PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)255. Pertengkaran! (Bagian A)"Ngomong apa?" tanya Mas Aji bingung. Dia menatap Marwan dan juga Lisa secara bergantian, tapi sayangnya wanita itu malah memalingkan wajahnya dan menatap ke arah lain. Dia sengaja menghindari tatapan Mas Aji yang sedang bertanya-tanya."Kamu buat masalah apalagi sih, Dek?" Mas Aji mendesah lelah."Masalah?" Lisa menoleh cepat, nada suaranya terdengar tidak terima. "Kok, kamu ngomong gitu sih, Mas? Masalah apa yang bisa aku buat emangnya? Hah? Kok, kayak menghakimi aku banget!" serunya emosi."Ya jelas aku begini, karena aku tahu banget kamu itu gimana. Dan sekarang apa? Masalah apa lagi yang kamu buat? Uang apa yang dimaksud adikmu ini? Hah?!" Mas Aji membentak kuat, dia terlihat sangat kesal sekarang.Aku bingung, haruskah aku dan juga Mas Abi pulang sekarang? Tapi, bagaimana jika ketika kami pulang nanti suasana tambah parah? Bisa saja ujung-ujungnya mereka berkelahi.Mas Aji sepertinya sangat em
256. Pertengkaran! (Bagian B)“Ya kalau kamu emang nggak nerima uang itu, Mas. Tapi aku nerima! Trus apa bedanya? Kita ini suami istri, Mas. Aku itu istri kamu, dan kamu itu suami aku. Mau aku yang meminjam uang, atau kamu yang meminjam uang itu, tetap saja sama hitungannya. Sama-sama harus dibayar,” sahut Lisa dengan santai.“Oh, iya nggak dong! Kalau aku yang meminjam uang, aku jelas tahu ke mana larinya. Aku dari dulu, sama sekali tidak pernah meminjam uang kepada siapapun terkecuali kepada juragan Karta. Itu juga karena desakan kamu yang ingin berinvestasi pada Marwan,” kata Mas Aji dengan ketus. “Nah, sekarang kalau kamu yang meminjam uang, dan aku nggak tahu uang itu untuk apa. Terus gimana aku mau bayarnya? Kamu itu menghormati aku sebagai suami nggak, sih? Kamu itu kalau minjem apa-apa, seharusnya tuh ngomong sama aku, konsultasi terlebih dahulu, bukannya malah diem-diem seperti ini!” lanjut Mas Aji lagi.Aku bisa melihat Lisa yang kembali cemberut, dia melipat kedua tangannya
257. Pertengkaran! (Bagian C)"Kalau begitu, kamu minta uang itu kepada mbakmu. Jangan kepadaku, Wan. Karena aku tidak tahu apa-apa, bahkan dia meminjamnya saja aku tidak tahu," sahut Mas Aji dengan ketus. "Uang sepuluh juta yang kamu bilang adalah uang anak-anak, ternyata kamu pinjam kepada Marwan. Lalu uang anak-anak yang banyaknya hampir empat puluh juta itu ke mana, Dek? Kamu ini benar-benar membuat aku frustasi! Aku benar-benar pusing dengan segala tingkah lakumu, semakin lama kau semakin keterlaluan!” kata Mas Aji lagi.“Ya ampun, Mas! Mas! Kamu itu nggak usah berlebihan, deh. Kamu itu ... tinggal bayar aja. Apa susahnya, sih? Aku nggak punya uang, uang sepuluh juta yang kemarin sudah aku transfer ke temanku, untuk membayar arisan!” kata Lisa dengan ketus. “Jadi aku udah nggak punya uang untuk membayar Marwan pagi ini, makanya aku suruh dia untuk nemuin kamu. Kamu bayar dulu lah sepuluh juta, kamu itu kayak orang nggak punya uang! Kayak orang susah, tau nggak, sih?!” kata Lisa l
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)258. Keinginan Lisa (Bagian A)"Nggak ada apa-apa, dan kamu itu nggak usah kepo, Bi. Jadi manusia kok kepo banget, sih!" ketus Lisa sambil memalingkan wajahnya."Yah, aku kepo juga sama kakakku sendiri, Mbak. Kalau orang lain, mah … aku nggak peduli kali. Hanya saja, karena ini adalah Mas Aji, dan dia adalah kakak kandungku. Jadi, tentu saja aku harus kepo. Memangnya apa yang terjadi tadi malam sampai Mas Aji semarah ini?" tanya Mas Abi dengan ketus.Aku mengangguk membenarkan, wajarlah suamiku itu kepo. Namanya Mas Aji itu kan kakaknya, lagi pula Lisa juga tidak berhak berbicara seperti itu karena kelihatannya Marwan juga begitu mendominasi pembicaraan ini.Padahal Marwan adalah adiknya, dan itu artinya dia juga ikut campur dengan urusan Lisa dan juga Mas Aji. Lalu jika Marwan boleh ikut campur, kenapa Mas Abi tidak boleh?Suamiku kan, adiknya Mas Aji. Jadi sah-sah saja dong, kalau dia ikut campur seperti Marwan yang juga ikut c
259. Keinginan Lisa (Bagian B)"Ya ampun, Mas. Nggak usah terlalu besar-besarkanlah!" Lisa memekik kesal. "Apa salahnya kamu minta maaf sama ibuku? Dia udah membesarkan aku selama ini, dia sudah melahirkanku, membesarkanku, memberikan pendidikan, loh. Masa masalah begini aja kamu nggak mau minta maaf, sih? Dia itu orang tuaku, loh, Mas. Kamu nggak ngehargain orang tuaku? Nggak mau menghormati kedua orang tuaku? Iya?" tanya Lisa lagi.Saat ini, aku kembali lagi bisa melihat Lisa yang melakukan playing victim. Dia seolah berlagak menjadi korban, padahal dia adalah tersangka utamanya. Dia menatap Mas Aji dengan pandangan sedih, bahkan di pelupuk matanya sudah ada bulir bening yang hampir mengalir."Membesar-besarkan masalah? Bagaimana bisa kamu bilang seperti itu, Dek? Sedangkan kamu sendiri tahu, kalau tadi malam aku dihina oleh keluargamu. Kok, kamu kayaknya nggak ada simpati sedikitpun sama aku? Aku ini suamimu, loh!" ujar Mas Aji lagi.Dia mendengung kesal, langsung menghempaskan tub
260. Keinginan Lisa (Bagian C)Dengan sangat pintarnya, dia terlihat berusaha membujuk Mas Aji dengan iming-iming yang sangat-sangat manis. Tentu saja dengan mengumpankan Naufal dan juga Salsa, maka siapapun tidak akan bisa menghakimi tindakannya.Toh, dia melakukan itu semua demi anaknya. Tetapi, aku tidak berpikir seperti itu. Karena aku yakin, Lisa melakukan ini semua hanya demi keegoisannya saja.Buktinya, dia nekat melakukan pinjaman kepada juragan kertas sebanyak tiga ratus juta, dengan bunga 10% setiap bulannya. Itu artinya dia sendiri yang tidak memikirkan Naufal dan juga Salsa.Karena Ibu memberikan kebun untuk dikelola oleh Mas Aji, adalah demi Naufal dan Salsa nanti ketika sudah besar. Kebun itu diharapkan bisa menjadi ladang usaha, untuk memberikan kehidupan dan juga pendidikan yang layak untuk kedua cucu Ibu dan Bapak itu.Tapi nyatanya apa? Lisa dengan mudahnya menggadaikan sesuatu yang bisa menjadi ujung tombak di kehidupan mereka, kepada juragan Karta. Itu saja sudah m
PILIH KASIH (Membungkam Mertua dan Ipar secara Elegant)261. Keputusan Aji! (Bagian A)“Mas, tunggu! Tunggu dulu!” kata Mas Abi menyela pembicaraan ini.Apalagi saat melihat Mas Aji yang akan berbicara, kami sudah bisa menduga kalau pembicaraan ini akan panjang dan juga lama. Jadi saat Mas Abi tiba-tiba memotong, aku tahu pasti suamiku itu ingin pulang dan undur diri dari sini.Mas Abi tersenyum kecil, saat Mas Aji menatapnya dengan pandangan ingin tahu. Suamiku itu terlihat salah tingkah karena saat ini, Marwan, Lisa, dan juga Mas Aji memusatkan perhatian kepada kami berdua.“Ada apa?” tanya Mas Aji penasaran.“Pembicaraan kalian kayaknya bakalan lama, deh. Jadi, aku sama Anna mendingan pamit dulu. Karena kami setelah ini juga ada kegiatan, mau makan bakso dulu,” kata Mas Abi menjelaskan.Aku mengangguk membenarkan, karena aku juga ingin segera selesai dan segera pergi dari suasana yang membosankan namun mencekam seperti saat ini. Aku bisa melihat Mas Aji yang menggeleng mantap, dia
262. Keputusan Aji! (Bagian B)"Mbak, didengar lagi deh … aku bilang itu, bukan diri Mbak yang tidak positif, tapi kejadian ini yang tidak ada positifnya. Masa orang nagih hutang dijadikan bahan pembicaraan, yang enggak lah! Yang membuat diri Mbak itu diperbincangkan oleh orang lain, ya diri Mbak sendiri. Bukan kami, ataupun warga sekitar. Toh, sewaktu motor Mbak ditarik saja, aku tidak ada di sana. Tapi, Mbak sudah jadi pembicaraan orang satu desa, kan?" kataku sambil mencebik sinis.Enak saja dia mau menjelek-jelekkan aku, dengan cara mengatakan aku akan membicarakan dirinya dan juga aib-aibnya kepada orang lain. Padahal aku tidak pernah melakukan itu sama sekali, bahkan ketika orang membicarakan Lisa aku sebisa mungkin menghindar agar aku tidak mendengar gosip tentang kakak iparku itu.Tapi apa? Dia malah menuduhku dengan tuduhan yang keji seperti tadi, benar-benar kurang ajar! Membuat aku merasa kesal saja, aku mengumpat di dalam hati."Halah … sama aja! Kamu itu terlalu pintar ng