Elena melangkah masuk ke kamarnya, suasana di kastil terasa semakin tegang. Dia merasa terjebak di dalam ruangan mewah yang seharusnya memberikan kenyamanan, namun sekarang menjadi penjara bagi dirinya. Hatinya gelisah ketika ia menyadari bahwa paman Lionel telah menyewa seorang bodyguard untuk menjaganya.Dengan gemetar, Elena mengambil ponselnya dan mencari nomor Kaisar. Setelah menekan beberapa tombol, suara Kaisar terdengar di seberang sana."Elena, kau sudah berangkat?" tanya Kaisar dengan cemas.Elena menjelaskan bahwa dia tidak dapat keluar dari kastil karena paman Lionel telah mengambil langkah-langkah ekstra untuk menjaganya. Pamannya tersebut sepertinya sangat tidak ingin Elena meninggalkan kastil itu.Kaisar merespon dengan tenang, "Jangan khawatir, Elena. Aku akan mencari cara untuk membantumu keluar dari situ. Kamu hanya perlu menjaga dirimu sendiri sebaik mungkin."Elena menghela nafas lega mendengar suara Kaisar yang penuh keyakinan. "Aku akan berusaha, Kaisar. Aku hany
Damian melihat sekeliling hutan yang lebat dengan pohon-pohon tua dan semak belukar yang menyelimuti setiap sudut. Damian harus menyelamatkan Kaisar yang sekarang dia yakin masih berada di sekitar hutan itu. Dia pun berpikir dan akhirnya berpura-pura heran pada beberapa pasukannya yang kini berada di dekatnya agar keputusan Damian nantinya yang akan mengikuti permintaan Kaisar tidak curigai oleh mereka."Dia harus berada di sini," ucap Damian kepada sebagian pasukannya, matanya seolah terus memindai sekelilingnya. Pasukannya pun masih melihat sekitar di kegelapan malam dengan bermodalkan lampu senter dan berbagai teknologi militer lainnya, namun tak seorang pun dari pasukannya yang bisa menemukan jejak Kaisar.Damian berhenti melangkah, terlihat akan mengambil keputusan yang sulit di hadapan pasukannya. "Kita kembali ke markas. Kaisar tidak berada di dalam hutan ini," ujarnya dengan suara yang tegas kepada para prajuritnya.Pasukan segera bergerak dengan sigap, meninggalkan hutan yang
Kaisar melangkah dengan mantap menuju tempat tersembunyi tempat bertemunya dengan mantan tentara yang dulu pernah mengkhianatinya. Langkahnya tegas, membawa aura kekuasaan yang masih melekat pada dirinya. Di kegelapan ruangan yang hanya diterangi oleh beberapa obor, Kaisar melihat siluet mantan tentara itu duduk di sudut ruangan, tampaknya tengah menyelidiki sesuatu."Kau mirip seperti hantu," ucap Kaisar dengan suara tenang, menyadarkan mantan tentara tersebut akan kehadiran Kaisar.Mantan tentara yang bernama Andrea itu mendongak, matanya membulat kaget ketika melihat sosok Kaisar yang seharusnya sudah mati. Dia refleks bangkit dari tempat duduknya, memandang Kaisar dengan ekspresi campuran antara tak percaya dan kebingungan."Tidak mungkin... Kau sudah mati!" seru Andrea, suaranya dipenuhi keheranan.Kaisar tersenyum tipis, "Ya, banyak yang percaya begitu. Namun, saya masih hidup. Sayangnya, musuh kita lebih cerdik dari yang kita bayangkan. Mereka merancang segalanya untuk menjatu
Angin malam berhembus dengan dingin, membuat api unggun yang menyala di tengah-tengah perkemahan kecil semakin nyaman. Di sana, Kaisar dan mantan tentara yang telah berkumpul menunggu dengan gelisah. Cahaya api menyinari wajah-wajah mereka yang penuh keraguan, seolah menandakan ketidakpastian masa depan.Kaisar duduk di atas kursi sederhana, memandang api unggun dengan ekspresi serius. Dia merenung sejenak sebelum akhirnya berkata, "Kalian pasti bertanya-tanya mengapa aku memanggil kalian ke sini."Semua mata tertuju padanya, menanti penjelasan lebih lanjut. Sementara itu, mantan tentara yang duduk di sekeliling api unggun saling bertukar pandang, mencoba membaca situasi.“Aku akan mengembalikan nama baik kalian di mata negara jika kalian bersedia membantuku dalam sebuah misi,” lanjut Kaisar.Sembilan mantan tentara itu saling menatap tak percaya.“Bagaimana Tuan bisa mengembalikan nama baik kami disaat negara ini sudah tahu bahwa Tuan sudah meninggal? Negara pasti tidak percaya denga
Ruangan besar di dalam Kastil dipenuhi oleh ketegangan. Empat orang duduk di sofa dengan pandangan tegang, menunggu keputusan tentang warisan sepeninggal Kaisar. Pengacara pribadi keluarga Abrahaam, seorang pria tua berwibawa, duduk di hadapan mereka, memegang selembar surat wasiat yang tampaknya menjadi kunci kebenaran.Elena, Lionel, Mason, dan Lili duduk dalam diam, masing-masing merenungkan takdir mereka. Sejenak, keheningan itu terasa begitu berat seolah-olah dapat diiris dengan pisau.Pengacara itu, dengan tangan gemetar karena usia, mengangkat pandangannya dari surat wasiat dan menatap wajah-wajah yang penuh kecemasan di hadapannya. Dengan napas berat, ia mulai memberikan putusan yang dapat mengubah hidup mereka."Dalam surat wasiat ini," ucapnya dengan serius, "Tuan Abrahaam menyimpan sebuah rahasia besar yang seharusnya tidak pernah terungkap."Mata mereka semua berkilat, rasa penasaran yang memuncak. Pengacara itu lalu mulai menjelaskan, merinci setiap kata yang tertera dala
Lionel, dengan langkah hati-hati, mencari Vander, penguasa yang telah membunuh Kaisar untuk sebuah rencana yang belum terkuak sepenuhnya. Sesampainya di ruangan Vander, Lionel tidak menyimpan rahasia lagi."Paman, kabar apa yang paman bawa?" tanya Vander, matanya mencari jawaban di wajah pria yang kini menjadi kunci nasibnya.Lionel menarik nafas dalam-dalam sebelum mengungkapkan kebenaran yang selama ini tersembunyi. "Vander, saya telah menemukan sesuatu yang mungkin akan mengubah segalanya. Elena, dia bukan keponakan Abraham. Dia adalah anak kandung Abraham, dan Kaisar lah yang ternyata sebagai anak angkat Abraham kakaku."Vander menatap Lionel dengan mata terbelalak. "Apa? Ini mustahil! Kaisar tidak pernah memberi tahu siapa pun!"Lionel dengan sabar menceritakan bagaimana dia menggali kebenaran tersebut, membuka tabir rahasia keluarga yang selama ini tersembunyi. Vander, terkejut, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Lionel."Sekarang, bagaimana kita melanjutkan ini semua?"
Kaisar, Elena, dan Damian berkumpul di ruangan rahasia markas Rudi, tempat yang menjadi pusat perencanaan mereka. Udara tegang mengisi ruangan tersebut, namun tekad untuk mengungkap kebenaran memandu langkah-langkah mereka.Kaisar duduk di ujung meja, wajahnya penuh dengan keputusan yang sudah diambil. Elena, yang duduk di sebelahnya, memandangnya dengan setia. Damian berdiri di sisi lain, siap menjalankan perintah."Kalian berdua adalah satu-satunya harapan saya," ujar Kaisar dengan suara berat. "Elena, saya membutuhkan bantuanmu untuk mengurus keuangan saya. Aku akan mengungkapkan siapa yang bertanggung jawab atas kematian palsu ini, dan setelah itu, aku akan membuktikan pada Menteri Pertahanan dan Presiden bahwa aku masih hidup."Elena menatap Kaisar dengan penuh keyakinan. "Aku siap membantumu, sayang. Polisi sudah menyerahkan seluruh tabunganmu padaku, dan aku belum menggunakannya. Ini kartu kreditku, gunakan sebisamu."Kaisar menyambut kartu kredit Elena dengan senyum tulus. "Te
Rudi dan beberapa mantan tentara duduk bersila di bawah pohon rindang yang tumbuh di sekitar rumah tempat Kaisar dan Elena menginap. Mereka tampak tegar dengan senjata-senjata mereka yang bersinar di bawah sinar bulan purnama. Mata mereka waspada, dan perhatian mereka terfokus pada setiap gerak di sekitar rumah.Salah satu mantan tentara, bernama Andi, tidak bisa menahan rasa penasaran. Dia berani menanyakan kepada Rudi, "Kenapa kita harus mengelilingi rumah ini begitu ketat, Rudi? Apakah ada yang tahu keberadaan Tuan Kaisar di sini? Mengapa begitu rahasia?"Rudi, yang duduk di pusat kelompok, menatap mata Andi dengan serius sebelum menjawab, "Kita tidak ingin ada yang mengganggu Tuan Kaisar dan istrinya. Mereka butuh waktu untuk bersantai dan menikmati ketenangan. Ada banyak mata yang ingin mengintai, dan kita harus melindungi mereka."Andi mengangguk mengerti, meski masih ada keraguan di matanya. "Tapi mengapa harus seperti ini? Apakah keberadaan Tuan Kaisar sudah diketahui oleh pih