70. Mendatangi Rumah Ibu! (Bagian C)“Tetap saja itu namanya kamu membuang pemberian Ibu, lagi pula seharusnya kamu mikir kalau punya barang itu dimasukkan semuanya ke dalam rumah, kalau tidak muat, ya buat yang lebih besar!” kata Ibu lagi dengan nada ketus.“Itu hanya untuk sementara, Bu. Bukan selamanya kami letakkan di halaman,” ujar Mas Abi tiba-tiba. “Lagipula Ibu tidak ada hak lagi untuk mengambil sofa itu, karena Ibu sudah memberikannya kepada istriku,” kata Mas Abi sambil menatap ibunya dengan pandangan tajam.“Abi kamu ini apa-apaan, sih? Sudah tidak ada hormat-hormatnya kepada orang tua sendiri!” ujar Bapak tiba-tiba. “Lagipula, ibumu sudah menjelaskan kalau sofa itu kalian buang!” kata Bapak lagi.“Tidak hormat dari mana, Pak? Aku merasa tidak dihargai karena tiba-tiba saja sofa itu sudah Ibu ambil dengan diam-diam, jika Ibu memang ingin memintanya kembali maka Ibu bisa mengatakan kepada kami. Tidak dengan cara mengambilnya diam-diam seperti itu,” ujar Mas Abi lagi. “Dan sa
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)71. Mendatangi Rumah Ibu! (Bagian A)Aku dan Mas Abi kini tengah duduk di sebuah warung es campur di pinggir jalan, Mas Abi memberhentikan motor kami di sini dan langsung turun memesan es campur dua gelas. Dia duduk di kursi yang disediakan, dan melambaikan tangannya kepadaku yang masih terbengong di atas motor.Aku langsung mendekati Mas Abi dan duduk disampingnya, wajahnya masih terlihat mengeras dan menatap ke depan sana dengan pandangan tajam dan juga lekat."Sudahlah Mas, Mas tidak perlu marah-marah begitu, lagipula niatku ke sana bukan untuk marah-marah seperti tadi. Aku hanya ingin berterima kasih kepada Ibu, karena dia sudah mengangkut sofa itu dengan ikhlas, tanpa aku harus susah-susah membuangnya," kataku kepada Mas Abi.Namun suamiku itu sama sekali tidak menyahuti ucapanku, jangankan menyahut menoleh saja tidak. Dia hanya menatap ke depan sana dengan pandangan tajam, dan beberapa saat kemudian dia menghela nafas deng
72. Mendatangi Rumah Ibu! (Bagian B)"Mas hanya berharap Ibu dibukakan pintu hatinya oleh Allah, bagaimanapun juga lama-lama aku juga tidak tahan karena melihat ketidakadilan yang Ibu buat semakin parah dan semakin menjadi-jadi. Jika dulu dia hanya bersikap tidak adil padaku dan juga mas Abi, Mas masih bisa terima. Tetapi saat dia sudah bersikap tidak adil padamu dan juga Mbak Lisa, hati Mas terasa begitu sakit, Dek!" kata Mas Abi dengan lembut.Aku hanya menatapnya dengan pandangan sedih dan juga tersentuh, aku tidak menyangka kalau suamiku sebegitu perhatiannya kepadaku, dia bahkan tidak memikirkan dirinya sendiri namun dia sangat memikirkan diriku."Aku sebenarnya tidak masalah, Mas. Aku tidak masalah Ibu memberikan lebih kepada Mbak Lisa dan juga Mas Aji, tetapi yang aku mau keluarga kita tidak diusik. Tetapi mereka selalu mengusik ketenangan keluarga kita, dengan mengatai aku mandul, dengan menyuruhku untuk bekerja menjadi TKW. Seolah-olah apapun yang aku lakukan memang salah dim
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)73. Gosip Baru! (Bagian A)“Besar banget rumah kamu, Na! Gila!” Aku hanya memutar bola mataku dengan malas, melihat Bi Ramlah yang memutari rumahku dan masuk ke setiap ruangannya dengan pandangan takjub. Rumahku sudah jadi, dan saat ini Bang ridho tengah memoles dindingnya dengan cat berwarna biru muda. Pengerjaan yang dilakukan oleh mas Abi dan juga Bang Ridho termasuk sangat cepat, mereka dengan cekatan mendirikan rumah ini hanya kurun waktu dalam dua bulan saja.Rumah dengan ukuran sepuluh meter kali lima belas meter, memang termasuk benar-benar besar di desa ini. Bahkan rumah si Lampir Lisa saja tidak sebesar ini, aku memang sengaja membuat rumah ini menjadi besar karena aku ingin di masa tua nanti Emak ikut denganku.Dan sebagai anak paling besar, aku berharap ketika lebaran tiba adik-adikku akan datang ke sini dan kami akan kumpul keluarga sehingga rumahku cukup untuk menampung kami semua.Aku dan juga Mas Abi akan segera
74. Gosip Baru! (Bagian B)"An, ngomong-ngomong, kenapa kamu membuat rumah ini dengan kamar yang sangat banyak? Tiga pula, untuk apa? Wong kalian hanya berdua," tanya Bi Ramlah ingin tahu.Ternyata dia sama sekali belum kapok, walaupun aku tidak menyahuti ucapannya sedari tadi. Dia sepertinya benar-benar mempunyai muka yang sangat tebal, sehingga tidak sadar kalau orang yang diajak bicara tidak menyukai keberadaannya."Ya nanti kami 'kan, akan punya anak, Bi. Biarlah kamarnya banyak, biar nggak perlu renovasi lagi nanti," kataku sekenanya."Oh, memang kalian sudah periksa? Memang kata dokter kalian ini bisa punya anak?" tanya Bi Ramlah cepat.Deg!Aku langsung menatapnya dengan pandangan tajam, hingga membuat Bi Ramlah menjadi salah tingkah. Dia mengusap tengkuknya, dan menatapku dengan pandangan permohonan maaf."Maaf! Maaf! Bukan begitu maksud Bibi, Ab. Maksudnya, kalian itu sudah periksa? Apakah sudah ada kemajuan?" tanyanya dengan lembut.Aku hanya mendengus dengan keras, dan kemb
75. Gosip Baru! (Bagian C)"Ngakunya dapat warisan, eh ternyata hutang di toko bangunan. Bangun, An. Mimpimu ketinggian!" kata Bi Ramlah lagi.Aku menulikan telingaku, dan kembali menatap ke depan sana dengan pandangan bosan. Kenapa Mas Abi lama sekali, sih? Aku sudah sangat muak mendengarkan ocehan bibinya ini."Suami istri kok yo kompak sekali, ya? Suka bohong! Hahahaha …." Bi Ramlah tertawa bahagia. "Bener apa yang Mbak Sri bilang, kalian itu tukan halu!" katanya dengan nada ketus.Walah! Mau disahuti, kok rasanya malas ya? Tapi didiamkan, kok malah bertambah parah? "Setelah rumah ini dibangun, terus apa? Hah? Hutang kalian banyak! Lalu bayarnya gimana? Mikir seharusnya!" Lanjut Bi Ramlah semakin menggebu-gebu. "Orang kalau bangun rumah itu, ngisi perabotan baru. Bukannya malah termenung di depan pintu mikirin gimana cara bayar hutang!" katanya mengejek.Ya, ya, teruslah mengoceh, Bi. Aku anggap ini adalah dongeng pengantar tidur! Aku tetap menatap ke depan sana dengan pandangan d
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)76. Belanja Habis-habisan! (Bagian A)"Alhamdulillah ya, Dek! Akhirnya rumah kira sudah selesai, ya Allah … Mas nggak pernah punya bayangan bakal punya rumah sendiri," kata Mas Abi sambil merebahkan kepalanya di pangkuanku.Aku mengusap kepalanya dengan penuh kasih, saat ini kami sedang duduk di depan pintu depan dengan Mas Abi yang berbaring santai.Rasanya sangat nyaman, kalau dulu tidak mungkin aku bisa duduk-duduk di lantai seperti saat ini, apalagi dengan Mas Abi yang tidur-tiduran.Karena lantai rumahku dulu semen yang sudah pecah-pecah, sangat berbeda dengan yang sekarang. Lantai rumahku sudah menggunakan granit mahal, yang menginjaknya saja kakiku merasa segan.Ya Allah, ternyata menjadi orang kaya sangat enak. Kenapa tidak dari dulu Engkau menjadikan aku kaya ya Allah? Aku bergumam di dalam hati."Iya, Mas. Aku juga nggak pernah menyangka bakal punya rumah sendiri," sahutku sekenanya."Ya Allah, Mas senang sekali, Dek!"
77. Belanja Habis-habisan! (Bagian B)Kebetulan toko hape itu terletak di sebelah toko alat elektronik ini, dan pemiliknya juga sama. Aku menggandeng lengan Mas Abi dengan mesra, dan melihat-lihat hape yang dipajang dengan semangat."Kamu beli aja, Mas pakai yang lama saja," ujar Mas Abi dengan lenbut."Eh, kita beli berdua saja, Mas." Aku menolak tentu saja, jika aku memakai barang baru, maka Mas Abi juga harus memakai barang baru."Sayang uangnya, Dek," kata Mas Abi kembali menolak."Enggak, Mas. Kita pilih yang murah saja!" Aku berujar kekeh.Dan pilihanku jatuh pada hape Sungsang a12, spek mumpuni dengan harga yang lumayan murah. Aku dan Mas Abi memutuskan untuk mengambil ponsel yang sama, agar kembaran.Uang lima juta aku keluarkan, dan dua ponsel yang sama sudah aku pegang. Hah, ternyata enak sekali punya uang, aku bisa membeli apapun yang aku mau.Setelah aku dan Mas Abi keluar dari toko ponsel, kami berdiam diri di depan motor, sebenarnya hanya aku karena Mas Abi sudah duduk d