ethiopia pun langsung mengerahkan pasukannya demi menjaga wilayah Tigray yang memang sebelumnya merupakan wilayah negara tersebut secara administratif. Sayangnya, perang pun tidak dapat dihindari di wilayah perbatasan Tigray antara militer Sudan dan Ethiopia. Perang yang dimulai pada Desember 2020 lalu itu setidaknya menewaskan 52.000 jiwa dari kedua belah pihak. Saat ini gencatan senjata tengah dilakukan dan entah mengapa terjadi penyerangan ke kota Aksum saat gencatan senjata sedang digalakkan. Sebenarnya pemicu penyerangan bisa saja karena keberadaan relawan sehingga penyerang melakukan agresi akibat tidak mau ada perbaikan di
Kematian Zena Maryam tentu membawa kesedihan mendalam di kalangan para relawan. Sesaat setelah pemakaman Zena, Aymo mengurung dirinya sendiri di dalam kamar dan tidak mau ditemani oleh siapapun. Katon mengkhawatirkan kondisi Aymo tetapi Edo—sepupunya tentu lebih mengenal Aymo dan membiarkan pria itu tenggelam dalam kesedihannya sendiri. Katon berbicara dengan Kolonel Infantri Syafruddin—Komandan Kontingen Garuda yang kebetulan bertugas di Aksum. Berusaha mendapatkan hasil penyelidikan tentang penyerangan ilegal malam itu. “Maaf, Ton. Aku tidak berkewajiban melaporkan hasil penyelidikan ke orang sipil,” jawab Kolonel Infantri Syafruddin. “Ayolah, Paman. Demi persahabatan keluarga kita,” rayu Katon. Satria memang dekat dengan beberapa pejabat negara, sebagian dari kalangan TNI. Termasuk Kolonel Infantri Syafruddin. “Kamu. Dua bulan lalu ketika kamu datang kemari dan kita tiba-tiba bertemu, kalimatmu sama, Ton. Demi persahabatan keluarga kita, kamu minta Paman tidak lapor ke papamu k
Usai perbuatannya memborbardir dan membumihanguskan markas RSF Paramiliter, Katon tidak bisa lagi tinggal di Kota Aksum, Tigray sebagai relawan. Ia akan segera dikirim pulang kembali ke New York. Katon akan dipulangkan bersama dengan Aymo di hari yang sama, tiga hari usai pengeboman di Darfur Barat. Jeda waktu selama itu dirasa perlu untuk mengawasi pergerakan lawan, apakah mereka mengenali serangan tersebut berasal dari Aksum atau tidak. Katon baru rela meninggalkan Aksum ketika RSF Paramiliter kelimpungan karena kehilangan markas mereka beserta isinya dan sebagian besar petingginya. Namun, tidak bisa mengidentifikasi pelaku. Setelah memastikan RSF Paramiliter tidak akan balas menyerang ke Aksum, barulah Katon mau pulang ke New York. “Aku akan selalu menunggumu bergabung kembali dengan kami, Ton,” kata Rémy seraya menyalami Katon sebelum pria itu masuk ke gate keberangkatan. “Ingat, kami masih punya ratusan tempat untuk kau jelajahi, Ton.” Edo di belakang Rémy bicara. Kedua tanga
Katon terbangun karena sorot sinar matahari menimpa wajahnya. Ia mengerutkan mata dan seketika mendengus tidak suka karena pening menghajar kepalanya. Katon berusaha bangun tetapi badannya tertahan. Ia kembali membuka mata dengan bingung. Di dadanya menggeletak sebuah lengan. Mata Katon menyusuri ujung lengan itu dan menemukan jari-jari lentik dengan cat kuku warna pink pucat yang indah di sana. Oke, itu bukan tangannya. Katon mengalihkan pandangan ke arah sebaliknya dan menemukan wajah jelita yang sedang tidur di bantal sebelah bantalnya. Rambut wanita itu berwarna mocca menjadi kontras karena bantal Katon berwarna putih. Katon memijit pelipisnya dan berusaha sekuat tenaga menarik ingatannya yang kabur karena alkohol. Wanita mana dan siapa yang ia bawa pulang. “Fafafe ...,” desahnya seketika mengingat nama itu. “Hm ....” Fafafe balas mendesah dan menarik tangannya yang memeluk dada Katon tadi. Wanita itu berbalik, selimutnya melorot hingga ke perbatasan pinggang bawah dan memp
Pria itu meluruk dengan marah, umpatan kasar keluar dari mulutnya dan tangannya yang menghunus pisau, ia tusukkan ke arah Katon. Pria Indonesia ini sudah siap dengan kuda-kudanya. Maka ia menarik mundur satu kaki dan pisau swiss menusuk udara. Katon melihat kesempatan menghajar balik ketika kepala lelaki penyerang itu dekat dengannya. Ia meluruskan siku kanan ke depan dan menghajar samping telinga pria penyerangnya menggunakan Shuto Uke. Pria itu langsung sempoyongan ketika titik keseimbangannya terhajar. Katon merasakan serangan di belakangnya. Maka Katon melancarkan Ushiro Geri. Menendang ke belakang dan menggunakan tumitnya untuk menghajar dagu musuh kedua. Pria ini tidak menunggu lawannya ambruk tetapi langsung maju menambahkan Mawashi Geri yang melibatkan tendangan memutar punggung kaki. Tubuh si petinju yang ditendang dua kali langsung terbanting keras ke tanah dan tidak bangun lagi. Katon berderap maju menendang pisau swiss dari pria pertama yang masih sempoyongan lalu ia
Jarak dari Riquewihr ke Paris sejauh 528km. Ada beberapa transportasi yang bisa digunakan Katon. Dari semua itu, ia memilih untuk menggunakan motor sport model lama milik Manu yang masih terpelihara dengan baik. Motor BMW R71 warna hitam keluaran tahun 1938. Motor ini punya suspensi belakang yang lebih kokoh sehingga nyaman untuk perjalanan jauh. Selain itu, kuda besi ini juga dipakai untuk kendaraan militer pada masanya. Jadi jangan ditanya kekuatan motor ini. Katon memilih berkendara dari Riquewihr ke Troyes, melewati Foret d'Orient dan danau-danaunya yang indah. Jalan ini memakan waktu sekitar 5 jam. Katon memilih menghabiskan malam di Troyes dan mejelajahi bangunan bersejarah dan museumnya. Setelah melewatkan semalam di sana, ia kembali berkendara dari Troyes ke Paris, dan memakan waktu sekitar 2 jam. Karena berangkat cukup pagi, Katon memilih untuk sarapan terlebih dahulu sebelum mendatangi universitas tempat Ratih menimba ilmu. Paris 1 Panthéon-Sorbonne University adalah sal
Sejenak Katon melongo melihat pemandangan di depannya, lalu tersenyum pada takdir. Yes! Ia mengikuti langkah pelan Aaliyah dengan senyum manis tersungging di bibirnya. Terasa lebih tulus. Bukan senyum pura-pura seperti yang ia sajikan pada Aaliyah. “Hai, maaf. Menunggu lama?” tanya Aaliyah pada kedua temannya dalam Bahasa Perancis. Ratih dan kawannya yang sedang bercakap sambil melihat ke arah lain sontak menoleh sambil tertawa mendengar suara Aaliyah. Senyum Ratih perlahan memudar ketika melihat Katon datang bersama Aaliyah, sedangkan Katon tetap menunjukkan senyum manisnya. Ia tambahkan sedikit gestur kepala yang sedikit ia miringkan seolah berkata, “Hello again! Takdir yang bicara agar kita bertemu kembali.” “Oh, maaf. Aku mengajak Katon untuk bergabung dengan kita. Enggak masalah, ‘kan?” Aaliyah yang melihat perubahan wajah Ratih segera berkata demikian. “Oh, enggak apa. Masih banyak tempat, kok.” Yang menjawab justru gadis yang satu lagi. Membuat Ratih yang terlambat membuka
Katon menahan napas dan mulai menata lengannya, lalu ia memutar perlahan melawan arah sebelumnya dan terdengar sekali lagi derak tulang sendi bahu kembali ke posisinya lagi. Ia melemaskan lengan sambil mempercepat langkah menuju ke wanita yang masih terkapar di tanah. “Hei, kamu tidak apa-apa?” tanya Katon seraya memeriksa nadi di leher wanita tersebut. Masih terasa tetapi lemah dan mata wanita itu tertutup dengan napasnya yang pendek-pendek. Dengan satu tangan masih memeriksa nadi leher wanita itu, Katon memakai tangan yang lain untuk merogoh ponsel dan menghubungi 192, panggilan darurat layanan keselamatan di Brazil. Tidak perlu waktu lama dari waktu menghubungi hingga tim medis datang. Katon yang berkewajiban menunggu mencoba menghubungi nomor ponsel Ratih tetapi tidak terjawab. Akhirnya Katon memilih menghubungi Morgan dan memberitahukan posisi dan keperluannya saat ini. “Mereka memintamu ikut ke Rumah Sakit?” tanya Morgan. “Ya, karena korbannya pingsan dan aku harus ikut untu
Katon dibantu Morgan menambatkan perahu mereka ke geladak pelabuhan sungai, mengikatnya dengan tali yang terbuat dari serat pohon. Setelah dua hari berlayar melalui hutan Amazon yang lebat, rombongannya akhirnya tiba kembali di pelabuhan sungai kota kecil Seringueiras. Matahari terbenam menyinari permukaan air, menciptakan kilauan emas di permukaan gelombang. Ratih melangkah keluar dari perahu, kakinya menginjak pasir halus. Sarah dan Emily mengikutinya. Wajah ketiganya tampak lelah. Namun, lega juga terpancar di sana. Katon yang telah selesai menambatkan perahu kini bekerja sama dengan Stuart, Christopher dan Daniel untuk menurunkan sisa barang-barang mereka dari atas perahu. Dengan membawa barang-barang yang tidak seberapa, rombongan meninggalkan pelabuhan dan memasuki kota Serinqueiras yang masih ramai menjelang senja ini. Mereka kembali check-in ke hotel kecil tempat mereka menginap saat tiba pertama kali di sini. Segera, Katon kehilangan tunangannya karena wanita itu tidak me
Rombongan Katon dan Ratih meninggalkan pemukiman Urarina tanpa dilepas oleh Palmera dan Omwezi. Mereka hanya diantar oleh Spit, sebagian pasukannya dan Kino yang memang selalu bersama mereka dua hari terakhir. Remaja pria itu memakai pakaian terbaiknya dan kulit tubuhnya dicat biru terang. Sekarang Katon paham mengapa petinggi Urarina dicat biru. Karena mengacu pada Virola dan bunga biru terangnya. Seolah pimpinan mereka diletakkan pada trah tertinggi dan tetap dalam lindungan Virola. Katon dan Kino berjalan beriringan di pusat rombongan, sedangkan Ratih memilih berjalan di belakang Katon. Langkah membawa mereka memasuki hutan kembali. Daun lebat dan rimbun menutupi langit, menciptakan keteduhan yang misterius. Udara lembap dan berbau tanah basah memenuhi hidung mereka. Mereka telah meninggalkan pemukiman Suku Kuno Urarina, dan sekarang, hutan hujan Amazon membuka di hadapan mereka. Mereka melangkah lebih dalam. Suara burung-burung hutan mengiringi mereka, menyanyikan lagu-lagu ya
Manusia-manusia modern menatap penuh horor, kedua tubuh yang perlahan menghilang dibalik belitan anakonda raksasa yang bergulung-gulung di tepi sungai. Mereka mendadak menyadari mengapa mereka semua dibawa kesini. Entah menjadi saksi sebuah penghukuman seperti sekarang atau malah menjadi yang terhukum. Mengingat mereka semua dibawa dengan terikat dan disiksa tak manusiawi, semuanya memiliki kesimpulan yang sama. Para manusia modern semula dibawa kesini untuk dikorbankan kepada anakonda raksasa. Entah apa yang diucapkan Kino sehingga hukuman berbalik arah hanya mengorbankan dua orang suku mereka sendiri. Sementara para manusia terasing menunduk penuh khidmat selama ssota meremukkan kedua tubuh warga mereka lalu menghilang kembali dalam air sungai. Setelah prosesi hukuman yang mengerikan itu berakhir. Palmera mengayunkan tangan kepada kedua wakilnya yang sontak bergerak serasi. Berjalan kembali ke arah rombongan jauh dari sungai tetapi sambil memetik bunga-bunga biru. Saat tiba kemb
Kembali semua terkesiap dan memekik terkejut. Stuart baru saja menembak wakil Palmera untuk memperingatkan agar orang itu diam tidak bergerak. Peluru Colt Stuart nyaris menghancurkan kaki wakil Palmera. “Hemat pelurumu, setan alas!” seru Morgan. “Dari tadi panggilin setan alas melulu. Setannya beneran keluar kamu yang pusing!” ejek Stuart ke muka Palmera yang merah padam. Ratih yang sudah membebaskan teman-temannya sekarang menuju ke arah Katon dan berusaha menyadarkan pria itu. “Jadi apa salah kami, Palmera? Mengapa kami dibawa ke sini? Tidak untuk wisata kurasa? Air terjunmu tidak sebagus itu. Dan kalau memang wisata kenapa kami diikat?” omel Stuart. “Kau butuh penterjemah kan sekarang? Hm? Atau kubunuh saja kau ya? Aku yakin teman-teman avatarmu sekalian wargamu bakalan menangis. Atau malah seneng kalau kamu mampus? Bagaimana?” Stuart berkata jahat sambil menempelkan moncong Colt pada dahi Palmera yang tetap menatap dengan marah. Terdengar suara ceklik ketika Stuart menarik tu
Sarah menjerit ketakutan dan kemudian menangis meraung-raung. Di dekatnya Ratih seketika berwajah pucat sedangkan Emily merosot pingsan dan tetap diseret oleh penawannya. Sekarang Katon tahu apa penyebab ketiga wanita tersebut berekspresi demikian. Seekor anakonda dengan lingkar tubuh sebesar pria dewasa. Tak diketahui berapa panjangnya karena ia melata di tanah, di antara batang pohon dan rerumputan sisi kanan mereka. Warna sisik anakonda itu kuning emas dan corak berlian berwarna hitam. Berbeda dengan anakonda hijau yang mereka lihat di sungai. Gerakannya yang melata sajalah yang membuatnya dikenali sebagai anakonda karena sejatinya, warna sisik dan motifnya malah mirip jaguar. Entah di mana kepala atau ekor anakonda itu. Tetapi melihat dari luncuran tubuhnya yang tampak di sela-sela rerumputan, anakonda tersebut berjalan mengiringi para tawanan dan Suku Kuno Urarina menuju pusat curug, air terjun yang indah di depan mereka. {Yang mulia ssota menunggu kita!} desis beberapa warga
{Lihat Palmera! Teman asingmu tidak tampak bersalah telah menyerang dan menghajar kami, hanya karena kami mengejarnya ke sungai} lapor Empewo. {Kami menuntut keadilan. Dia harus dihukum adat!} desis Ekitala. Wajah keduanya hancur dan masih menyisakan darah yang mengering. Namun, mereka bisa bicara dengan baik. Meletupkan emosi, meskipun mereka menggunakan bahasa kuno tetapi Katon dapat merasakan kemarahannya. Dan sekarang emosi yang sama terpantul di wajah Palmera. Perasaan Katon tidak enak. Ia ulurkan tangan kanannya dan sedikit merunduk. Ia bermaksud menenangkan Palmera dan meminta ijin meletakkan tempayan air untuk kemudian menjelaskan posisinya. Baru saja Katon meletakkan tempayan ke tanah, Kaki Ekitala menghajar dadanya dan membuatnya terpental ke belakang sejauh satu setengah meter. Tempayannya terbanting dan pecah, menumpahkan isinya kemana-mana. Katon terbatuk karena udara dipaksa keluar dari paru-parunya secara mendadak. Belum sempat ia bergerak lebih jauh, prajurit pe
Pagi menjelang. Udara terasa sangat dingin. Kabut bahkan menjalar masuk melalui bagian bawah pintu yang tidak tertutup sempurna, maupun jendela yang tak berpenutup. Tetapi Ratih yang membuka matanya terbangun dengan rasa nyaman. Selain kakinya tidak lagi sakit, iapun merasa hangat dan terlindungi. Sesaat kemudian barulah ia sadar kalau dirinya ada di dalam pelukan Katon dan mereka memakai satu selimut bersama. Ia memakai lengan Katon sebagai bantal, tangan Katon yang lain memeluknya. Kaki Katon melibat dan membungkus kakinya di dalam selimut. Wajah mereka sedemikian dekat. Ratih tidak ingat, kapan ia jatuh tertidur. Yang pasti, tunangannya masih sibuk memijit kakinya. Maka sekarang melihat Katon masih tertidur lelap, Ratih tidak tega langsung bergerak bangun dan berpotensi menganggu Katon. Ratih menatap wajah lelaki yang memaksakan diri menjadi tunangannya. Lelaki ini bernapas teratur. Dengkurnya halus bukan termasuk dengkur yang menganggu. Malah seperti musik yang menenangkan kar
Ratih berderap di depan Katon dan menyeret pria itu bersamanya. Katon tersenyum, melihat kuatnya cengkeraman Ratih di pergelangan dan jalannya yang cepat dan menghentak-hentak, sepertinya tunangan cantiknya ini memang baik-baik saja. Katon pasrah diseret oleh Ratih. Asal tangannya masih digandeng kekasihnya itu. Sepertinya obrolan sebelum perkelahian akhirnya menenangkan Ratih. Kemarahannya sekarang mungkin manifestasi dari rasa cemburu bercampur tersinggung atas perbuatan dua prajurit Palmera. Katon yang mengenal banyak wanita, bisa memperkirakan segala tindakan Ratih. Mereka masuk ke pemukiman dan hanya disambut sepi. Seluruh warga Urarina yang berusia dewasa mungkin masih di lapangan sementara wanita yang memiliki bayi dan anak-anak maupun remaja mungkin sudah masuk ke rumah masing-masing. Katon membayangkan Palmera sedang beraktifitas dengan Omwezi membuatnya menarik Ratih dan gadis itu mental ke belakang dan dipeluk Katon. “Kita pulang aja, yuk? Aduh!!” Ratih tidak tinggal