488. Bantuan Untuk Janda (Bagian B)"Ah, kalau begitu nggak usah di sensus, Run. Lisa itu pegawai negeri soalnya, dan dari dulu-dulu nggak pernah dapat bantuan apa-apa juga, kan?" Sri menyahut cepat."Oh, ini rumah Mbak Lisa, Bu?" Runa langsung bertanya, jauh dari konteks pertanyaan untuk sensus penduduk sebenarnya."Iya, Lisa mengontrak di sini untuk sementara." Lagi-lagi Sri menyahut, sambil mendongak karena Runa memang masih kekeh untuk tidak mendudukkan dirinya sendiri."Oh …." Runa bergumam pelan. "Pantas saja ada Ibu dan Mas Aji di sini, ternyata yang mengontrak adalah Mbak Lisa." Dia kembali bergumam."Mbak Runa, seperti yang dikatakan oleh Ibu tadi … saya tidak mengharapkan bantuan itu, dan berikan saja bantuan itu kepada warga yang lebih membutuhkan!" Lisa tiba-tiba datang sambil mengelap tangannya ke baju yang tengah dia gunakan, dia menatap Runa dengan pandangan ramah, full senyum, namun terlihat sangat … kaku?Ayolah, apa yang kau harapkan dari dua wanita yang mencintai s
489. Bantuan Untuk Janda (Bagian C)"Kenapa sih, Mas Aji harus mengikuti permintaan Mbak Runa? Harus banget yah, ngomong hanya berdua di luar sana? Iyuhhhh, kayak ada yang penting aja!" Ana mengomel, dari tadi belum berhenti.Sedangkan Lisa dan Sri hanya diam, mereka sudah selesai memindahkan masakan mereka tadi ke saung ini. Benar-benar nyaman dan juga sejuk, ini adalah tempat yang sangat pas untuk makan siang bersama keluarga."Sebagai seorang wanita, Mbak Runa itu benar-benar berani untuk mengajak suami orang berbicara empat mata!" Ana kembali berbicara."An, lupa kamu? Masmu itu duda sekarang, loh!" Lisa menyahut dari seberang sana.Wajahnya terlihat tenang, tapi isi hatinya siapa yang tahu? Membayangkan lelakinya berbicara empat mata dengan perempuan lain, jelas wanita manapun tidak akan pernah bisa tenang dan juga lapang."Ya, terus? Dudanya masih beberapa hari, masak sudah mau di pepet? Nggak ada laki-laki lain apa?" sahut Ana dengan kesal. "Mbak tahu? Mbak Runa itu adalah mant
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)490. Pelik! (Bagian A)“Kok, makannya di belakang? Kenapa nggak di depan saja?”Tiba-tiba Amran muncul dari pintu belakang, dengan Abi yang berjalan di belakangnya. Sepasang Bapak dan anak itu, terlihat sangat mirip. Bedanya, rambut Amran sudah ada yang memutih sebagian, sedangkan rambut Abi masih hitam legam.Memang jika disejajarkan, maka wajah Abi, Aji, dan Amran, akan terlihat sangat mirip, seperti pinang yang dibelah dua. Tidak ada dari kedua orang anak itu, yang mirip dengan ibunya.Yah, setidaknya itu adalah hal yang baik. Karena orang akan bertanya-tanya, mengapa wajah Abi terlihat seperti wajah orang lain, alih-alih mirip dengan Sri nantinya. Kan, tidak lucu!"Di belakang kan, enak Pak. Semilir anginnya membuat perut semakin lapar!" Ana menjawab sekenanya.Dia lalu menggeser tempat duduknya saat Abi mendekat, dia mempersilahkan lelaki itu untuk duduk di tempatnya semula. Karena Ana tahu, kalau Abi itu sangat suka bersan
491. Pelik! (Bagian B)Dia malah balik memelototi Runa, dan juga mengangkat sedikit ujung bibirnya. Menunjukkan wajah yang sangat menyebalkan, sengaja untuk memprovokasi Runa sang anak mantan kepala desa.Padahal sewaktu di balai desa, itu pertama kalinya Ana bertemu dengan Runa dan mengetahui kalau wanita itu adalah mantan dari Aji. Ana merasa Runa adalah wanita yang lembut dan juga baik, terlihat dari cara bicaranya yang berwibawa.Tapi entah kenapa, untuk kali ini Ana merasa dia benar-benar sudah salah menilai orang hanya dalam pertemuan pertama. Karena nyatanya, Runa tidaklah seperti yang terlihat. Wanita ini … terlihat seperti ular dan juga rubah di saat yang bersamaan.Licin, dan juga licik. Kebetulan sekali, Ana sangat pintar menghadapi orang-orang seperti ini.“Mas, ayo makan! Aku disuruh Ibu dan Bapak buat manggil Mas Aji!” Ana berbicara dengan nada ceria. “Eh, Mbak Runa belum pulang? Belum selesai ngomong sama Mas Aji?” tanya Ana lagi.“Iya, urusan saya dan Mas Aji belum sel
492. Pelik! (Bagian C)Bagaimana tidak, dia menghabiskan sepuluh buah gorengan sendirian. Sedangkan Maryam sendiri juga sedang bersandar di tembok, ikut kekenyangan. Ternyata di sebelah warung itu, ada penjual gorengan. Rosa dan juga Maryan lantas segera saja mengambil tempat duduk lesehan dan bersandar di tembok yang tingginya hanya sepaha orang dewasa. Karena itulah mereka tidak bisa melihat, kalau Abi tadi menjemput Amran."Yah, Ibu juga sama, Ros. Kenyang banget!" Maryam bersendawa. "Bapakmu kok lama banget, sih? Ke mana saja sih, mereka ini?" omel wanita itu dengan suara yang tertahan.Karena memang sudah lebih dari satu jam mereka menunggu di sini, tapi Parto dan juga Marwan belum juga memunculkan batang hidung mereka, dan hal itu benar-benar membuat Maryam menjadi luar biasa kesal."Iya, Bu? Bapak sama Marwan, kok, lama banget, ya? Aku sebenarnya sudah sangat lelah, dan juga bosan. Aku ingin tidur di kamar dan beristirahat!" sahut Rosa dengan nada lelah."Memang Bapak sama ana
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)493. Rujuk! (Bagian A)"Ngomongin apa aja di depan, Ji?" tanya Sri dengan mata yang memicing tajam, saat dia melihat Aji dan juga Ana datang.Anak sulungnya itu nampak tenang, bahkan saat Sri menghujaninya dengan tatapan sarat akan keingintahuan yang besar. Aji seperti sudah terlatih untuk menjaga ekspresi dan juga rahasia, wajahnya sangat keyakinkan soalnya.Sedangkan Ana hanya mengangkat bahu, dan mendudukkan dirinya di tempat semula. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan matanya langsung berhenti pada sosok Naufal, bocah itu sedang makan menggunakan udang goreng tepung dengan sangat semangat.“Sayang, kamu kok udah di sini, sih? Tadi pas Tante ke depan kamu kok, nggak ada?” tanya Ana dengan raut wajah heran.“Iya, tadi aku ke kamar, Tan. Ngeliatin Salsa, takut adik bangun,” sahut Naufal tanpa menoleh sedikitpun.“Oalahhhhh, pantes kamu nggak ada di depan!” Ana mengangguk mengerti.“Ji, kamu belum jawab, loh. Kamu ngom
494. Rujuk! (Bagian B)[ ……. ]"Ya sudah, kalau begitu aku pulang sekarang, Bi," kata Ana dengan mantap. "Iya, Bibi tunggu aja di rumah. Ini aku langsung pulang, kok," kata Ana lagi.Dia lalu mematikan ponselnya dan kembali memasukkan benda pipih itu ke dalam tas, dia kemudian menatap Abi dengan pandangan yang sulit diartikan. Namun, lelaki yang sudah membersamainya selama beberapa tahun itu jelas tahu apa yang dimaksud oleh Ana.Abi kemudian ikut mencuci tangannya dan turun dari saung itu, dia memakai sandalnya dengan cepat sembari menunggu Anna yang juga sedang membereskan barang-barang miliknya."Bu, kami harus pulang dulu. Soalnya ada masalah sedikit di rumah," kata Ana sambil berpamitan pada Sri."Masalah apa, toh, Nduk? Kok, kayaknya kalian ini terburu-buru sekali, sih? Ada apa?" Sri bertanya dengan panik. "Ya, nggak ada apa-apa, Bu. Cuman ada barang yang masuk, dan Bi Ramlah nggak tahu harganya berapa," kata Ana lagi. "Mbak, aku pulang dulu, ya, nanti kalau masalah di rumah ud
495. Rujuk! (Bagian C)"Ibu tidak sanggup melihat mereka hidup seperti saat ini, hidup di kontrakan yang bahkan tikar saja tidak ada. Ibu mau kamu membawa Lisa dan juga anak-anakmu kembali ke rumah!" kata Sri lagi dengan nada tegas."Iya, benar apa yang dikatakan ibumu. Pokoknya Bapak tidak mau hal ini terus berlanjut!" Amran berujar tegas.Lisa semakin menunduk saat dia tidak mendengar balasan dari Aji, lelaki itu masih diam dan hanya mendengarkan pembicaraan dari kedua orang tuanya dengan tekun dan juga fokus."Aji, kamu denger, nggak, sih, apa yang Ibu dan juga Bapak katakan?! Kamu itu kayak orang yang lagi punya banyak pikiran tahu nggak, sih?! Diam, tapi seolah jiwa kamu nggak ada di sini," kata Sri dengan mata yang memicing."Dengar, lah, mana mungkin aku nggak dengar apa yang kalian bilang dari tadi. Lagian suara kalian itu keras dan juga tegas. Ya, tentu saja aku yang berada di dekat kalian seperti ini bisa mendengarnya dengan sangat jelas," ujar Aji sambil mengangkat bahunya