266. Lisa tak mau menurut! (Bagian C)Aku bisa melihat Mas Aji yang mengangguk-angguk mengerti, dia sepertinya setuju dengan kata-kata yang baru saja dikeluarkan oleh Mas Abi. Ya sejujurnya, aku juga sangat menyetujui kata-kata suamiku itu barusan.Memang lebih elok jika Mas Aji lah yang pergi ke sana dan mengantarkan Lisa sendiri, hal itu juga menunjukkan kalau Mas Aji yang memang menginginkan perhiasan itu kembali, sehingga Bu Maryam tidak bisa mengelak lagi."Baiklah kalau begitu, saran kamu benar juga. Ya sudah, biar Mas saja yang mengantar mbakmu ke rumah orang tuanya, untuk mengambil baju-baju anak-anak dan juga perhiasan miliknya," kata Mas Aji mengangguk mengerti."Mas aku nggak mungkin minta perhiasan itu kembali!" kata Lisa tiba-tiba."Loh, kok nggak mungkin, Dek? Itu adalah perhiasanmu loh, yang membelikannya adalah Ibuku. Kok, bisa-bisanya kamu berbicara seperti itu?" tanya Mas Aji dengan alis yang terangkat tinggi. "Aku dan ibuku tidak mengikhlaskan perhiasan itu dipakai
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)267. Ancaman Abi! (Bagian A)“A—apa?” Lisa bertanya, suaranya lirih dan juga tergagap.“WAH! SUAMIMU INI SUDAH GILA, MBAK!” Marwan memekik sinis.“Apa? Siapa yang gila?” tanya Mas Aji dengan wajah yang terlihat sangat polos. Marwan mendengus kesal, namun tidak menyahut. Dia menatap Lisa dengan pandangan tajam, walau kakaknya itu sama sekali tidak menatapnya. “Mas, kamu tadi bilang apa?” tanya Lisa lagi.“Aku? Aku bilang apa emangnya?” Mas Aji balik bertanya.“Ta—tadi, ka—kamu bilang mau menceraikan aku,” kata Lisa dengan sangat lirih.“Loh, bukannya kamu yang meminta hal itu tadi, Dek?” Mas Aji bertanya santai. “Aku hanya mengabulkannya saja, jika kamu memang menginginkan hal itu!” lanjutnya lagi, kali ini lebih tegas dan juga mantap.Dan hal itu, sukses menjadikan Lisa membeku dan juga membatu. Wanita itu menarik nafas dengan panjang, dan menghembuskannya perlahan. Mungkin demi menghalau rasa terkejut yang dia rasakan.Jangank
268. Ancaman Abi! (Bagian B)Dia lalu bangkit dan duduk di samping Mas Aji, sambil menggenggam tangan kakak iparku itu dia memberikan tatapan memohon yang terlihat sangat tulus.Namun, aku yakin tatapan yang dia berikan tidak setulus hatinya. Aku sangat meyakini kalau bisa berbicara seperti itu, hanya demi meluluhkan hati Mas Aji agar kakak iparku itu mau menuruti keinginannya.“Ya, Mas? Mas tinggal minta kepada Ibu beberapa ekor sapi, dan menjualnya untuk membayar uang tabungan anak muridku,” kata Lisa lagi.Namun yang tidak aku sangka-sangka adalah, Mas Aji melepaskan genggaman tangan Lisa dengan sangat lembut. Dia lalu menatap istrinya itu sambil menggeleng pelan.“Maaf, tetapi aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Aku sudah melakukan kesalahan yang teramat bodoh, saat menggadaikan kebun sawit milik kita kepada juragan Karta. Padahal itu adalah ujung tombak utama kita, untuk membesarkan dan juga untuk memberi pendidikan yang layak kepada Naufal dan juga
269. Ancaman Abi! (Bagian C)Lisa mendengus, dia langsung terdiam karena dia mestinya sudah bisa berpikir. Kalau uang modal yang dipegang oleh Mas Aji juga mereka habiskan, maka kali ini mereka akan benar-benar tamat.“Kalau begitu, mintalah kepada orang tuamu, Mas, untuk membantu kita sekali ini lagi. Mintalah kepada mereka uang untuk membayar anak muridku!” kata Lisa dengan pandangan memelas.“Nggak bisa, Dek. Aku sudah terlalu banyak merepotkan kedua orang tuaku, dan aku tidak mau lagi meminta uang kepada mereka untuk menyelesaikan masalah kita. Lagi pula kamu yang sudah membuat masalah, jadi kamu juga yang harus menyelesaikannya!” kata Mas Aji dengan sangat tegas.“Ya nggak bisa gitu dong, Mas! Kedua orang tuamu itu kaya raya, apa salahnya kalau dia membantu kita uang lima puluh juta? Tidak akan ada artinya di tangan mereka! Apa salahnya mereka memberikan uang itu kepadaku untuk membayar tabungan anak-anak, hah? Memang dasar orang tuamu saja yang pelit!” kata Lisa tiba-tiba.“Tung
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)270. Minggat! (Bagian A)"Jangan ngelunjak kamu ya, Bi. Didiamkan, malah semakin menjadi kamu lama-lama, ya!" kata Lisa dengan bibir bergetar.Wajahnya memerah menahan amarah, tangannya mengepal kuat dan ikut bergetar pelan. Dia benar-benar seperti orang yang hampir kesurupan, wajahnya terlihat menakutkan dan juga sukses membuat aku bergidik."Nggak ada hak kamu, buat melakukan itu semua, ya! Semua itu udah dikasih Ibu sama aku, dan itu artinya aku berhak melakukan apapun pada perhiasan-perhiasan itu!" ujar Lisa lagi."Iya, memang untuk kamu dan bukan untuk ibumu!" Mas Aji menyahut cepat.“Mbak, keluarga suamimu ini udah nggak beres!” kata Marwan sambil menatap Lisa dengan tajam. “Mending Mbak ikut aku pulang ke rumah Ibu!” kata Marwan lagi.Aku melotot, apa maksudnya coba? Dia mengajak Lisa untuk pulang ke rumah Bu Maryam? Lalu bagaimana? Bagaimana dengan kelanjutan hutang piutang milik Lisa pada anak muridnya?“Iya, lebih baik
271. Minggat! (Bagian B)Namun Mas Aji sama sekali tidak membalas, dia hanya mengangkat bahunya dengan enteng dan menggeleng kecil."Aku gila, memikirkan semua masalah yang kau buat." Wajah Mas Aji terlihat tenang."Aku akan pergi dari sini!" Lisa mengancam."Silahkan!" balas Mas Aji dengan santai, tangannya terbuka dengan sangat kasual."Aku akan membawa Naufal dan juga Salsa!" sahut Lisa penuh penekanan."Bawalah, mereka juga anakmu." Mas Aji berujar dengan sangat enteng."Sudahlah, Mbak! Ayo kita pergi, biarkan dia menyesal di sini!" kata Marwan mengompori, dan situasi semakin memanas sata Lisa bangkit.Dia berjalan masuk ke dalam kamarnya, dan tak lama kemudian dia keluar sambil membawa tas besar yang aku tebak isinya adalah baju-baju miliknya. Wanita itu lalu beranjak ke kamar Naufal dan juga Salsa, dan setelahnya dia keluar sambil menggandeng tangan dua bocah lucu itu."Tante, Om!" Naufal memekik, dia ingin menghambur ke pelukan Mas Abi.Tetapi, Lisa dengan sigap menarik tangann
272. Minggat! (Bagian C)"Loh, nggak jadi makan baksonya, Dek?" tanya Mas Abi sambil menoleh sedikit."Nggak, nanti malam aja, lah. Kita makan bakso bareng emak dan Aina," kataku akhirnya.Mendengar perkataanku, Mas Abi langsung mengangguk paham. Dia lalu melajukan motor yang kami naiki lumayan cepat, hingga tak berselang lama kami sudah sampai di rumah.Sementara Mas Abi masuk ke dalam, dan memanggil Ibu. Aku langsung berjalan ke arah toko dan duduk di depannya, bukan tanpa alasan aku menyuruh Mas Abi untuk mengantar Ibu pulang ke rumah.Selain agar Bapak tidak kebingungan, aku juga menginginkan agar mereka bisa berbicara mengenai kepergian Lisa dari rumah. Semoga saja Ibu dan Bapak tidak murka dengan keputusan yang diambil oleh Mas Aji tadi.“An, Ibu pulang dulu, ya!” kata Ibu sambil berjalan keluar.Ibu mertuaku diantar oleh Emak sampai ke halaman, dia kemudian naik ke atas motor dan memegang pundak Mas Abi sambil melambai ke arahku.Aku dan juga Emak ikut melambai, bersamaan denga
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)273. Amarah Sri! (Bagian A)“Aji, istrimu minggat?” tanya Amran cepat.“Oh, itu namanya minggat, tah?” tanya Aji balik, dengan wajah polos nan lugu. “Ji, kamu ini mikir apa nggak, sih? Istrimu minggat bawa anak-anakmu, apa kata orang nanti, coba?” tanya Amran lagi. “Ibu dan Bapak dulu sering bertengkar sewaktu kalian kecil, tapi ibumu nggak pernah tuh pergi dari rumah!” lanjutnya dengan ketus.Abi langsung menatap wajah bapaknya itu dengan pandangan yang tidak bisa diartikan, sedangkan Amran sendiri sepertinya tidak menyadari pandangan anak bungsunya kepada dirinya karena dia saat ini sedang terfokus menasehati Aji."Yah, itu karena aku yang menjadi istrimu, Pak. Kalau perempuan lain yang menjadi istrimu, pasti mereka sudah minggat dan minta cerai dari dulu," sahut Sri tiba-tiba."Maksud Ibu apa, toh?" tanya Amran cepat."Lah, siapa yang tahan sama lelaki yang modelannya seperti Bapak coba? Wis tukang judi, tukang wedokan, tukan